Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDICITIS

OLEH :
DETALIA APRIANI
NIM : 2023207209041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2023/2024
1. Definisi

Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan


merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer
& Bare, 2013).
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu
atau umbai cacing (appendik). Usus buntu sebenarnya adalah sekum
(caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2010).

2. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagaifaktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong,
2010 dalam Hidayat, 2020).

3. Patofisiologi
Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat
atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dan fases), tumor,
atau benda asing. Proses imflamasi meninggkatkan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadrat kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya appendiks yang terimflamasi menjadi pus. Setelah dilihat penyebab
dari appediksitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh
apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam
kalsium, debris fekal) atau parasit (Katz, 2009 dalam Oktaviani, 2018).
Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan
peningkatan perkembangan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kogesif
dan penurunan pada perfusi pada dinding apendiks yang berkelanjutan pada
nekrosis dan imflamasi, maka permukaan eksudat terjadi pada permukaan
serosa apendiks (Santacroce, 2009 dalam Oktaviani, 2018). Dengan
selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan
tekanan intraluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa dinding
apendiks yang disebut dengan apendisitis mukosa, dengan manifestasi
ketidak nyamanan abdomen.
Sebenarnya tubuh manusia juga melakukan usaha pertahanan untuk
membatasi proses peradangan ini dengan cara menutupi apendiks dengan
omentum dan usus halus sehingga terbentuk massa periapendikular yang
secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks berlanjut dengan
kondisi apendiks akan meningkat risiko terjadinya perforasi dan
pembentukan massa periapendikular. perforasi dengan cairan inflamasi dan
bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon imflamasi
berbentuk periotenum atau terjadi pada peritonitis (Tzanakis, 2005 dalam
Oktaviani, 2018).
PATHWAY

Faktor predisposisi 2.Infeksi kuman dari kolon Idiopatik


1. Obstruksi Lumen : (E. Coli dan
a. Hiperplasia dari folikel limfoid Streptococuc).
b. Fekolit dalam lumen appendiks 3.Infeksi kuman.
c. Adanya benda asing (biji2an). 4.Jenis Kelamin
d. Striktura lumen 5.Bentuk dari appendiks

Tersumbat fekolit

atau benda asing


Inflamasi Apendiks

Edema

Meningkatnya tekanan intraluminal

Nyeri abdomen

APPENDISITIS

\ B1 (BREATH) B2 (BRAIN) B3 (BLOOD) B4 (BLADDER)

Kurang terpapar Kuman menetap di Anatomi ujung


informasi appendiks appendiks dekat
dengan ureter

Peradangan
(D.0080) Ansietas pada appendiks
Nyeri saat BAK

Mekanisme
kompensasi tubuh (D.0077) Nyeri
akut

11
Peningkatan leukosit
dan suhu tubh

(D.0130) Hipertermi

B5 (BOWEL) B6 (BONE)

Infeksi Pergerakan menurun


epigastrium akibat nyeri

(D.0077) Nyeri
Akut (D.0056)
Inflamasi dan
perforasi pada Intoleransi
apendiks aktifitas
(D.0142) Risiko
infeksi

Mual dan muntah

(D.0023)
Hipovolemia
Anorexia
Penurunan
motilitas usus dan
pembatasan
(D.0019) Defisit nutrisi (D.0012) Risiko masukan oral
Perdarahan

Peristaltik usus
Appendiktomi Efek anastesi pada hipoaktif / tidak
gastrointestinal terdengar

Terputusnya kontinuitas Saraf nyeri perifer


kulit dan jaringan terangsang (D.0021)
Disfungsi
motilitas
(D. 0129) Gangguan gastrointestinal
(D.0077) Nyeri
integritas kulit/ jaringan Akut

Port de entree kuman (D.0142) Risiko


infeksi

Gambar 2.1 WOC Appendisitis (Nurarif dan Hardhi, 2015)


4. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut Lippicott & Wilkins (2011). Nyeri
periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun setempat.
Pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara
lain : Rovsing’s sign, Psoas sign dan Jump sign.
a. Apendiksitis
1) Nyeri samar-samar
2) Terkadang terasa mual dan muntah
3) Anoreksia.
4) Disertai demam dengan suhu 37,5-38,5˚C
5) Diare
6) Konstipasi
7) Nilai leukosit meningkat dari rentang normal.
b. Apendiksitis perforasi
1) Nyeri yang dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan
bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri dirasakan
terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin memberat.
2) Mual dan muntah sampai keluar lender
3) Nafsu makan menurun
4) Konstipasi BAB
5) Tidak ada flaktus
6) Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal
apendisitis dan bising melemah jika sudah terjadi perforasi.
7) Demam dengan suhu 37,5-38,5˚C
8) Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada disekitar
appendiks menjadi sebuah tanda sonographik penting.
9) Respirasi retraktif.
10) Rasa perih yang semakin menjadi.
11) Spasma abdominal semakin parah.
12) Rasa perih yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi peritoneal).

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kasus appendisitis di antaranya sebagai berikut (Oktaviani, 2018) :
a. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar
antara 12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil
(shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis
klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada
pasien dengan appendicitis.
b. Pemeriksaan Urinalisis
Membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau
batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi
jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
c. Ultrasonografi Abdomen (USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85%
dan spesifitasnya lebih dari 90%.
d. CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas
dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%.

6. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.
Adapun jenis komplikasi menurut Sulekale (2016) adalah:
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi apabila appendisitisgangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat
dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun tertunda
(appendektomi interval).
b. Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
Polymorphonuclear (PMN).
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1) Pemberian obat-obatan.
Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat antijamurbila
dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati serta
mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu
pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami
klien.
2) Pembedahan.
Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang
terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam.

7. Penataksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada
appendisitis meliputi :
a. Sebelum operasi
Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilaksanakan.
b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi
adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks
(Sofiah, 2017).
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien
dibaringkan dalam posisi terlentang.
PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Nama Pengkaji :
Tanggal Pengkajian :
Ruang Pengkajian :
a. Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan
dengan pasien.
c. Pengkajian Pre Operasi
1) Riwayat Keperawatan
a) Keluhan utama
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit dengan keluhan
sakit perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan
BAB yang sedikit atau tidak sama sekali, kadang–kadang
mengalami diare dan juga konstipasi.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat pre op
operasi, merasakan nyeri pada kuadran kanan bawah.
c) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah
serat, juga bisa memakan yang pedas-pedas.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti
13
hipertensi, hepatitis , DM, TBC, dan asma.
2) Pola Kebiasaan
a) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, sakit perut kuadran kanan bawah, dipsnea pada saat
istirahat atau saat beraktifitas.
b) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites,
disaritmia, fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan
JVP, sianosis, pucat.
c) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit
paru.
d) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
e) Eliminasi : tidak ada penurunan volume urine, warna urine normal.
f) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
g) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang.
h) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada
kulit/dermatitis.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,
distress, sikap dan tingkah laku pasien.
b) Tanda-tanda vital :
Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal karena tubuh klien
merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah biasanya tinggi, nadi
takikardi dan pernafasan biasanya sesak ketika klien merasakan
nyeri.
c) Head to toe
1) Kepala : Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah
kalau penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian mata ada
yang mendapatkan mata klien seperti mata panda karena klien
tidak bisa tidur menahan sakit.
2) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
3) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
4) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
5) Muka; ekspresi, pucat
6) Leher: Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat
masalah pada klien yang menderita apedisitis.
7) Dada: Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah
atau gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya
biasanya sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultasi
bunyinya vesikuler.
8) Abdomen : Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian
region kanan bawah atau pada titik Mc Burney. Saat di lakukan
inspeksi. Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada klien dengan komlikasi perforasi.
Benjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa atau
abses periapedikular. Pada saat di palpasi biasnya abdomen
kanan bawah akan didapatkan peninggkatan respons nyeri.
Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat
disertai nyeri lepas.
9) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit,
edema, clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan
4) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium
b) Pemeriksaan Urinalisis
c) Ultrasonografi Abdomen (USG)
2. Diagnosa Keperawatan
a. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. (D.0142) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
c. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 (D.0077) Tujuan : Manajemen Nyeri (I.08238)
Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Observasi :
agen pencedera tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis keperawatan durasi, frekuensi, kualitas,
diharapkan intensitas nyeri
tingkat nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
(L.08066) 3. Identifikasi respons nyeri non
menurun dengan verbal
Kriteria hasil : 4. Identifikasi faktor yang
1. Pasien memperberat dan memperingan
mengatakan nyeri
nyeri Terapeutik :
berkurang 5. Berikan teknik nonfarmakologis
2. Pasien untuk mengurangi rasa nyeri (misal
menunjukkan terapi musik, kompres
ekspresi wajah hangat/dingin, terapi bermain)
tenang 6. Kontrol lingkungan yang
3. Pasien dapat memperberat rasa nyeri (mis, suhu
beristirahat ruangan, pencahayaan, kebisingan)
dengan 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
nyaman Edukasi :
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
10. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 (D.0142) Tujuan : Pencegahan Infeksi (I.14539)
Risiko infeksi b/d Setelah Observasi :
efek prosedur dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
invasif tindakan lokal dan sistemik
keperawatan Terapeutik :
diharapkan 1. Batasi jumlah pengunjung
tingkat infeksi 2. Berikan perawatan kulit pada
menurun area edema
(L.14137) 3. Cuci tangan sebelum dan
dengan sesudah kontak dengan pasien
Kriteria hasil : dan lingkungan pasien
1. Demam 4. Pertahankan teknik aseptic pada
menurun pasien berisiko tinggi
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Kemerahan 2. Ajarkan cara mencuci tangan
menurun dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
3. Nyeri 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
menurun luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
4. Bengkak nutrisi
menurun 6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
5. Kadar sel Kolaborasi :
darah putih 1. Kolaborasi pemberian imunisasi,
membaik jika perlu
3 (D.0056) Tujuan : Menejemen Energi (I.05178)
Intoleransi Setelah dilakukan Observasi :
aktivitas b/d tindakan 1. Identifikasi gangguan fungsi
kelemahan keperawatan tubuh yang mengakibatkan
diharapkan kelelahan
tolernsi aktivitas 2. Monitor kelelahan fisik dan
meningkat
emosional
(L.05047)
3. Monitor pola dan jam tidur
dengan
Kriteria hasil : 4. Monitor lokasi dan
1. Keluhan ketidaknyamanan selama
lelah menurun melakukan aktivitas
2. Frekuensi Terapeutik :
nadi membaik 1. Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (mis:
cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif


Apendiktomy et cause Appendisitis Acute.

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.

Burkitt, and R. (2007). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis,


& Management. (4th ed.). London: Elsevier Ltd.

Dewi, A. A. W. T. (2015). Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada


klien Operasi Appendisitis Akut di Instalasi Rawat Inap RS Baptis Batu
Jawa Timur.

Eylin. (2009). Karakteristik Klien dan Diagnosis Histologi Pada Kasus


Appendisitis Berdasarkan Data Registasi di Departemen Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran UI RSUP Cipto Mangunkusumo.

Haryono, Rudi. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.


Yogyakarta: Gosyen Publising.

Hidayat, Erwin. (2020). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Appendicitis Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Poltekkes
Kemenkes Samarinda.

Hidayatullah, R. M. R. (2014). Efektivitas Antibiotik yang Digunakan pada Pasca


Operasi Appendisitis Di RUMKITAL dr . Mintohardjo Jakarta Pusat.

Jong, S. & de. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Kiik, S. M. (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Pemulihan


Peristaltik Usus Pada Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar.

Mulya, R. E. (2015). Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Lamanya


Penyembuhan Luka Post Operasi Apendiktomi.

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi


Asuhan. Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogja: Mediaction
Publishing.

SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.


SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai