Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL

Implementasi Perencanaan Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri Nomor 20


Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa di Nagari Tabek Kecamatan
Pariangan

Oleh :

ANNIDA IKRIMA

1710112122

PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020

OUTLINE

1
NAMA : ANNIDA IKRIMA

NOMOR BP : 1710112122

PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (PK VII)

JUDUL : IMPLEMENTASI PERENCANAAN KEAUNGAN DESA


BERDASARKAN PERMENDAGRI NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI NAGARI TABEK KECAMATAN
PARIANGAN

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan tentang pemerintah nagari


2. Tinjauan tentang Implementasi pengelolaan keuangan nagari
3. Tinjauan tentang perencanaan keuangan nagari dan APBDes

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

2
IMPLEMENTASI PERENCANAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN

PERMENDAGRI NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN

KEUANGAN DESA DI NAGARI TABEK KECAMATAN PARIANGAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang berbentuk kesatuan dengan prinsip ekonomi daerah

yang luas. Negara kesatuan merupakan suatu negara yang berdaulat dimana

penyelenggaraannya sebagai suatu kesatuan tunggal. Dalam negara kesatuan,

pemerintah pusat ditempatkan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Sedangkan

wilayah-wilayah dibawahnya dalam lingkup administratif hanya menjalankan

kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk dilimpahkan dan diwakilkan

kepada pemerintah daerah. Wilayah administratif yang ada di Indonesia terdiri atas

provinsi yang terbagi dalam 34 provinsi. Pemerintah merupakan kelompok orang atau

bisa disebut juga sebagai suatu organ yang memiliki kekuasaan pnuh untuk mencapai

tujuan negara sesuai dengan kewenangan dalam pelaksanaan kepemimpinan dan

pembangunan masyarakat.

Secara administratif, pemerintahan di Indonesia terbagi atas pemerintah pusat dan

daerah. Pemerintah daerah terdiri pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah

kabupaten/kota. Di bawah pemerintah kabupaten/kota terdapat pemerintah kecamatan

yang bertanggungjawab kepada pemerintah kabupaten/kota. Masing-masing tingkatan

pemerintahan memiliki kewenangan yang berbeda yang pada prinsipnya sama-sama

mencapai tujuan negara. Sesuai dengan bunyi Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau UUD 1945 yaitu Negara Kesatuan

3
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi

atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupten, dan kota itu mempunyai

pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Dalam Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah urusan

Pemerintah dijelaskan dalam Bab IV Pasal 9 sampai pasal 25. 1


Pertama urusan

Pemerintahan Absolut dijelaskan dalam pasal 10, Urusan Pemerintahan Konkuren

dijelaskan pada pasal 11 sampai 24 serta urusan Pemerintahan umum dijelaskan dalam

pasal 25.

Pasal 9 ayat (2) menyebutkan bahwa Urusan pemerintahan absolut adalah

Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

Sedangkan pada ayat (3) menyatakan Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan

Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah

kabupaten/kota.

Menurut Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

Daerah, Urusan pemerintahan absolut meliputi:

a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal

nasional; dan f. agama.

Sedangkan Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah

terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.

1
Afri Yendra, Memahami Undang-Undang Pemerintah Daerah, PPSDM Kemendagri Regional Bukittinggi,
2015, hal. ii.

4
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:

a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan

rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan

masyarakat; dan f. sosial. Sedangkan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan

dengan Pelayanan Dasar meliputi: a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan

pelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi

kependudukan dan pencatatan sipil; g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h.

pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; j. komunikasi dan

informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal; m.

kepemudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan;

dan r. kearsipan.

Urusan Pemerintahan Pilihan meliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata;

c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral; f. perdagangan; g.

perindustrian; dan h. transmigrasi.

Selain pemerintah pusat dan daerah, pemerintah kecamatan dan desa juga memiliki

kewenangan masing-masing. Pemerintah kecamatan berwenang mengurus kecamatan

dan begitu juga pemerintah desa berwenang mengurus rumah tangga desa. Pemerintah

pusat dalam menjalankan kekuasaannya melimpahkan beberapa kewenangan kepada

pemerintah daerah yang disebut dengan otonomi daerah. Dalam Encyclopedia Britanica

tahun 2013 disebutkan bahwa autonomy berasal dari bahasa Yunani autos artinya

sendiri dan nomos artinya hukum atau aturan, sedangkan otonomi daerah adalah

kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan masyarakat atau kepentingan untuk

5
membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri.2 Dengan adanya otonomi daerah,

daerah memilki kewenangan untuk mengatur sendiri rumah tangga pemerintahannya

baik dari tingkat provinsi hingga pada tingkat desa.

Sistem pemerintahan yang ada dan berlaku saat ini desa mempunyai peran yang

strategis dan penting dalam membantu pemerintah daerah dan proses penyelenggaraan

pemerintah serta pembangunan.3

Menurut Pasal 1 angka 43 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah, menyebutkan Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut

dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan

Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak

asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kewenangan Desa

terdiri dari: Bidang Kewenangan, Jenis-Jenis Kewenangan, Pengaturan dan Pengurusan

Kewenangan, dan Jenis-Jenis Kewenangan yang ditugaskan.4

Dengan adanya kewenangan tersebut desa harus mampu melaksanakan urusan

pemerintahannya termasuk juga dalam hal pengelolaan keuangan sesuai peraturan yang

berlaku dengan baik dan bertanggungjawab. Pengelolaan keuangan desa ini daitur

2
https://kompas.com?pengertian-otonomi-daerah-dan-dasar-hukumnya/Dilihat pada 18
Februari pukul 18.15
3
Nunuk Riyani, Analisis Pengelolaan Dana Desa, Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016, hal.
3.
4
Afri Yendra, Memahami Undang-undang Desa, Sukabina Press, Padang, 2014, hal. Vii.

6
dalam Peraturan Mentri Dalam Negri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2018 jo.

Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 113 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan

uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban desa, merupakan pengertian keuangan desa berdasarkan

Pasal 1 angka (5) Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan

Desa. Pengelolaan keauangan desa dilakukan oleh Kepala Desa sebagai Pemegang

Kekuasaan Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PKPPK) dan Pelaksana Pengelolaan

Keuangan Desa (PPKD) didelegasikan kepada perangkat desa yang terdiri dari

sekretaris desa, kepala urusan dan kepala seksi.

Sebagai Pemegang Kekuasaan Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa

berwenang untuk menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa termasuk

dalam mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa. Perangkat

desa sebagai Pelaksana Pengelola Keuangan Desa dapat dilimpahi kewenangan oleh

Kepala Desa dengan mengauasakan sebagian kekuasaannya yang ditetapkan dengan

Keputusan Kepala Desa.

Pemerintah desa juga dilimpahi otonomi desa yang memungkinkan pemerintah desa

lebih leluasa dalam menentukan kenijakan pembangunan desa melalui adanya Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa atau yang disingkat dengan APBDesa. Berdasarkan Pasal

1 angka (8) Permendagri Nomor 20 Tahun 2018, APBDesa adalah rencana keuangan

tahunan pemerintah desa, terdiri atas Penerimaan Desa dan Pengeluaran Desa terhitung

tanggal 1 Januari hingga 31 Desember setiap tahunnya.

7
Sumatera Barat merupak salah satu provinsi di Indonesia yang memilki sebutan

berbeda untuk penamaan desa yang berbeda dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia,

di Sumatera Barat desa dikenal dengan sebutan Nagari. Salah satu nya yaitu Kabupaten

Tanah Datar yang mempunyai kecamatan salah satunya yaitu Kecamatan Pariangan

yang memilki beberpa nagari yang terdiri dari Nagari Pariangan, Nagari Sawah Tangah,

Nagari Sungai Jambu, Nagari Tabek, Nagari Simabur, dan Nagari Batu Basa.

Kabupaten Tanah Datar adalah kabupaten yang sadar akan pengelolaan keuangan

nagari yang transparan, karena keuangan nagari yang ada di kabupaten Tanah Datar

disajikan dalan website Kabupaten Tanah Datar setiap tahunnya yang bertujuan untuk

memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengetahui informasi tentang

keuangan di Kabupaten Tanah Datar. Pemerintah Kabupaten Tanah Datar sangat

memperhatikan tatanan pemerintahan di nagari terutama dalam hal pengelolaan

keuangan nagari. Pengelolaan keuangan harus dilakukan dengan jelas dan tanggung

jawab yang dimulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

dan pertanggungjawaban.

Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Nagari memperkuat pengelolaan keuangan nagari di kabupaten Tanah Datar.

Akan tetapi, masalah yang timbul yaitu pengelolaan keuangan nagari yang dilakukan

oleh pemeritah nagari belum maksimal yang disebabkan bimbingan teknis dalam hal

mekanisme pengelolaan keuangan nagari baik yang dilakukan oleh pemerintah

kabupaten maupun kecamatan. Hal tersebut menyebabkan dampak kepada proses yang

mula-mula dilakukan oleh nagari yaitu tahap perencanaan keuangan nagari. Pemerintah

kabupaten hanya memberikan bimbingan teknis kepada satu orang PPKD melainkan

8
harus diberikan kepada seluruh perangkat nagari sebagai PPKD. Sehingga menimbulkan

akibat kepada terlambatnya pelaksanaan proses perencanaan keuangan nagari dalam

menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari atau yang disingkat APBNagari.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji

permasalahan yang ada dan membahas permsalahan tersebut ke dalam skripsi yang

berjudul “IMPLEMENTASI PERENCANAAN KEUANGAN DESADESA

BERDASARKAN PERMENDAGRI NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI NAGARI TABEK KECAMATAN

PARIANGAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi perencanaan keungan desa di nagari Tabek Kecamatan

Pariangan berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan

Keuangan Desa?

2. Apa hambatan yang dirasakan oleh Pemerintah Nagari dalam penerapan

perencanaan keuangan desa berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang

Pengelolaan Keuangan Desa?

3. Apa upaya yang dilakukan Pemerintah Nagari untuk mengatasi hambatan-

hambatan dalam perencanaan keuangan desa di nagari-nagari pada Kecamatan

Pariangan berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan

Keuangan Desa?

C. Tujuan Penelitian

9
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang dikemukakan di

atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui implementasi perencanaan keuangan desa di nagari Tabek

Kecamatan Pariangan berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018.

2. Untuk mengetahui hambatan yang dirasakan oleh Pemerintah Nagari dalan

penerapan perencanaan keuangan desa berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun

2018.

3. Untuk menegatahui upaya yang dilakukan Pemerintah dan Nagari untuk mengatasi

hambatan dalam perencanaan keuangan desa di nagari Tabek Kecamatan Pariangan

berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka penelitian diharapkan dapat

membrikan kontribusi baik dari segi teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan keilmuan serta mealtih

kemampuan dalam melakukan penelitian secara ilmiah terkhusus pada

bidang Hukum Administrasi Negara.

b. Untuk melatih kemampuan dalam merumuskan hasil penelitian dalam

bentuk tulisan atau karya tulis.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat mengenai implementasi

pengelolaan keuangan desa dan hambatan yang ditimbulkan serta upaya

10
penanggulangan permasalahan dalam pengelolaan keuangan desa di nagari

Tabek kecamatan Pariangan.

b. Bagi penulis pribadi penelitian ini berguna untuk memenuhi syarat dalam

mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas

Andalas.

E. Tinjauan Pustaka.

1. Tinjauan tentang pemerintah nagari.

Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan

berdasarkan Alinea keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang

dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat,

maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam

melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur,

dan sejahtera.5

Dalam kaitan susunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, setelah

perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan

Desa atau disebut dengan nama lain dari segi pemerintahannya mengacu pada ketentuan

Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa Susunan dan tata cara penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah diatur dalam undang-undang”. Hal itu berarti bahwa Pasal 18 ayat

(7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuka

kemungkinan adanya susunan pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia.

5
Konsideran Menimbang point a dan b. UU No. 6 Tahun 2014.

11
Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dipertegas melalui

ketentuan dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

a. SEJARAH PENGATURAN DESA

Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang

Desa, yaitu mulai dari adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok

Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja

Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di

Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan

local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini

merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa

Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama.

12
Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama

menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat,

sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat

hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.

Desa Adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan Desa, pembangunan Desa,

serta mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam posisi

seperti ini, Desa dan Desa Adat mendapat perlakuan yang sama dari Pemerintah dan

Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, di masa depan Desa dan Desa Adat dapat

melakukan perubahan wajah Desa dan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang

efektif, pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna, serta pembinaan masyarakat dan

pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. Dalam status yang sama seperti itu, Desa dan

Desa Adat diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang ini.

b. Pengertian Desa dan Nagari.

Desa secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta, deca yang berarti tanah

air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki kewewenangan untuk mengurus rumah tangganya berdasarkan hak asal-usul

dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasiona dan berada di Daerah

Kabupaten. Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi

Desa” menyatakan bahwa Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai susunan asli berdasarkasan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan

pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi,

otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.6


6
Widjaja , Pemerintahan Desa/Marga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2003, Hlm. 3.

13
R. Bintar7menyebutkan berdasarkan tinjauan geografi yang dikemukakannya,

desa merupakan suatu hasil perwujudan geografis, sosial, politik, dan cultural yang

terdapat disuatu daerah serta memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lain.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa adalah suatu kesatuan wilayah yang

dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai system pemerintahan sendiri (dikepalai

oleh seorang Kepala Desa) atau menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia desa merupakan

kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan.8

Menurut Zakaria dalam Wahjudin Sumpeno dalam Candra Kusuma menyatakan

bahwa desa adalah sekumpulan yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki

suatu serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada diwilayah

pimpinan yang dipilih dan ditetapkan sendiri. Sedangkan pemerintahan berdasarkan

Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

menyebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut

desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam

sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.9

Disamping pengertian diatas, secara yuridis Pengertian terdapat dalam beberapa

Peraturan Perundang-undangan baik sedang berlaku maupun peraturan perundang-

udnagan yang pernah ada, antara lain :


7
R. Bintaro, Dalam Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1989,
hlm. 43.

8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Medan: Bitra Indonesia, 2013. Hlm.2.

9
Widjaja, HAW, ibid, hlm, 13.

14
1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejulah penduduk sebagai

kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan

berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul

dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan

berada di daerah Kabupaten.

3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilavah yang berwenang

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan

asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014

Desa adalah desa dan desa adat atau yang yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prakarsa

15
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5) Peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari.

Nagari adalah Nagari adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat secara

geneologis dan historis, memiliki batas-batas dalam wilayah tertentu, memiliki

harta kekayaan sendiri, berwenang memilih pemimpinnya secara musyawarah

serta mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

filosofi dan sandi adat, Adat Basandi Syara’ – Syara’ Basandi Kitabullah

dan/atau berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat dalam wilayah

Provinsi Sumatera Barat.

c. Nagari di Sumatera Barat berdasarkan Perda Sumatera Barat Nomor 7 Tahun

2018.

Dalam Penjelasan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun

2018 dinyatakan bahwa, “Sebelum diberlakukannya Desa dan Kelurahan sebagai Unit

Pemerintahan terdepan, bentuk Unit Pemerintahan terdepan di Provinsi Sumatera Barat

adalah Nagari dipimpin oleh seorang Kepalo Nagari atau nama lainnya dan dibawahnya

adalah Jorong/Korong/Kampung yang dipimpin oleh seorang Kepala Jorong/Kampung

yang merupakan wilayah kerja Pemerintahan Nagari.

Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa, yang melahirkan kebijakan uniformitas (menyeragamkan) bentuk

Unit Pemerintahan terdepan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

Desa di Kabupaten dan Kelurahan di Kota, terhitung tanggal 1 Agustus 1983

16
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memperlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1979 dalam Daerah Provinsi Sumatera Barat, sehingga fungsi dan tugas-tugas dalam

Pemerintahan terdepan yang selama ini dilaksanakan oleh Kapalo Nagari dialihkan

kepada Kepala Desa. Pemerintah Desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1979 tentang Desa hanya mengatur tentang Penyelenggaraan Pemerintahannya saja,

sedang pembinaan sosial budaya dan adat istiadat tidak termasuk tugas dan fungsi pada

pemerintah desa.

Kedudukan Nagari selanjutnya sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat tetap

diakui, yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Barat Nomor 13

Tahun 1983 tentang Nagari sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Provinsi

Daerah Tingkat I Sumatera Barat, dengan Lembaganya Kerapatan Adat Nagari (KAN)

yang dipimpin oleh seorang ketua yaitu Ketua Kerapatan Adat Nagari. Dengan lahirnya

Perda Nomor 13 Tahun 1983 dimaksud timbulah dualisme Kepemimpinan Nagari yaitu

Ketua KAN sebagai Pemimpin Adat dan Kepala Desa sebagai pimpinan Pemerintahan.

Sejak era reformasi 1999 terjadi perubahan paradigma pemerintahan dari

sentralistik ke desentralistik. Perubahan paradigma tersebut dilandasi dengan perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Di antara

aspek perubahan paradigma pemerintahan adalah pengakuan dan penghormatan negara

terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya, seperti

ditegaskan Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945. Ketentuan ini mengamanatkan kepada

pemerintah, bahwa dalam pembentukan pemerintah di daerah tidak boleh mengancam

apalagi menghapus keberadaan masyarakat hukum adat.

17
Pasal 18 B UUD 1945 merupakan hasil perubahan (amandemen) kedua UUD

1945 ditetapkan pada 18 Agustus 2000, namun semangat pengakuan dan penghormatan

terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dalam pembentukan pemerintahan desa

sudah lahir sebelum itu.

Pada tingkat daerah, di Sumatera Barat semangat tersebut sebetulnya telah

muncul sejak lama, bahkan sejak sebelum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.

Keinginan kembali ke sistem pemerintahan Nagari setelah 20 tahun “terpaksa” memakai

sistem desa merupakan cita-cita bersama warga masyarakat. Namun sebelum keluarnya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 keinginan tersebut belum bisa diwujudkan

karena secara yuridis tidak memungkinkan terlepas dari “desa” berdasarkan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1979. Untuk itu, kehadiran Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 menjadi momentum bagi Sumatera Barat untuk mewujudkan keinginannya

kembali ke Nagari.

Tanpa membuang waktu, kemudian Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menyetujui pembentukan Peraturan

Dearah (Perda) yang mengatur pemerintahan Nagari sebagai pengganti pemerintahan

desa, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang

Ketentuan Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000

ini telah berhasil mendeklarasikan Sumatera Barat kembali ke sistem pemerintahan

Nagari, namun karena kewenangan pembentukan pemerintahan desa berada di

kabupaten/kota maka pada kabupaten-kabupaten di Sumatera Barat kemudian dibentuk

pula Perda tersendiri untuk pembentukan pemerintahan Nagari.

18
Pada 2004 pemerintah mengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Walaupun terdapat perbedaan substansi materi penggaturan dari kedua Undang-Undang

ini, namun semangat pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat

dalam pembentukan pemerintahan di daerah sampai ke desa tetap sama. Pemerintah

Provinsi Sumatera Barat pun kemudian menyesuaikan pengaturan pemerintahan Nagari

dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan mengganti Perda Nomor 9

Tahun 2000 dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007

tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Peraturan Daerah ini bahkan

mengamanahkan pembentukan pemerintahan Nagari di seluruh kabupaten dan kota di

Sumatera Barat, kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sekali lagi, karena

kewenangan pembentukan pemerintahan desa berada di kabupaten/kota maka

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat juga mengganti Perda tentang Pemerintahan

Nagari dengan Perda yang baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Kenyataannya, tidak semua kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat yang taat

kepada amanah Peratruan Daerah Provinsi Nomor 2 Tahun 2007. Semua kota di

Sumatera Barat tetap mempertahankan kelurahan sebagai bentuk pemerintahan

terdepan. Bahkan pada dua daerah Kota yaitu Kota Sawahlunto dan Kota Pariaman

masih diterapkan dua sistem pemerintahan terdepan pada masyarakat Nagari yaitu

sebagian tetap memakai kelurahan, dan sebagian lagi malah mempertahankan desa.

Ketidaktaatan pemerintah kota terhadap Peraturan Daerah Provinsi Sumatera

Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentu menjadi catatan khusus bagi masyarakat Sumatera

Barat dalam sejarah perkembangan pemerintahan Nagari.

19
2. Tinjauan tentang Implementasi pengelolaan keuangan nagari.

a. Pengertian Keuangan Desa/Nagari dan Pengelolaan Keuangan Desa/Nagari.

Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai

dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Sedangkan Pengelolaan Keuangan Desa

adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,

penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan Desa.

b. Pengelolaan Keuangan Nagari dan Permendagri 20 Tahun 2018.

Keuangan Nagari, implementasinya harus tunduk berdasarkan Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Thun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan

Desa. Permendagri ini Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 106 Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang–

Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang–

Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, perlu membentuk Peraturan Menteri

tentang Pengelolaan Keuangan Desa.10 Maka dibentuklah Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa

kemudian untuk menyesuakan dengan situasi dan kondisi yang berkembang

maka dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018

tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Permendagri ini yang terdiri dari 8 (delapan) Bab dan 80 (delapan puluh)

pasal ini mulai berlaku 11 April 2018 ini, disamping Mencabut Permendagri 113
10
Konsideran Menimbang Permendagri 20 Tahun 2018.

20
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa(Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094)11 juga mencabut dan dinyatakan tidak

berlaku Pasal 6 ayat (2), ayat (3) ayat (4) dan ayat (5), Pasal 40 ayat (2), Pasal

52 ayat (1), Pasal 54 ayat (2), Pasal 57, Pasal 58, Pasal 60 ayat (4), Pasal 62 ayat

(2) dan ayat (3), Pasal 66 ayat (2), Pasal 69, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 79, dan

Pasal 81 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014

tentang Pedoman Pembangunan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2014 Nomor 2094).

c. Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Nagari.

Dasar Hukum pengelolaan Keuangan Nagari adalah, antara lain :

1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4916);

2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5495);

3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5539), sebagaimana beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

11
Pasal 39 point b

21
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);

4) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5558), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60

Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 57, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5864);

5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan

Keuangan Desa.

3. Tinjauan tentang perencanaan keuangan nagari dan APBDes.

Perencanaan Keuangan Nagari secara yuridis diatur pada Pasal 29 sampai pasal

42 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018.

Perencanaan pengelolaan keuangan Desa/Nagari merupakan perencanaan

penerimaan dan pengeluaran pemerintahan Desa/Nagari pada tahun anggaran

berkenaan yang dianggarkan dalam APB Desa. Secara umum,

pengertian perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan

pendapatan dan belanja untuk kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.

22
Dalam kaitannya dengan Pengelolaan Keuangan Desa, perencanaan dimaksud

adalah proses penyusunan APBDes.12

Penyusunan APBDesa berdasar pada RKPDesa, yaitu rencana pembangunan

tahunan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa (Perdes). Dengan demikian,

APBDesa yang juga ditetapkan dengan Perdes, merupakan dokumen rencana

kegiatan dan anggaran yang memiliki kekuatan hukum.

a. Fungsi APBDesa

Sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum, APBDesa menjamin kepastian

rencana kegiatan, dalam arti mengikat Pemerintah Desa dan semua pihak yang terkait,

untuk melaksanakan kegiatan sesuai rencana yang telah ditetapkan, serta menjamin

tersedianya anggaran dalam jumlah yang tertentu yang pasti, untuk melaksanakan

rencana kegiatan dimaksud. APBDesa menjamin kelayakan sebuah kegiatan dari segi

pendanaan, sehingga dapat dipastikan kelayakan hasil kegiatan secara teknis.

b. Ketentuan Penyusunan APBDesa

Dalam menyusun APBDes, ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi:

- APBDesa disusun berdasarkan RKPDesa yang telah ditetapkan dengan Perdes.

- APBDesa disusun untuk masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari

sampai 31 Desember.

- Rancangan APBDesa harus dibahas bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD).

12
Ayi Sumarna, Perencanaan Pengelolaan Keuangan Desa, Jurnal Pengelolaan Keungan Desa, pada
Wibesite Keuangan Desa.Info, 20-11-2015.

23
- APBDesa dapat disusun sejak bulan September dan harus ditetapkan dengan Perdes,

selambat-lambatnya pada 31 Desember pada tahun yang sedang dijalani.

Selain itu, secara teknis penyusunan APBDesa juga harus memperhatikan:

1) Pendapatan Desa, Pendapatan Desa yang ditetapkan dalam APBDes merupakan

perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum

penerimaannya. Rasional artinya menurut pikiran logis atau masuk akal serta sesuai

fakta atau data.

2) Belanja Desa, Belanja desa disusun secara berimbang antara penerimaan dan

pengeluaran, dan penggunaan keuangan desa harus konsisten (sesuai dengan rencana,

tepat jumlah, dan tepat peruntukan), dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3) Pembiayaan Desa, Pembiayaan desa baik penerimaan pembiayaan maupun

pengeluaran pembiayaan harus disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan

nyata/sesungguhnya yang dimiliki desa, serta tidak membebani keuangan desa di tahun

anggaran tertentu.

4) SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran), Dalam menetapkan anggaran Sisa

Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA), agar disesuaikan

dengan kapasitas potensi riil yang ada, yaitu potensi terjadinya pelampauan realisasi

penerimaan desa, terjadinya penghematan belanja, dan adanya sisa dana yang masih

mengendap dalam rekening kas desa yang belum dapat direalisasikan hingga akhir

tahun anggaran sebelumnya.

24
c. Membaca Struktur APB Desa

Struktur/susunan APBDes terdiri dari tiga komponen pokok yaitu Pendapatan Desa,

Belanja Desa, dan Pembiayaan Desa

1) Pendapatan Desa, Pendapatan Desa, meliputi semua penerimaan uang melalui

rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu

dibayar kembali oleh desa.

2) Belanja Desa, Belanja desa, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang

merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai

penyelenggaraan kewenangan Desa.

Komposisi Belanja dalam APBDesa

Pasal 100, PP 43 2014, Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan

dengan ketentuan:

Paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa

digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan

pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat

Desa.

Paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa

digunakan untuk:penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat

Desa;operasional Pemerintah Desa;tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan

Desa; daninsentif rukun tetangga dan rukun warga.

25
3) Pembiayaan Desa, Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar

kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran

yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

d. Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Perencanaan

Perencanaan adalah awal dari sebuah kegiatan. Bila perencanaan itu dilakukan

dengan tepat dan baik, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan dan

kemudian hasil kegiatan. Ketepatan perencanaan itu akan terjamin bila dalam prosesnya

benar-benar mengacu pada ketentuan dan didasarkan pada azas-azas Pengelolaan

Keuangan Desa. Bagaimana agar azas-azas itu mewujud dalam proses.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Afri Yendra, 2014, Memahami Undang-Undang Desa, Sukabina Press, Padang, 2014.

Amardin Harahap, Pemerintahan Nagari di Minangkabau. Universitas Sumatera Utara,

USU Pers, Medan, 2012.

26
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid I, Konstitusi Press,

Jakarta, 2006.

________,Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta, Sekretarat Jenderal

Mahkamah Konstitusi, 2010.

Mocthar Naim, Nagari Versus Desa dan Pembangunan Pedesaan Sumatera Barat,

Yayasan Genta Budaya, Padang, 1990.

R. Bintaro, 1989, Dalam Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya, Ghalia Indonesia,

Jakarta.

Sjahmunir A.M, 2006, Pemerintahan Nagari Dan Tanah Ulayat, Padang,Andalas

University Press.

Yuliandri, 2010, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik,

Jakarta, Rajawali  Pers.

Widjaya, 2003, Pemerintahan Desa/Marga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2003

Yan Pranadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang. Cetakan pertama 1977.

Zenwen Pador, dkk, Kembali Ke Nagari: Batuka Baruak Jo Cigak, Sinar Grafika,

Jakarta, 2002.

B. Disertasi, Skripsi, Jurnal, Makalah dan sejenisnya

Nunuk Riyani, 2015, Analisis Pengelolaan Dana Desa, Skripsi Universitas

Muhammadiyah Surakarta, 2016, hal. 3.

27
Syahril, 2017, Penentuan Materi Muatan Peraturan Nagari dalam Penyelenggarann

Pemerintahan nagari di Sumatera Barat, Disiertasi, Padang, Doktor Ilmu

Hukum Universitas Andalas.

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan

Desa.

Peraturan Daerah Propinsi Sumatra Barat Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari

28
Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Nagari

29

Anda mungkin juga menyukai