Makalah
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Fiqih Di
Madrasah
Dosen Pengampu:
Dr. Kartini, S.Pd., M.Pd.
Oleh Kelompok 7:
Fira Yuniar 2102010075
Mykaila 2102010102
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makala pembelajaran fiqih di madrasah
ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata, kami berharap
semoga makalah tentang Jual Beli ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................................. 9
B. Saran ........................................................................................................... 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari bermuamalah
antara satu dengan yang lainnya. Muamalah sesama manusia senantiasa
mengalami perkembangan dan perubahan sesuai kemajuan dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu aturan Allah yang terdapat dalam
Alquran tidak mungkin menjangkau seluruh segi pergaulan yang berubah
itu. Itulah sebabnya ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan hal ini hanya
bersifat prinsip dalam muamalat dan dalam bentuk umum yang mengatur
secara garis besar. Aturan yang lebih khusus datang dari nabi. Hubungan
manusia satu dengan manusia berkaitan dengan harta diatur agama Islam
salah satunya dalam jual beli. Jual beli yang di dalamnya terdapat aturan-
aturan yang seharusnya kita mengerti dan kita pahami. Jual beli seperti
apakah yang dibenarkan oleh syara‟ dan jual beli manakah yang tidak
diperbolehkan.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi, jual beli berasal dari Bahasa Arab yaitu اﻟﺒﯿﻊyang
artinya menjual mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
kata اﻟﺒﯿﻊdalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian
lawannya yaitu kata اﻟﺸﺮاءdengan demikian kata اﻟﺒﯿﻊberarti kata jual dan
sekaligus berarti kata “beli”.
Sedangkan definisi jual beli secara terminology, terdapat beberapa
definisi menurut para ulama fiqh, Hanafiyah mendefinisikan jual beli ialah
saling tukar harta dengan harta melalui cara tertentu atau tukar menukar
sesuatu yang diinginkan dengan sepadan melalui cara tertentu yang
bermanfaat.1
Sayid Sabiq mendefinisikan jual beli dengan arti „saling menukar
harta dengan harta atas dasar suka sama suka‟ sementara imam an nawawi
menjelaskan bahwa jual beli adalah saling menukar harta dengan harta
dalam bentuk pemindahan milik. defenisi ini tidak jauh berbeda dengan
apa yang didefinisikan oleh Abu Qudamah yaitu „saling menukar harta
dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan.2
Dalam Islam, pengertian jual beli adalah transaksi saling
menukarkan harta antara dua pihak yang disertai pemindahan kepemilikan
dan dilakukan atas dasar suka sama suka.3
Berdasarkan pengertian tersebut maka jual beli adalah tukar
menukar apa saja, baik antara barang dengan barang, barang dengan uang
atau uang dengan uang.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa jual beli
adalah proses tukar menukar antara dua orang terhadap barang bernilai
1
prilla kurnia Nigsih, Fiqh Muamalah (Depok: Rajawali Pers, 2021), hal 91.
2
Syaifullah Syaifullah, “ETIKA JUAL BELI DALAM ISLAM,” Hunafa: Jurnal Studia
Islamika 11, no. 2 (December 17, 2014): hal 373, https://doi.org/10.24239/jsi.v11i2.361.371-387.
3
Nigsih, Fiqh Muamalah, hal 92.
3
dengan sesuatu yang telah menjadi kesepakatan bersama dan yang telah
dibenarkan syara‟.
Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an, sunnah dan ijma‟,
yakni:
1. Al-Qur‟an Diantaranya:
۟
ِّ ٱَّللُ ٱلْبَ يْ َع َو َح َّرَم
ٱلربَ َٰوا َّ َح َّل
َ َوأ
Terjemahannya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”. (Qs. Al-Baqaran, 2: 275)
۟ ِ ََٰٓيَيُّها ٱلَّ ِذين ءامنُ ۟وا ََل ََتْ ُكلُٓو ۟ا أَم َٰولَ ُكم ب ي نَ ُكم بِٱلْب
ِ ٍ َٰط ِل إََِّلٓ أَن تَ ُكو َن ِ َٰتَرةً عن تَر
ۚ س ُك ْم
َ اض ّمن ُك ْم ۚ َوََل تَ ْقتُ لُٓوا أَن ُفَ َ َ َ َْ َ ْ ََ َ َ َ
4
Drs Harun M.H, Fiqh Muamalah (Muhammadiyah University Press, n.d.), hal 67.
5
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer (Jakarta: Rajawali Pers , 2016, n.d.), hal
25.
4
B. Rukun Dan Syarat Jual Beli
6
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012), hal 71.
5
1.) Orang yang mengucapkan ijab dan qabul telah baligh dan
berakal.
2.) Kabul sesuai denga ijab. Misalnya, penjual mengatakan: “saya
jual buah ini dengan harga sekian”, kemudian pembeli
menjawab “saya beli buah ini dengan harga sekian”
3.) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Artinya kedua
belah pihak saling bertatap muka dalam transaksi jual beli.
c. Syarat barang yang diperjual belikan (Ma‟qud „Alaih)
1.) Barang yang diperjual beliakan ada. Dan jika tenyata barang
yang diperjual beliakan tidak ada, maka harus ada kesanggupan
dari piahak penjual untuk mengadakan baarang tersebut.
2.) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia
3.) Hak milik sendiri atau milik orang lain denga kuasa atasnya.
4.) Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang
disepakati bersama ketiaka transaksi berlangsung.
d. Syarat nilai tukar ( harga barang)
1.) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas
jumlahnya.
2.) Boleh diserahkan pada waktu akad.
3.) Apabila jual beli yang dilakukan dengan saling
mempertukarkan (barter), maka barang yang dijadikan nilai
tukar, bukan barang yang haram.7
7
Abdul Rahman Ghazali, hal 72-76.
6
berlangsung. Hal ini lazim dilaksanakan pada masyarakat pada
umumnya.
b. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian, yaitu jual
beli salam (pesanan). Jual beli salam merupakan jual beli tidak
tunai, pada awalnya meminjamkan barang atau sesuatu denga
harga tertentu, maksudnya adalah perjanjian tehadap penyerahan
barang-barang yang ditangguhkan sampai masa-masa tertentu,
sebagai imbarang harga yang diputuskan ketika akad.
c. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak bisa dilihat, merupakan
jual beli yang dilarang oleh islam. Hal ini disebabkan karena
barang yang diperjual belikan tidak pasti, sehingga barang tersebut
dikhawatirkan diperoleh dari curian atau barang titipan yang akan
mengakibatkan munculnya kerugian antara pihak.
2. Ditinjau dari segi obyek jual beli, ada empat macam:
a. Ba‟I al-muqayyadah, merupakan jual beli barang dengan barang
atau biasa disebut dengan barter. Misalnya, menjual beras dengan
kambing.
b. Ba‟I al-mutlaq, merupakan jual beli barang dengan barang lain
secara tangguh atau menjual barang dengan tsaman (alat
pembayaran) secara mutlak. Misalnya, dirham, rupiah maupun
dollar.
c. Ba‟I al-sharf, merupakan menjual belikan tsaman (alat
pembayaran) dengan tsaman lainnya. Misalnya, rupiah, dolar atau
alat-alat pembayaran lainnya yang berlaku secara umum.
d. Ba‟I as-salam, merupakan menjual barang yang penyerahannya
ditunda dengan pembayaran modal terlebih dahulu.
3. Ditinjau dari segi pelaku akad jual beli, ada tiga macam, yaitu:
a. Akad jual beli yang dilaksanakan dengan lisan, merupakan akad
yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang, bagi orang bisu dapat
diganti dengan isyarat atau menampakkan kehendak, dan yang
dipandang dalam akad adalah maksud atau kehendak.
7
b. Penyampaian akad jual beli melewati utusan, peranta, tulisan atau
surat-menyurat, jual seperti ini sama dengan ijab Kabul dengan
ucapan. Dalam pemahaman sebagian ulama, pelaksaannya hampir
sama dengan pelaksanaan jual beli salam, tetapi jual beli salam
penjual dan pembeli saling berhadapan dalam satu majelis akad.
Sedangkan dalam jual beli via pos dan giro, penjual dan pembeli
tidak berada dalam satu majelis akad.
c. Jual beli dengan tindakan (saling memberikan) atau bisa disebut
mu‟athah, merupakan mengambil dan menyerahkan tanpa ijab dan
qabul. Jual beli dengan demikian dilaksanakan tanpa ijab dan
qabul. Berdasarkan pendapat dari Ulama Syafi‟iyah hal ini
dilarang. Tetapi dari ulama lainnya seperti Imam Nawawi
berpendapat bahwa membolehkan jual beli dengan cara seperti ini.8
8
khmad Farroh Hasan, Fiqih Muamalah Dari Klasik Hingga Kontemporer (Malang:
UIN-Maliki Malang Press, 2018), hal 37.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli adalah proses tukar menukar antara dua orang terhadap
barang bernilai dengan sesuatu yang telah menjadi kesepakatan bersama
dan yang telah dibenarkan syara‟.
Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an, sunnah dan ijma‟, yakni:
Qs. Al-Baqarah:275 dan Qs. An-Nisa:29. Di dalam hadits Rasulullah SAW
bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka”
(HR. Al- Baihaqi dan Ibnu Majah). Dan ijma‟ ulama dari berbagai
kalangan mazhab telah bersepakat akan disyariatkannya dan dihalalkannya
jual beli.
Rukun jual beli yaitu: Adanya orang yang berakad al-muta’aqidain
(penjual dan pembeli), adanya shighat (lafal ijab dan qabul), adanya
barang yang di beli. dan adanya nilai tukar pengganti barang. Adapun
syarat jual beli yaitu: Orang yang mengucapkan ijab dan qabul telah baligh
dan berakal, Barang yang diperjual belikan ada, Harga yang disepakati
kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
Macam-macam jual beli, ditinjau dari sisi benda yang dijadikan objek
jual beli, ada tiga macam yaitu: Jual beli benda yang terlihat, Jual beli
yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian, Jual beli benda yang tidak
ada serta tidak bisa dilihat. Ditinjau dari segi obyek jual beli, ada empat
macam: Ba‟I al-muqayyadah, Ba‟I al-mutlaq, Ba‟I al-sharf, Ba‟I as-
salam. Ditinjau dari segi pelaku akad jual beli, ada tiga macam, yaitu:
Akad jual beli yang dilaksanakan dengan lisan, Penyampaian akad jual
beli melewati utusan, Jual beli dengan tindakan (saling memberikan) atau
bisa disebut mu‟athah.
9
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Ghazali. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012.
Imam Mustofa. Fiqh Muamalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers 2016, n.d.
https://doi.org/10.24239/jsi.v11i2.361.371-387.
11