Anda di halaman 1dari 35

BAB 7

GEOMETRI PERSIMPANGAN

1.1 Persimpangan
Persimpangan adalan suatu area tempat bertemunya dua atau lebih ruas jalanbergabung.
Persimpangan mencakup area fasilitas yang dibutuhkan untuksemua pengguna jalan; pejalan
kaki, sepeda, kendaraan bermotor, dankendaraan penumpang umum. Dengan demikian,
persimpangan tidak hanyamencakup daerah perkerasan/lintasan kendaraan bermotor, tapi
termasuk jalurtrotoar dan jalur penyeberang jalan. Persimpangan mencakup semuaperubahan
(misalnya, mengubah jalur) ke penampang melintang yang khas dari jalan berpotongan. Fitur-
fitur utama dalam mendesain persimpangan, adaempat hal yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Lingkungan/gunalahan sisi jalan dekat persimpangan sering berorientasi pada tujuan
wisata, iklan dan lansekap.
2. Sebagai tempat terjadinya konflik pergerakan lalu lintas, kendaraan dengan kendaraan,
kendaraan dengan pejalan kaki dan sebagainya.
3. Tempat dari fasilitas alat pengendali dan control lalu lintas. Tempat control tersebut
sering mengakibatkan penundaan perjalanan, namun membantu mengatur lalu lintas
dan mengurangi potensi konflik.
4. Kapasitas, dalam banyak kasus, kontrol lalu lintas di persimpangan membatasi
kapasitas jalan jalan yang berpotongan, yang didefinisikan sebagai jumlah
pengguna yang dapat diakomodasi dalam jangka waktu tertentu.
Area persimpangan, seperti diuraikan tersebut di atas dan ditunjukkan pada Gambar 1. di
bawah ini, merupaka tempat keberadaan komponen-komponen geometrik persimpangan
sebidang, komponen tersebut yang harus diatur sesuai dengan ketentuan-ketentuan teknis.

Gambar 1 area persimpangan


Perlengkapan jalan/persimpangan pada area persimpangan, seperti ditunjukkan pada Gambar
2. Berikut ini.

Gambar 2 Perlengkapan jalan/persimpangan pada area persimpangan

2 Pengguna Jalan
Pengguna jalan di persimpangan, meliputi; pejalan kaki, pesepeda, kendaraan bermotor
serta kendaraan penumpang angkutan umum. Pengguna persimpangan tersebut mempunyai
karakteristik masing-masing, untuk itu perancang harus memperhatikan/mengakomodasi
kebutuhan dari masing- masing pengguna jalan dalam merancang elemem geometric
persimpangan dan jenis-jenis pengendalian lalu lintasnya. Berikut menggambarkan
karakteristik pengguna persimpangan.

1. Pejalan kaki
Kebutuhan pejalan kaki harus dipertimbangkan dalam perancangan persimpangan.
Beberapa fitur penting yang perlu dipertimbangkan seperti:
(1). Tempat penyeberangan sebidang bagi pejalan kaki, harus
berkesinambungan/aksesibilitas dengan fasilitas trotoar sepanjang jalan
pendekat.
(2). Kecepatan berjalan pejalan kaki, seperti dalam kondisi normal, kecepatan
berjalan pejalan kaki di trotoar dan penyeberangan, yang berkisar dari 2,5 kaki
per detik sampai 6 kaki per detik. Orang tua pejalan kaki dan anak-anak muda
umumnya berada di bagian yang lebih lambat dari jangkauan ini. Kecepatan
berjalan 3,5 sampai 4 kaki per detik untuk waktu sinyal penyeberangan
diterima secara luas sebagai pedoman kecepatan berjalan dalam
penyeberangan.
(3). Kapasitas arus pejalan kaki atau jumlah pejalan kaki per jam yang dapat
diakomodasi oleh fasilitas dalam kondisi normal.
(4). Kontrol lalu lintas, pejalan kaki secara signifikan dipengaruhi oleh jenis
pengendali lalu lintas yang terpasang di persimpangan, parameter kontrol
khusus, dan operasi kendaraan bermotor yang dihasilkan.

2. Pesepeda
Kebutuhan pengendara sepeda harus diintegrasikan ke dalam desain persimpangan. Saat
bepergian dengan kendaraan bermotor, pengendara sepeda tunduk pada undang-undang
lalu lintas kendaraan bermotor. Pertimbangan penting dalam mengakomodasi sepeda
meliputi:
(1). Jika fasilitas jalur sepeda ada, desain perlu memastikan bahwa pengendara
sepeda dapat bergabung ke lokasi yang tepat berdasarkan tujuan yang
diinginkan oleh pengendara sepeda.
(2). Kecepatan operasi pesepeda di persimpangan rata-rata 15 mil per jam dapat
diasumsikan berada di jalan utama. Di jalan kecil, pengendara sepeda biasanya
berhenti atau melambat, dan melakukan perjalanan melalui persimpangan
dengan kecepatan di bawah 15 mil per jam. Di persimpangan yang ditandai,
pengendara sepeda yang menerima sinyal hijau melanjutkan persimpangan
dengan kecepatan rata-rata 15 mil per jam. Pembicara sepeda yang telah
berhenti untuk mendapatkan sinyal berlanjut melalui persimpangan dengan
kecepatan di bawah 15 mil per jam.
(3). Kapasitas sepeda, per jam yang bisa diakomodasi oleh fasilitas dalam kondisi
normal.
(4). Kontrol Lalu Lintas diwajibkan oleh hukum untuk mematuhi perangkat kontrol
di persimpangan. Oleh karena itu, perangkat pengendali lalu lintas perlu
memperhitungkan aktivitas sepeda. Sinyal lalu lintas yang beroperasi
menggunakan sistem deteksi (seperti deteksi loop, kamera video, dan
microwave) harus dirancang dan diuji coba agar peka terhadap sepeda.
3. Kendaraan Bermotor
Karakteristik kendaraan bermotor yang penting harus diperhatikan dalam mendesain
persimpangan, seperti:

(1). Kendaraan rencana, dimana jenis kendaraan tersebut adalah yang terbesar yang
biasanya diperkirakan akan diakomodasi melalui persimpangan.
(2). Kecepatan rencana, kendaraan bermotor dipilih pada segmen jalan yang
berdekatan, sebelum masuk persimpangan..
(3). Kapasitas Kendaraan Bermotor - Jumlah kendaraan bermotor yang dapat
dipindahkan melalui persimpangan dalam kondisi normal.
(4). Kontrol lalu lintas, sama seperti pengguna lain, kendaraan bermotor
dipengaruhi oleh jenis dan waktu kontrol lalu lintas terpasang di persimpangan,
dan jumlah pengguna lainnya.

4. Angkutan Umum
Kendaraan rencana untuk kendaraan penumpang umum yang sesuai dengan layanan
kawasan perkotaan adalah "City-Bus". Kendaraan ini panjangnya 40 kaki, lebarnya 8
kaki, dan memiliki jalur roda belakang dan dalam yang membalik masing-masing 42,0
kaki dan 24,5 kaki. Bus "mid-size", yang biasanya menampung 22 sampai 28
penumpang. Interaksi mereka dengan elemen lalu lintas lainnya harus diperhitungkan
bila memungkinkan.Pemberhentian kendaraan bus umum sering kali terletak di
persimpangan, baik sebagai pemberhentian di dekat sisi pendekat persimpangan atau
sebagai pemberhentian jauh di kaki keberangkatan persimpangan. Lokasi dekat
persimpangan sangat menguntungkan dalam perpindahan moda.
Sebuah halte bus, entah di sisi dekat atau jauh, membutuhkan ruang trotoar hingga jarak
50 sampai 70 kaki yang tidak terbebani oleh tempat parkir. Penumpang biasanya
membutuhkan 4 sampai 6 detik per orang untuk naik bus, dan 3 sampai 5 detik untuk
turun. Jumlah waktu kendaraan transit akan menghalangi pergerakan lalu lintas dapat
diperkirakan dengan menggunakan jumlah boarding dan alightings yang diharapkan
berhenti.
3. Tipe Persimpangan
Tipe persimpangan ditentukan oleh jumlah kaki persimpangan dan sudut pertemuan
dari kaki persimpangannya, seperti;
1. Pertemuan tiga kaki persimpangan/ruas jalan tidak saling tegak lurus, disebut
tipe persimpangan Y.
2. Pertemuan tiga kaki persimpangan/ruas jalan saling tegak lurus, disebut tipe
persimpangan T.
3. Pertemuan empat kaki persimpangan/ruas jalan saling tegak lurus, disebut tipe
persimpangan X.
4. Pertemuan kaki persimpangan/ruas jalan lebihn empat, disebut persimpangan
lima, persimpangan enam dan seterusnya atau disebut dengan persimpangan
berkaki banyak.
5. Pertemuan antara kaki persimpangan disarankan untuk saling tegak lurus,
seperti ditunjukkan pada Gambar 3. yang terdiri atas:
Gambar 3 Tipe persimpangan saling tegak lurus
Toleransi sudut pertemuan kaki persimpangan bisa sampai ± 20°. (Ditinjau secara
alinyemen horizontal), seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Toleransi tersebut dimungkinkan
karena faktor kondisi medan sangat sulit (topografi atau lahan terbatas).
Karena kebutuhan pengendalian lalu lintas dengan skala prioritas, maka kaki
persimpangan diklasifikasikan adanya kaki persimpangan jalan utama, yaitu kaki
persimpangan dengan volume lalu lintas terbesar atau ruas jalan dengan hirarki fungsi ruas
jalannya paling tinggi, sedangkan kaki persimpangan minor merupakan kaki persimpangan
dengan volume lalu lintas lebih sedikit dari kaki persimpangan utama atau ruas jalan dengan
hirarki fungsi jalannya lebih rendah. Berikut ini tipe dan konfigurasi jalur dan lajur di
persimpangan, seperti ditunjukkan pada Gambar di bawah ini.

Gambar 4 Tipe dan konfigurasi persimpangan sebidang


4. Bentuk Persimpangan
Ada beberapa bentuk persimpangan yang masing masing jenis tersebut sangat
ditentukan oleh pembebanan volume lalu lintasnya yang diramalkan di ruas jalan (kaki
simpang), maka jenis persimpangan yang secara hirarki dimulai dari pembebanan lalu lintas
yang ringan sampai yang berat (padat) atau yang paling sederhana sampai komplek, adalah
jenis:
1. Persimpangan prioritas (tidak bersinyal).
2. Bundaran.
3. Persimpangan yang dikendalikan oleh isyarat lampu lalu lintas (APILL).
4. Persimpangan tidak sebidang atau persimpangan susun.

Untuk menentukan jenis persimpangan yang merupakan fungsi dari besaran volume lalu lintas
di ruas/kaki persimpangan antara mayor dan minor, seperti ditunjukkan pada Gambar di
bawah ini.

Gambar 5 Pemilihan bentuk persimpangan


Faktor lain untuk pemilihan bentuk persimpangan untuk dipertimbangkan, seperti;
kelas jalan dan konfigurasi lajur terutama ketika volume lalu lintas mendekati batas kapasitas
persimpangan, volume pejalan kaki yang tinggi, seringnya kejadian kecelakaan menuntut
adanya pengaturan dengan sinyal. Selain dari pada tersebut di atas, faktor kendali lalu lintas
yang terkoordinasi sepanjang jalur menjadi penentu pemilihan jenis persimpangan sesuai
dengan jenis dari persimpangan yang berurutan.
Persimpangan tak sebidang digunakan untuk volume lalu lintas sangat tinggi dengan
pengaruh yang sangat kecil terhadap lalu lintas yang menerus. Persimpangan ini disediakan
untuk semua akses penuh jalan yang diatur dan harus dipertimbangkan untuk jalan dengan
kecepatan rencana lebih dari 90 km/jam. Pemisahan bidang ini direkomendasikan jika
masing-masing dari persimpangan jalan mempunyai empat atau lebih lajur menerus. Desain
simpang susun di bahas pada Arahan Teknik yang terpisah.
5. Hirarki Persimpangan Berurutan
Jalan minor yang berdekatan menciptakan persimpangan berurutan di jalan utama.
Simpang yang berurutan ini harus diperlakukan sebagai berikut:
1. Jalan lokal tidak boleh terhubung secara langsung kepada jalan utama, tetapi harus
terhubung ke jalan kolektor atau digabungkan menjadi satu kemudian dihubungkan
dengan jalan utama pada suatu lokasi yang tepat.
2. Jalan lokal tidak boleh terhubung dengan jalan utama dekat persimpangan yang utama
pula. Jika keadaan ini tidak terelakkan, hanya pergerakan belok kiri yang
diperbolehkan. Belok kanan dari jalan utama dan dari persimpangan harus secara
phisik dicegah dengan median ber-kereb yang menerus dan pemodelan kembali arah
masuk menuju jalan minor.
3. Ketika suatu jalan utama yang baru sedang direncanakan atas suatu jaringan jalan yang
ada, koordinasi dan penyesuaian di tata letak dan pengaturan jarak
persimpanganpersimpangan yang akan diciptakan sepanjang jalan raya harus
dilakukan. Penempatan jalan yang ada dan kendali lalu lintas sistematis mungkin
diperlukan.

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERENCANAAN


Area persimpangan sebidang harus bisa memperlihatkan kepada para pengemudi
tentang adanya permasalahan yang akan dilalui, seperti kondisi topografi, lingkungan dan
beberapa titik konflik kendaraan dengan kendaraan atau pengguna lainnya. Maka tujuan dari
desain persimpangan adalah untuk memperbaiki arus lalu lintas dan mengurangi
kemungkinan potensi terjadinya kecelakaan. Ketentuan perencanaan geometrik yang
berhubungan dengan elemen-elemen desain persimpangan yang diwajibkan untuk
memberikan suatu tingkat operasi lalu lintas yang dapat diterima. Ketentuan tersebut harus
diberlakukan bagi persimpangan baru atau untuk persimpangan yang ditingkatkan.
Faktor-faktor pokok yang mempengaruhi desain satu persimpangan adalah:
1. Karakteristik lalu lintas;
2. Volume lalu lintas;
3. Volume Jam Perencanaan (VJP);
4. Kecepatan kendaraan;
5. Topografi dan lingkungan;
6. Ekonomi; dan
7. Faktor manusia

1. Karakteristik Lalu Lintas


Karakteristik lalu lintas perlu diperhatikan, ini akan berpengaruh terhadap rancangan
elemen geometrik persimpangan, karena harus sesuai/selaras dengan kebutuhan (karakteristik)
lalu lintas yang akan menggunakan. Elemen geometrik persimpangan tersebut, seperti:
1) Jari-jari belokan.
2) Lebar dan jumlah lajur.
3) Lajur tunggu untuk belok.
4) Lajur percepatan, perlambatan dan taper.
5) Area lintasan kendaraan membelok (Turning Path).
6) Jarak dan kebebasan pandang.
7) Kelandaian persimpangan.
8) Lainnya.
2. Jumlah volume lalu lintas
Volume lalu lintas, adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada
suatu jalan dalam satu satuan waktu (detik, menit, jam, hari).
Data volume lalin digunakan untuk:
1. Satuan volume lalu lintas yang umum digunakan untuk penentuan jumlah dan lebar
lajur:
2. Arus lalin bervariasi dari jam ke jam berikutnya dalam 1 hari, maka cocok jika volume
lalu lintas dalam 1 jam digunakan untuk perencanaan geometrik di persimpangan
(VJP).Volume jam perencanaan, adalah volume lalu lintas dalam satu jam yang
digunakan sebagai dasar untuk perencanaan geometrik jalan. VJP ditentukan dengan:
(1). mencacah kendaraan tiap jam yang lewat.
(2). volume lalu lintas tiap jam dinyatajan dalam % LHR
(3). dalam 1 tahun didapat data sebanyak 365 x 24 = 8760 jam
(4). data diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil
(5). dimulai dari data terbesar disebut dengan jam ke -1, ke – 2, dst
(6). digambarkan hubungan antara jam ke dan volume lalu lintas (dalam % LHR),
maka akan didapat garis lengkung.
3. Kecepatan rencana
Kecepatan adalah, besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi
waktu tempuhnya (satuan m/jam atau mph).
Kecepatan rencana (VR) / design speed, adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan bergerak dengan aman dan
nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping
jalan yang tidak berarti.
Kecepatan Rencana digunakan untuk perencanaan:
1. tikungan,
2. kemiringan jalan,
3. tanjakan dan turunan,
4. jarak pandangan.
Kecepatan rencana di jalan utama yang melalui persimpangan harus sama dengan
kecepatan pada bagian ruasnya. Bagaimanapun, semua persimpangan sebidang tidak
menyarankan kecepatan rencana lebih 90km/jam sebagai kecepatan yang aman. Karenanya,
untuk kecepatan recana di atas 90km/jam, pilihan harus dilakukan yaitu peningkatan
persimpangan sebidang mejadi simpang susun atau sebagai alternatif, batas kecepatan pada
persimpangan harus diterapkan.
Faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana, adalah golongan medan (Terrain),
dimana;
1. Kecepatan rencana di daerah datar > kecepatan rencana di daerah perbukitan
dan gunung.
2. Kecepatan kendaraan jenis truk di daerah datar bisa menyamai kecepatan
kendaraan kecil, tetapi di daerah perbukitan, kecepatan truk akan berkurang.
3. Bahkan di daerah gunung kadang-kadang diperlukan jalur khusus untuk truk
(jalur pendakian).
4. Kondisi golongan medan ruas jalan yang diproyeksikan harus diperkirakan
untuk keseluruhan panjang jalan.
5. Perubahan golongan medan untuk bagian kecil ruas jalan dapat diabaikan.
6. Untuk jalan arteri mempunyai VR yang lebih tinggi dibandingkan dengan jalan
kolektor maupun jalan lokal.
7. Jalan raya untuk daerah luar kota akan mempunyai VR yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan jalan di dalam kota.
8. Kendaraan pada jalan minor dapat diasumsikan mendekati persimpangan
dalam kecepatan rencana ruas dan pengemudi harus bisa mengetahui adanya
persimpangan dari kejauhan tidak kurang dari jarak pandang henti.
4. Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana tersebut, harus digunakan di mana jenis kombinasi truk akan
membuat pergerakan berbelok berulang-ulang. Ketika desain untuk kendaraan tersebut
diperlukan, pengaturan garis yang lebih sederhana dari gabungan tiga kurva terpusat dipilih
jika kendaraan yang lebih kecil membuat sesuatu persentase yang cukup besar dari volume
yang berbelok. Ini juga diperlukan untuk menyediakan kanalisasi supaya mengurangi bidang
perkerasaan. Konsep kendaraan rencana sangat diperlukan. Kendaraan Rencana / kendaraan
standar (design vehicle), adalah kendaraan yang berat, dimensi, dan radius putarnya dipilih
sebagai acuan dalam merancang geometrik jalan, agar dapat menampung kendaraan dari tipe
yang telah ditentukan.
Lebar kendaraan, berpengaruh terhadap:
1. penentuan lebar dan jumlah lajur,
2. penentuan lebar bahu jalan
3. area parkir.
Panjang kendaraan berpengaruh terhadap:
1. Penentuan alinyemen horizontal (tikungan)
2. Penentuan jarak pandangan
3. Lebar median dimana kendaraan diperkenankan untuk membelok (U-turn).
Tinggi
Kendaraan, berpengaruh terhadap:
1. clearance / ruang bebas : 4,5 m dari permukaan perkerasan
2. bawah jembatan
Berat kendaraan, berpengaruh terhadap:
1. Alinyemen vertikal
2. Input bagi perencanaan jembatan
3. Tebal perkerasan
4. Kerusakan yang timbul pada perkerasan
Kendaraan rencana (kendaraan standar) merupakan ukuran standar terbesar yang
mewakili setiap kelompoknya. Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
a. Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
b. Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau bus besar 2 as;
c. Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
Kendaraan rencana yang akan dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan ditentukan
berdasarkan:
a. fungsi jalan
b. jenis kendaraan yang dominan memakai jalan tersebut
c. biaya.
Dimensi dan radius putar dari kendaraan rencana dibutuhkan dalam merancang
geometric persimpangan sebidang, adalah untuk merancang area lintasan kendaraan (Turning
path) saat membelok atau melakukan putaran balik arah (U- turn)
5. Topografi dan lingkungan
Topografi atau golongan medan merupakan faktor penting dalam perencanaan
geometric jalan, khususnya dalam menentukan lokasi jalan (trase) bentuk aliyemen. Adapun
pengaruh medan meliputi hal-hal seperti:
1. Pemilihan trase jalan, menyangkut daerah yang akan dilalui.
2. Tikungan; menyangkut jari-jari lengkung.
3. Kelandaian; akan menentukan kecepatan kendaraan yang bisa
dikembangkan pengemudi.
4. Bentuk penampang melintang jalan.
Lokasi dan desain satu persimpangan akan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk
alinyemen dan kelas dari pendekat jalan, kebutuhan untuk penyediaan drainase, lebar yang
berhubungan dengan utilitas publik, akses yang tepat dan adanya fitur lokal, serta hubungan
atara buatan manusia dengan alam.
6. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi, ini perlu dipertimbangkan terkait dengan manfaat yang akan didapat,
yaitu dengan dibangunnya persimpangan tersebut bisa memberikan keuntungan yang sepadan
untuk lalu lintas/pengguna jalan.

7. Kendali Lalu Lintas Prioritas


Semua persimpangan haruslah dirancang di bawah asumsi bahwa salah satu jalan yang
memotong mempunyai prioritas kecuali ketika persimpangan itu bersinyal.
Jalan prioritas biasnya memiliki standar desain yang lebih tinggi. Jika terdapat dua jalan yang
memiliki standar yang sama, maka jalan prioritas biasanya dijatuhkan kepada jalan yang
diramalkan memiliki volume lalu lintas yang paling tinggi. Pada T-junctions dan persimpagan
senjang (yang bisa diperlakukan sebagai dua Tjunctions) jalan prioritas haruslah jalan yang
menerus. Jika arus lalu lintas utama di suatu Tjunction berada pada cabang dari T, maka harus
ada pertimbangan perubahan dari tata letak. Persimpangan dua jalan biasanya mengacu
kepada jalan utama (jalan prioritas) dan jalan minor.
Menstandarkan desain tata letak kanalisasi akan menjadi tidak dapat dipraktekan dan
tidak sesuai dengan keinginan. Tata letak untuk lokasi tertentu bergantung pada pola lalu
lintas; volume lalu lintas; bidang yang secara ekonomis tersedia bagi perbaikan; topografi;
gerakan pejalan kaki; pengaturan perparkiran; pengembangan terakhir yang direncanakan di
sekitarnya dan tata letak dari jalan-jalan yang sudah ada.
Seperti juga suatu pemisahan pergerakan yang berkonflik, kanalisasi digunakan untuk:
1. mengurangi bidang umum konflik dengan menyebabkan arus-arus lalu lintas
berlawanan untuk berpotongan pada (atau dekat) sudut siku-siku,
2. menggabungkan arus lalu lintas pada sudut kecil untuk memastikan kecepatan
relatif rendah antara arus yang berlawanan,
3. mengendalikan kecepatan lalu lintas yang memotong atau memasuki satu
persimpangan,
4. menyediakan suatu tempat perlindungan untuk kendaraan yang berbelok atau
melintas,
5. melarang pergerakan berbelok tertentu,
6. memperbaiki efisiensi dan tata letak dari persimpangan bersinyal,
7. menyediakan perlindungan untuk pejalan kaki,
8. memperbaiki dan menegaskan Alinemen dari pergerakan utama, dan
9. meyediakan lokasi-lokasi untuk instalasi sinyal lalu lintas dan rambu-rambu
pengatur.
Kanalisasi yang harus dilakukan hanya untuk menempatkan jumlah minimum pulau,
karena kanalisasi yang berlebihan dapat:
1. mengakibatkan penghalang-penghalang yang tidak diperlukan di perkerasan
jalan,
2. pelarangan parker dan akses khusus yang berdekatan dengan persimpangan
yang tidak semestinya,
3. menimbulkan permasalahan pada pemeliharaan perkerasan dan drainase dan,
4. menimbulkan kebingungan.

8. Kapasitas Jalan
Kapasitas Jalan, adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu
penampang jalan selama satu jam dengan kondisi serta arus lalu lintas tertentu. Dinyatidakan
dalam satuan mobil penumpang / jam.

Ada beberapa jenis kapasitas, yaitu:


1. Kapasitas dasar (basic capacity, ideal capacity), adalah jumlah kendaraan
maksimum yang dapat melewati satu penampang pada satu lajur / jalan
2. Selama 1 jam dalam keadaan jalan dan lalin yang mendekati ideal yang bisa
dicapai. Keadaan ideal (2200–2400 kendaraan/jam/lajur).
Kondisi ideal:
(1). Lebar lajur : 3,75 m
(2). Jalan harus dapat dilalui kendaraan dengan v = 120 km/jam tanpa ada
gangguan apapun.
(3). Hanya mobil penumpang saja yang lewat
3. Bahu jalan dan kebebasan samping cukup lebar.
4. Kapasitas mungkin (possible capacity), adalah jumlah kendaraan maksimum
yang dapat melewati satu penampang pada satu lajur / jalan selama 1 jam
dalam keadaan yang sedang berlaku pada jalan tersebut. Kapasitas ini sudah
mempertimbangkan kondisi jalan maupun lainnya akibat kondisi ideal tidak
terpenuhi.
5. Kapasitas rencana ( design capacity), adalah jumlah kendaraan maksimum
yang dapat melewati satu penampang pada satu lajur / jalan selama 1 jam
dalam keadaan yang sedang berlaku sedemikian rupa sehingga kepadatan lalin
yang bersangkutan mengakibatkan kelambatan, bahaya dan ganggguan pada
kelancaran lain yang masih ada dalam batas-batas yang ditetapkan. Kapasitas
ini diturunkan dari possible capacity, dengan mempertimbangkan tingkat
pelayanan yang diinginkan.
Kapasitas persimpangan minor umumnya cukup untuk mendapatkan volume lalu
lintas yang diharapkan dan memerinci perkiraan lalu lintas sedangkan perhitungan kapasitas
biasanya tidak diperlukan. Persimpangan dimana jalan utamanya mempunyai volume lalu
lintas menerus yang besar bisa jadi mempunyai kapasitas yang tidak cukup untuk arus lalu
lintas yang memotong dan berbelok, untuk jenis kapasitas tertentu pelebaran jalan mungkin
harus dilakukan. Perincian peramalan lalu lintas untuk persimpangan seperti itu harus
dilaksanakan guna menyediakan data yang perlu untuk perhitungan kapasitas. Suatu
peramalan lalu lintas yang terperinci mengandung arus lalu lintas tiap jam di setiap arah di
dalam desain tahunan.

Desain tahunan haruslah 10 tahun setelah konstruksi untuk satu persimpangan yang
terisolasi atau serupa dengan desain tahunan jalan menerus jika persimpangan menjadi bagian
dari suatu proyek perbaikan jalan yang menyeluruh. Suatu tahapan konstruksi untuk
kebutuhan lalu lintas 5 tahunan bisa dipakai untuk persimpangan yang terisolasi di dalam
wilayah perkotaan. Bagaimanapun, kebutuhan lahan harus cukup untuk tata letak
persimpangan desain tahunan. Untuk wilayah perkotaan, faktor jam sibuk (PHF) perlu juga
ditentukan. Jika data tidak ada, nilai 0,85 untuk PHF dapat digunakan.
9. Keselamatan
Keselamatan adalah suatu pertimbangan yang utama di dalam setiap desain
persimpangan.
Desain persimpangan yang aman didasarkan pada prinsip-prinsip yang berikut:
1. Pengurangan banyaknya titik-titik konflik.
2. Meminimalisir area konflik.
3. Pemisahan titik-titik konflik.
4. Memberi pilihan untuk pergerakan utama.
5. Mengendalikan kecepatan.
6. Syarat area tempat perlindungan, alat-alat kendali lalu lintas dan kapasitas yang
memadai.
7. Ketentuan alur-alur kendaraanuntuk diikuti.
10. Titik konflik
Banyaknya titik konflik dapat dikurangi dengan larangan pergerakan lalu lintas
tertentu dan dengan penghapusan beberapa jalan dari persimpangan. Titik- titik konflik dapat
dipisahkan oleh kanalisasi atau dengan megatur persimpangan empat kaki, terutama di daerah
luar kota. Ketika jalan yang berpotongan berada pada sudut runcing atau kaki-kaki yang
berlawanan dari suatu persimpangan adalah bersifat merugikan, bidang persimpangan
berlebihan akan muncul. Secara umum, bidang-bidang yang besar dari perkerasan yang tak
tertata mengundang pergerakan kendaraan yang berbahaya, dan harus dihapuskan
Ada empat jenis dasar pergerakan persimpangan; menyebar, menggabung, memotong
dan mejalin. Jumlah dari konflik yang potensial pada persimpangan bergantung kepada :
1. Jumlah dari pendekat menuju persimpangan
2. Jumlah lajur pada masing-masing pendekat
3. Jenis dari kendali sinyal
4. Luas kanalisasi dan
5. Pergerakan yang diizinkan

11. Faktor manusia


Faktor manusia, dalam perencanaan geometrik persimpangan sebiidang menyangkut
karakteristik pengemudi yang harus dipertimbangkan karena pengemudi mempunyai
kebisaaan seperti:
1. cenderung untuk tindakan menurut kebiasaan.
2. cenderung untuk mengikuti alur-alur kendaraan pergerakan “alami”; dan,
3. akan menjadi bingung ketika dikejutkan.
Faktor-faktor ini semua menjadi penting bahwa seorang pengemudi :
1. dibuat sadar akan kehadiran dari suatu persimpangan
2. menyadari kendaraan yang berada di dalam dan mendekati persimpangan
mempunyai keyakinan pada saat bergerak untuk berkompromi dengan
persimpangan secara benar dan dengan aman,
3. menemui keseragaman di dalam aplikasi alat-alat dan prosedur-prosedur teknik
lalu lintas, dan medapatkan reaksi dan keputusan waktu cukup (tiga detik
diantara keputusan adalah waktu minimum yang diinginkan).

C. KEBEBASAN PANDANG
Pandangan pengemudi saat mendekati persimpangan sebidang harus tidak terhalang
terhadap keseluruhan area persimpangan, dan panjang jalan berpotongan harus cukup supaya
pengemudi dapat mengendalikan kendaraannya dan terhindar dari tabrakan.
Jarak pandang di persimpangan adalah jarak penglihatan yang dibutuhkan agar aman saat
berjalan melalui persimpangan. Jarak yang dibutuhkan tergantung pada jenis kontrol lalu
lintas di persimpangan, seperti; tidak terkendali, terkendali, ada tanda berhenti, ada isyarat
lampu lalu lintas dan saat untuk mmelakukan manuver (belok kiri, belok kanan, atau lurus).
Persimpangan yang tidak terkendali paling membutuhkan jarak penglihatan. Jarak penglihatan
dengan jarak jauh merupakan faktor kunci apakah kontrol dengan hasil yangtidak dapat
digunakan dengan aman, atau kontrol yang lebih ketat sangat diperlukan.
Ketika lalu lintas di persimpangan dikendalikan oleh isyarat sinyal lampu atau rambu,
pandangan yang tidak terhalang pada area kendali. Keadaan tersebut menguntungkan untuk
alasan meningkatkan kapasitas sampai dengan 50%, dan hal ini akan memberikan kesempatan
kendaraan untuk muncul ketika jarak pada lalu lintas jalan utama jauh.

Dua aspek yang harus dipertimbangkan terkait merancang jarak pandang di


persimpangan, yaitu:
1. Adanya suatu pandangan yang cukup tanpa halangan untuk mengenali rambu-
rambu lalu lintas atau sinyal lalu lintas di persimpangan.
2. Terdapat jarak pandang yang cukup untuk membuat suatu pergerakan yang
aman setelah kendaraan berhenti pada garis stop.
3. Semua persimpangan harus dikendalikan salah satu dari rambu STOP atau
isarat sinyal lampu.
1. Jarak Pandang Pada Pendekat
Di persimpangan dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu saling berpotongan,
dengan pola pergerakan lalu lintas yang berbeda arah. Persimpangan harus mempunyai
kemudahan pandang ke arah memanjang dan menyamping, sesuai dengan jarak pandang
masuk dan jarak pandang untuk keselamatan, lihat Gambar 8. dan Tabel 2.
Jarak pandang masuk diperlukan untuk pengendara di jalan minor masuk ke jalan utama,
didasarkan pada asumsi kendaraan pada jalan utama tidak mengurangi kecepatan. Jarak
pandang aman persimpangan disediakan untuk kendaraan agar dapat berhenti sebelum
persimpangan.
Desain jarak pandang di persimpangan dapat digunakan pada tiga kondisi yang
mungkin:
1. Mengaktifkan kendaraan mendekat untuk mengubah kecepatan.
2. Mengaktifkan kendaraan mendekat untuk berhenti.
3. Mengaktifkan kendaraan berhenti untuk menyeberang jalan utama.
Gambar 6 Jarak pandang Pada Pendekat
Tabel 1 Jarak pandang pada pendekat persimpangan
Kecepatan Rencana Pengaturan Sinyal Pengaturan Stop
Jalan Utama (pada Jalan Minor)
(km/jam) Antar Kota Perkotaan
60 240 170 105
50 190 130 80
40 140 100 55
30 100 70 35
20 60 40 20

2. Segitiga Pandang
Pengemudi bisa melihat lalu lintas di area persimpangan, harus adanya pandangan
yang tidak terhalang oleh bangunan atau objek lain sepanjang sudut persimpangan. Hal ini
dikenal sebagai segi tiga pandangan aman, seperti ditunjukkan di Gambar 7.
Gambar 7 Segitiga bebas pandang pada persimpangan

Setiap objek yang tinggi pada area segi tiga pandangan yang berdekatan yang
merupakan penghalang harus dipindahkan atau diturunkan. Objek tersebut meliputi potongan
lereng, pohon-pohon, semak-semak dan objek tegak lainnya. Pelarangan parkir dalam segi
tiga pandangan bebas. Kondisi-kondisi berbahaya bisa muncul jika, kendaraan diiz Pada
kondisi dengan obyek yang tidak dapat dipindahkan dan mengganggu segitiga pandangan,
harus dilengkapi dengan penempatan rambu batas kecepatan maksimum yang sesuai dengan
jarak pandang.
Gambar 8, menunjukkan untuk kondisi tertentu, kecepatan Vb di ketahui dan a dan b
adalah jarak obyek sampai dengan kendaraan A dan B. Kecepatan kritis V1 pada kendaraan B
dapat diketahui.inkan untuk parkir di dalam segi tiga pandangan yang kemudian menghalangi
jarak pandang.
Gambar 8 Jarak pandang henti di pendekat persimpangan

Jarak pandang henti adalah jarak henti minimum kendaraan A. Kendaraan A di jarak
dari persimpangan dan pengemudi kendaraan A dan B pada saat akan berpapasan, kendaraan
B pada jarak db dari persimpangan.

Dengan segi tiga yang sama:


axd a
dd= (1)
d a−b
dan kecepatan kritis Vb adalah untuk jarak henti db. Rambu pada jalan B yang menunjukan
kecepatan aman untuk mendekati persimpangan harus betul-betul ditempatkan sehingga
pengemudi dapat mengurangi kecepatannya sampai Vb pada saat ia tiba pada titik dengan
jarak db dari persimpangan. Perhitungan serupa bisa digunakan untuk menentukan jarak satu
penghalang perlu dimundurkan agar tersedia jarak pandang cukup untuk berkendara aman
pada kecepatan kendaraan yang diinginkan pada masing-masing jalan.
Untuk kasus ini, jika jalan utama adalah jalan satu arah, maka cukup satu segi tiga
pandangan pada arah lalu lintas yang mendekati suatu persimpangan yang digunakan. Dengan
cara yang sama, jika jalan utama mempunyai dua badan jalan tanpa dipisahkan suatu median
di tengahnya, maka akan diperlukan satu lagi segi tiga pandangan ke sebelah kanan. Jika jalan
minor bertindak sebagai jalan satu arah untuk keluar dari jalan utama, maka tidak diperlukan
adanya segi tiga pandangan karena jarak pandang ke depan yang disediakan untuk berbelok
sudah cukup.
4. Jarak Pandang Henti Pada Pendekat Persimpangan Bersinyal
Jarak pandang adalah jarak saat bergerak selama waktu reaksi total, yaitu waktu jeda
antara sesaat ketika pengemudi menyadari adanya sinyal lalu lintas pada persimpangan di
depannya dan sesaat ketika pengemudi menginjak rem, ditambah dengan waktu hingga
kendaraan tiba pada garis stop dalam keaadaan direm. Waktu reaksi total kemudian dibagi
atas waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan, terlepas apakah pengemudi tersebut
sambil mengerem atau tidak, dan waktu untuk bereaksi setelah mendapatkan keputusan.
Waktu tersebut adalah 10 detik.
Untuk wilayah perkotaan, waktu reaksi total lebih pendek. Ini terjadi karena, banyak
persimpangan-persimpangan wilayah perkotaan, pengemudi mengoperasikan kendaraan
mereka dengan mengantisipasi persimpangan yang mungkin akan dihadapi. Pada pedoman ini
waktu yang digunakan adalah 10 detik untuk wilayah perkotaan. Percepatan 0,2g sebagai
percepatan maksimum yang diijinkan tanpa menimbulkan ketidak nyamanan yang berlebihan.
Angka ini lebih rendah dari yang digunakan untuk memperoleh jarak pandang henti. Angka
ini juga dipakai karena sering terjadi penghentian kendaraan di persimpangan, ketika berhenti
untuk menghindari tabrakan yang mungkin terjadi pada jalan yang terbuka bersifat tidak
begitu sering dan penurunan kecepatan secara tiba-tiba bisa diterima. Dari diskusi di atas,
jarak pandang untuk suatu persimpangan bersinyal ditentukan sebagai berikut :
5. Jarak Pandang Henti Pada Pendekat Dengan Kendali Stop
Pada persimpangan ini, tidak perlu waktu untuk pengambilan keputusan seperti pada
persimpangan bersinyal karena setiap pengemudi harus berhenti.
Waktu beraksi adalah 2 detik, maka:
t = 2 detik,
a = 1,96 m/det
dimasukkan ke dalam rumus di atas.
Pada jalan utama, pengemudi dapat mengoperasikan kendaraan tanpa khawatir akan
persimpangan. Jarak pandang henti jalan utama telah cukup. Untuk mempermudah lihat
kriteria pada
Tabel 2 Jarak Pandang untuk Pendekat Simpang

Kecepatan
Pengaturan dengan Sinyal
Rencana Jalan Pengaturan Stop
(Meter)
Utama (Pada Jalan Minor)
(km/jam) Antar Kota Perkotaan
60 240 170 105
50 190 130 80
40 140 100 55
30 100 70 35
20 60 40 20

6. Jarak Pandang Keberangkatan


Persimpangan dengan pengendalian jalan minor oleh rambu STOP, pengemudi
kendaraan harus berhenti dan dapat melihat dengan baik keadaan jalan utama sebelum
melintas jalan utama.
Jarak pandang pada jalan utama adalah :
Nilai J adalah waktu yang diperlukan pengemudi untuk melihat kedua arah kemudian
menggeser perseneling, jika perlu, ditambah waktu persiapannya. Diasumsikan dengan nilai 2
detik. Di daerah luar kota atau dalam kota, di mana para pengemudi bisaanya melewati
persimpangan dengan kendali rambu stop suatu nilai yang lebih rendah yaitu 1,5 detik atau 1
detik.
Waktu t diperlukan untuk cakupan jarak selama percepatan, tergantung pada
kendaraan. Percepatan bus dan truk, lebih rendah dari kendaraan penumpang. Pada bidang
datar, waktu percepatan untuk SU (unit tunggal) dan semi trailer berturut-turut adalah sekitar
135 % dan 160% dari waktu percepatan kendaraan penumpang.
Nilai ta dibaca secara langsung dari Gambar 9. untuk kondisi tingkat yang berdekatan
pada jarak S dalam satuan feet. Gambar 7. menunjukkan jarak S, yaitu kendaraan bergerak
memotong jalan utama, dengan rumus:
S= D+ W + L (2)

Dimana:
D = jarak dari tepi perkerasan terdekat terhadap bagian depan kendaraan yang
berhenti.
W = lebar perkerasan sepanjang alur kendaraan yang memotong.
L =panjang keseluruhan kendaraan

Gambar 9 Jarak pandang persimpangan (data percepatan dari berhenti)


Untuk desain yang menyeluruh, nilai asumsi D yang maksud yaitu 3m. Nilai L,
panjang keseluruhan kendaraan rencana dapat diasumsikan menjadi 5m untuk mobil
penumpang, 10m untuk truk unit tunggal dan 15m untuk semi trailer.Untuk menguji apakah
jarak pandang sepanjang jalan utama sudah mencukupi pada suatu persimpangan, jarak
tersebut harus diukur melalui tinggi mata pengemudi yaitu 1,15m terhadap puncak obyek
yang tingginya 1,4m yang ditempatkan pada perkerasan. Pada kondisi jalan yang terbagi,
dimana lebar median lebih besar atau sama dengan panjang kendaraan, dimungkinkan untuk
memotong jaln utama dalam dua tahap. Untuk jalan utama yang terbagi dengan lebar median
kurang dari L, maka lebar median harus merupakan bagian dari W. Di sepanjang jalan utama,
jarak yang lebih panjang dari: jarak pandang dan jarak pandang henti yang dibahas disini
harus dipenuhi. Jarak pandang akan melampaui jarak pandag henti pada cakupan kecepatan
rencana yang lebih tinggi.
Pada jarak pandang sepanjang jalan utama kurang dari pada jarak pandang kendaraan
yang datang pada persimpangan adalah menyebabkan hal yang kurang aman bagi kendaraan
pada jalan utama yang akan melaluinya dengan asumsi kecepatan kendaraan pada jalan
utama. Pada kondisi tersebut, pendekat harus diberi lengkapi dengan rambu kecepatan
pendekat yang aman.
Kecepatan yang aman bisa dihitung untuk jarak pandang yang telah diketahui dan
lebar perkerasan pada alur kendaraan yang memotong. Pada jalan yang membelok dan
melandai, paling tidak jarak pandang henti minimum harus disediakan secara terus-menerus
sepanjang jalan tersebut. Pada jalan utama yang mempunyai dua badan jalan dengan median
yang cukup untuk tempat perlindungan berbelok kendaraan (45m atau lebih) segi tiga
pandangan yang normal ke sebelah kiri jalan tidak diperlukan tetapi median harus bersih dari
penghalang-penghalang untuk jarak pandang pengemudi sedikitnya d m.
D. ALINYEMEN PERSIMPANGAN
Secara geometrik, perencanaan jalan dibagi menjadi dua, yaitu perencanaan alinyemen
horisontal dan alinyemen vertikal. Alinyemen horizontal atau trase suatu jalan adalah garis
proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta, yang bisaa disebut tikungan atau belokan.
Sedangkan Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal
melalui sumbu jalan dengan bidang permukan pengerasan jalan, yang bisaa disebut puncak
tanjakan dan lembah turunan (jalan turun/cembung).
1. Alinyemen Harizontal
Tinjauan alinyemen horizontal ditinjau secara keseluruhan, penetapan alinyemen
tersebut harus dapat menjamin keselamatan maupun kenyamanan bagi pemakai jalan. Untuk
mencapai tujuan ini antara lain perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Sudut persimpangan yang diperlukan antara dua jalan adalah antara 70° dan
90°. Ketika jalan yang berpotongan bersudut kurang dari 70° maka alinyemen
dari jalan minor harus dimodifikasi.
2. Sedapat mungkin menghindari broken back, artinya tikungan searah yang
hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
3. Pergeseran kecil hingga 1,5 m di alignment horizontal dapat diterima, jika
tidak layak untuk memperbaiki.
4. Penglihatan segitiga pandang, jarak yang sesuai dengan jenis kontrol lalu lintas
(misalnya berhenti, yield, sinyal lalu lintas) penghalang harus dihindari
terutama di persimpangan yang ada di perkotaan.
5. Pada bagian yang relatif lurus dan panjang, jangan sampai terdapat tikungan
yang tajam yang akan mengejutkan pengemudi.
6. Kalau tidak sangat terpaksa jangan sampai menggunakan radius minimum,
sebab jalan tersebut akan sulit mengikuti perkembangan-perkembangan
mendatang.
Pada Gambar 10. di bawah ini sebagai ilustrasi lokasi persimpangan secara alinyemen
horizontal.
Gambar 10 Jarak pandang
Pedoman kelengkungan maksimum di persimpangan diberikan pada Tabel 6,
kelengkungan melalui persimpangan mempengaruhi jarak pandang pengendara mendekati
persimpangan, dan mungkin memerlukan perangkat kontrol lalu lintas tambahan (tanda
peringatan, tanda berhenti, sinyal, tanda perkerasan. atau bundaran). Pada jalan dengan
kecepatan lebih tinggi, superelevasi pada kurva dapat membuat kemiringan silang di
persimpangan dengan cara yang tidak nyaman pada pengendara
Tabel 3 Kelengkungan maksimum di persimpanagan

Minimum
Minimum Angle of Intersection Minimum
Tangent
Design (AI, degrees) Curve
Cross
Speed
(MPH) Collector Local Radius, Main Street
Arterial
Major Major Street Approach
Major Street (RM, feet)
Street Street (TA, feet)
15 60 60 60 45 30
20 60 60 60 85 30
25 60 60 60 155 30
30 60 60 60 250 30
35 60 60 60 365 45
40 60 60 60 500 45
45 65 60 60 660 45
50 65 65 60 835 60
55 65 65 65 1065 60
60 70 65 65 1340 60

2. Alinyemen Vertikal
Tinjauan alinyemen vertikal (lihat Gambar 15.) secara keseluruhan, harus dapat
memberikan kenyamanan kepada pemakai jalan disamping bentuknya jangan sampai kaku.
Untuk mencapai itu harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Sebaiknya besarnya kelandaian bidang pada persimpangan harus dihindari.
Pada semua persimpangan dimana terdapat rambu BERI JALAN, rambu STOP
atau sinyal lalu lintas, gradien dari jalan yang berpotongan harus sedatar
mungkin sehingga bagian-bagian ini dapat digunakan sebagai ruang simpan
untuk tempat berhenti kendaraan di persimpangan. Kemiringan bidang pada
persimpangan harus kurang dari 3%. Ketika kondisi tersebut membuat
mahalnya suatu desain, maka kelandaian diperbolehkan dengan tidak melebihi
6% dengan suatu penyesuaian tertentu ke dalam faktor- faktor desain.
2. Sedapat mungkin menghindari broken back, grad line atinya jangan sampai
kita mendesaign lengkung vertikal searah (cembung maupun cekung) yang
hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
3. Menghindari hidden dip, artinya kalau kita mempunyai alinyemen vertikal
yang relatif datar dan lurus, jangan sampai didalamnnya terdapat lengkung-
lengkung cekung yang pendek yang dari jauh kelihatannya tidak ada atau
tersembunyi.
4. Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian agar
secara otomatis kecepatan yang besar dari kendaraan dapat dikurangi.
5. Kalau pada suatu potongan jalan kita menghadapi alinyemen vertikal dengan
kelandaian yang tersususun dari prosentase kecil sampai besar, maka
kelandaian yang paling curam harus ditaruh pada bagian permulaan landai,
berturut-turut kemudian kelandaian yang lebih kecil. Sampai akhirnya yang
paling kecil.
Table kelandaian di kaki simpang
Design Maximum Maximum Grade Minimum Length of
Speed Intersection Grade Break Approach Grade
(mph) (GI,%) (GB,%) (GA, feet)
15 5 6 20
20 5 5 40
25 5 4 40
30 5 3 60
35 5 2 60
40 4 2 70
45 4 2 70
50 3 2 70
55 3 1 70
60 3 1 70
65 2 0,5 70
70 2 0,5 70
Tabel 4 Kelandaian di kaki simpang
E. JARAK ANTARA PERSIMPANGAN DENGAN FASILITAS LAINNYA
1. Jarak Antara Persimpangan
Jarak Antara persimpangan satu dengan yang lainnya disarankan sejauh mungkin, jarak
minimum harus lebih besar dari komponen-komponen pergerakan lalu lintas, sebagai berikut:
1. Panjang antrian kendaraan jika ada stop line karena pengaturan lalu lintas
dengan APILL.
2. Panjang jalina karena perpindahan lajur, ini tergantung jumlah lajur.
3. Panjang lajur perlambatan dan percepatan.
Komponen bagian-bagian fasilitas pergerakan lalu lintas tersebut dia atas, diilustrasikan
seperti pada Gambar 11 berikut ini.

Gambar 11 Jarak antara persimpangan

Tabel 5 menunjukkan jarak minimum yang disarankan untuk beberapa jenis kategori jalan
utama.
Tabel 5 Jarak minimum persimpangan disarankan
Lokasi Fungsi Jalan Utama Jarak (m)
Arteri V x 10
Kolektor Vx5
Antar kota
Lokal/ Vx3
Lingkungan Vx3
Arteri Vx3xn
Kolektor Vx2xn
Perkotaan
Lokal V x 1,5 x n
Lingkungan V x 1,5 x n

Dimana :
V = kecepatan rencana (km/jam)
n = jumlah lajur lurus dalam 1 arah
4. Tipe Persimpangan Miring
Dua jalan berpotongan pada sudut kurang dari 90 derajat dan perbaikan alinyemen
tidak dapat dilakukan untuk memperbesar sudut persimpangan, sebagian dari faktor
penentuan sudut jarak pandang mungkin memerlukan penyesuaian.Kesulitan melihat lalu
lintas pendekat menyulitkan perbaikan persimpangan didasarkan pada asumsi tidak ada
pengendalian persimpangan
Kesulitan melihat lalu lintas pendekat menyulitkan jenis perbaikan jarak pandang
persimpangan didasarkan asumsi tidak ada pengendalian persimpangan bahkan ketika lalu
lintas pada kedua jalan bervolume rendah. Pada persimpangan yang miring (skew), perbaikan
yang dapat dilakukan adalah mengendalikan persimpangan atau mengendalikan kendaraan
pendekat. Pada jarak kendaraan pendekat S lebih besar pada kaki yang miring dari pada sudut
kanan persimpangan, lebar perkerasan pada jejak kendaraan yang memoton, W, adalah lebar
perkerasan yang dibagi oleh sudut sinus persimpangan.
Jarak jalan utama dapat dihitung oleh rumus
d = 0,28 V (2 + ta), nilai ta dibaca dari Gambar 12.
Gambar 12 Jarak pandang persimpangan akibat kemiringan
F. ELEMEN GEOMETRIK PERSIMPANGAN
1. Lajur Lalu Lintas di Persimpangan
Lajur lalu lintas, merupakan bagian dari jalur lalu lintas tempat lalu lintas bergerak, untuk satu
kendaraan bermotor sedang berjalan selain sepeda motor. Lebar satu lajur yang dijadikan
acuan adalah 3,5 meter, sehingga bila dilewati oleh kendaraan dengan lebar maksimum 2,5
meter masih ada ruang bebas sebesar 0,5 meter di kiri kanan kendaraan. Lebar lajur pada
daera pendekat besa lebih kecil dari pada sebelum masuk daerah pendekat, artinya jumlah
lajur dibagian pendekat bisa lebih banyak dari sebelumnya.
Beberap catatan terkait lajur lalu lintas di daerah pendekat persimpangan:
1. Lebar lajur tergantung kecepatan rencana dan kendaraan rencana.
2. Kebutuhan lajur untuk membelok mengacu pada Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI 1997).
3. Lajur belok kanan sebaiknya disediakan pada setiap persimpangan, terkecuali
untuk hal hal sebagai berikut:
(1). Adanya larang untuk belok kanan.
(2). Masih mempunyai kapasitas jalan yang memadai.
(3). Jalan dua jalur dengan kecepatan rencana kurang dari 40 km/jam.
(4). Volume lalu lintas rencana kurang dari 200 kendaraan/jam, atau perbandingan
yang melakukan belok kanan kurang 20% dari total volume lalu lintas yang
masuk pada kaki persimpangan bersangkutan.
4. Lajur belok kiri perlakuannya bergantung pada:
(1).Jenis dan volume lalulintas yang berbelok.
(2).Kecepatan dimana belok kiri akan digunakan.

2. Geometrik Belok di Persimpangan


Radius belok kendaraan pada persimpangan harus bisa mengaskomodasi kecepatan rencana
dan kendaraan rencana, yaitu kendaraan kecil atau kendaraan besar, menyangkut radius putar,
turning parth seperti ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13 Area dan pola lintasan kendaraan (Turning parth)
Pada sebagian besar dari semua persimpangan, apakah diikat atau sebaliknya, desain sudut
perkerasan ditentukan oleh gerakan belok kanan. Belok kanan jarang menjadi faktor penting
dalam desain sudut, kecuali di persimpangan jalan satu arah, dalam hal ini desain sudutnya
serupa dengan belokan kiri di persimpangan jalan dua arah. Metode untuk desain sudut
perkerasan dapat bervariasi seperti yang diilustrasikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Metoda desain cirva dan taper sudut persimpangan
Geometrik desain pada belokan sudut lancip, diuraikan pada Tabel 10 di bawah ini

Tabel 10 Kurva dan elemen desain sudut lancip


3. Lajur belok-kanan
Lajur belok kanan membantu meningkatkan kapasitas dan keselamatan serta harus
dipertimbangkan di dalam kasus yang berikut:
1. Ketika arus jalan utama melebihi 600 kend/jam.
2. Pada semua persimpangan jalan perkotaan yang terbagi dengan median yang
cukup lebar.
3. Pada semua persimpangan jalan perkotaan yang tidak terbagi dimana lalu
lintas yang berbelok kanan mungkin menyebabkan kemacetan yang tidak perlu
dan/atau menyebabkan bahaya.
4. Pada semua persimpangan jalan luar kota demi kepentingan keselamatan.
Beberapa tipe lajur khusus untuk belok kanan, seperti ditunjukkan pada Gambar
23.

Gambar 23 Lajur khusus belok kanan


Panjang lajur belok kanan dengan persamaan, panjang minimum lajur belok kanan haruslah
sama dengan panjangnya penurunan kecepatan untuk kecepatan pendekat tertentu. Ketika
ruang simpan diperlukan, panjangnya itu harus ditingkatkan menurut panjang antrian yang
diharapkan. Panjangnya ruang simpan dapat diperkirakan sebagai berikut:

a) Persimpangan Bersinyal
Panjangnya ruang simpan dihitung sebagai:
L = 1, 5 x N x S
di mana N : Rata-rata jumlah kendaraan yang berbelok kanan pada suatu siklus dari
fase sinyal (kend.).
S = Rata-rata jarak antar kendaraan(m)
S = 6m untuk mobil penump ang
S = 12m untuk kendaraan angkutan besar yang lain Jika perbandingan kendaraan
angkutan barang tidak diketahui,
S = 7m bisa digunakan.

b) Persimpangan Tak Bersinyal


Fluktuasi lalu lintas terhadap panjangnya ruang simpan lebih berpengaruh pada persimpangan
tak bersinyal. Rumus berikut dapat dipakai:
L=2xMxS
dimana,
M : Rata-rata jumlah kendaraan yang berbelok kanan dalam satu menit.
Pada persimpangan tak bersinyal maupun brsinyal, panjang ruang simpan yang harus
disediakan paling sedikit adalah 20m jika volume kendaraan yang berbelok kanan untuk
perhitungan tersebut tidak ada. Lajur belok kanan yang lebih pendek dari yang diperlukan
akan menyebabkan kendaraan yang berbelok akan mengikuti lajur yang

paralel dan menghalangi lalu lintas yang menerus. Di daerah perkotaan, bagaimanapun,
dengan segala keterbatasan kadang-kadang memaksakan pengurangan panjang lajur belok
kanan. Lajur belok yang lebih pendek bahkan efektif sampai taraf tertentu, karena volume lalu
lintas tidak selalu tinggi. Selama hambatan lajur belok kanan diizinkan maka lajur tersebut
harus disediakan. Dalam hal ini, pengurangan panjang lajur harus disesuaikan dengan panjang
taper dengan memelihara panjangnya ruang simpan sepanjang mungkin. Bagaimanapun, jika
panjang lajur tersebut kurang dari separuh panjang yang direkomendasikan, maka lajur
tersebut harus ditiadakan.Taper biasanya dibentuk oleh Kurva S yang terdiri atas dua busur
lingkaran.
Ketika lajur belok kanan terhalangi oleh cembungan jalan, maka lajur tersebut perlu
diperpanjang untuk memberi waktu cukup bagi pengemudi untuk mengetahui kondisi lajur
pada saat pengemudi tersebut mulai menurunkan kecepatannya.
Untuk persimpangan yang baru, lalu lintas yang berbelok kanan harus diperkirakan dengan
memanfaatkan informasi dari proyek pengembagan lahan dan lokasi bangkitan fasilitas lalu
lintas sepanjang jalan yang berpotongan. Ketelitian dari penilaian tersebut tidak selalu
memuaskan dalam banyak kasus. Oleh karena itu, persimpangan baru harus diuji setelah
pembukaan dan desainnya harus diperbaiki sesuai dengan kondisi operasi nyata, seperti
panjangnya ruang simpan yang paling sulit untuk diramalkan, pada waktu konstruksi semula,
harus dipersiapkan untuk perbaikan di masa depan. Jika dua atau lebih lajur disediakan untuk
mengatasi lalu lintas berbelok kanan yang padat, panjangnya ruang simpan akan dipendekkan
kepada suatu jarak yang biasa dibagi banyaknya lajur.

4. Lajur belok-kiri
Jalur belok kanan digunakan untuk menghilangkan perlambatan kendaraan motor penggerak
kanan dari arus lalu lintas, dan juga untuk menyediakan jalur tambahan untuk penyimpanan
kendaraan bermotor penggerak kanan.
Jenis lajur belok kiri dan perlakuannya bergantung pada:
1. jenis dan volume lalu lintas yang berbelok.
2. pembatasan yang disebabkan oleh cakupan pengembangan.
3. kecepatan dimana belok kiri akan digunakan.
Faktor-faktor ini menentukan radius dari kerb dan lebar dari lajur belok kiri. Ada dua jenis
dari perlakuan untuk belok kiri, belok kiri sederhana dan belok kiri yang terpisah, ketentuan
seperti
1.2 DAFTAR PUSTAKA
Arahan Teknik (Jalan) dari Cawangan Jalan Ibu Pejabat J.K.R. Malaysia. 1987. A
Guide To The Design Of At-Grade Intersections. Malaysia tahun 1987.
Standar Disain Nasional. 2004. Rancangan Standar Nasional Indinesia No. RSNI T-
14 Tahun 2004 tentang Geometrik Jalan Perkotaan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai