Menurut UU No 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-
lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan dan/atau air,
serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. Ruas Jalan akan terhubung
satu dan lainnya membentuk syatem jaringan.
System jaringan Jalan akan bermanfaat secara optimal untuk menampung
pergerakan kendaraan orang maupun barang dari suatu tempat ketempat
lainnya, dari asal ke tujuan atau menurut kaidah ekonomi dari daerah
produsen ke daerah konsumen
1. Jalan Arteri, jalan yang melayani angkutan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara effisien.
2. Jalan kolektor, jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan local, jalan yang melayani angkutan setempat/local dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan
ciri jarak perjalanan dekat dan kecepatan rendah.
2. Sistem Jaringan
a. Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
b. Jalan Propinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan
strategis provinsi.
c. Jalan Kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten
d. Jalan Kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan
antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di
dalam kota.
e. Jalan Desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
4. Pengaturan Kelas Jalan
Jalan Umum berdasarkan UU No 22/2009 Tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan
Jalan Kelas I Jalan Kelas II Jalan Kelas III Jalan Kelas Khusus
yaitu jalan arteri dan yaitu jalan arteri, yaitu jalan arteri, yaitu Jalan Arteri yang
kolektor yang dapat kolektor, local dan kolektor, local dan dapat dilalui kendaraan
dilalui kendaraan lingkungan yang dapat lingkungan yang dapat bermotor dengan MST
bermotor dengan MST dilalui kendaraan dilalui kendaraan lebih dari 10 ton
kurang/sama dengan bermotor dengan MST bermotor dengan MST
10 ton. 8 Ton dengan lebar 8 Ton dengan lebar
kendaraan kurang dari kendaraan kurang dari
2500 mm. 2100 mm.
B. Bagian-bagian Jalan
Ragam jenis ukuran, dimensi, bentuk kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak
bermotor, untuk memudahkan melakukan desain geometrik jalan, maka perlu ditentukan
satu jenis kendaraan rencana yang kemudian akan mendasari desain geometrik jalan.
Ragam jenis ukuran, dimensi, bentuk kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak
bermotor, untuk memudahkan melakukan desain geometrik jalan, maka perlu ditentukan
satu jenis kendaraan rencana yang kemudian akan mendasari desain geometrik jalan.
2. Itelection process, yaitu waktu telaah rangsangan disertai dengan proses pemikiran
atau pembandingan dengan pengalaman
adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi sadar melihat adanya
halangan yang menyebabkan harus berhenti sampai pengemudi menginjak rem
(waktu PIEV). AASHTO merekomendasikan waktu tanggap adalah 2,5 detik.
20 20 16
30 35 27 35
40 50 40 50
50 65 55 65
60 85 75 85
70 105 105
80 130 120 130
90 160 160
100 185 175 185
110 220
120 250 250
130 285
b. Jarak Pandang Menyiap (Js)
Sehingga : Jm = d1 + d2 + d3 + d4
Gambar 3 Jarak Menyiap
Gambar 4 Panjang setiap komponen jarak pandang menyiap (sumber:
AASHTO 2004)
Tabel 4 Panjang Jarak Pandang Menyiap (Sumber: Bina Marga,
1997)
Vr 120 100 80 60 50 40 30 20
(Km/ Jam)
Js (m) 800 670 550 350 250 200 150 100
Catatan:
Jarak Pandang menyiap diperhitungkan berdasarkan:
1. Frekuensi pandangan jarak pandang menyiap
2. Jarak pandang pada malam hari
KRITERIA PERENCANAAN GEOMETRIK
Indikator Keberhasilan
A. Kendaraan Rencana
1. Pengertiannya adalah volume lalu lintas dalam satu jam yang dipakai sebagai dasar
perencanaan.
2. Merupakan gambaran Fluktuasi Jam-jaman dalam satu hari dengan variasi antara 0 –
100% LHR.
3. Volume Jam Rencana, tak boleh terlalu sering terjadi pada distribusi jam jaman selama satu
tahun.
4. Kelebihan volume lalu lintas per jam tidak boleh terlalu besar, dibatasi maksimum 15 %
LHR.
1. Volume Lalulintas Harian Rata-rata (LHR), yaitu volume total yang melintasi suatu titik
atau ruas jalan selama masa beberapa hari pengamatan dibagi dengan jumlah hari
pengamatan.
2. Volume Lalulintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) adalah jumlah lalulintas selama
satu tahun dibagi 365 hari.
3. Volume Lalu-lintas harian rencana (VLHR) yaitu prakiraan volume lalulintas harian
untuk masa yang akan dating pada bagian jalan tertentu. VLHR diperoleh berdasarkan
LHR atau LHRT saat ini yang diproyeksikan ke masa yang akan dating sesuai dengan
umur rencana dan faktor pertumbuhan lalu-lintas.
4. Volume Jam Rencana (VJR) yaitu prakiraan volume lalu-lintas per jam pada jam sibuk
tahun rencana, dinyatakan dalam satuan smp/jam, dihitung daari perkalian VLHR
dengan faktor K, sehingga VJR = VLHR x K. Faktor K ini dikenal dengan faktor Jam
Sibuk ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang nilainya disesuaikan dengan fungsi
jalan, volume lalu-lintas, dan kondisi lingkungan dimana jalan tersebut berada.
Berdasarkan AASHTO, 1990 jam sibuk ke 30 (dibagian tumit lengkung) mempunyi volume lalu
lintas per jam = 15 % LHR, yang berarti dalam satu tahun terdapat 30 jam yang besarnya
volume lalu lintas jauh lebih tinggi daripada tumit lengkung. Volume pada jam ke 30 sebesar 15
% LHR dipakai Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan 23 sebagai Volume Jam
perencanaan, yaitu volume yang digunakan untuk perencanaan teknik jalan.
C. Kapasitas Jalan
Kapasitas Jalan adalah arus lalulintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu penampang
bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam
Sesuai dengan Permen PU No 19/PRT/M/2011 nilai RVK ditentukan sesuai dengan fungsi jalan, yaitu :
1. RVK ≤ 0,85 untuk jalan arteri dan Jalan Kolektor.
2. RVK ≤ 0,90 untuk jalan lokal dan Jalan Lingkungan.
Kapasitas rencana
adalah kapasitas ideal dikalikan dengan faktor kondisi jalan yang dirncanakan (seperti terdapat dalam
manual kapasitas jalan Indonesia, MKJI 1997)
D. Tingkat Pelayanan Jalan
Pada saat desainer menetapkan kecepatan rencana sebagai dasar perencanaan, beberapa
hal perlu menjadi pertimbangan seperti :
1. Biaya Pembangunan Jalan.
2. Medan yang dilalui.
3. Fungsi jalan.
4. Perkiraan Arus lalu-Lintas.
5. Keselamatan Pengendara.
6. Biaya Operasi kendaraan sebagai faktor ekonomis. Dll
Tabel 6 Kecepatan rencana
Perbukitan 100 80
Pegunungan 80 80
Pemilihan Kecepatan rencana juga dipengaruhi oleh kondisi Medan terrain trase jalan,
seperti :
1. Kondisi Medan Datar.
Kondisi ini apabila kecepatan Truk relative hampir menyamai dengan kecepatan Mobil Penumpang.
F = m.a
F = (G. V²)/(g.R)
Dimana
F : Gaya Sentrifugal.
m : Masa Kendaraan.
a : Percepatan Sentrifugal
G : Berat Kendaraan.
g : Gaya Gravitasi.
V : Kecepatan Kendaraan.
R : Jari-jari tikungan.
A. Alinyemen Horizontal
Alinyemen horizontal adalah kumpulan titik-titik yang membentuk garis (lurus dan
lengkung) sebagai proyeksi sumbu atau as jalan pada bidang horizontal. Rencana
Alinyemen horizontal pada peta perencanaan juga dikenal sebagai Trase jalan.
Aspek-aspek penting pada
1. Pedoman umum perencanaan alinyemen horizontal
alinyemen horizontal mencakup :
a. Pada alinyemen horizontal yang rlatif lurus dan panjang jangan
mendadak terdapat lengkung yang tajam, karena akan
mengejutkan pengemudi. Pada kondisi keterpaksaan sebaiknya
didahului dengan lengkung yang lebih tumpul dengan
1. Gaya sentrifugal. dilengkapi dengan perambuan yang memadai.
b. Alinyemen horizontal sebaiknya dirancang mengikuti kondisi
2. Bentuk-bentuk busur peralihan. medan, sehingga akan mendukung lingkungan keselarasan
dengan alam, dan juga faktor keekonomian.
3. Bentuk-bentuk tikungan. c. Dihindari penggunaan Radius minimal agar memudahkan
4. Diagram Superelevasi. penyesuaian alinyemen dikemudian hari.
d. Pada lokasi timbunan agar dihindari desain lengkung
5. Pelebaran Perkerasan pada horizontal yang tajam.
e. Sedapat mungkin dihindari pembalikkan deain lengkung
tikungan. horizontal secara mendadak, karena akan mempersulit
manuver pengemudi dan penentuan kemiringan jalan. Perlu
6. Jarak pandang pada tikungan ada jarak Tangen yang cukup antara kedua lengkung
horizontal.
Gambar 9 Dua Lengkung horizonal berbalik dengan jarak tangent
memadai
2. Derajat Lengkung
a. Membuat gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat berubah secara
berangsur-angsur.
b. Tempat berubahnya kemiringan perkerasan untuk mengimbangi gaya
sentrifugal.
c. Tempat dimana dimulainya perubahan lebar perkerasan untuk mengakomodasi
radius putar kendaraan.
d. Memudahkan pengemudi agar tetap pada lajurnya saat menikung.
Gambar 13 Bentuk-bentuk alinyemen yang menggunakan lengkung peralihan
7. Landai relative dan panjang lengkung
peralihan
Landai relatif adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan elevasi tepi perkerasan sebelah luar
sepanjang lengkung peralihan.
Pada Tabel dibawah ditunjukkan Landai Relatif Maksimum yang ditetapkan oleh Bina Marga dan
AASHTO. Besarnya landai relative maksimum dipengaruhi oleh kecepatan dan tingkah laku
pengemudi.
Kelandaian Maksimum
Kecepatan Rencana
(Km/Jam)
Bina Marga (Luar Kota 1994) AASHTO 2004
20 1/50 1/125
30 1/75 1/133
40 1/100 1/143
50 1/115 1/154
60 1/125 1/167
70 1/182
80 1/150 1/200
90 1/213
100 1/227
110 1/244
120 1/263
130 1/286
Landai Relatif :
𝐿𝑟 ℎ𝑠 ℎ𝑒 𝑒 𝑒𝑛 + 𝑒
= = ℎ𝑠 = 𝐵 𝑎𝑡𝑎𝑢 ℎ𝑒 =
100 𝐿𝑠 𝐿𝑒 100 100 𝐵
Dengan:
Lr = landai relatif, %
Ls = panjang lengkung peralihan, m
Le = panjang lengkung pencapaian superelevasi, m
B = lebar lajur 1 arah untuk jalan 2 lajur 2 arah, m
e = superelevasi, %
en = kemiringan melintang normal, %
hs = perbedaan elevasi perkerasan sebelah luar sepanjang Ls, m
he = perbedaan elevasi perkerasan sebelah luar sepanjang Le, m
Dengan:
8. Bentuk Lengkung
Tc = jarak antara TC-PH (m)
Horizontal dan Diagram Ec = jarak PH ke busur lingkaran (m)
Super Elevasi Lc = panjang bususr lingkaran (m)
Rc = jari-jari lingkaran (m)
a. Lengkung busur lingkaran sederhana β = sudut perpotongan (derajat)
Lengkung horizontal berbentuk Spiral-Spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran sehingga titik SC
berimpit dengan titik CS. Jari-jari Rc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls yang dibutuhkan
lebih besar dari Ls yang dihaasilkan landai relative yang disyaratkan
1. Panjang tangent (Ts), criteria ini penting dipakai, terutama ketika tikungan meghadapi jembatan atau
tikungan lain. Karena keadaan di lapangan yang demikian, panjang tangent perlu ditetapkan dahulu
sesuai standard.
2. Panjang pergeseran atau offset (p), bila diperlukan untuk menyesuaikan kontur, misalnya guna
menghindari tebing yang terjal maka besarnya p ini ditetapkan sebagai patokan untuk mengatur hal
hal lain.
3. Jari-jari tikungan (R), criteria ini ditetapkan apabila diharapkan R bernilai bulat atau bila
superelevasi dibatasi dengan nilai tertentu.
4. Rmin yang digunakan berdasarkan persyaratan Bina marga 1997.
5. Proses desain tikungan merupakan proses yang berlangsung secara berulang, seperti ditunjukkan
pada gambar dibawah ini.
Vr 120 100 80 60 50 30 20
(Km/Jam)
Rmin (m) 600 370 210 110 80 30 15
10. Pelebaran perkerasan pada lengkung horizontal
Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian oleh perencana adalah :
a. Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada tempatnya.
b. Penambahan lebar lajur yang dipakai untuk kendaraan saat kendaraan melakukan gerakan melingkar.
Pelebaran perkerasan ditikungan harus memenuhi gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga
persyaratan proyeksi kendaraan tetap pada jalurnya.
c. Pelebaran di Tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana.
d. Pelebaran yang lebih kecil dari 0,6 m dpat diabaikan.
Pada gambar di atas terlihat:
Dimana :
AB = Garis Pandang.
M = Jarak daerah bebas samping ke sumbu lajur sebelah dalam, m Gambar 24 Daerah bebas samping pada
Ө = sudut pusat lengkung sepanjang Jh kondisi Jh < Lc
Jh = jarak pandang henti, m
Lc = panjang lengkung busur lingkaran
Ri = Radius sumbu lajur sebelah dalam, m
Gambaran nilai M untuk berbagai kecepatan
rencana berdasarkan jarak pandang seperti
pada gambar disamping ini.
Kelandaian Minimum jalan diperlukan untuk kepentingan Drainase Jalan (Surface Drain), agar supaya
secepatnya air hujan dapat mengalir kesaluran samping, sehingga tidak terjadi Genangan pada permukaan
Jalan.
Perencana perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Landai datar (0%) untuk jalan jalan tanpa kerb dan terletak diatas tanah
timbunan.
2. Landai 0,30 – 0,50 % untuk jalan yang menggunakan Kerb dan terletak diatas
tanah timbunan
b. Kelandaian maksimal
Kelandaian maksimal adalah kelandaian yang memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa
kehilangan kecepatan yang berarti.
Lmaks 10 10 9 8 5 4 3 3
pergunungan G ≥ 25%
Gambar 29 Kelandaian Maksimum
2. Panjang Kritis
Panjang Kritis adalah panjang landai maksimum yang harus ada untuk memepertahankan
kecepatan sehingga penurunan kecepatan kurang dari atau sama dengan 50 % dari kecepatan
rencana selama satu menit.
Tabel 14 Panjang landai kritis
Lengkung Vertikal Cembung, adalah lengkung dimana titik PPV berada diatas permukaan jalan.
Lengkung Vertikal Cembung dirancang berbentuk parabola, sedangkan panjang lengkung
ditentukan dengan memperhatikan hal hal sebagai berikut :
1. Jarak pandang
2. Drainase
3. Kenyamanan
b. Jarak Pandang Lebih panjang dari Panjang Lengkung dan berada diluar dan dalam
daerah lengkung (S>L).
Nilai K= L/A
Kecepatan rencana
Jarak pandang henti
Km/jam
Hitungan Pembulatan
20 20 0,6 1
30 35 1,9 2
40 50 3,8 4
50 65 6,4 7
60 85 11,0 11
70 105 16,8 17
80 130 25,7 26
90 160 38,9 39
100 185 52,0 52
110 220 73,6 74
120 250 95,0 95
130 285 123,4 124
2. Panjang lengkung vertikal berdasarkan kebutuhan drainase
Jika panjang lengkung vertikal cembung relative panjang dan datar maka akan menimbulkan masalah pada
drainase apabila disepanjang jalan dipasang Kerb, karena air disamping jalan tidak lancer mengalir
Dengan :
Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik PPV berada dibawah permukaan jalan. Panjang
Lengkung Vertikal Cekung mempertimbangkan beberapa hal :
Nilai K= L/A
Kecepatan rencana
Jarak pandang henti
Km/jam
Hitungan Pembulatan
20 20 2,1 3
30 35 5,1 6
40 50 8,5 9
50 65 12,2 13
60 85 17,3 18
70 105 22,2 23
80 130 29,4 30
90 160 37,6 38
100 185 44,6 45
110 220 54,4 55
120 250 62,8 63
130 285 72,7 73
Tabel 17 Panjang minimum lengkung vertikal (Bina Marga, 1997)
Dimana :
V = Kecepatan rencana, Km/jam
A = Perbedaan aljabar landai.
L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m
Persamaan :
𝐴𝑆 2
𝐿=
800𝐶 − 400 (ℎ1 + ℎ2 )
b. Jarak pandang bebas S > L
𝐿 = 2𝑆 − (800𝐶 − 1200)/𝐴
800𝐶 − 400 (ℎ1 + ℎ2 )
𝐿 = 2𝑆 −
𝐴
C. KOORDINASI ALINYEMEN HORIZONTAL DAN ALINYEMEN
VERTIKAL
Koordinasi antara alinyemen Vertikal dan Horisontal harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut ;
1. Alinyemen Horisontal berimpit dengan alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal lebih
panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal.
2. Hindari Tikungan tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau bagian atas
lengkung vertikal cembung.
3. Hindarkan Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang.
4. Hindarkan, dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal.
5. Hindarkan Tikungan tajam diantara bagian jalan yang lurus dan panjang.
1. Pada alinyemen horizontal yang lurus hindari jika ada lengkung vertikal cembung beriringan
dengan lengkung vertikal cekung seperti gambar dibawah ini.
2. Pada lengkung horizontal hindari jika terdapat dua lengkung vertikal cembung berdekatan
dengan jarak pemisah yang pendek.
Gambar 40 Lengkung vertikal cembung pendek dipisahkan dengan tangent vertikal yang pendek
3. Lengkung vertikal cembung atau cekung terletak tepat sama dengan lengkung horizontal
4. Lengkung horizontal berbalik arah dengan tangent yang pendek pada vertikal cembung, akan
mengurangi keselamatan pengguna jalan
Jalur lalu lintas (travelled way = carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan
yang diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur
(lane) kendaraan. Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus
diperuntukkan untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih
dalam satu arah.
Jalan Perkotaan : Jalan Luar Kota :
1. Jalan dua-lajur dua-arah (2/2 UD). 1. Jalan dua-lajur dua-arah tak terbagi
(2/2UD)
2. Jalan dua-lajur dua-arah (2/2 UD).
2. Jalan empat-lajur dua-arah
1. Tak-terbagi (tanpa median) (4/2 UD). 1. Tak terbagi ( tanpa median) ( 4/2 UD).
2. Terbagi (dengan median) (4/2 D). 2. Terbagi ( dgn Median) (4/2 D)
3. Jalan enam-lajur dua-arah terbagi
3. Jalan enam-laju dua-arah terbagi (6/2 D).
(6/2 D)
4. Jalan satu-arah (1-3/1).
B. LEBAR LAJUR LALU-LINTAS
Lebar lajur lalu lintas merupakan bagian yang paling menentukan lebar melintang jalan secara
keseluruhan. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan langsung di
lapangan karena :
1. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapat diikuti oleh lintasan kendaraan lain dengan
tepat.
2. Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan maksimum. Untuk keamanan dan
kenyamanan setiap pengemudi membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
3. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu lintas, karena kendaraan
selama bergerak akan mengalami gaya-gaya samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya
sentrifugal di tikungan, dan gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.
C. BAHU JALAN
Dilihat dari letaknya bahu terhadap arah 1. Fungsi jalan Jalan arteri direncanakan untuk
arus lalu lintas, maka bahu jalan dapat kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan
dibedakan atas : dengan jalan lokal
2. Volume lalu lintas.
1. Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/ 3. Kegiatan disekitar jalan
outer shoulder) 4. Ada atau tidaknya trotoar.
2. Bahu kanan/bahu dalam (rightlinner 5. Biaya yang tersedia
shoulder)
D. MEDIAN PEMISAH
Secara garis besar median berfungsi sebagai:
1. menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraannya
pada saat-saat darurat.
2. menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/ mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari
kendaraan yang berlawanan arah.
3. menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap pengemudi.
4. mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu lintas.
H. KEREB
kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, yang terutama dimaksudkan untuk
keperluan- keperluan drainase, mencegah keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan
tepi perkerasan.
I. PENGAMAN TEPI