Anda di halaman 1dari 237

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Disampaikan oleh:
AGUS SUHARYONO, Ak, M.Ak, CA
DASAR HUKUM
1. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara
2. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara
3. UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
4. UU 33/2004 ttg Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Daerah
5. PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
6. Permendagri Nomor 70 Tahun 2019 Tentang Sistem Informasi
Pemerintahan Daerah (SIPD)
7. Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi, Kodefikasi,
Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan
Daerah
8. Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis
Pengeolaan Keuangan Daerah.
TUJUAN BERNEGARA

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah


negara Indonesia yang:
1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia;
2. dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
3. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, .....dst.
(Alinea IV Pembukaan UUD 1045)
Pasal 23 UUD 1945
1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud
dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun
dengan undang­-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. ***)
2) Rancangan undang-­undang anggaran pendapatan dan belanja
negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah. ***)
3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui
rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang
diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***)
KEKUASAAN PENGELOLAAN
KEUANGAN
1. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintahan.
2. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara
digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.
3. Dalam rangka penyelenggaraan fungsi
pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap
tahun disusun APBN dan APBD.
Pasal 6 UU 17/2003
URUSAN PEMERINTAHAN (1)

Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan


pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden
yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian
negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah
untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.

(Pasal 1 angka 5 UU 23/2014)

6
KLASIFIKASI URUSAN
PEMERINTAHAN
Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan
umum.
1. Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan
yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
2. Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan
yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan
Daerah kabupaten/kota.
3. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah
menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
4. Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala
pemerintahan.
(Pasal 9 ayat (1) sd (5) UU 23/2014)
URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT

Urusan pemerintahan absolut meliputi:


1. politik luar negeri;
2. pertahanan;
3. keamanan;
4. yustisi;
5. moneter dan fiskal nasional; dan
6. agama.
Pasal 10 UU 23/2014
URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN

WAJIB PILIHAN

Berkaitan dengan Tidak berkaitan dengan pelayanan


pelayanan dasar dasar

1.pendidikan; 1. tenaga kerja; 1.kelautan


2. pemberdayaan 9. perhubungan;
2.kesehatan; perempuan dan 10.komunikasi dan dan
3.pekerjaan pelindungan anak; informatika; perikanan;
3. pangan; 11.koperasi, usaha
umum & 4. pertanahan; kecil, dan 2.pariwisata;
penataan 5. lingkungan hidup; menengah; 3.pertanian;
6. administrasi 12.penanaman
ruang; kependudukan modal; 4.kehutanan;
4.perumahan dan pencatatan 13.kepemudaan 5.energi dan
sipil; dan olah raga;
rakyat & 7. pemberdayaan 14.statistik; sumberdaya
kawasan masyarakat dan 15.persandian; mineral;
desa; 16.kebudayaan;
pemukiman; 8. pengendalian 17.perpustakaan; 6.perdaganga
5.ketentraman & penduduk dan dan n
keluarga 18.kearsipan.
ketertiban berencana;
7.perindustria
umum serta n; dan
perlindungan 8.transmigrasi
masyarakat;
URUSAN PEMERINTAHAN UMUM

1. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila,
pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika
serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;
3. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan
stabilitas kemanan lokal, regional dan nasional;
4. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan
7. pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan
oleh Instansi Vertikal.

Urusan pemerintahan umum tersebut di atas juga dilaksanakan oleh berbagai instansi baik
instansi pusat maupun perangkat daerah. Kepala daerah lebih menekankan pada fungsi
koordinator pelaksanaan urusan pemeritahan umum di daerah disamping sebagai
pelaksana. Instansi vertikal yang membantu kepala daerah dalam melaksanakan urusan
pemerintahan umum pada dasarnya bertugas membantu kepala daerah, terutama bantuan
keuangan, fasilitasi, administrasi dan bantuan lainnya
UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan, pelaksanaan,


penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan
pertanggungjawaban keuangan Daerah diatur dengan peraturan
Pasal 293 & pemerintah.
Pasal 330 Penjelasan
UU 23/2014 Penyusunan peraturan pemerintah diselaraskan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
keuangan negara dan perbendaharaan negara serta
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait lainnya

“Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019


tentang Pengelolaan Keuangan Daerah”
Diundangkan tanggal 12 Maret 2019
PRINSIP UMUM HUBUNGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DENGAN DAERAH

1) Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan Daerah untuk


membiayai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan
dan/atau ditugaskan kepada Daerah.
2) Hubungan keuangan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang
diserahkan kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) pemberian sumber penerimaan Daerah berupa pajak daerah dan
retribusi daerah
b) pemberian dana bersumber dari perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;
c) pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk Pemerintahan
Daerah tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang; dan
d) pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana darurat, dan insentif (fiskal).
3) Hubungan keuangan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang ditugaskan kepada Daerah disertai dengan pendanaan sesuai dengan
Urusan Pemerintahan yang ditugaskan sebagai pelaksanaan dari Tugas
Pembantuan.
Pasal 279 UU 23/2014
URUSAN PEMERINTAHAN
DAN APBD
Pasal 283 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan daerah menyatakan bahwa Pengelolaan
keuangan Daerah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
sebagai akibat dari penyerahan Urusan Pemerintahan.
Pengelolaan Keuangan Daerah tersebut diwujudkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). APBD merupakan dasar Pengelolaan
Keuangan Daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran
sesuai dengan undang-undang mengenai keuangan
negara
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 77 TAHUN 2020 TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban
Bendahara serta Penyampaiannya; dan
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99
Tahun 2019 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan
Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
APBD
1. APBD merupakan rencana keuangan tahunan
daerah yang ditetapkan dengan Perda. APBD
disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan urusan Pemerintahan daerah
yang menjadi kewenangan Daerah dan
kemampuan Pendapatan Daerah. APBD disusun
dengan mempedomani KUA PPAS yang didasarkan
pada RKPD.
2. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan daerah
yang menjadi kewenangan Daerah dan
kemampuan Pendapatan Daerah.

Pasal 23 PP 12/2019

15
APBD (Lanjutan....)
3. APBD disusun dengan mempedomani KUA PPAS
yang didasarkan pada RKPD.
4. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
5. APBD, Perubahan APBD, dan pertanggung-
jawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan Perda sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23 PP 12/2019

16
PENDANAAN PENYELENGGARAAN
URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH

1) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi


kewenangan Daerah didanai dari dan atas beban APBD.
2) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat di Daerah didanai dari
dan atas beban APBN.
3) Administrasi pendanaan penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
terpisah dari administrasi pendanaan penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 282 UU 23/2014
KEUANGAN DAERAH DAN PEMERINTAHAN
DAERAH
1) Pengelolaan keuangan Daerah merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
sebagai akibat dari penyerahan Urusan Pemerintahan.
2) Pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara tertib, taat pada
ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, dan
manfaat untuk masyarakat.
Pasal 283 UU 23/2014
RUANG LINGKUP KEUANGAN DAERAH

Keuangan Daerah meliputi:


1. hak Daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah
serta melakukan pinjaman;
2. kewajiban Daerah untuk menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan Daerah;
4. Pengeluaran Daerah;
5. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak lain yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan daerah yang dipisahkan;
dan/atau
6. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah
dalam rangka penyelenggaraan tugas Pemerintahan
Daerah dan/atau kepentingan umum.
PENGELOLA KEUANGAN DAERAH

1. Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah


dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
2. sekretaris daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah;
3. kepala SKPKD selaku PPKD;
4. kepala SKPD selaku PA.
5. Kuasa Pengguna Anggaran;
6. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah
7. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah
8. Pejabat Penatausahaan Keuangan Unit SKPD
9. Bendahara Penerimaan, Bendahara Penerimaan Pembantu
10. Bendahara Pengeluaran, Bendahara Pengeluaran Pembantu
PENGELOLA KEUANGAN
PENGELOLA KEUANGAN DAERAH
1. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuda
2. Koordinator Pengelolaan Keuda
3. PPKD
4. BUD
5. Kuasa BUD
6. Pengguna Anggaran
7. Kuasa Pengguna Anggaran
8. PPTK
9. PPK
10. PPK Unit Kerja
11. Bendahara Penerimaan & Bendahara Pengeluaran
12. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Permendagri 77 Tahun 2020
PEMEGANG KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUDA

1. Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan


mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan
2. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai
kewenangan:
a. menyusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
b. mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungiawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;
c. menetapkan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan
APBD, dan rancangan yang telah Perda tentang pertang-gungjawaban
pelaksanaan APBD mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menetapkan kebijakan terkait Pengelolaan Keuangan Daerah;
e. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak terkait Pengelolaan
Keuangan Daerah yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
f. menetapkan kebijakan pengelolaan APBD;
g. menetapkan KPA;
h. menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;
i. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan pajak daerah dan
retribusi daerah;
j. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan Utang dan Piutang
Daerah;
k. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran;
l. menetapkan pejabat lainnya dalam rangka Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
m. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Selain kewenangan di atas, terdapat kewenangan lain yaitu paling sedikit
menetapkan bendahara penerimaan pembantu, bendahara pengeluaran pembantu,
bendahara bantuan operasional sekolah, bendahara BLUD, bendahara unit
organisasi bersifat khusus dan/atau bendahara khusus lainnya yang diamanatkan
peraturan perundang-undangan.
4. Dalam melaksanakan kekuasaan Kepala Daerah melimpahkan sebagian atau
seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan Keuangan
Daerah kepada Pejabat Perangkat Daerah dengan memperhatikan sistem
pengendalian internal yang didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara
yang memerintahkan, menguji, dan menerima atau mengeluarkan uang.
Pelimpahan kekuasaan ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.
Pejabat Perangkat Daerah terdiri atas:
a. sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan
daerah;
b. kepala SKPKD selaku PPKD; dan
c. kepala SKPD selaku PA
KOORDINATOR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

1. Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah mempunyai


tugas:
a. koordinasi dalam pengelolaan keuangan daerah;
b. koordinasi di bidang penyusunan rancangan APBD, rancangan perubahan
APBD, dan rancangan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
c. koordinasi penyiapan pedoman pelaksanaan APBD;
d. memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD;
e. koordinasi pelaksanaan tugas lainnya di bidang pengelolaan keuangan
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
f. memimpin TAPD.
2. Koordinasi dalam pengelolaan keuangan daerah paling sedikit meliputi:
a. koordinasi dalam penyusunan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan
daerah;
b. koordinasi dalam penyusunan kebijakan akuntansi pemerintah daerah;
c. koordinasi dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
3. Koordinator pengelolaan keuangan daerah dalam pelaksanaan tugasnya
bertanggung jawab kepada kepala daerah.
4. Koordinator dalam pengelolaan keuangan daerah merupakan terkait dengan peran
dan fungsi sekretaris daerah membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan
dan mengoordinasikan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan daerah termasuk
Pengelolaan Keuangan Daerah.
PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH (PPKD)

1. Kepala SKPKD selaku PPKD adalah Kepala SKPD yang melaksanakan


unsur penunjang urusan pemerintahan pada pemerintah daerah yang
melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Kepala SKPKD selaku PPKD
mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
b. menyusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah diatur dalam
Perda;
d. melaksanakan fungsi BUD; dan
e. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang:
a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan DPA-SKPD;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan
pengeluaran kas daerah;
e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. menetapkan anggaran kas dan SPD;
g. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama
pemerintah daerah;
h. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
i. menyajikan informasi keuangan daerah; dan
j. melakukan pencatatan dan pengesahan dalam hal penerimaan dan
pengeluaran daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, tidak dilakukan melalui RKUD.
3. Selain kewenangan tersebut, terdapat kewenangan lain, yaitu:
a. mengelola investasi;
b. menetapkan anggaran kas;
c. melakukan pembayaran melalui penerbitan SP2D;
d. membuka rekening Kas umum daerah;
e. membuka rekening penerimaan;
f. membuka rekening pengeluaran; dan
g. menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
4. Dalam hal kewenangan pemungutan pajak daerah dipisahkan dari kewenangan
SKPKD, SKPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dapat melaksanakan pemungutan pajak daerah.
5. Pengelolaan investasi memperhatikan perolehan manfaat ekonomi, sosial
dan/atau manfaat lainnya sebagai akibat langsung dari investasi tersebut.
6. Dalam hal kewenangan mengelola investasi dipisahkan dari kewenangan
SKPKD, SKPD sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan dapat
melaksanakan pengelolaan investasi.
KUASA BUD

1. PPKD selaku BUD mengusulkan pejabat di lingkungan SKPKD kepada kepala daerah
untuk ditetapkan sebagai Kuasa BUD.
2. Kuasa BUD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
3. Kuasa BUD mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas;
b. menyiapkan SPD;
c. menerbitkan SP2D;
d. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau
lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
e. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
f. menyimpan uang daerah;
g. melaksanakan penempatan uang daerah dan
mengelola/menatausahakan investasi;
h. melakukan pembayaran berdasarkan perintah PA/KPA atas Beban APBD;
i. melaksanakan pemberian pinjaman daerah atas nama pemerintah daerah;
j. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah dan;
k. melakukan penagihan piutang daerah.
4. Dalam pengelolaan kas, Kuasa BUD mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas dilakukan dengan menghimpun dan menguji
anggaran kas yang disusun Kepala SKPD untuk ditetapkan oleh BUD;
b. melakukan penyisihan piutang tidak tertagih dalam mengelola piutang
menatausahakan penyisihan dana bergulir yang tidak tertagih atas investasi;
c. menyiapkan dokumen pengesahan dan pencatatan penerimaan dan
pengeluaran yang tidak melalui RKUD.
5. Kuasa BUD bertanggung jawab kepada PPKD selaku BUD.
6. Kepala daerah atas usul BUD dapat menetapkan lebih dari 1 (satu) Kuasa BUD
di lingkungan SKPKD dengan pertimbangan besaranjumlah uang yang
dikelola, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali.
7. Pertimbangan atas besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi,
dan/atau rentang kendali yang kriterianya ditetapkan kepala daerah.
PENGGUNA ANGGARAN

1. Kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas:


a. menyusun RKA-SKPD;
b. menyusun DPA-SKPD;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja dan/atau
pengeluaran pembiayaan;
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang
telah ditetapkan;
h. menandatangani SPM;
i. mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung jawab
j. SKPD yang dipimpinnya;
k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
m. menetapkan PPTK dan PPK-SKPD;
n. menetapkan pejabat lainnya dalam SKPD yang dipimpinnya dalam rangka pengelolaan
keuangan daerah; dan
o. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Selain tugas kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas lainnya,
meliputi:
a. menyusun anggaran kas SKPD;
b. melaksanakan pemungutan lain-lain pendapatan asli daerah;
c. menyusun dokumen Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD);
d. menyusun dokumen Pemberian Bantuan Sosial;
e. menyusun dokumen permintaan pengesahan pendapatan dan belanja
atas penerimaan dan pengeluaran daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak dilakukanmelalui Rekening Kas
Umum Daerah, BUD melakukan pencatatan dan pengesahan Penerimaan
dan Pengeluaran Daerah tersebut; dan
f. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang
dipimpinnya kepada PPKD selaku BUD.
3. Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA) mempunyai wewenang,
meliputi:
a. menandatangani dokumen permintaan pengesahan pendapatan dan belanja
atas penerimaan dan pengeluaran daerah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Menandatangani dokumen Naskah Perjanjian Hibah Daerah
(NPHD);
c. Menandatangani dokumen Pemberian Bantuan Sosial;
d. menetapkan pejabat lainnya dalam SKPD yang dipimpinnya dalam rangka
pengelolaan keuangan daerah; dan
e. menetapkan Pembantu Bendahara Penerimaan, Pembantu Bendahara
Pengeluaran dan Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Dalam hal dibentuk SKPD tersendiri yang melaksanakan wewenang
melaksanakan pemungutan pajak daerah PA
melaksanakan pemungutan pajak daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang
dipimpinnya merupakan akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan DPA-SKPD.
6. Mengelola utang yang menjadi kewajiban kepada pihak lain sebagai akibat:
a. pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran sebelumnya;
b. hasil pekerjaan akibat pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa
menyelesaikan pekerjaan sehingga melampaui tahun anggaran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
c. akibat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
dan
d. kewajiban lainnya yang menjadi beban SKPD yang harus dianggarkan
pada APBD setiap tahun sampai dengan selesainya kewajiban tersebut
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Mengelola piutang daerah yang menjadi hak daerah sebagai akibat:
e. perjanjian atau perikatan;
f. berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. akibat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
dan
h. piutang lainnya yang menjadi hak SKPD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
8. Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, PA
bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
9. PA yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen dapat dibantu oleh
pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat
pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
10. PA bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada
kepala daerah melalui sekretaris daerah.
11. Berdasarkan pertimbangan beban kerja, Sekretaris daerah dapat
melimpahkan pada kepala biro untuk provinsi dan kepala bagian untuk
kabupaten/kota selaku KPA untuk melakukan pengelolaan keuangan.
KUASA PENGGUNA ANGGARAN
1. PA dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala Unit SKPD
selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
2. Pelimpahan kewenangan berdasarkan pertimbangan besaran anggaran
kegiatan/sub kegiatan, lokasi, dan/atau rentang kendali.
3. Pertimbangan besaran anggaran Kegiatan/sub kegiatan dilakukan oleh SKPD
yang mengelola besaran anggaran Kegiatan/sub kegiatan yang kriterianya
ditetapkan oleh kepala daerah.
4. Pertimbangan lokasi dan/atau rentang kendali dilakukan terhadap SKPD
yang membentuk Cabang Dinas, Unit Pelaksana Teknis Daerah, dan/atau
kelurahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
5. Pelimpahan sebagian kewenangan ditetapkan oleh kepala daerah atas usul
kepala SKPD.
KUASA PENGGUNA ANGGARAN
6. Pelimpahan sebagian kewenangan meliputi:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran
belanja;
b. melaksanakan anggaran Unit SKPD yang dipimpinnya;
c. melakukan pengujian atas tagihan
danmemerintahkan pembayaran;
d. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam
batas anggaran yang telah ditetapkan;
e. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;
f. mengawasi pelaksanaan anggaran yang menjadi
tanggung jawabnya; dan
g. Melaksanakan tugas KPA lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
KUASA PENGGUNA ANGGARAN
7. Dalam melaksanakan tugas KPA bertanggung jawab kepada PA.
8. Dalam hal kewenangan pemungutan pajak daerah dipisahkan dari
kewenangan SKPKD, PA dapat melimpahkan kewenangannya
memungut pajak daerah kepada KPA.
9. Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Unit
10. SKPD selaku KPA, KPA menandatangani SPM-TU dan SPM-LS.
11. Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, KPA
bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
12. KPA yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dapat dibantu oleh
pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat
pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
12.Dalam hal terdapat unit organisasi bersifat khusus, KPA mempunyai tugas:
a. menyusun RKA-Unit Organisasi Bersifat Khusus;
b. menyusun DPA-Unit Organisasi Bersifat Khusus;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan;
d. melaksanakan anggaran pada unit organisasi bersifat khusus yang
dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam
batas anggaran yang telah ditetapkan;
h. menandatangani SPM;
i. mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang
dipimpinnya
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan unit organisasi bersifat khusus
yang dipimpinnya;
k. mengawasi pelaksanaan anggaran pada unit organisasi bersifat khusus yang
dipimpinnya;
l. menetapkan PPTK dan PPK-Unit SKPD;
m. menetapkan pejabat lainnya dalam unit organisasi bersifat khusus yang
dipimpinnya dalam rangka pengelolaan keuangan daerah; dan
n. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

13. Dalam hal KPA berhalangan tetap atau sementara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, PA bertugas untuk mengambil alih pelimpahkan sebagian
tugasnya yang telah diserahkan kepada kepala Unit SKPD selaku KPA.
PEJABAT PELAKSANA TEKNIS
KEGIATAN
(PPTK)
1) PA/KPA dalam melaksanakan Kegiatan
menetapkan pejabat pada SKPD/Unit SKPD
selaku PPTK.
2) PPTK bertugas membantu tugas dan
wewenang PA/KPA.
3) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (21, PPTK
bertanggung jawab kepada PAlKPA.
Pasal 12 ayat (1) s/d (3) PP 12/2019
LANJUTAN......
1) Penetapan PPTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan,
besaran anggaran Kegiatan, beban kerja, lokasi, rentang
kendali, dan/atau pertimbangan objektif lainnya yang
kriterianya ditetapkan Kepala Daerah.
2) PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
3) Dalam hal tidak terdapat Pegawai ASN yang menduduki
jabatan struktural, PA/KPA dapat menetapkan pejabat
fungsional umum selaku PPTK yang kriterianya
ditetapkan Kepala Daerah.
Pasal 13 ayat (1) s/d (3) PP 12/2019
PEJABAT PELAKSANA TEKNIS KEGIATAN (PPTK)
Permendagri 77/2020

1. PA/KPA dalam melaksanakan kegiatan/sub kegiatan menetapkan pejabat


pada SKPD/Unit SKPD selaku PPTK.
2. PPTK bertugas membantu tugas dan wewenang PA/KPA.
3. Tugas PPTK dalam membantu tugas dan wewenang PA/ KPA meliputi:
a. mengendalikan dan melaporkan perkembangan pelaksanaan teknis
Kegiatan/sub kegiatan SKPD/Unit SKPD;
b. menyiapkan dokumen dalam rangka pelaksanaan anggaran atas Beban
pengeluaran pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan; dan
c. menyiapkan dokumen pengadaan barang/jasa pada Kegiatan/Sub
kegiatan SKPD/Unit SKPD sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai pengadaan a. barang/jasa.
4. Tugas mengendalikan dan melaporkan pelaksanaan teknis Kegiatan/Sub
kegiatan meliputi:
a. menyusun jadwal pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan;
b. memonitoring dan evaluasi pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan; dan
c. melaporkan perkembangan pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan kepada
PA/KPA.
5. Tugas menyiapkan dokumen dalam rangka pelaksanaan anggaran atas beban
pengeluaran pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan meliputi:
a. menyiapkan laporan kinerja pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan;
b. menyiapkan dokumen administrasi pembayaran sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-
undangan; dan
c. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
kegiatan.
6. Dalam membantu tugas, PPTK pada SKPD bertanggung jawab kepada PA.
7. Dalam membantu tugas, PPTK pada Unit SKPD bertanggung jawab kepada
KPA.
8. Dalam hal PPTK berhalangan sementara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, PA/KPA mengambil alih mandat yang dilaksanakan
oleh PPTK.
9. PA/KPA dapat menetapkan lebih dari 1 (satu) PPTK di lingkungan
SKPD/Unit SKPD.
10. Penetapan PPTK berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, besaran
anggaran Kegiatan/sub kegiatan, beban kerja, lokasi, rentang kendali,
dan/atau pertimbangan objektif lainnya yang kriterianya ditetapkan kepala
daerah.
11. Pertimbangan penetapan PPTK didasarkan atas pelaksanaan tugas dan
fungsi.
12. PPTK merupakan Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
13. Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural merupakan pejabat satu
tingkat di bawah kepala SKPD selaku PA dan/atau memiliki kemampuan
manajerial dan berintegritas.
14. Dalam hal PA melimpahan kepada KPA, PPTK merupakan Pegawai ASN
yang menduduki jabatan struktural satu tingkat di bawah KPA dan/atau
memiliki kemampuan manajerial dan berintegritas.
15. Dalam hal tidak terdapat Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural,
PA/KPA dapat menetapkan pejabat fungsional selaku PPTK yang kriterianya
ditetapkan oleh kepala daerah.
PEJABAT PENATAUSAHAAN
KEUANGAN SKPD
(PPK SKPD)
1. Kepala SKPD selaku PA menetapkan PPK SKPD melaksanakan fungsi
tata usaha keuangan pada SKPD.
2. Pada SKPKD, PPK SKPD melaksanakan fungsi tata usaha keuangan
sesuai ruang lingkup tugas dan wewenang di SKPKD
3. Pada pola pengelolaan keuangan BLUD, PPK SKPD
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan sesuai ruang lingkup
tugas dan wewenang BLUD
4. PPK SKPD tidak merangkap sebagai pejabat dan pegawai yang
bertugas melakukan pemungutan pajak daerah dan retibusi
daerah, Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan
Pembantu, Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran
Pembantu/Bendahara Khusus, dan/atau PPTK.
PEJABAT PENATAUSAHAAN KEUANGAN
SKPD
(PPK SKPD)
5. PPK SKPD mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS
beserta bukti kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara
Pengeluaran;
b. menyiapkan SPM;
c. Melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban Bendahara
Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;
d. melaksanakan fungsi akuntansi pada SKPD; dan
e. menyusun laporan keuangan SKPD.
6. Verifikasi oleh PPK SKPD dilakukan dengan tujuan untuk meneliti
kelengkapan dan keabsahan.
PEJABAT PENATAUSAHAAN KEUANGAN
SKPD
(PPK SKPD)
7. Selain melaksanakan tugas dan wewenangnya, PPK SKPD melaksanakan
tugas dan wewenang lainnya yaitu:
a. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-
LS beserta bukti kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara lainnya;
b. melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran atas
pengembalian kelebihan pendapatan daerah dari bendahara
penerimaan; dan
c. menerbitkan surat pernyataan verifikasi kelengkapan dan keabsahan
SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS beserta bukti kelengkapannya
sebagai dasar penyiapan SPM.
8. Kepala SKPD dapat menetapkan pegawai yang bertugas membantu PPK-
SKPD untuk meningkatkan efektivitas penatausahaan keuangan SKPD.
PPK-Unit SKPD
1) Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya
kepada KPA, PA menetapkan PPK Unit SKPD untuk
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Unit SKPD.
2) PPK Unit SKPD mempunyai tugas:
a) melakukan verifikasi SPP-TU dan SPP-LS beserta bukti
kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara
Pengeluaran pembantu;
b) menyiapkan SPM-TU dan SPM-LS, berdasarkan SPPTU
dan SPP-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran
pembantu; dan
c) melakukan verifikasi laporan pertanggungiawaban
Bendahara Penerimaan pembantu dan Bendahara
Pengeluaran pembantu.
Pasal 15 ayat (1) s/d (2) PP 12/2019
PPK Unit Kerja

1. Dalam hal PA melimpahkan sebagian tugasnya kepada KPA, PA menetapkan PPK Unit
SKPD untuk melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Unit SKPD.
2. Penetapan PPK Unit SKPD didasarkan atas pertimbangan:
a. Besaran anggaran yang berlaku untuk biro pada provinsi dan bagian pada
kabupaten/kota di lingkungan Sekretariat Daerah;
b. rentang kendali dan/atau lokasi
c. dibentuknya unit organisasi bersifat khusus yang memberikan layanan secara profesional
melalui pemberian otonomi dalam pengelolaan keuangan dan barang milik daerah serta
bidang kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. PPK Unit SKPD mempunyai tugas dan wewenang:
d. melakukan verifikasi SPP-TU dan SPP-LS beserta bukti kelengkapannya
yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran pembantu;
e. menyiapkan SPM-TU dan SPM-LS, berdasarkan SPP-TU dan SPP- LS yang diajukan
oleh Bendahara Pengeluaran pembantu; dan
f. Melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban Bendahara Penerimaan pembantu
dan Bendahara Pengeluaran pembantu.
4. Verifikasi dilakukan untuk meneliti kelengkapan dan keabsahan SPP- TU dan
SPP-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu.
5. Verifikasi dilakukan untuk meneliti kelengkapan dan keabsahan laporan
pertanggungjawaban Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara
Pengeluaran Pembantu.
6. Selain melaksanakan tugasnya, PPK Unit SKPD
melaksanakan tugas lainnya meliputi:
a. melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran atas
pengembalian kelebihan pendapatan daerah dari bendahara
penerimaan pembantu/Bendahara lainnya; dan
b. menerbitkan surat pernyataan verifikasi kelengkapan dan keabsahan
SPP-TU dan SPP-LS beserta bukti kelengkapannya sebagai dasar
penyiapan SPM.
7. PPK unit SKPD pada unit organisasi bersifat khusus mempunyai tugas meliputi:
a. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS beserta
bukti kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran, Bendahara
Pengeluaran Pembantu dan Bendahara lainnya;
b. menerbitkan surat pernyataan verifikasi kelengkapan dan keabsahan
SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS beserta bukti kelengkapannya
sebagai dasar penyiapan SPM;
c. menyiapkan SPM;
d. melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban Bendahara
Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara lainnya;
e. melaksanakan fungsi akuntansi pada unit SKPD khusus; dan
f. menyusun laporan keuangan unit SKPD khusus.
8. PPK Unit SKPD merupakan Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural
untuk menjalankan fungsi penatausahaan keuangan unit SKPD.
9. Kepala Unit SKPD dapat menetapkan pegawai yang bertugas membantu PPK
Unit SKPD.
BENDAHARA

1. Bendahara Penerimaan
a. Kepala daerah menetapkan Bendahara Penerimaan untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran
pendapatan pada SKPD dan SKPKD atas usul PPKD selaku BUD
b. Bendahara Penerimaan memiliki tugas dan wewenang menerima,
menyimpan, menyetorkan ke rekening kas umum daerah,
menatausahakan dan mempertanggungjawabkan pendapatan daerah
yang diterimanya.
c. Selain tugas dan wewenang tersebut, Bendahara Penerimaan memiliki tugas
dan wewenang lainnya paling sedikit yaitu:
1) meminta bukti transaksi atas pendapatan yang diterima langsung melalui
RKUD;
2) melakukan verifikasi dan rekonsiliasi dengan Bank yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah;
3) meneliti kesesuaian antara jumlah uang yang diterima dengan jumlah yang
telah ditetapkan;
4) menatausahakan dan mempertanggungjawabkan pendapatan daerah yang
diterimanya; dan
5) menyiapkan dokumen pembayaran atas pengembalian kelebihan
pendapatan daerah.
d. Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA, kepala
daerah dapat menetapkan Bendahara Penerimaan Pembantu pada Unit SKPD
yang bersangkutan.
e. Bendahara Penerimaan Pembantu pada unit SKPD diusulkan oleh kepala SKPD
kepada kepala daerah melalui PPKD.
f. Bendahara Penerimaan Pembantu memiliki tugas dan wewenang sesuai dengan
lingkup penugasan yang ditetapkan kepala daerah.
g. Tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup penugasan paling sedikit meliputi:
1) menerima, menyimpan dan menyetorkan sejumlah uang dalam rangka
pelaksanaan anggaran pendapatan daerah pada SKPD, kecuali untuk transaksi
secara elektronik;
2) meminta bukti transaksi atas pendapatan yang diterima langsung melalui
RKUD;
3) melakukan verifikasi dan rekonsiliasi dengan Bank yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah;
4) meneliti kesesuaian antara jumlah uang yang diterima dengan jumlah yang
telah ditetapkan;
5) menatausahakan dan mempertanggungjawabkan pendapatan daerah yang
diterimanya; dan
6) menyiapkan dokumen pembayaran atas pengembalian kelebihan
pendapatan daerah.
h. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Penerimaan Pembantu bertanggung
jawab secara administratif dan fungsional.
i. Bendahara Penerimaan bertanggung jawab secara administratif dengan
membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif atas
penerimaan pada SKPD dan disampaikan kepada PA.
j. Bendahara Penerimaan Pembantu bertanggung jawab secara administratif
dengan membuat laporan pertanggungjawaban secara
administratif atas penerimaan pada unit SKPD dan disampaikan kepada
KPA.
k. Bendahara Penerimaan bertanggung jawab secara fungsional dengan
membuat laporan pertanggungjawaban secara fungsional atas penerimaan pada
SKPD dan disampaikan kepada PPKD selaku BUD.
l. Bendahara Penerimaan Pembantu bertanggung jawab secara fungsional
dengan membuat laporan pertanggungjawaban secara fungsional atas
penerimaan pada
m. Kepala SKPD atas usul Bendahara Penerimaan dapat menetapkan pegawai yang
bertugas membantu Bendahara Penerimaan untuk meningkatkan efektivitas
pengelolaan pendapatan daerah.
n. n. Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan
melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup penugasan
yang ditetapkan kepala SKPD.
o. o. Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan dalam
melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Bendahara Penerimaan.
p. p. Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan disebut
Pembantu Bendahara Penerimaan.
BENDAHARA PENGELUARAN
a. PPKD selaku BUD mengusulkan bendahara pengeluaran kepada kepala
daerah.
b. Kepala daerah menetapkan Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan
tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja dan/atau
pengeluaran pembiayaan pada SKPD dan SKPKD.
c. Bendahara Pengeluaran memiliki tugas dan wewenang:
1) mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP UP, SPP GU, SPP
TU, dan SPP LS;
2) menerima dan menyimpan UP, GU, dan TU;
3) melaksanakan pembayaran dari UP, GU, dan
TU yang dikelolanya;
4) menolak perintah bayar dari PA yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
5) meneliti kelengkapan dokumen pembayaran;
6) membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif kepada PA
dan laporan pertanggungjawaban secara fungsional kepada BUD
secara periodik; dan
7) memungut dan menyetorkan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Selain tugas dan wewenang, Bendahara Pengeluaran melaksanakan tugas dan
wewenang lainnya meliputi:
1) melakukan rekonsiliasi dengan pihak Bank yang ditetapkan Kepala Daerah;
2) memeriksa kas secara periodik;
3) menerima dokumen bukti transaksi secara elektronik atau dokumen fisik dari bank;
4) menerima dan menyetorkan atas pengembalian belanja atas koreksi atau hasil
pemeriksaan internal dan eksternal;
5) menyiapkan dokumen surat tanda setoran atas pengembalian belanja akibat koreksi
atau hasil pemeriksaan internal dan eksternal; dan
6) pelaksanaan anggaran pengeluaran pembiayaan pada SKPD yang melaksanakan
fungsi BUD.
e. Dalam hal PA melimpahkan kewenangannya kepada KPA, kepala daerah atas usul PPKD
menetapkan Bendahara Pengeluaran Pembantu.
f. Penetapan Bendahara pengeluaran pembantu didasarkan atas pertimbangan:
1) besaran anggaran;
2) rentang kendali dan/atau lokasi;
g. Bendahara Pengeluaran Pembantu memiliki tugas dan wewenang meliputi:
1) mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP TU dan
SPP LS;
2) menerima dan menyimpan pelimpahan UP dari Bendahara Pengeluaran;
3) menerima dan menyimpan TU dari BUD;
4) melaksanakan pembayaran atas pelimpahan UP dan TU yang dikelolanya;
5) menolak perintah bayar dari KPA yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
6) meneliti kelengkapan dokumen pembayaran;
7) memungut dan menyetorkan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
8) membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif kepada KPA
dan laporan pertanggungjawaban secara fungsional kepada Bendahara
Pengeluaran secara periodik.
h. Selain tugas dan wewenang Bendahara Pengeluaran pembantu memiliki tugas dan
wewenang lainnya meliputi:
1) melakukan rekonsiliasi dengan pihak bank yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah;
2) memeriksa kas secara periodik;
3) menerima dokumen bukti transaksi secara elektronik atau dokumen fisik dari
bank;
4) menerima dan menyetorkan atas pengembalian belanja atas koreksi atau hasil
pemeriksaan internal dan eksternal pada tahun berjalan; dan
5) menyiapkan dokumen surat tanda setoran atas pengembalian belanja akibat
koreksi atau hasil pemeriksaan internal dan eksternal pada tahun berjalan.
i. Dalam hal terdapat pembentukan unit organisasi bersifat khusus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan bendahara
unit organisasi bersifat khusus.
j. Bendahara unit organisasi bersifat khusus memiliki tugas dan wewenang setara
dengan Bendahara Pengeluaran.
k. Bendahara Pengeluaran Pembantu secara administratif bertanggung
jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada KPA.
l. Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dan bertanggung
jawab secara administratif dan fungsional.
m. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara administratif dengan
membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif atas pengeluaran
pada SKPD dan disampaikan kepada PA.
n. Bendahara Pengeluaran pembantu bertanggung jawab secara administratif dengan
membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif atas pengeluaran pada
unit SKPD dan disampaikan kepada KPA.
o. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional dengan membuat
laporan pertanggungjawaban secara fungsional atas pengeluaran pada SKPD dan
disampaikan kepada PPKD selaku BUD.
p. Bendahara Pengeluaran pembantu bertanggung jawab secara fungsional dengan
membuat laporan pertanggungjawaban secara fungsional atas pengeluaran pada unit
SKPD dan disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran.
q. Kepala SKPD atas usul Bendahara Pengeluaran dapat menetapkan pegawai yang
bertugas membantu Bendahara Pengeluaran untuk meningkatkan efektivitas
pengelolaan belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan.
r. Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Pengeluaran melaksanakantugas
dan wewenang sesuai dengan lingkup penugasan yang ditetapkan kepala SKPD.
s. Pegawai yang membantu Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab kepada
Bendahara Pengeluaran.
t. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dilarang:
1) melakukan aktivitas perdagangan, pekerjaan pemborongan, dan penjualan jasa;
2) bertindak sebagai penjamin atas kegiatan pekerjaan dan/atau penjualan jasa;
3) menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama
pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung; dan
4) larangan berlaku juga terhadap Bendahara Penerimaan Pembantu, Bendahara
Pengeluaran Pembantu dan Bendahara Khusus.
u. Larangan bagi Bendahara Penerimaan, Bendahara Penerimaan Pembantu, Bendahara
Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dilakukan terhadap kegiatan, sub
kegiatan, tindakan, dan/atau aktivitas lainnya yang berkaitan langsung dengan
pelaksanaan APBD.
TIM ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH (TAPD)
1. Dalam proses penyusunan APBD, Kepala Daerah dibantu oleh TAPD yang dipimpin oleh
Sekretaris Daerah.
2. TAPD beranggotakan terdiri atas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pada SKPD
lain sesuai dengan kebutuhan.
3. TAPD mempunyai tugas:
a. membahas kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
b. menyusun dan membahas rancangan KUA dan rancangan
perubahan KUA;
c. menyusun dan membahas rancangan PPAS dan
rancangan perubahan PPAS;
d. melakukan verifikasi RKA-SKPD;
e. membahas rancangan APBD, rancangan perubahan APBD, dan rancangan
pertanggungjawaban APBD;
f. membahas hasil evaluasi APBD, perubahan APBD,
dan pertanggungjawaban APBD;
g. melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD dan rancangan perubahan
DPA-SKPD;
h. menyiapkan surat edaran kepala daerah tentang
pedoman penyusunan RKA; dan
i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Dalam melaksanakan tugas TAPD dapat melibatkan instansi sesuai dengan kebutuhan.
AZAS UMUM PENGELOLAAN KEUDA
(1)

1.Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-


undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
2.Secara tertib adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu
dan tepat guna yang didukung dengan bukti­bukti administrasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
3.Taat pada peraturan perundang-undangan adalah bahwa pengelolaan
keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.
4.Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah
ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
5.Efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan
tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran
tertentu.
6.Ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan
kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.
AZAS UMUM PENGELOLAAN KEUDA (2)

7.Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan


masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-
Iuasnya tentang keuangan daerah.
8.Bertanggung jawab merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya
dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
9.Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya
dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan
pertimbangan yang obyektif.
10.Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar
dan proporsional.
11.Manfaat untuk masyarakat adalah bahwa keuangan daerah diutamakan
untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
DAERAH (1)
1) Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan,
manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diwujudkan dalam APBD.
3) APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
dasar bagi Pemerintah Daerah untukmelakukan
Penerimaan dan Pengeluaran Daerah.

Pasal 3 ayat (1) s/d (3) PP 12/2019


ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (2)

1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan


penyelenggaraan Urusan Pemerintahan daerah yang
menjadi kewenangan Daerah dan kemampuan
Pendapatan Daerah.
2) APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan mempedomani KUA PPAS yang didasarkan pada
RKPD.
3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
4) APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan Perda sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(Pasal 23 PP 12/2019)
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (2)

1)Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah


dalam bentuk uang dianggarkan dalam APBD.
2)Penerimaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. Pendapatan Daerah; dan
b. penerimaan Pembiayaan daerah.
3)Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. Belanja Daerah; dan
b. pengeluaran Pembiayaan daerah.
(Pasal 24 PP 12/2019)
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (3)

4) Penerimaan 3 Daerah yang dianggarkan dalam APBD


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan rencana
Penerimaan Daerah yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber Penerimaan Daerah dan
berdasarkan pada ketentuan peraturanperundang-undangan.
5) Pengeluaran Daerah yang dianggarkan dalam APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan rencana
Pengeluaran Daerah sesuai dengan kepastian tersedianya dana
atas Penerimaan Daerah dalam jumlah yang cukup.
6) Setiap Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus memiliki dasar hukum yang melandasinya.
7) Seluruh Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan secara bruto
dalam APBD.
STRUKTUR
APBD
POKOK-POKOK PERUBAHAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2019
Perubahan Struktur APBD
APBD

PENDAPATAN BELANJA PEMBIAYAAN

PAD Belanja Operasi Penerimaan Pembiayaan


Pajak Daerah B. Pegawai  SiLPA
Retribusi Daerah B. Barang & Jasa Pencairan d. cadangan
 Hsl Pengelolaan Kekayaan Daerah yg B. Bunga Penj yang dipisahkan
Dipisahkan
B. Subsidi Penerimaan pinjaman
Lain –lain PAD yg Sah
B. Hibah  Penerimaan kembali pemberian pinjaman
Pendapatan Transfer
 B. Bantuan Sosial  Penerimaan Pembiayaan lainnya Sesuai PUU
 Transfer Pemerintah Pusat
Belanja Modal Pengeluaran Pembiayaan
 Transfer Antar Daerah
Belanja Tidak Terduga  pembayaran cicilan pokok Utang
LAIN 2 PD YG SAH
Belanja Transfer  Penyertaan modal
Hibah
B. Bagi Hasil  Pembentukan dana cadangan
Dana Darurat
B. Bantuan Keuangan Pemberian pinjaman
 Lain-Lain Pendapatan Sesuai PUU
 pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai
PUU
STRUKTUR APBD

1.APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:


a. pendapatan daerah;
b. belanja daerah; dan
c. pembiayaan daerah.
2.Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui
Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar yang
merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu
dibayar kembali oleh Daerah.
3.Belanja meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah
yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban
daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh Daerah.
4.Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya.
ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH
Pasal 23 PP 12/2019
1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan
Daerah dan kemampuan Pendapatan Daerah.
2) APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
mempedomani KUA PPAS yang didasarkan pada RKPD.
3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
4) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Perda
sesuai dengan ketentuan peraturan perutndang-undangan.
ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH
Pasal 24 PP 12/2019
1) Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran
Daerah dalam bentuk uang dianggarkan dalam
APBD.
2) Penerimaan Daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Daerah; dan
b. penerimaan Pembiayaan daerah.
3) Pengeluaran Daerah terdiri atas:
a. Belanja Daerah; dan
b. pengeluaran Pembiayaan daerah.
LANJUTAN.....
4) Penerimaan Daerah yang dianggarkan dalam APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan rencana
Penerimaan Daerah yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber Penerimaan Daerah dan
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundangundangan.
5) Pengeluaran Daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan
rencana Pengeluaran Daerah sesuai dengan kepastian
tersedianya dana atas Penerimaan Daerah dalam jumlah yang
cukup.
6) Setiap Pengeluaran Daerah harus memiliki dasar hukum yang
melandasinya.
7) Seluruh Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah
dianggarkan secara bruto dalam APBD.
STRUKTUR APBD
1) APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas:
a) Pendapatan Daerah;
b) Belanja Daerah; dan
c) Pembiayaan daerah.
2) APBD diklasifikasikan menurut Urusan
Pemerintahan daerah dan organisasi yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3) Klasifikasi APBD menurut Urusan Pemerintahan
daerah dan organisasi disesuaikan dengan
kebutuhan daerah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
STRUKTUR APBD
1) Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui
Rekening Kas Umum Daerah yang tidak perlu dibayar kembali oleh
Daerah dan penerimaan lainnya yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan diakui sebagai penambah ekuitas
yang merupakan hak daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.
2) Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Daerah yang tidak perlu diterima kembali oleh Daerah dan
pengeluaran lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perLtndang-undangan diakui sebagai pengurang ekuitas yang
merupakan kewajiban daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.
3) Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada
tahun anggaran berikutnya.
PENDAPATAN DAERAH
STRUKTUR PENDAPATAN

A. Pendapatan Asli Daerah:


1. Pajak Daerah
2. Retribusi Derah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang sah
B. Dana Perimbangan :
1. Dana Bagi Hasil
2. Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi Khusus

C. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah :


1. Hibah
2. Dana Darurat
3. Dana Bagi Hasil Pajak Dari Prov Kepada Kab/Kota
4. Dana Penyesuaian & Dana OTSUS
5. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya

PP 58/2005
SUMBER PENDAPATAN DAERAH (PP 12/2019)
Sumber pendapatan Daerah terdiri atas:
1. Pendapatan Asli Daerah meliputi:
1) pajak daerah;
2) retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
4) lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah;
2. Pendapatan transfer;
a. transfer Pemerintah Pusat terdiri atas:
1) dana perimbangan;
2) dana otonomi khusus;
3) dana keistimewaan; dan
4) dana Desa.
b. transfer antar-Daerah terdiri atas:
1) pendapatan bagi hasil; dan
2) bantuan keuangan.
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
PENDAPATAN DAERAH (1)
• Pendapatan Daerah dirinci menurut Urusan
Pemerintahan daerah, organisasi, jenis, obyek, dan
rincian obyek Pendapatan Daerah.

• Pendapatan Daerah terdiri atas:


1. pendapatan asli daerah;
2. pendapatan transfer; dan
3. lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
PENDAPATAN DAERAH (2)
Pemerintah Daerah dilarang:
1) melakukan pungutan atau yang disebut nama lainnya
yang dipersamakan dengan pungutan di luar yang
diatur dalam undang-undang; dan
2) melakukan pungutan yang menyebabkan ekonomi
biaya tinggi, menghambat mobilitas penduduk, lalu
lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan
ekspor/impor yang merupakan program strategis
nasional.
PENDAPATAN DAERAH (3)
1) Kepala Daerah yang melakukan pungutan atau yang
disebut nama lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasa1 32 huruf a dikenai sanksi administratif tidak
dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6
(enam) bulan.
2) Kepala Daerah yang melakukan pungutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b
dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) Hasil pungutan atau yang disebut nama lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disetorkan seluruhnya ke kas negara.
BELANJA DAERAH
STRUKTUR BELANJA

Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung

Program … Belanja Pegawai

Kegiatan … Belanja Bunga

Belanja Subsidi
Belanja Pegawai
Belanja Hibah
Belanja Barang & Jasa
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Modal
Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Belanja Tidak Terduga

PP 58/2005
KLASIFIKASI BELANJA DAERAH
(PP 12/2019)

Belanja Daerah terdiri atas:


1. belanja operasi;
1. belanja pegawai;
2. b. belanja barang dan jasa;
3. c. belanja bunga;
4. d. belanja subsidi;
5. e. belanja hibah; dan
6. f. belanja bantuan sosial
2. belanja modal;
3. belanja tidak terduga; dan
4. belanja transfer.
a. belanja bagi hasil; dan
b. belanja bantuan keuangan.
BELANJA DAERAH
1. Belanja Daerah diprioritaskan untuk mendanai Urusan Pemerintahan
Wajib yang terkait Pelayanan Dasar yang ditetapkan dengan standar
pelayanan minimal.
2. Belanja Daerah berpedoman pada standar teknis dan standar harga
satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah selain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga
satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja untuk Desa
dianggarkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Belanja DAK diprioritaskan untuk mendanai kegiatan fisik dan dapat
digunakan untuk kegiatan nonfisik.
Pasal 298 UU 23/2014
BELANJA DAERAH (PP 12/2019)
1) Belanja Daerah untuk mendanai pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
2) Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terdiri
atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan
Pilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan.
3) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan
Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait
Pelayanan Dasar.
4) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.
Lanjutan....................
5) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dengan memprioritaskan pendanaan Urusan
Pemerintahan Wajib terkait Pelayanan Dasar dalam
rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
6) Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan
Wajib yang tidak terkait dengan Pelayanan Dasar
dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah.
7) Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan
Pilihan dialokasikan sesuai dengan prioritas daerah dan
potensi yang dimiliki Daerah.

Pasal 49 ayat (1) s/d (7) PP 12/2019


BELANJA DAERAH (2)
1) Daerah wajib mengalokasikan belanja untuk mendanai Urusan
Pemerintahan daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2) Dalam hal Daerah tidak memenuhi alokasi belanja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan
dan/atau pemotongan penyaluran Dana Transfer Umum, setelah
berkoordinasi dengan Menteri dan menteri teknis terkait.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penundaan dan/atau
pemotongan penyaluran Dana Transfer Umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 diatur dalam peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 50 ayat (1) s/d (3) PP 12/2019
BELANJA DAERAH (3)
1) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (5)
berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar
belanja, dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan
peraturan perurndang-undangan.
2) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (6)
dan ayat (7) berpedoman pada standar harga satuan regional,
analisis standar belanja, dan/atau standar teknis sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Standar harga satuan regional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
4) Standar harga satuan regional sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) digunakan sebagai pedoman dalam menyusun standar harga
satuan pada masing-masing Daerah.
Pasal 51 ayat (1) s/d (4) PP 12/2019
Lanjutan.................
5) Analisis standar belanja dan standar teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan standar harga satuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Perkada.
6) Analisis standar belanja, standar harga satuan, dan/atau standar
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan untuk
menJrusun rencana kerja dan anggaran dalam pen5rusunan
rancangan Perda tentang APBD.
7) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dirinci menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi,
Program, Kegiatan, jenis, obyek, dan rincian obyek Belanja
Daerah.

Pasal 51 ayat (5) s/d (7) PP 12/2019


BELANJA DAERAH (4)
1) Belanja Daerah menurut organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (7) disesuaikan dengan susunan organisasi yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Belanja Daerah menurut Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (7) disesuaikan dengan Urusan Pemerintahan provinsi
dan kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3) Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rinciannya
paling sedikit mencakup:
1) a. target dan Sasaran;
2) b. indikator capaian Keluaran; dan
3) c. indikator capaian Hasil.
4) Nomenklatur Program dalam Belanja Daerah serta indikator capaian Hasil
dan indikator capaian Keluaran yang didasarkan pada prioritas nasional
disusun berdasarkan nomenklatur Program dan pedoman penentuan
indikator Hasil dan indikator Keluaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 53 dan 54 PP 12/2019
KLASIFIKASI BELANJA
DAERAH
1) Klasifikasi Belanja Daerah terdiri atas:
a. belanja operasi;
b. belanja modal;
c. belanja tidak terduga; dan
d. belanja transfer.
2) Belanja operasi merupakan pengeluaran anggaran untuk Kegiatan
sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka
pendek.
3) Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan
aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 1
(satu) periode akuntansi.
4) Belanja tidak terduga merupakan pengeluaran anggaran atas
Beban APBD untuk keperluan darurat termasuk keperluan
mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.
5) Belanja transfer merupakan pengeluaran uang dari Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya dan/atau dari
Pemerintah Daerah kepada pemerintah desa.
(Pasal 53 dan 54 PP 12/2019
BELANJA OPERASI

Belanja operasi dirinci atas jenis:


a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja bunga;
d. belanja subsidi;
e. belanja hibah; dan
f. belanja bantuan sosial
BELANJA MODAL, BELANJA
TIDAK TERDUGA, DAN
BELANJA TRANSFER
1) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55 ayat (1) huruf b dirinci atas jenis belanja modal.
2) Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (1) huruf c dirinci atas jenis belanja
tidak terduga.
3) Belanja transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55 ayat (1) huruf d dirinci atas jenis:
a. belanja bagi hasil; dan
b. belanja bantuan keuangan.
BELANJA PEGAWAI (1)
1) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 ayat (1) huruf a digunakan untuk menganggarkan
kompensasi yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada Kepala Daerah/wakil Kepala
Daerah, pimpinan/anggota DPRD, dan Pegawai ASN.
3) Belanja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dianggarkan pada belanja SKPD
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perLlndang-undangan.
BELANJA PEGAWAI (2)
1) Pemerintah Daerahdapat memberikan tambahan
penghasilan kepada Pegawai ASN dengan memperhatikan
kemampuan Keuangan Daerahdan memperoleh
persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan berdasarkan pertimbangan beban kerja,
tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi,
prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.
3) Pemberian tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Perkada dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.
BELANJA PEGAWAI (3)
4) Dalam hal belum adanya Peraturan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah
dapat memberikan tambahan penghasilan bagi Pegawai ASN
setelah mendapat persetujuan Menteri.
5) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditetapkan setelah memperoleh pertimbangan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
6) Dalam hal Kepala Daerah menetapkan pemberian
tambahan penghasilan bagi Pegawai ASN tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5), menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau
pemotongan Dana Transfer Umum atas usulan Menteri.
BELANJA BARANG DAN JASA
1) Belanja barang dan jasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (1) huruf b digunakan untuk
menganggarkan pengadaan barang/jasa yang nilai
manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan,
termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau
dijual kepada masyarakat/pihak ketiga.
2) Pengadaan barangljasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam rangka melaksanakan Program dan
Kegiatan Pemerintahan Daerah.
BELANJA BUNGA

1) Belanja bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56


ayat (1) huruf c digunakan untuk menganggarkan
pembayaran bunga
2) Utang yang dihitung atas kewajiban pokok Utang
berdasarkan perjanjian pinjaman.
BELANJA SUBSIDI
1) Belanja subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (1) huruf d digunakan agar harga jual produksi atau jasa yang
dihasilkan oleh badan usaha milik negara, BUMD dan/atau
badan usaha milik swasta, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat.
2) Badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik
swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
badan yang menghasilkan produk atau jasa Pelayanan Dasar
masyarakat.
3) Badan usaha milik negara, BUMD, badan usaha milik swasta,
dan/ atau badan hukum lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) yang akan diberikan subsidi terlebih dahulu dilakukan
audit keuangan oleh kantor akuntan publik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- udangan.
BELANJA SUBSIDI
4) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat(3)
merupakan bahan pertimbangan untuk
memberikan subsidi.
5) Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD, penerima subsidi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi
kepada Kepala Daerah.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
dan pertanggungjawaban subsidi diatur dalam
Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BELANJA HIBAH
1) Belanja hibah diberikan kepada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik
negara, BUMD, dan/atau badan dan lembaga, serta
organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, serta tidak secara terus menerus setiap
tahun anggaran, kecuali ditentukan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lanjutan..............
2) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan untuk menunjang pencapaian Sasaran Program
dan Kegiatan Pemerintah Daerah sesuai
kepentinganDaerahdalammendukung terselenggara-nya
fungsi pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan,
kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk
masyarakat.
3) Belanja hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan
Keuangan Daerah setelah memprioritaskan
pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 62 ayat (1) s/d (3) PP 12/2019
BELANJA BANTUAN SOSIAL
1) Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan
pemberian bantuan berupa uang dan/atau barang kepada individu,
keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak
secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk
melindungi dan kemungkinan terjadinya resiko sosial, kecuali
dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan.
2) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan diartikan bahwa
bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai
penerima bantuan telah lepas dan resiko sosial.
3) Belanja bantuan sosial dianggarkan dalam APBD sesuai dengan
kemampuan Keuangan Daerah setelah memprioritaskan
pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan
Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 63 ayat (1) s/d (3) PP 12/2019
BELANJA MODAL
1) Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran
yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset
lainnya.
2) Pengadaan aset tetap memenuhi kriteria:
a) mempunyai masa manfaat lebih dan 12 (dua belas)
bulan;
b) digunakan dalam Kegiatan Pemerintahan Daerah; dan
c) batas minimal kapitalisasi aset.
3) Batas minimal kapitalisasi aset sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c diatur dalam Perkada.
4) Aset tetap dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli
atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan
pengadaan/pembangunan aset sampai aset siap digunakan.
Pasal 64 ayat (1) s/d (4) PP 12/2019
BELANJA MODAL
Belanja modal meliputi:
1) belanja tanah, digunakan untuk menganggarkan tanah yang
diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan
operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;
2) belanja peralatan dan mesin, digunakan untuk
menganggarkan peralatan dan mesin mencakup mesin dan
kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan
peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa
manfaatnya lebih dan 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi
siap pakai;
3) belanja bangunan dan gedung, digunakan
untuk menganggarkan gedung dan bangunan mencakup
seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan
maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;
4) belanja jalan, irigasi, dan jaringan, digunakan untuk
menganggarkan jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan,
irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh Pemerintah Daerah serta
dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah dan dalam
kondisi siap dipakai;
5) Belanja aset tetap lainnya, digunakan untuk
menganggarkan aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak
dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, yang diperoleh dan
dimanfaatkan untuk kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan
dalam kondisi siap dipakai; dan
6) belanja aset lainnya, digunakan untuk menganggarkan aset
tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional
Pemerintah Daerah, tidak memenuhi definisi aset tetap, dan hams
disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
Pasal 65 ayat (1) s/d (6) PP 12/2019
BELANJA MODAL
Belanja modal meliputi:
1) belanja tanah, digunakan untuk menganggarkan tanah yang
diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan
operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;
2) belanja peralatan dan mesin, digunakan untuk
menganggarkan peralatan dan mesin mencakup mesin dan
kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan
peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa
manfaatnya lebih dan 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi
siap pakai;
3) belanja bangunan dan gedung, digunakan
untuk menganggarkan gedung dan bangunan mencakup
seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan
maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;
BELANJA BAGI HASIL

Belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 56 ayat (4) huruf a dianggarkan dalam APBD
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BELANJA BANTUAN
KEUANGAN
1) Belanja bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (4) huruf b diberikan kepada Daerah lain dalam rangka kerja
sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan,
dan/atau tujuan tertentu lainnya.
2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dianggarkan sesuai kemampuan Keuangan Daerah setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan
Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan serta alokasi belanja
yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, kecuali
ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Lanjutan..............
3) Bantuan keuangan terdiri atas:
a) bantuan keuangan antar-Daerah provinsi;
b) bantuan keuangan antar-Daerah kabupaten/kota;
c) bantuan Keuangan Daerah provinsi ke Daerah
kabupaten/kota di wilayahnya dan/atau Daerah
kabupaten/kota di luar wilayahnya;
d) bantuan Keuangan Daerah kabupaten/kota ke
Daerah provinsinya dan/ atau Daerah provinsi
lainnya; dan/ atau
e) bantuan Keuangan Daerah provinsi
atau kabupaten/kota kepada desa.
Lanjutan.....
4) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat
umum atau khusus
5) Peruntukan dan pengelolaan bantuan keuangan yang bersifat
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan
kepada Pemerintah Daerah penerima bantuan.
6) Peruntukan bantuan keuangan yang bersifat khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah pemberi bantuan dan pengelolaannya
diserahkan kepada penerima bantuan.
7) Pemberi bantuan keuangan bersifat khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping
dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima
bantuan.
BELANJA TIDAK TERDUGA
1) Belanja tidak terduga merupakan pengeluaran anggaran atas
Beban APBD untuk keadaan darurat termasuk keperluan
mendesak serta pengembalian atas kelebihan pembayaran atas
Penerimaan Daerah tahun-tahun sebelumnya.
2) Dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi, menggunakan:
a) dana dari hasil penjadwalan ulang capaian Program dan
Kegiatan lainnya serta pengeluaran Pembiayaan dalam
tahun anggaran berjalan; dan/atau
b) memanfaatkan kas yang tersedia.
3) Penjadwalan ulang capaian Program dan Kegiatan
diformulasikan terlebih dahulu dalam Perubahan DPA SKPD.
4) Keadaan meliputi:
a) bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau
kejadian luar biasa;
b) pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; dan/ atau
c) kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan
pelayanan publik.
5) Keperluan mendesak meliputi:
a) kebutuhan daerah dalam rangka Pelayanan Dasar masyarakat
yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;
b) Belanja Daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat
wajib;
c) Pengeluaran Daerah yang berada diluar kendali Pemerintah
Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta
amanat peraturan perundang-
undangan; dan/ atau
d) Pengeluaran Daerah lainnya yang apabila ditunda akan
menimbulkankerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah
dan/atau masyarakat.
4) Keadaan meliputi:
a) bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau
kejadian luar biasa;
b) pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; dan/ atau
c) kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan
pelayanan publik.
5) Keperluan mendesak meliputi:
a) kebutuhan daerah dalam rangka Pelayanan Dasar masyarakat
yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;
b) Belanja Daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat
wajib;
c) Pengeluaran Daerah yang berada diluar kendali Pemerintah
Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta
amanat peraturan perundang-
undangan; dan/ atau
d) Pengeluaran Daerah lainnya yang apabila ditunda akan
menimbulkankerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah
dan/atau masyarakat.
6) Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) ditetapkan dalam Perda tentang APBD tahun
berkenaan.
7) Pengeluaran untuk mendanai keadaan darurat yang belum
tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam
RKA SKPD, kecuali untuk kebutuhan tanggap darurat bencana,
konflik sosial, dan/atau kejadian luar biasa.
8) Belanja untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial,
dan/atau kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) digunakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
9) Pengeluaran untuk mendanai keperluan mendesak yang belum
tersedia anggarannya dan/ atau tidak cukup tersedia
anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RICA SKPD
dan/atau Perubahan DPA SKPD.
SISTEM INFORMASI
PEMERINTAHAN DAERAH
(SIPD)

PERMENDAGRI 70/2019
SISTEM INFORMASI PEMERINTAHAN
DAERAH
1. Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) adalah
pengelolaan informasi pembangunan daerah, informasi
keuangan daerah, dan informasi Pemerintahan Daerah lainnya
yang saling terhubung untuk dimanfaatkan dalam
penyelenggaraan pembangunan daerah.
2. Informasi Pembangunan Daerah adalah suatu sistem yang
digunakan untuk pengelolaan data dan informasi perencanaan
pembangunan daerah, serta analisis dan Profil Pembangunan
Daerah.
3. Informasi Keuangan Daerah adalah suatu sistem yang digunakan
untuk pengelolaan data dan informasi serta penyusunan,
monitoring, dan evaluasi dokumen pengelolaan keuangan
daerah secara elektronik.
4. Informasi Pemerintahan Daerah Lainnya adalah suatu sistem
yang digunakan untuk pengelolaan data dan informasi lainnya.
RUANG LINGKUP SIPD

1. Ruang lingkup SIPD meliputi:


a. Informasi Pembangunan Daerah;
b. Informasi Keuangan Daerah; dan
c. Informasi Pemerintahan Daerah Lainnya.
2. SIPD, diumumkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
KEWAJIBAN MENYAJIKAN SIPD
1. Pemerintah Daerah wajib menyediakan informasi
Pemerintahan Daerah yang terdiri atas:
a. Informasi Pembangunan Daerah; dan
b. Informasi Keuangan Daerah.
2. Informasi Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dikelola dalam SIPD.
3. Selain Informasi Pembangunan Daerah dan Informasi
Keuangan Daerah, Pemerintah Daerah dapat menyediakan
dan mengelola Informasi Pemerintahan Daerah Lainnya.
4. SIPD dibangun dan dikembangkan untuk menghasilkan
layanan informasi Pemerintahan Daerah yang saling
terhubung dan terintegrasi dengan berbasis elekronik.
INFORMASI PEMBANGUNAN
DAERAH
1. Informasi Pembangunan Daerah paling sedikit
memuat:
a.data perencanaan pembangunan daerah;
b.analisis dan Profil Pembangunan Daerah; dan
c.informasi perencanaan pembangunan daerah.
2. Informasi Pembangunan Daerah dikelola oleh
Bappeda sebagai bagian dari proses penyelenggaraan
pembangunan daerah.
INFORMASI KEUANGAN DAERAH

1. Informasi Keuangan Daerah paling sedikit memuat:


a. informasi perencanaan anggaran daerah;
b. informasi pelaksanaan dan penatausahaan keuangan
daerah;
c. informasi akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
d. informasi pertanggungjawaban pelaksanaan keuangan
daerah;
e. informasi barang milik daerah; dan
f. Informasi Keuangan Daerah lainnya.
2. Informasi Keuangan Daerah dikelola oleh BPKAD.
INFORMASI PERENCANAAN ANGGARAN DAERAH

1. Informasi perencanaan anggaran daerah dihasilkan dari


tahapan penyusunan perencanaan anggaran daerah berbasis
elektronik.
2. Tahapan penyusunan perencanaan anggaran daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penyusunan KUA dan PPAS;
b. penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja
perangkat daerah;
c. penyusunan rancangan APBD; dan
d. penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja
perangkat daerah.
INFORMASI PELAKSANAAN DAN
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH

1. Informasi pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah


dihasilkan dari tahapan pelaksanaan dan penatausahaan
keuangan daerah berbasis elektronik.
2. Tahapan pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah
meliputi:
a. pelaksanaan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja
perangkat daerah;
b. pelaksanaan anggaran kas dan surat penyediaan dana;
c. pelaksanaan dan penatausahaan kas daerah
d. Pelaksanaan dan penatausahaan pendapatan;
e. Pelaksanaan dan penatausahaan belanja; dan
f. Pelaksanaan dan penatausahaan pembiayaan.
INFORMASI AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN DAERAH

1. Informasi akuntansi dan pelaporan keuangan daerah


dihasilkan dari tahapan akuntansi dan laporan keuangan
daerah berbasis elektronik yang disajikan secara
bulanan/semesteran/tahunan.
2. Tahapan akuntansi dan laporan keuangan daerah meliputi:
a. laporan realisasi anggaran;
b. laporan perubahan saldo anggaran lebih;
c. laporan operasional;
d. laporan perubahan ekuitas;
e. neraca;
f. laporan arus kas; dan
g. catatan atas laporan keuangan.
INFORMASI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN KEUANGAN DAERAH

1. Informasi pertanggungjawaban pelaksanaan


keuangan daerah dihasilkan dari proses penyusunan
pertanggungjawaban pelaksanaan keuangan daerah
berbasis elektronik.
2. Informasi pertanggungjawaban pelaksanaan
keuangan daerah berbasis elektronik meliputi:
a. rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD beserta lampirannya; dan
b. rancangan peraturan Kepala Daerah tentang
penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD beserta lampirannya.
INFORMASI BARANG MILIK DAERAH
1. Informasi barang milik daerah dihasilkan dari tahapan pengelolaan
barang milik daerah berbasis elektronik.
2. Tahapan pengelolaan barang milik daerah berbasis elektronik
meliputi:
a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
b. pengadaan;
c. penggunaan;
d. pemanfaatan;
e. pengamanan dan pemeliharaan;
f. penilaian;
g. Pemindahtanganan
h. pemusnahan;
i. penghapusan; dan
j. penatausahaan.
INFORMASI KEUANGAN DAERAH
LAINNYA
1. Informasi Keuangan Daerah lainnya dikelola
melalui Informasi Keuangan Daerah berbasis
elektronik.
2. Informasi Keuangan Daerah lainnya paling
sedikit mencakup informasi statistik keuangan
daerah.
INFORMASI PEMERINTAHAN
DAERAH LAINNYA
1. Informasi Pemerintahan Daerah Lainnya memuat:
a. informasi LPPD;
b. informasi EPPD; dan
c. informasi Perda.
2. Informasi Pemerintahan Daerah Lainnya dikelola
oleh perangkat daerah sesuai dengan bidang
urusan atau fungsinya.
INFORMASI LPPD, EPPD, PERDA

1. Informasi LPPD diperoleh dari hasil pelaporan


penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berbasis
elektronik.
2. Dalam informasi LPPD pelaporan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah berbasis elektronik
terhubung dengan EPPD berbasis elektronik.
3. Informasi EPPD diperoleh dari hasil EPPD yang
dilakukan dalam EPPD berbasis elektronik.
4. Informasi Perda merupakan hasil dari penetapan
Perda.
PERMENDAGRI 90 TAHUN 2019
TENTANG
KLASIFIKASI, KODEFIKASI, DAN
NOMENKLATUR
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN
KEUANGAN DAERAH
(Kepmendagri Nomor 050-3708
Tahun 2020)
DEFINISI
• Klasifikasi, Kodefikasi, Dan Nomenklatur Perencanaan
Pembangunan dan Keuangan Daerah adalah penggolongan,
pemberian kode, dan daftar penamaan perencanaan
pembangunan dan keuangan daerah yang disusun secara
sistematis sebagai acuan dalam penyusunan dokumen
perencanaan pembangunan daerah dan keangan daerah

• Urusan pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang


menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya
dilaksanakan oleh kementerian negara dan penyelenggaran
pemerintahan daerah untuk melindungi, melayani,
memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat
TAHAPAN
NOMENKLATUR
1. Pemerintah daerah menyusun dokumen rencana
pembangunan daerah, dokumen rencana perangkat
daerah, dan dokumen pengelolaan keuangan daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Penyusunan dokumen dengan menggunakan klasifikasi,
kodefikasi, dan nomenklatur yang digunakan pada tahapan:
a. Perencanaan pembangunan daerah;
b. Perencanaan anggaran daerah;
c. Pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah;
d. Akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
e. Pertanggungjawaban keuangan daerah;
f. Pengawasan keuangan daerah; dann
g. Analisis informasi pemerintahan daerah lainnya.
KLASIFIKASI
Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur terdiri atas:
a. Urusan, bidang urusan, program, kegiatan, dan sub
kegiatan;
b. Fungsi;
c. Organisasi;
d. Sumber Pendanaan;
e. Wilayah Administrasi Pemerintahan; dan
f. Rekening.
1. Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Urusan untuk
bidang urusan, program, kegiatan, dan sub kegiatan disusun
berdasarkan Urusan yang menjadi kewenangan daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Fungsi disusun
berdasarkan susunan perengkat daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Sumber Pendanaan
disusun berdasarkan sumber pendanaan yang meliput,
meliputi dana umum dan dana khusus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Nama Wilayah
Administrasi Pemerintahan disusun berdasarkan kode dan
data Wilayah Administrasi Pemerintahan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Rekening disusun
berdasarkan kode Akun, kelompok, jenis, obyek, rincian
obyek, dan sub rincian obyek meliputi aset, kewajiban,
ekuitas, pendapatan/pendapatan LRA, belanja, pembiayaan,
pendapatan LO, dan beban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
• Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
• Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur merupakan
acuan baku bagi Pemerintah Daerah dalam
menyusun dokumen perencanaan pembangunan
dan keuangan daerah;
• Dalam penyusunan neraca, laporan realisasi
anggaran,dan laporan operasional tahun anggaran
2021, Pemerintah Daerah melakukan pemetaan
program dan kegiatan menurut Klasifikasi, Kodefikasi,
dan Nomenklatur sesuai dengan Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini
KETENTUAN PERALIHAN

• Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur yang telah digunakan


dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
daerah provinsi, kabupaten/kota dan yang telah ditetapkan
sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, tetap
digunakan dan dilakukan penyesuaian secara bertahap mulai
tahun 2020.
• Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Lampiran III
dan Lampiran IV Permendagri 64 Tahun 2013 tentang
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
pada Pemerintah Daerah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
TUJUAN KLASIFIKASI, KODEFIKASI,
DAN NOMENKLATUR
Untuk menyediakan informasi secara berjenjang melalui
penggolongan, pemberian kode, dan daftar penamaan
yang akan digunakan pemerintah daerah dalam
merencanakan pembangunan dan keuangan daerah yang
disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam
penyusunan dokumen perencanaan pembangunan
daerah dan keuangan daerah.
Klasifikasi, kodefikasi, dan Nomenklatur

Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur terdiri atas:


1. Urusan, bidang urusan, program, kegiatan, dan sub kegiatan;
2. Fungsi;
3. Organisasi;
4. Sumber Pendanaan;
5. Wilayah Administrasi Pemerintahan; dan
6. Rekening.
1. KLASIFIKASI URUSAN, BIDANG URUSAN, PROGRAM,
KEGIATAN, DAN SUB KEGIATAN;

1. Urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar


dikodefikasi dengan angka 1;
2. Urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar
dikodefikasi dengan angka 2;
3. Urusan pilihan dikodefikasi dengan angka 3;
4. Unsur Pendukung dikodefikasi dengan angka 4;
5. Unsur Penunjang dikodefikasi dengan angka 5;
6. Unsur Pengawasan dikodefikasi dengan angka 6;
7. Unsur Kewilayahan dikodefikasi dengan angka 7;
8. Unsur Pemerintahan Umum dikodefikasi dengan angka 8; dan
9. Unsur Kekhususan dikodefikasi dengan angka 9.
2. KLASIFIKASI REKENING

1. Aset dikodefikasi dengan angka 1;


2. Kewajiban dikodefikasi dengan angka 2;
3. Ekuitas dikodefikasi dengan angka 3;
4. Pendapatan LRA dikodefikasi dengan angka 4;
5. Belanja dikodefikasi dengan angka 5;
6. Pembiayaan dikodefikasi dengan angka 6;
7. Pendapatan LO dikodefikasi dengan angka 7;
8. Beban dikodefikasi dengan angka 8;
Hasil verifikasi dan validasi pemutakhiran kalsifikasi, kodefikasi
dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan
daerah ditetapkan dengan:
KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 050-3708
TAHUN 2020 TENTANG HASIL VERIFIKASI DAN VALIDASI
PEMUTAKHIRAN KLASIFIKASI, KODEFIKASI DAN NOMENKLATUR
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN KEUANGAN DAERAH
PENGANGGARAN
KUA DAN PPAS
Kepala Daerah menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS
berdasarkan RKPD dengan mengacu pada pedoman penyusunan
APBD. Pedoman penyusunan APBD ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional
dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan.
Rancangan KUA memuat:
a. kondisi ekonomi makro daerah;
b. asumsi penyusunan APBD;
c. kebijakan Pendapatan Daerah;
d. kebijakan Belanja Daerah;
e. kebijakan Pembiayaan Daerah; dan
f. strategi pencapaian.
KUA DAN PPAS
Rancangan PPAS disusun dengan tahapan:
a. menentukan skala prioritas pembangunan daerah;
b. menentukan prioritas Program dan Kegiatan untuk
masing-masing urusan yang disinkronkan dengan
prioritas dan program nasional yang tercantum dalam
rencana kerja Pemerintah Pusat setiap tahun; dan
c. menyusun capaian Kinerja, Sasaran, dan plafon
anggaran sementara untuk masing- masing Program dan
Kegiatan.
Kepala Daerah menyampaikan rancangan KUA dan
rancangan PPAS kepada DPRD paling lambat minggu kedua
bulan Juli untuk dibahas dan disepakati bersama antara Kepala
Daerah dan DPRD.
Kesepakatan terhadap rancangan KUA dan rancangan PPAS
ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan DPRD paling
lambat minggu kedua bulan Agustus.
KUA dan PPAS yang telah disepakati Kepala Daerah
bersama DPRD menjadi pedoman bagi perangkat daerah
dalam menyusun RKA SKPD. Tata cara pembahasan rancangan
KUA dan rancangan PPAS dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

1. Kepala SKPD menyusun RKA SKPD berdasarkan KUA dan PPAS


dan disusun dengan menggunakan pendekatan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah Daerah; penganggaran
terpadu; dan penganggaran berdasarkan Kinerja.
2. RKA SKPD disampaikan oleh Kepala SKPD kepada PPKD
sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD
sesuai dengan jadwal dan tahapan yang diatur dalam
Peraturan Menteri tentang pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan setiap tahun.
3. Dalam hal terdapat penambahan kebutuhan pengeluaran
akibat keadaan darurat termasuk belanja untuk keperluan
mendesak, kepala SKPD dapat menyusun RKA SKPD diluar KUA
dan PPAS yang telah ditetapkan.
4. Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Daerah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju.
5. Prakiraan maju berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk
Program dan Kegiatan yang direncanakan dalam tahun
anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
6. Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan
memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di
lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja
dan anggaran.
7. Pendekatan penganggaran berdasarkan Kinerja dilakukan
dengan memperhatikan:
a. keterkaitan antara pendanaan dengan Keluaran yang
diharapkan dari Kegiatan;
b. Hasil dan manfaat yang diharapkan; dan
c. efisiensi dalam pencapaian Hasil dan Keluaran.
8. Penyusunan RKA SKPD dengan menggunakan pendekatan
Penganggaran berdasarkan kinerja berpedoman pada:
a. indikator Kinerja;
b. tolok ukur dan Sasaran Kinerja sesuai analisis standar
belanja;
c. standar harga satuan;
d. rencana kebutuhan BMD; dan
e. Standar Pelayanan Minimal.
9. Indikator Kinerja dengan menggunakan pendekatan
Penganggaran berdasarkan kinerja merupakan ukuran
keberhasilan yang akan dicapai dari Program dan Kegiatan
yang direncanakan meliputi masukan, Keluaran, dan Hasil.
10. Tolok ukur Kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang
akan dicapai dan keadaan semula dengan mempertimbangkan
faktor kualitas, kuantitas, efisiensi, dan efektivitas
pelaksanaan dan setiap Program dan Kegiatan.
11. Sasaran Kinerja merupakan Hasil yang diharapkan dari suatu
Program atau Keluaran yang diharapkan dan suatu
Kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang
terukur.
12. Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas
beban kerja dan biaya yang digunakan untuk
melaksanakan suatu Kegiatan.
13. Standar harga satuan merupakan harga satuan barang dan
jasa yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah
dengan mempertimbangkan standar harga satuan regional.
14. Standar Pelayanan Minimal merupakan tolok ukur Kinerja
dalam menentukan capaian jenis dan mutu Pelayanan
Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang
berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.
15. RKA SKPD memuat rencana pendapatan, belanja, dan
Pembiayaan untuk tahun yang direncanakan serta prakiraan
maju untuk tahun berikutnya.
16. Rencana pendapatan, belanja, dan Pembiayaan dirinci
sampai dengan rincian obyek.
17. RKA SKPD juga memuat informasi mengenai Urusan
Pemerintahan daerah, organisasi, standar harga satuan,
dan kinerja yang akan dicapai dan Program dan Kegiatan.
18. Rencana pendapatan memuat Urusan Pemerintahan
daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek, dan rincian
obyek Pendapatan Daerah.
19. Rencana pendapatan diterima oleh SKPD sesuai dengan tugas
dan fungsinya serta ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
20. Rencana belanja dirinci atas Urusan Pemerintahan
daerah, organisasi, Program, Kegiatan, kelompok belanja
yang masing-masing diuraikan menurut jenis, obyek,
dan rincian obyek belanja.

21. Rencana Pembiayaan memuat kelompok:


a. penerimaan Pembiayaan yang dapat digunakan untuk
menutup defisit APBD; dan
b. pengeluaran Pembiayaan yang dapat digunakan untuk
memanfaatkan surplus APBD, yang masing-masing
diuraikan menurut jenis, obyek, dan rincian obyek
Pembiayaan.
PENYIAPAN RAPERDA TENTANG APBD

1. RKA SKPD yang telah disusun oleh kepala SKPD disampaikan


kepada TAPD melalui PPKD untuk diverifikasi. Verifikasi dilakukan oleh
TAPD untuk menelaah kesesuaian antara RKA SKPD dengan:
a. KUA dan PPAS
b. Prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya;
c. dokumen perencanaan lainnya;
d. capaian Kinerja;
e. indikator Kinerja;
f. analisis standar belanja;
g. standar harga satuan;
h. perencanaan kebutuhan BMD;
i. Standar Pelayanan Minimal;
j. proyeksi perkiraan maju untuk tahun anggaran berikutnya;
dan
k. Program dan Kegiatan antar RKA SKPD.
2. PPKD menyusun rancangan Perda tentang APBD dan dokumen
pendukung berdasarkan RKA SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala
SKPD. Rancangan Perda tentang APBD memuat lampiran paling sedikit
terdiri atas:
a. ringkasan APBD yang diklasifikasi menurut kelompok dan jenis pendapatan,
belanja, dan Pembiayaan;
b. ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menuruat Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program,
Kegiatan, kelompok, jenis pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja dan kesesuaian menurut Urusan Pemerintahan daerah,
organisasi, Program, dan Kegiatan;
e. rekapitulasi Belanja Daerah untuk keselarasan dan keterpaduan Urusan
Pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar Piutang Daerah;
h. daftar penyertaan modal daerah dan investasi daerah
lainnya;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar Kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran yang direncanakan;
l. daftar Dana Cadangan; dan
m. daftar Pinjaman Daerah.
3. Dokumen pendukung terdiri atas nota keuangan dan
rancangan Perkada tentang penjabaran APBD. Rancangan
Perkada tentang penjabaran APBD memuat lampiran paling
sedikit terdiri atas:
a. ringkasan penjabaran APBD yang diklasifikasi menurut
kelompok, jenis, obyek, dan rincian obyek Pendapatan,
Belanja, dan Pembiayaan;
b. penjabaran APBD menurut Urusan Pemerintahan
daerah, organisasi, Program, Kegiatan, kelompok, jenis,
obyek, rincian obyek pendapatan, belanja, dan
Pembiayaan;
c. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran
hibah; dan
d. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran
bantuan sosial.
e. Rancangan Perda tentang APBD yang telah disusun oleh
PPKD disampaikan kepada Kepala Daerah.
PENETAPAN APBD

1. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah


tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kepala Daerah wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai
penjelasan dan dokumen pendukung kepada DPRD paling lambat 60 (enam
puluh) hari sebelum 1 (satu) bulan tahun anggaran berakhir untuk memperoleh
persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD.
2. Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
Kepala Daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang
APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran
setiap tahun. Berdasarkan persetujuan bersama, Kepala Daerah menyiapkan
rancangan Perkada tentang penjabaran APBD. DPRD dan Kepala Daerah yang
tidak menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD dalam 1 (satu) bulan
sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun, dikenai sanksi
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal keterlambatan penetapan APBD karena Kepala Daerah terlambat
menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal, sanksi
tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD.
EVALUASI RAPERDA TENTANG APBD DAN
PERKADA TENTANG PENJABARAN
RANCANGAN APBD
1. Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui
bersama antara Kepala Daerah dan DPRD dan rancangan Perkada
tentang penjabaran APBD disampaikan kepada Menteri
Dalam Negeri paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal
persetujuan rancangan Perda provinsi tentang APBD untuk
dievaluasi sebelum ditetapkan oleh gubernur.
2. Rancangan Perda provinsi tentang APBD dan Perkada tentang
penjabaran APBD disertai dengan RKPD, KUA, dan PPAS yang
disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD.
3. Dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda provinsi tentang
APBD dan Perkada tentang penjabaran APBD, Menteri
Dalam Negeri berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan
(Menteri Keuangan).
4. Evaluasi dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan Perda provinsi
tentang APBD dan rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran APBD
dengan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
b. kepentingan umum;
c. RKPD, KUA, dan PPAS; dan
d. RPJMD.
5. Hasil Evaluasi ditetapkan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri.
Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut disampaikan kepada gubernur
paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak rancangan Perda
provinsi tentang APBD dan rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD
dimaksud diterima.
6. Dalam hal Menteri Dalam Negeri, setelah berkoordinasi dengan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan,
menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi tentang APBD dan
rancangan Perkada tentang penjabaran APBD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum,
RKPD, KUA, PPAS, dan RPJMD, gubernur menetapkan rancangan Perda
provinsi tentang APBD menjadi Perda dan rancangan Perkada tentang
penjabaran APBD menjadi Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
6. Dalam hal Menteri Dalam Negeri, setelah berkoordinasi dengan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan, menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi
tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, kepentingan umum, RKPD, KUA, PPAS, dan
RPJMD, gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak hasil evaluasi diterima.
7. Dalam hal hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan
DPRD, dan gubernur menetapkan rancangan Perda provinsi tentang
APBD menjadi Perda dan rancangan Perkada tentang penjabaran
APBD menjadi Perkada, Menteri Dalam Negeri mengusulkan
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan untuk melakukan penundaan dan/atau
pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan Kepala Daerah
melalui TAPD bersama dengan DPRD melalui badan anggaran.
Hasil penyempurnaan ditetapkan dengan keputusan pimpinan
DPRD. Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan Perda
tentang APBD.
9. Keputusan pimpinan DPRD dilaporkan pada sidang paripurna
berikutnya. Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada Menteri
Dalam Negeri untuk APBD provinsi dan kepada gubernur untuk
APBD kabupaten/kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah keputusan
tersebut ditetapkan.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan perkada tentang
penjabaran APBD diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
PENETAPAN PERATURAN DAERAH
TENTANG APBDDAN PERKADA TENTANG
PENJABARAN APBD.
• Rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Perkada
tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan
oleh Kepala Daerah menjadi Perda tentang APBD dan
Perkada tentang penjabaran APBD.
• Penetapan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan
Perkada tentang penjabaran APBD dilakukan paling lambat
tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
• Kepala Daerah menyampaikan Perda tentang APBD dan
Perkada tentang penjabaran APBD kepada Menteri bagi
Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
bagi Daerah kabupaten/kota paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah Perda dan Perkada ditetapkan.
PELAKSANAAN ANGGARAN
PRINSIP UMUM
1. Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah dianggarkan dalam
APBD dan dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah yang
dikelola oleh BUD.
2. Dalam hal Penerimaan dan Pengeluaran Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak dilakukan
melalui Rekening Kas Umum Daerah, BUD melakukan pencatatan
dan pengesahan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah tersebut.
3. PA/ KPA, Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran, dan
orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/ kekayaan
daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen
yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan
atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab
terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dan
penggunaan surat bukti dimaksud.
5. Kepala Daerah dan perangkat daerah dilarang melakukan
pungutan selain dari yang diatur dalam Perda, kecuali
6. Ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. Penerimaan perangkat daerah yang merupakan Penerimaan
Daerah tidak dapat dipergunakan langsung untuk
pengeluaran, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat
pengeluaran atas Beban APBD apabila anggaran untuk membiayai
pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
9. Setiap pengeluaran atas Beban APBD didasarkan atas DPA
dan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.
10. Kepala Daerah dan perangkat daerah dilarang melakukan
pengeluaran atas Beban APBD untuk tujuan lain dari yang telah
ditetapkan dalam APBD.
Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran
SKPD
1. PPKD memberitahukan kepada kepala SKPD agar menyusun
dan menyampaikan rancangan DPA SKPD paling lambat 3 (tiga)
hari setelah Perkada tentang penjabaran APBD ditetapkan.
2. Rancangan DPA SKPD memuat sasaran yang hendak dicapai,
fungsi, Program, Kegiatan, anggaran yang disediakan untuk
mencapai sasaran, rencana penerimaan dana, dan rencana
penarikan dana setiap satuan kerja serta pendapatan yang
diperkirakan. Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA SKPD yang
telah disusun kepada PPKD paling lambat 6 (enam) hari setelah
pemberitahuan disampaikan.
3. TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA SKPD bersama dengan
kepala SKPD yang bersangkutan. Verifikasi atas rancangan DPA
SKPD diselesaikan paling lambat 15 (lima belas) hari sejak
ditetapkannya Perkada tentang penjabaran APBD.
4. Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD mengesahkan rancangan
DPA SKPD setelah mendapatkan persetujuan sekretaris
daerah. Dalam hal basil verifikasi tidak sesuai dengan
Perkada tentang penjabaran APBD, SKPD melakukan
penyempurnaan rancangan DPA SKPD untuk disahkan
oleh PPKD dengan persetujuan sekretaris daerah.
5. DPA SKPD yang telah disahkan disampaikan kepala SKPD
yang bersangkutan kepada satuan kerja yang secara
fungsional melakukan pengawasan daerah paling lambat 7
(tujuh) hari sejak tanggal disahkan. DPA SKPD digunakan
sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD
selaku PA.
ANGGARAN KAS DAN SURAT PENYEDIAAN DANA

1. PPKD selaku BUD menyusun Anggaran Kas Pemerintah


Daerah untuk mengatur ketersediaan dana dalam
mendanai pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan
dana yang tercantum dalam DPA SKPD.
2. Anggaran Kas Memuat perkiraan arus kas masuk yang
bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas
keluar yang digunakan untuk mendanai Pengeluaran
Daerah dalam setiap periode.
3. Dalam rangka manajemen kas, PPKD menerbitkan SPD
dengan mempertimbangkan:
a. Anggaran Kas Pemerintah Daerah;
b. ketersediaan dana di Kas Umum Daerah; dan
c. penjadwalan pembayaran pelaksanaan anggaran yang
tercantum dalam DPA SKPD.
PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN PENDAPATAN DAERAH

1. Bendahara Penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaannya ke


Rekening Kas Umum Daerah paling lambat dalam waktu 1 (satu)
hari. Dalam hal kondisi geografis Daerah sulit dijangkau dengan
komunikasi, transportasi, dan keterbatasan pelayanan jasa
keuangan, serta kondisi objektif lainnya, penyetoran penerimaan
dapat melebihi 1 (satu) hari yang diatur dalam Perkada.
2. Setiap penerimaan harus didukung oleh bukti yang lengkap
dan sah atas setoran. Bukti yang lengkap dan sah atas setoran dapat
meliputi dokumen elektronik. Penyetoran penerimaan pendapatan
menggunakan surat tanda setoran. Penyetoran penerimaan
pendapatan dilakukan secara tunai dan/atau nontunai. Penyetoran
penerimaan pendapatan dianggap sah setelah Kuasa BUD
menerima nota kredit atau dokumen lain yang dipersamakan.
3. Bendahara Penerimaan dilarang menyimpan uang, cek, atau
surat berharga yang dalam penguasaanny lebih dari 1 (satu)
hari, kecuali terdapat keadaan kondisi geografis Daerah sulit
dijangkau dengan komunikasi, transportasi, dan keterbatasan
pelayanan jasa keuangan, serta kondisi objektif lainnya;
dan/atau atas nama pribadi.
4. Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyelenggarakan
pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran
atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya.
5. Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada PA melalui PPK
SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
6. Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.
7. PPKD melakukan verifikasi, evaluasi, dan analisis atas
laporan pertanggungjawaban penerimaan dalam rangka
rekonsiliasi penerimaan.
8. Pengembalian atas kelebihan Penerimaan Daerah yang
sifatnya berulang dan terjadi pada tahun yang sama
maupun tahun sebelumnya dilakukan dengan membebankan
pada rekening penerimaan yang bersangkutan.
Pengembalian atas kelebihan Penerimaan Daerah yang
sifatnya tidak berulang yang terjadi dalamtahunyang sama
dilakukan dengan membebankan pada rekening
penerimaan yang bersangkutan. Sedangkan pengembalian
atas kelebihan Penerimaan Daerah yang sifatnya tidak
berulang yang terjadi pada tahun sebelumnya
dilakukan dengan membebankan pada rekening belanja
tidak terduga.
PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN
BELANJA DAERAH

1. Setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan


sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
Pengeluaran kas yang mengakibatkan Beban APBD tidak
dapat dilakukan sebelum rancangan Perda tentang APBD
ditetapkan dan diundangkan dalam lembaran daerah.
Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk pengeluaran
keadaan darurat dan/atau keperluan mendesak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Bendahara Pengeluaran mengajukan SPP kepada PA
melalui PPK SKPD berdasarkan SPD atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPD. Pengajuan SPP kepada KPA
berdasarkan pertimbangan besaran SKPD dan lokasi,
disampaikan Bendahara Pengeluaran pembantu melalui
PPK Unit SKPD berdasarkan SPD atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPD
3. Pengajuan SPP kepada KPA berdasarkan pertimbangan
besaran anggaran kegiatan SKPD, disampaikan Bendahara
Pengeluaran pembantu melalui PPK SKPD berdasarkan SPD
atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.
4. SPP yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada
Pengguna Anggaran melalui PPK-SKPD terdiri atas:
a. SPP UP;
b. SPP GU;
c. SPP TU; dan
d. SPP LS.
• Sedangkan SPP yang diajukan kepada KPA terdiri atas:
a. SPP TU; dan
b. SPP LS.
5. Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP UP dilakukan oleh
Bendahara Pengeluaran dalam rangka pengisian UP. Penerbitan dan
pengajuan dokumen SPP GU dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran
dalam rangka mengganti UP. Ketentuan lebih lanjut mengenai
besaran UP dan GU ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.
Pengajuan SPP UP diajukan dengan melampirkan keputusan Kepala
Daerah tentang besaran UP.
6. Pengajuan SPP GU dilampiri dengan dokumen asli
pertanggungjawaban penggunaan UP. Bendahara Pengeluaran
atau Bendahara Pengeluaran pembantu mengajukan SPP TU
untuk melaksanakan Kegiatan yang bersifat mendesak dan
tidak dapat menggunakan SPP LS dan/atau SPP UP/GU. Batas
jumlah pengajuan SPP TU harus mendapat persetujuan dan
PPKD dengan memperhatikan rincian kebutuhan dan waktu
penggunaannya ditetapkan dengan Perkada. Dalam hal sisa TU tidak
habis digunakan dalam 1 (satu) bulan, sisa TU disetor ke Rekening
Kas Umum Daerah.
7. Berdasarkan pengajuan SPP UP, PA mengajukan permintaan
UP kepada Kuasa BUD dengan menerbitkan SPM UP.
8. Berdasarkan pengajuan SPP GU, PA mengajukan
penggantian UP yang telah digunakan kepada Kuasa
BUD dengan menerbitkan SPM GU.
9. Berdasarkan pengajuan SPP TU, PA/KPA mengajukan
permintaan TU kepada Kuasa BUD dengan menerbitkan SPM
TU.
10. Berdasarkan SPP LS yang diajukan oleh Bendahara
Pengeluaran/ Bendahara Pengeluaran pembantu, PPK
SKPD/PPK Unit SKPD melakukan verifikasi atas:
a. kebenaran material surat bukti mengenai hak pihak
penagih;
b. kelengkapan dokumen yang menjadi persyaratan
sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan
barang/ jasa; dan
c. ketersediaan dana yang bersangkutan.
11. Berdasarkan hasil verifikasi PPK SKPD/Unit kerja, PA/KPA
memerintahkan pembayaran atas Beban APBD melalui
penerbitan SPM LS kepada Kuasa BUD.
12. Dalam hal hasil verifikasi tidak memenuhi syarat, PA/KPA
tidak menerbitkan SPM LS. PA/KPA mengembalikan
dokumen SPP LS dalam hal hasil verifikasi tidak memenuhi
syarat paling lambat 1 (satu) hari terhitung sejak
diterimanya SPP.
13. Kuasa BUD menerbitkan SP2D berdasarkan SPM yang
diterima dan PA/KPA yang ditujukan kepada bank
operasional mitra kerjanya.
14. Penerbitan SP2D paling lama 2 (dua) hari sejak SPM
diterima.
15. Dalam rangka penerbitan SP2D, Kuasa BUD berkewajiban
untuk:
a. meneliti kelengkapan SPM yang diterbitkan oleh
PA/KPA berupa Surat Pernyataan Tanggung Jawab PA/
KPA;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas Beban APBD
yang tercantum dalam perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana Kegiatan yang
bersangkutan; dan
d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar
Pengeluaran Daerah.
16. Kuasa BUD tidak menerbitkan SP2D yang diajukan
PA/KPA apabila:
a. tidak dilengkapi Surat Pernyataan Tanggung Jawab PA/
KPA; dan/ atau
b. pengeluaran tersebut melampaui pagu.
17. Kuasa BUD mengembalikan dokumen SPM dalam hal
ketentuan paling lambat 1 (satu) hari terhitung sejak
diterimanya SPM.
18. Bendahara Pengeluaran/ Bendahara Pengeluaran
pembantu melaksanakan pembayaran setelah:
a. meneliti kelengkapan dokumen pembayaran yang
diterbitkan oleh PA/ KPA beserta bukti transaksinya;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum
dalam dokumen pembayaran; dan
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
19. Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu wajib
menolak melakukan pembayaran dan PA/KPA apabila
persyaratan tidak dipenuhi.
20. Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu
bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakannya.
21. Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu
sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak
lainnya wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan
pajak yang dipungutnya ke Rekening Kas Umum Negara.
22. PA/KPA dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun
anggaran berkenaan setelah tahun anggaran berakhir.
23. Bendahara Pengeluaran secara administratif wajib
mempertanggung-jawabkan penggunaan UP/ GU/TU/LS kepada
PA melalui PPK SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
24. Bendahara Pengeluaran/ Bendahara Pengeluaran
Pembantu pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan
secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi
tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan
pertanggung-jawaban pengeluaran kepada PPKD selaku
BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
25. Ketentuan batas waktu penerbitan surat pengesahan
laporan pertanggungjawaban pengeluaran dan sanksi
keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban
ditetapkan dalam Perkada.
26. Penyampaian pertanggungjawaban Bendahara
Pengeluaran/ Bendahara Pengeluaran pembantu secara
fungsional dilaksanakan setelah diterbitkan surat
pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran oleh
PA/KPA.
PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN
PEMBIAYAAN DAERAH

• Pelaksanaan dan penatausahaan penerimaan dan


pengeluaraan Pembiayaan Daerah dilakukan oleh kepala SKPKD.
• Penerimaan dan pengeluaraan Pembiayaan Daerah dilakukan
melalui Rekening Kas Umum Daerah. Dalam hal penerimaan dan
pengeluaran Pembiayaan Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak dilakukan melalui Rekening
Kas Umum Daerah, BUD melakukan pencatatan dan pengesahan
penerimaan dan pengeluaran Pembiayaan Daerah tersebut.
PERUBAHAN ANGGARAN
LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA DAN DASAR PERUBAHAN APBD

1. Laporan Realisasi Semester Pertama APBD


Pemerintah Daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD
dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan tersebut
disampaikan kepada DPRD paling lambat pada akhir bulan Juli tahun
anggaran berkenaan.
2. Dasar Perubahan APBD
a. Laporan realisasi semester pertama APBD menjadi dasar perubahan
APBD. Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
b. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran
antar organisasi, antar unit organisasi, antar Program, antar
Kegiatan, dan antar jenis belanja;
d. keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun anggaran
sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan;
e. keadaan darurat; dan/atau
f. keadaan luar biasa.
PERUBAHAN KUA DAN PPAS

1. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA


dapat berupa terjadinya:
a. pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi
Pendapatan Daerah;
b. pelampauan atau tidak terealisasinya alokasi Belanja
Daerah; dan/ atau
c. perubahan sumber dan penggunaan Pembiayaan
daerah.
2. Kepala Daerah memformulasikan perkembangan yang
tidak sesuai dengan asumsi KUA ke dalam rancangan
perubahan KUA serta perubahan PPAS berdasarkan
perubahan RKPD.
3. Dalam rancangan perubahan KUA disertai penjelasan
mengenai perbedaan asumsi dengan KUA yang ditetapkan
sebelumnya.
4. Dalam rancangan perubahan PPAS disertai penjelasan:
a. Program dan Kegiatan yang dapat diusulkan untuk
ditampung dalam perubahan APBD dengan
mempertimbangkan sisa waktu pelaksanaan APBD
tahun anggaran berjalan;
b. capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan yang
harus dikurangi dalam perubahan APBD apabila
asumsi KUA tidak tercapai; dan
c. capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan yang
harus ditingkatkan dalam perubahan APBD apabila
melampaui asumsi KUA.
PERGESERAN ANGGARAN

1. Pergeseran anggaran dapat dilakukan antar organisasi,


antar unit organisasi, antar Program, antar Kegiatan, dan
antar jenis belanja, antar obyek belanja, dan/atau antar
rincian obyek belanja.
2. Pergeseran anggaran antar organisasi, antar unit
organisasi, antar Program, antar Kegiatan, dan antar jenis
belanja dilakukan melalui perubahan Perda tentang APBD.
3. Pergeseran anggaran antar obyek belanja dan/atau antar
rincian obyek belanja dilakukan melalui perubahan
Perkada tentang Penjabaran APBD.
4. Pergeseran anggaran antar obyek belanja dalam
jenisbelanja dan antar rincian obyek belanja dalam
obyek belanja ditetapkan oleh Kepala Daerah.
5. Pergeseran anggaran diformulasikan dalam Perubahan DPA
SKPD.
6. Perubahan Perkada tentang penjabaran APBD selanjutnya
dituangkan dalam rancangan Perda tentang perubahan APBD
atau ditampung dalam laporan realisasi anggaran.
7. Perubahan Perkada tentang penjabaran
APBD ditampung dalam laporan realisasi anggaran apabila:
a. tidak melakukan perubahan APBD; atau
b. pergeseran dilakukan setelah ditetapkannya Perda
tentang perubahan APBD.
8. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pergeseran
anggaran diatur dalam Perkada sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PENGGUNAAN SILPA TAHUN SEBELUMNYA DALAM PERUBAHAN APBD DAN
PENDANAAN KEADAAN DARURAT

1. Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya untuk


pendanaan pengeluaran diformulasikan terlebih
dahulu dalam Perubahan DPA SKPD dan/atau RKA
SKPD.
2. Pemerintah Daerah mengusulkan pengeluaran
untuk mendanai keadaan darurat yang belum tersedia
anggarannya dalam rancangan perubahan APBD.
3. Dalam hal pengeluaran untuk mendanai keadaan
darurat dilakukan setelah perubahan APBD atau
dalam hal Pemerintah Daerah tidak melakukan
perubahan APBD maka pengeluaran tersebut
disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
PENDANAAN KEADAAN LUAR BIASA

1. Perubahan APBD hanya dapat dilakukan kali dalam satu tahun anggaran,
kecuali dalam keadaan luar biasa
2. Keadaan luar biasa merupakan keadaan yang menyebabkan estimasi
penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan
atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
3. Ketentuan mengenai perubahan APBD akibat keadaan luar biasa diatur
dalam Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Dalam hal keadaan luar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan
dalam APBD mengalami kenaikan lebih dari 50% (lima puluh persen),
dapat dilakukan penambahan Kegiatan baru dan/atau peningkatan
capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan dalam tahun anggaran
berkenaan.
5. Dalam hal keadaan luar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan
dalam APBD mengalami penurunan lebih dari 50% (lima puluh persen)
dapat dilakukan penjadwalan ulang dan/atau pengurangan capaian
Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan lainnya dalam tahun anggaran
berkenaan.
PENYUSUNAN PERUBAHAN APBD

1. Rancangan perubahan KUA dan rancangan perubahan


PPAS disampaikan kepada DPRD paling lambat minggu
pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran berkenaan.
Rancangan perubahan KUA dan rancangan perubahan
PPAS tersebut dibahas bersama dan disepakati
menjadi perubahan KUA dan perubahan PPAS paling
lambat minggu kedua bulan Agustus dalam tahun anggaran
berkenaan.
2. Perubahan KUA dan perubahan PPAS yang telah
disepakati Kepala Daerah bersama DPRD menjadi
pedoman perangkat daerah dalam menyusun RKA SKPD.
3. Perubahan KUA dan perubahan PPAS disampaikan
kepada perangkat daerah disertai dengan:
a. Program dan Kegiatan baru;
b. kriteria DPA SKPD yang dapat diubah;
4. Rancangan perubahan KUA dan rancangan perubahan PPAS
disampaikan kepada DPRD paling lambat minggu pertama bulan
Agustus dalam tahun anggaran berkenaan.
5. Rancangan perubahan KUA dan rancangan perubahan PPAS
dibahas bersama dan disepakati menjadi perubahan KUA dan
perubahan PPAS paling lambat minggu kedua bulan Agustus dalam
tahun anggaran berkenaan.
6. Perubahan KUA dan perubahan PPAS yang telah disepakati
Kepala Daerah bersama DPRD menjadi pedoman perangkat daerah
dalam menyusun RKA SKPD.
7. Perubahan KUA dan perubahan PPAS disampaikan kepada
perangkat daerah disertai dengan:
a. Program dan Kegiatan baru;
b. kriteria DPA SKPD yang dapat diubah;
c. batas waktu penyampaian RKA SKPD kepada PPKD; dan/ atau
d. dokumen sebagai lampiran meliputi kode rekening perubahan
APBD, format RKA SKPD, analisis standar belanja, standar harga
satuan dan perencanaan kebutuhan BMD serta dokumen lain yang
dibutuhkan.
8. Penyampaian dilakukan paling lambat minggu ketiga bulan
Agustus tahun anggaran berkenaan.
9. Kepala SKPD menyusun RKA SKPD berdasarkan
perubahan KUA dan perubahan PPAS. RKA SKPD
disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan
rancangan Perda tentang perubahan APBD.
10. Ketentuan mengenai tata cara penyusunan RKA SKPD
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan RKA SKPD
pada perubahan APBD.
11. DPA SKPD yang dapat diubah berupa peningkatan atau
pengurangan capaian Sasaran Kinerja Program dan
Kegiatan dari yang telah ditetapkan semula. Peningkatan atau
pengurangan capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan
diformulasikan dalam perubahan DPA SKPD. Perubahan DPA SKPD
memuat capaian Sasaran Kinerja, kelompok, jenis, obyek, rincian
obyek pendapatan, belanja, dan Pembiayaan baik sebelum
dilakukan perubahan maupun setelah perubahan.
12. RKA SKPD yang memuat Program dan Kegiatan baru dan
perubahan DPA SKPD yang akan dianggarkan dalam
perubahan APBD yang telah disusun oleh SKPD
disampaikan kepada TAPD melalui PPKD untuk diverifikasi.
13. Verifikasi dilakukan oleh TAPD untuk menelaah kesesuaian
antara RKA SKPD dan perubahan DPA SKPD dengan:
a. perubahan KUA dan perubahan PPAS;
b. prakiraan maju yang telah disetujui;
c. dokumen perencanaan Iainnya;
d. capaian Kinerja;
e. indikator Kinerja;
f. analisis standar belanja;
g. standar harga satuan;
h. perencanaan kebutuhan BMD;
i. Standar Pelayanan Minimal; dan
j. Program dan Kegiatan antar RKA SKPD dan perubahan
DPA SKPD.
14. Dalam hal basil verifikasi TAPD terdapat ketidaksesuaian,
kepala SKPD melakukan penyempurnaan.
15. PPKD menyusun rancangan Perda tentang perubahan
APBD dan dokumen pendukung berdasarkan RKA SKPD
dan perubahan DPA SKPD yang telah disempurnakan oleh
kepala SKPD.
16. Rancangan Perda tentang perubahan APBD memuat
lampiran paling sedikit terdiri atas:
a. ringkasan APBD yang diklasifikasi menurut kelompok
dan jenis pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;
b. ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan
daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah,
organisasi, Program, Kegiatan, kelompok,
jenis pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;
d. rekapitulasi Belanja Daerah dan kesesuaian menurut Urusan
Pemerintahan daerah, organisasi, Program, dan Kegiatan;
e. rekapitulasi Belanja Daerah untuk keselarasan dan keterpaduan
Urusan Pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka
pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar Piutang Daerah;
h. daftar penyertaan modal daerah dan investasi daerah lainnya;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap
daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar Kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran
berkenaan;
l. daftar Dana Cadangan daerah; dan
m. daftar Pinjaman Daerah.
17. Dokumen pendukung terdiri atas nota keuangan dan
rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD.
18. Rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD
memuat lampiran paling sedikit terdiri atas:
a. ringkasan penjabaran perubahan APBD yang dildasifikasi
menurut jenis, obyek, dan rincian obyek pendapatan,
belanja, dan Pembiayaan;
b. penjabaran perubahan APBD menurut Urusan
Pemerintahan daerah, organisasi, Program, Kegiatan, jenis,
obyek, rincian obyek pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;
c. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran hibah;
dan
d. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran
bantuan sosial.
e. Rancangan Perda tentang perubahan APBD yang telah
disusun oleh PPKD disampaikan kepada Kepala Daerah.
RANCANGAN PERDA TENTANG PERUBAHAN APBD

1. Kepala Daerah wajib menyampaikan rancangan Perda


tentang perubahan APBD kepada DPRD disertai
penjelasan dan dokumen pendukung untuk dibahas dalam
rangka memperoleh persetujuan bersama paling lambat
minggu kedua bulan September tahun anggaran berkenaan.
2. Pembahasan rancangan Perda tentang perubahan APBD
dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan DPRD setelah
Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang
perubahan APBD beserta penjelasan dan dokumen
pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Pembahasan rancangan Perda tentang perubahan APBD
berpedoman pada perubahan RKPD, perubahan KUA, dan
perubahan PPAS.
PENETAPAN PERUBAHAN APBD

1. Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda


tentang perubahan APBD dilakukan oleh DPRD bersama
Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun
anggaran berkenaan berakhir.
2. Dalam hal DPRD sampai batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak mengambil keputusan
bersama dengan Kepala Daerah terhadap rancangan Perda
tentang perubahan APBD, Kepala Daerah melaksanakan
pengeluaran yang telah dianggarkan dalam APBD tahun
anggaran berkenaan. Penetapan rancangan Perda tentang
perubahan APBD dilakukan setelah ditetapkannya Perda
tentang pertanggungjawabanpelaksanaan APBD tahun
sebelumnya.
EVALUASI RANCANGAN PERDA TENTANG PERUBAHAN APBD
DAN RANCANGAN PERKADA TENTANG PENJABARAN
PERUBAHAN APBD

1. Rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD yang telah


disetujui bersama antara Kepala Daerah dan DPRD dan
rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD
disampaikan kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari
terhitung sejak tanggal persetujuan rancangan Perda provinsi
tentang perubahan APBD untuk dievaluasi sebelum
ditetapkan oleh gubernur.
2. Rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD dan
rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan PPAS yang
disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD.
3. Dalam melakukan evaluasi, Menteri berkoordinasi dengan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan.
4. Evaluasi dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan
Perda provinsi tentang perubahan APBD dan rancangan
Perkada provinsi tentang penjabaran perubahan APBD
dengan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi;
b. kepentingan umum;
c. perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan
PPAS; dan
d. RPJMD.
5. Hasil evaluasi ditetapkan dengan keputusan Menteri Dalam
Negeri. Keputusan Menteri tersebut disampaikan kepada
gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung
sejak rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD
dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD
diterima.
6. Dalam hal Menteri Dalam Negeri, setelah berkoordinasi dengan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan, menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi
tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang
penjabaran perubahan APBD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
kepentingan umum, perubahan RKPD, perubahan KUA dan
perubahan PPAS, dan RPJMD, gubernur menetapkan rancangan
tersebut menjadi Perda dan Perkada sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Dalam hal Menteri Dalam Negeri, setelah berkoordinasi dengan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan, menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi
tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang
penjabaran perubahan APBD tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
kepentingan umum, perubahan RKPD, perubahan KUA dan
perubahan PPAS, dan RPJMD, gubernur bersama DPRD
melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung
sejak hasil evaluasi diterima.
8. Dalam hal hasil evaluasi tidak ditindaldanjuti oleh gubernur
dan DPRD dan gubernur menetapkan rancangan Perda
provinsi tentang perubahan APBD menjadi Perda dan
rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD
menjadi Perkada, Menteri Dalam Neger mengusulkan
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan untuk melakukan
penundaan dan/atau pemotonganDana Transfer Umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan
APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan
Perkada tentang penjabaran perubahan APBD disampaikan
kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling
lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal persetujuan Rancangan
Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD untuk
dievaluasi sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota.
10. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD
dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan
APBD disertai dengan perubahan RKPD, perubahan KUA, dan
perubahan PPAS yang disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD.
11. Dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda kabupaten/kota
tentang perubahan APBD, gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri dan
selanjutnya Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
12. Evaluasi dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan
Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD dan rancangan
Perkada tentang penjabaran perubahan APBD dengan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
b. kepentingan umum;
c. perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan PPAS;
dan
d. RPJMD.
13. Hasil evaluasi ditetapkan dengan keputusan gubernur.
Keputusan gubernur tersebut disampaikan oleh gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota
paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak
rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan
APBD dan rancangan Perkadatentang penjabaran
Perubahan APBD diterima.
14. Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda
kabupaten/kota tentang perubahan APBD dan rancangan
Perkada tentang penjabaran perubahan APBD
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, kepentingan umum, perubahan RKPD,
perubahan KUA, perubahan PPAS, dan RPJMD,
bupati/wali kota menetapkan rancangan tersebut
menjadi Perda dan Perkada sesuai dengan ketentuan
peraturanperundang-undangan.
15. Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda
kabupaten/ kota tentang perubahan APBD dan rancangan
Perkada tentang penjabaran perubahan APBD tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, kepentingan umum, perubahan RKPD, perubahan KUA,
perubahan PPAS, dan RPJMD, bupati/wali kota bersama DPRD
melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil
evaluasi diterima.
16. Dalam hal hasil evaluasi tidak ditindaldanjuti oleh bupati/wali
kota dan DPRD dan bupati/wali kota menetapkan rancangan
Perda kabupaten/kota tentang Perubahan APBD menjadi Perda
dan rancangan Perkada tentang penjabaran Perubahan APBD
menjadi Perkada, gubernur mengusulkan kepada Menteri Dalam
Negeri, selanjutnya Menteri Dalam Negeri mengusulkan kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Keuangan untuk melakukan penundaan dan/atau
pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
17. Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak
melaksanakan evaluasi, Menteri Dalam Negeri mengambil alih
pelaksanaan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
18. Dalam rangka melaksanakan evaluasi, Menteri Dalam Negeri
berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan.
19. Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan hasil
evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan
APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan
APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (6) kepada
Menteri paling lambat 3 (tiga) hari sejak ditetapkannya
keputusan gubernur tentang hasil evaluasi rancangan Perda
kabupaten/ kota tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada
tentang penjabaran perubahan APBD.
• Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan Kepala Daerah
melalui TAPD bersama dengan DPRD melalui badan
anggaran. Hasil penyempurnaan atas Evaluasi ditetapkan
dengan keputusan pimpinan DPRD.
• Keputusan pimpinan DPRD tersebut dijadikan dasar
penetapan Perda tentang perubahan APBD. Keputusan
pimpinan DPRD dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.
Selanjutnya keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada
Menteri Dalam Negeri untuk perubahan APBD provinsi dan
kepada gubernur untuk perubahan APBD kabupaten/kota
paling lambat 3 (tiga) hari setelah keputusan tersebut
ditetapkan.
AKUNTANSI DAN PELAPORAN
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

1. Akuntansi Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan


Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah; Sistem Akuntansi
Pemerintah Daerah (SAPD); dan Bagan Akun Standar (BAS)
untuk Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Akuntansi Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh
entitas akuntansi dan entitas pelaporan.
2. Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah meliputi kebijakan
akuntansi pelaporan keuangan dan kebijakan akuntansi akun.
3. Kebijakan akuntansi akun mengatur definisi, pengakuan,
pengukuran, penilaian, dan/atau pengungkapan transaksi
atau peristiwa sesuai dengan SAP.
4. Kebijakan akuntansi pelaporan keuangan memuat
penjelasan atas unsur-unsur laporan keuangan yang berfungsi
sebagai panduan dalam penyajian pelaporan keuangan.
5. Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) memuat pilihan
prosedur dan teknik akuntansi dalam melakukan identifikasi
transaksi, pencatatan pada jurnal, posting kedalam buku
besar, penyusunan neraca saldo, dan penyajian laporan
keuangan.
a. Penyajian laporan keuangan paling sedikit meliputi:
b. laporan realisasi anggaran;
c. laporan perubahan saldo anggaran lebih;
d. neraca;
e. laporan operasional;
f. laporan arus kas;
g. laporan perubahan ekuitas; dan
h. catatan atas laporan keuangan.
6. Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) meliputi
sistem akuntansi SKPKD dan sistem akuntansi SKPD.
Sedangkan Bagan Akun Standar (BAS) untuk Daerah
merupakan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam
melakukan kodefikasi akun yang menggambarkan
struktur APBD dan laporan keuangan secara lengkap. BAS
untuk Daerah bertujuan untuk mewujudkan statistik
keuangan dan laporan keuangan secara nasional yang
selaras dan terkonsolidasi antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Daerah, yang meliputi penganggaran,
pelaksanaan anggaran dan laporan keuangan. BAS untuk
Daerah diselaraskan dengan bagan akun standar
Pemerintah Pusat, yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
PELAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH

1. Pelaporan keuangan Pemerintah Daerah merupakan


proses penyusunan dan penyajian laporan keuangan
Pemerintah Daerah oleh entitas pelaporan sebagai hasil
konsolidasi atas laporan keuangan SKPD selaku entitas
akuntansi. Laporan keuangan SKPD disusun dan disajikan
oleh kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran sebagai entitas
akuntansi paling sedikit meliputi:
a. laporan realisasi anggaran;
b. neraca;
c. laporan operasional;
d. laporan perubahan ekuitas; dan
e. catatan atas laporan keuangan.
2. Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada Kepala
Daerah melalui PPKD paling lambat 2 (dua) bulan setelah
tahun anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Laporan keuangan Pemerintah Daerah disusun dan
disajikan oleh kepala SKPKD selaku PPKD sebagai entitas
pelaporan untuk disampaikan kepada Kepala Daerah
dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
4. Laporan keuangan Pemerintah Daerah paling sedikit
meliputi:
a. laporan realisasi anggaran;
b. laporan perubahan saldo anggaran lebih;
c. neraca;
d. laporan operasional;
e. laporan arus kas;
f. laporan perubahan ekuitas; dan
g. catatan atas laporan keuangan.
5. Laporan keuangan Pemerintah Daerah disampaikan
kepada Kepala Daerah melalui sekretaris daerah paling lambat
3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan
keuangan Pemerintah Daerah dilakukan reviu oleh aparat
pengawas internal pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebelum disampaikan kepada
Badan Pemeriksa Keuangan untuk dilakukan pemeriksaan.
6. Laporan keuangan Pemerintah Daerah disampaikan kepada
Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
7. Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima
laporan keuangan dari Pemerintah Daerah. Dalam hal Badan
Pemeriksa Keuangan belum menyampaikan laporan hasil
pemeriksaan paling lambat 2 (dua) bulan setelah menerima laporan
keuangan dari Pemerintah Daerah, rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD diajukan kepada DPRD.
8. Kepala Daerah memberikan tanggapan dan melakukan
penyesuaian terhadap laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan atas laporan keuangan Pemerintah Daerah.
9. Dalam rangka memenuhi kewajiban penyampaian informasi
keuangan daerah, Pengguna Anggaran menyusun dan menyajikan
laporan keuangan SKPD bulanan dan semesteran untuk disampaikan
kepada Kepala Daerah melalui PPKD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
10. Dalam rangka memenuhi kewajiban penyampaian informasi
keuangan daerah, PPKD menyusun dan menyajikan
laporan keuangan bulanan dan semesteran untuk
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
PENYUSUNAN RANCANGAN PERTANGGUNGJAWABAN
PELAKSANAAN APBD.

1. Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD
dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan serta ikhtisar laporan kinerja
dan laporan keuangan BUMD paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dibahas Kepala
Daerah bersama DPRD untuk mendapat persetujuan
bersama.
2. Persetujuan bersama rancangan Perda tentang pertanggung-
jawaban pelaksanaan APBD dilakukan paling lambat 7 (tujuh)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.
3. Atas dasar persetujuan bersama, Kepala Daerah menyiapkan
rancangan Perkada tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
4. Rancangan Perda provinsi tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan
rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disampaikan
kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 3 (tiga) hari
terhitung sejak tanggal persetujuan rancangan Perda
Provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh gubernur.
5. Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap
rancangan Perda provinsi tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada provinsi
tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD untuk menguji kesesuaian dengan Perda provinsi
tentang APBD, Perda provinsi tentang perubahan APBD,
Perkada provinsi tentang penjabaran APBD, Perkada provinsi
tentang penjabaran perubahan APBD, dan/atau temuan
laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
6. Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri
kepada gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari
terhitung sejak rancangan Perda provinsi dan rancangan
Perkada provinsi diterima.
7. Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi
rancangan Perda provinsi tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada provinsi tentang
penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sudah sesuai dengan Perda provinsi tentang APBD, Perda
provinsi tentang perubahan APBD, Perkada provinsi
tentang penjabaran APBD, Perkada provinsi tentang
penjabaran perubahan APBD, dan telah menindaklanjuti
temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan, gubernur menetapkan rancangan Perda provinsi
menjadi Perda provinsi dan rancangan Perkada provinsi
menjadi Perkada provinsi.
8. Dalam hal Menteri Dalam negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan
Perda provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan
rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD bertentangan dengan Perda provinsi tentang
APBD, Perda provinsi tentang perubahan APBD, Perkada provinsi
tentang penjabaran APBD, Perkada provinsi tentang penjabaran
perubahan APBD, dan/atau tidak menindaklanjuti temuan laporan hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, gubernur bersama DPRD
melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak
hasil evaluasi diterima.
9. Dalam hal hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD,
dan gubernur menetapkan rancangan Perda provinsi tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi Perda provinsi dan
rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD menjadi Perkada provinsi, Menteri Dalam Negeri
mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan untuk melakukan penundaan
dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama dan
rancangan Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disampaikan kepada
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lambat 3
(tiga) hari terhitung sejak tanggal persetujuan rancangan Perda
kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota.
11. Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi
terhadap rancangan Perda kabupaten/kota tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan
Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD untuk menguji
kesesuaian dengan Perda kabupaten/ kota tentang APBD, perda
kabupaten/kota tentang perubahan APBD, Perkada
kabupaten/kota tentang penjabaran APBD, Perkada
kabupaten/kota tentang penjabaran perubahan APBD,
dan/atau temuan laporan hasil pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan.
12. Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat kepada bupati/wali kota paling lambat 15 (lima belas) hari
terhitung sejak diterimanya rancangan
13. Perda kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD dan rancangan Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
14. Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota
tentang pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD dan rancangan
Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan Perda kabupaten/kota
tentang APBD, Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD,
Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran APBD, Perkada
kabupaten/kota tentang penjabaran perubahan APBD, dan telah
menindaldanjuti temuan laporan hasil pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan, bupati/wali kota menetapkan rancangan
Perda kabupaten/kota menjadi Perda kabupaten/kota dan
rancangan Perkada kabupaten/kota menjadi Perkada
kabupaten/kota.
15. Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil
evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada kabupaten/kota tentang
penjabaran pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD bertentangan
dengan Perda kabupaten/kota tentang APBD, Perda kabupaten/kota
tentang perubahan APBD, Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran
APBD, Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran perubahan APBD,
dan/atau tidak menindaldanjuti temuan laporan hasil pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan, bupati/ wall kota bersama DPRD melakukan
penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak hasil evaluasi
diterima.
16. Dalam hal hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota dan
DPRD dan bupati/wali kota menetapkan rancangan Perda
kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi
Perda kabupaten/kota dan rancangan Perkada kabupaten/kota tentang
penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi Perkada
kabupaten/kota, gubernur mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri,
selanjutnya Menteri mengusulkan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk
melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17. Dalam hal dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya rancangan Perda
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan Kepala Daerah,
DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah
terhadap rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD, Kepala Daerah menyusun dan menetapkan Perkada tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
18. Rancangan Perkada tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD ditetapkan setelah memperoleh pengesahan dan Menteri Dalam
Negeri bagi Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat bagi Daerah kabupaten/kota.
19. Untuk memperoleh pengesahan tersebut, rancangan Perkada tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD beserta lampirannya
disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak DPRD tidak
mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap
rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
20. Dalam hal dalam batas waktu 15 (lima belas) hari Menteri atau gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengesahkan rancangan Perkada
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, Kepala Daerah
menetapkan rancangan Perkada tersebut menjadi Perkada.
21. Dalam hal dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya rancangan Perda
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan Kepala Daerah,
DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah
terhadap rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD, Kepala Daerah menyusun dan menetapkan Perkada tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
22. Rancangan Perkada tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD ditetapkan setelah memperoleh pengesahan dan Menteri Dalam
Negeri bagi Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat bagi Daerah kabupaten/kota.
23. Untuk memperoleh pengesahan tersebut, rancangan Perkada tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD beserta lampirannya
disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak DPRD tidak
mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap
rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
24. Dalam hal dalam batas waktu 15 (lima belas) hari Menteri atau gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengesahkan rancangan Perkada
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, Kepala Daerah
menetapkan rancangan Perkada tersebut menjadi Perkada.
KEKAYAAN DAERAH, UTANG DAERAH,
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH, DAN
INFORMASI KEUANGAN DAERAH
PENGELOLAAN PIUTANG DAERAH

1. Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja,


dan kekayaan daerah wajib mengusahakan agar setiap Piutang Daerah
diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu. Pemerintah Daerah
mempunyai hak mendahului atas piutang jenis tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Piutang Daerah yang tidak dapat
diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Penyelesaian Piutang Daerah yang mengakibatkan masalah perdata dapat
dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai Piutang Daerah yang cara
penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Piutang Daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau
4. Bersyarat dan pembukuan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai penghapusan piutang
negara dan Daerah, kecuali mengenai Piutang Daerah yang cara
penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian Piutang Daerah yang
mengakibatkan masalah perdata dan penghapusan Piutang Daerah, diatur
dalam Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENGELOLAAN INVESTASI DAERAHPENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAHPENGELOLAAN UTANG DAERAH DAN PINJAMAN DAERAH

1. Pengelolaan Investasi Daerah


a. Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam rangka
memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai investasi Pemerintah Daerah diatur
dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
2. Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pengelolaan BMD meliputi rangkaian Kegiatan pengelolaan BMD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
3. Pengelolaan Utang Daerah dan Pinjaman Daerah
Kepala Daerah dapat melakukan pengelolaan Utang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, Kepala Daerah juga
dapat melakukan pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Biaya yang timbul akibat pengelolaan Utang dan Pinjaman
Daerah dibebankan pada anggaran Belanja Daerah.
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

1. Pemerintah Daerah dapat membentuk BLUD dalam rangka


meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
Kepala Daerah menetapkan kebijakan fleksibilitas BLUD dalam
Perkada yang dilaksanakan oleh pejabat pengelola BLUD.
3. Pejabat pengelola BLUD bertanggung jawab atas pelaksanaan
kebijakan fleksibilitas BLUD dalam pemberian Kegiatan pelayanan
umum terutama pada aspek manfaat dan pelayanan yang
dihasilkan.
4. Pelayanan kepada masyarakat meliputi:
a. penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b. pengelolaan dana khusus untuk meningkatkan ekonomi
dan/atau layanan kepada masyarakat; dan/atau
c. pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan
meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum.
5. BLUD merupakan bagian dari Pengelolaan Keuangan Daerah dan
merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan yang dikelola untuk
menyelenggarakan Kegiatan BLUD yang bersangkutan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. BLUD menyusun rencana
bisnis dan anggaran. Laporan keuangan BLUD disusun berdasarkan SAP.
6. Pembinaan keuangan BLUD dilakukan oleh PPKD dan pembinaan
teknis BLUD dilakukan oleh kepala SKPD yang bertanggungjawabatas
Urusan Pemerintahan yang bersangkutan. Seluruh pendapatan BLUD
dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLUD yang
bersangkutan.
7. Pendapatan BLUD meliputi pendapatan yang diperoleh dan
aktivitas peningkatan kualitas pelayanan BLUD sesuai kebutuhan.
8. Rencana bisnis dan anggaran serta laporan keuangan dan Kinerja BLUD
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan rencana
kerja dan anggaran, APBD serta laporan keuangan dan Kinerja
Pemerintah Daerah.
9. Ketentuan lebih lanjut mengenai BLUD diatur dalam Peraturan
Menteri setelah memperoleh pertimbangan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

Anda mungkin juga menyukai