Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK III

MODUL NYERI DADA

KELOMPOK III
Tutor : dr. Lani Suryani
1) Evelyne R. N. Kamal (K1A120007)
2) Hidrawati Gonta (K1A120008)
3) Indi Netanya Abdi (K1A120009)
4) Kadek Ayu Dwi W. (K1A120010)
5) Khalishah Azzahra (K1A120011)
6) Kharisma Fadhillah (K1A120012)
7) Latifah Az-Zahra Hadini (K1A120013)
8) Muhammad Aidhil Akbar (K1A120014)
9) Muhammad Dzakwan Hamud (K1A120015)
10) Muhammad Farhan Ilmi (K1A120016)
11) Muhammad Hasan Zas M. (K1A120017)
12) Muhammad Yogiarto A. (K1A120018)
13) Reska Marsha Wardani (K1A120020)
14) Rohmi Yuli Sabih (K1A120022)
15) Wa Fridy Rainy Meisah (K1A120026)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUTORIAL

Judul Laporan : Laporan Tutorial Modul Nyeri Dada


Disusun oleh :
1) Evelyne R. N. Kamal (K1A120007)
2) Hidrawati Gonta (K1A120008)
3) Indi Netanya Abdi (K1A120009)
4) Kadek Ayu Dwi W. (K1A120010)
5) Khalishah Azzahra (K1A120011)
6) Kharisma Fadhillah (K1A120012)
7) Latifah Az-Zahra Hadini (K1A120013)
8) Muhammad Aidhil Akbar (K1A120014)
9) Muhammad Dzakwan Hamud (K1A120015)
10) Muhammad Farhan Ilmi (K1A120016)
11) Muhammad Hasan Zas M. (K1A120017)
12) Muhammad Yogiarto A. (K1A120018)
13) Reska Marsha Wardani (K1A120020)
14) Rohmi Yuli Sabih (K1A120022)
15) Wa Fridy Rainy Meisah (K1A120026)

Mata Kuliah : Kardiovaskuler


Program Studi : Kedokteran

Kendari, xx November 2021


Menyetujui, Tutor,

dr. Lani Suryani

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Nyeri
Dada Skenario 1 Blok Kardiovaskuler.
Tak lupa kami ucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah ikut
berpartisipasi dalam membantu penyusunan laporan ini, utamanya kepada dr.
Lani Suryani, yang telah meluangkan waktunya mengarahkan dan membimbing
kami dalam melaksanakan tutorial.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan laporan selanjutnya. Akhir kata semoga laporan ini dapat
memberi manfaat kepada kita semua.

Kendari, x x November 2021

Tim Penyusun

3
DAFTAR ISI

Sampul ......................................................................................................... 1

Lembar Pengesahan Laporan Tutorial ...................................................... 2

Kata Pengantar ............................................................................................ 3

Daftar Isi....................................................................................................... 4

I. Skenario................................................ Error! Bookmark not defined.

II. Kata Sulit.............................................. Error! Bookmark not defined.

III. Kata Kunci ............................................................................................. 6

IV. Pertanyaan .............................................................................................. 6

V. Jawaban .................................................................................................. 7

Tabel DD dan DS ....................................................................................... 19

Daftar Pustaka ............................................................................................ 31

4
I. SKENARIO

Seorang laki-laki umur 55 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri dada. Dia
mengeluh 6 bulan terakhir mengalami nyeri dada substernal bersifat intermittent dan
menjalar ke lengan kiri. Nyeri pertama kali terjadi ketika melakukan kegiatan dan
menurun ketika istirahat. Dia menyangkal mengalami napas yang pendek, mual,
muntah atau diaforesis. Dia memiliki riwayat penyakit hipertensi dan dislipidemia.
Pada riwayat keluarga diperoleh keterangan bahwa bapaknya meninggal karena
infark miokard pada usia 56 tahun. Dia menghabiskan 50 bungkus rokok per tahun.
Pada pemeriksaan fisis diperoleh tekanan darah 145/95 mmHg, nadi 75 kali permenit
dan lainnya dalam batas normal.

I. KATA SULIT

1. Substernal
Substernal ialah terletak di bawah sternum.
2. Intermittent
Berselang ; berhenti atau berhenti untuk sementara waktu; bergantian
berhenti dan mulai lagi.
3. Diaforesis
Keringat berlebihan yang tidak wajar
4. Dislipidemia
Suatu keadaan di mana terjadi gangguan metabolisme lemak yang ditandai
dengan peningkatan kolesterol, peningkatan trigliserida, peningkatan LDL (Low
Density Lipoprotein) dan penurunan HDL (High Density Lipoprotein).
5. Infark miokard
Suatu gangguan pada jantung yang ditandai dengan terbentuknya daerah
nekrosis iskemik terbatas pada miokardium jantung.

5
II. KATA/KALIMAT KUNCI

1. Laki-laki umur 55 tahun

2. Nyeri dada substernal 6 bulan terakhir bersifat intermitten dan menjalar ke lengan
kiri

3. Nyeri ketika melakukan kegiatan dan menurun ketika istirahat

4. Menyangkal mengalami nafas pendek, mual, muntah atau diaforesis

5. Menghabiskan 50 bungkus rokok per tahun

6. Riwayat hipertensi dan dislipidemia

7. Ayahnya meninggal karena infark miokard pada usia 55 tahun

III. PERTANYAAN

1. Jelaskan anatomi jantung khususnya vaskularisasi dan innervasi jantung!

2. Jelaskan perbedaan nyeri dada tipikal dan nyeri dada atipikal!

3. Bagaimana perbedaan keluhan nyeri dada yang dijumpai pada penyakit


kardiovaskular dan penyakit non-kardiovaskular?

4. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri dada substernal karena penyakit


kardiovaskular dan sifatnya yang intermitten menjalar ke kiri?

5. Mengapa rasa nyeri timbul saat aktivitas dan hilang pada saat istirahat?

6. Bagaimana hubungan riwayat hipertensi, dislipidemia, rokok dengan gejala yang


dialami pasien?

7. Bagaimana hubungan riwayat keluarga dari ayahnya dengan gejala yang dialami
pasien?

8. Jelaskan mengenai DD dan DS terkait skenario!

9. Jelaskan langkah-langkah diagnosis terkait skenario!

10. Bagaimana penatalaksanaan terhadap skenario?

6
11. Bagaimana prognosis dari diagnosis pada skenario?

IV. JAWABAN

1. Anatomi jantung khususnya vaskularisasi dan innervasi jantung.

a. Vaskularisasi Jantung

1) Arteri

Perdarahan otot jantung yang berasal aorta melalui dua


pembuluh coroner utama, yaitu a. coronaria dextra dan a.
coronaria sinistra. Kedua arteri ini keluar dari sinus valsava
aorta. A. coronaria sinistra berjalan di belakang a. pulmonal
sebagai a. coronaria sinistra utama sepanjang 1-2 cm. arteri ini
bercabang menjadi a. circumflexi dan a. descendens anterior
sinistra. A. circumflexi sinistra berjalan pada sulcus
atrioventrikuler mengelilingi posterior jantung, sedangkan LAD
berjalan pada sulcus interventrikuler sampai ke apeks. Kedua
pembuluh darah ini bercabang-cabang mendarahi daerah antara
kedua sulkus tersebut. Setelah keluar dari sinus valsava aorta, a.
coronaria dextra (RCA) berjalan dalam sulcus atrioventrikuler ke
kanan bawah mencapai kruks. Cabang pertama adalah a. atrium
anterior dextra untuk mendarahi nodus sinoatrial (SA Node),
cabang lain adalah a. coronaria descenden posterior yang akan
mendarahi nodus atrioventrikuler (AV Node).

2) Vena

Aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui


vena korner yang berjalan berdampingan dengan a.coronaria,
akan masuk kedalam atrium kanan melalui sinus koronariaus.
Selain itu terdapat juga vena-vena kecil yang di sebut vena
tebesii, yang bermuara langsung kedalam atrium kanan.

7
3) Innervasi

Jantung di persarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf


simpatis dan parasimpatis. Serabut-serabut saraf simpatis
mempersarafi daerah atrium dan ventrikel termasuk a. coronaria.
Saraf parasimpatis terutama memberikan persarafan pada nodus
sinoatrial, atrioventrikular dan serabut-serabut otot atrium, dapat
pula menyebar kedalam ventrikel kiri. Persarafan simpatis eferen
preganglionic berasal dari medulla spinalis torakal atas, yaitu
torakal 3-6, sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus
kardialis kemudian berakhir pada ganglion servikalis superior,
medial atau inverior. Serabut-serabut post-ganlion akan menjadi
saraf kardialis untuk masuk kedalam jantung. Persarafan
parasimpatis berpusat dari pusat nervus vagus di medulla
oblongata, serabut-serabutnya akan bergabung dengan
serabutsimpatis di dalam pleksus kardialis. Rangsangan simpatis
akan di antar oleh noreepinefrin, sedangkan rangsangan saraf
parasimpatis akan di hantarkan oleh asetilkolin.

8
2. Perbedaan nyeri dada tipikal dan nyeri dada atipikal.
- Nyeri dada tipikal
Nyeri dada tipikal merupakan nyeri dada berupa rasa tercekik atau
tertekan yang timbul saat berkegiatan dan dapat menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten atau beberapa menit atau persisten (>20 menit).
Keluhan nyeri dada tipikal sering disertai dengan keluhan penyerta seperti
diaphoresis, mual atau muntah. Nyeri ini dapat di diagnosis pasti dengan tanpa
khas pada penyakit jantung.
- Nyeri dada atipikal
Nyeri dada atipikal merupakan nyeri dada yang timbul secara tiba-tiba dan
tidak ada hubungannya dengan istirahat. Sedangkan nyeri pada atipikal adalah
rasa nyeri dada yang tak khas dimana masih diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk memastikan bahwa nyeri ini barasal dari suatu gejala yang khas
pada penyakit selain jantung.

3. Perbedaan keluhan nyeri dada yang dijumpai pada penyakit kardiovaskular


dan penyakit non-kardiovaskular.
Nyeri dada yang berkaitan dengan penyakit paru biasanya disebabkan oleh
terserangnya dinding dada atau pleura parietal. Serabut saraf banyak terdapat di
daerah ini. Nyeri pleura adalah gejala umum peradangan pleura parietal. Nyeri in
digambarkan sebagai nyeri tajam, seperti ditusuk-tusuk, yang biasanya terasa
pada waktu inspirasi. Nyeri ini mungkin terlokalisasi pada salah satu sisi tubuh,
dan pasiennya mungkin melakukan splinting (membuat otot-otot menjadi kaku
untuk menghindari nyeri. Dilatasi akut arteri pulmonalis utama dapat pula
menimbulkan sensasi tekanan tumpul, seringkali tidak dapat dibedakan dengan
angina pectoris. Ini disebabkan oleh ujung sarat yang berespon terhadap
peregangan arteri pulmonalis utama. Nyeri dada mungkin merupakan gejala
penyakit jantung paling penting. Tetapi ia tidak patognomonik untuk penyakit
jantung.

9
Telah diketahui bahwa nyeri dada dapat disebabkan oleh gangguan paru-paru,
usus, kandung empedu, dan musculoskeletal. Berikut adalah ciri-ciri nyeri dada
pada angina dan non-angina.
KARAKTERISTIK ANGINA BUKAN ANGINA

Lokasi Retrosternal, difus Bawah mammae kiri,


setempat

Penyebaran Lengan kiri, rahang, Lengan kanan


punggung
Deskripsi nyeri Nyeri terus-menerus, tajam, Tajam, seperti ditusuk-
tertekan, seperti diperas, tusuk, seperti disayat-sayat
seperti dipijit
Intensitas Ringan sampai berat Menyiksa

Lamanya Bermenit-menit Beberapa detik, berjam-jam,


berhari-hari

Dicetuskan oleh Usaha fisik, emosi, makan, Pernapasan, sikap tubuh,


dingin gerakan

Dihilangkan oleh Istirahat, nitrogliserin Apa saja

4. Mekanisme terjadinya nyeri dada substernal karena penyakit


kardiovaskular dan sifatnya yang intermitten menjalar ke kiri.
Ada 2 mekanisme yang dapat menyebabkan nyeri dada, yaitu

Penyempitan
Arterosclerosis Ruptur Plak Trombus
Pembuluh Darah

Iskemik

10
Gangguan Penyempitan
Vasokontriksi Trombus
Hemodinamik Pembuluh Darah

Suplai Oksigen Mekanisme Penumpukan Menekan


Menurun Anaerob Asam Laktat Reseptor Nyeri

Nyeri Dada

Proses terjadinya nyeri dada yaitu karena terjadinya iskemia jaringan pada
jantung yang akan mengubah jalur transportasi energi yang tadinya aerob menjadi
anaerob yang akan menghasilkan banyak asam laktat. Sifat asam laktat ini yang
kemudian merangsang nosiseptor-nosiseptor yang ada pada jantung yang akan
menimbulkan sensasi nyeri.
Nyeri dada bersifat intermitten berarti nyeri dada yang ditandai dengan
periode aktif dan tidak aktif secara berselang-seling. Hal itu disebabkan karena
nyeri dada hanya muncul pada saat beraktivitas dan berkurang saat beristirahat.
Hal tersebut memberi kesan bahwa nyeri dada tersebut muncul tidak secara terus-
menerus tetapi secara intermitten.
Nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri berkaitan dengan masukan
sensoris, setiap daerah spesifik di tubuh yang dipersarafi oleh saraf spinalis
tertentu yang disebut dermatom. Saraf spinalis ini juga membawa serat-serat
yang bercabang untu mempersarafi organ-organ dalam, kadang-kadang nyeri
yang berasal dari organ tersebut dialihkan ke dermatom yang dipersarafi oleh
saraf spinalis yang sama. Nyeri yang seperti ini disebut nyeri alih. Nyeri yang
berasal dari jantung mungkin terasa berasal dari lengan dan bahu kiri yang
mekanismenya belum diketahui secara pasti. Diperkirakan masukan yang berasal
dari jantung sama-sama menggunakan suatu jalur yang sama ke otak dengan
masukan dari ekstremitas atas kiri.

11
Pusat persepsi yang lebih tinggi, karena lebih terbiasa menerima masukan
sensorik dari lengan kiri dari pada jantung, mungkin menginterpretasikan
masukan dari jantung berasal dari lengan kiri.

5. Rasa nyeri timbul saat aktivitas dan hilang pada saat istirahat.
Secara umum, nyeri dada disebabkan oleh timbulnya iskemia miokard
karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang
karena terjadi penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria).
Penyempitan terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme pembuluh koroner
atau kombinasi dari keduanya. Pada mulanya suplai darah tersebut walaupuin
berkurang masih cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat,
tetapi tidak cukup bila kebutuhhan oksigen miokard meningkatseperti pada waktu
pasien melakuikan aktivitas fisis yang cukup berat. Oleh karena itu, nyeri dada
pada pasien tersebut timbul pada waktu pasien melakukan aktivitas.

Saat aktivitas,
oksigen yang
Kerusakan endotel Kekurangan oksigen
dibutuhkan tidak
terpenuhi

terjadi glikolisis
anaerob →
Ateroskeosis iskemik
penumpukan asam
laktat

Penyumbatan pada ketidakseimbangan antara


lumen pembuluh kebutuhan oksigen Nyeri angina
darah miokardium dan aliran darah

12
6. Hubungan riwayat hipertensi, dislipidemia, rokok dengan gejala yang
dialami pasien.
a. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi secara kronis menimbulkan gaya regang atau
potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. Gaya regang
terutama timbul di tempat-tempat arteri bercabang atau membelok: khas untuk
arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum. Dengan robeknya lapisan
endotel, timbul kerusakan berulang sehingga terjadi siklus peradangan,
penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan. Setiap
trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga menjadi embolus di
bagian hilir.
Peningkatan tekanan darah sistemik pada hipertensi menimbulkan
peningkatan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga
beban kerja jantung bertambah, akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri
untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kemampuan ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi dapat
terlampaui; kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai pembuluh
koroner menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan
jaringan, dan menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen
memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik menjadi
metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik lewat lintasan glikolitik jauh
lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerobik melalui
fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs.
Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir
metabolisme anaerob, yaitu asam laktat, akan tertimbun sehingga menurunkan
pH sel. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta
asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi
daerah miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek,
dan daya serta kecepatannya berkurang.

13
Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi
abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel
berkontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung
mengubah hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran
segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks kompensasi
sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi
curah jantung dengan berkurangnya curah sekuncup (jumlah darah yang
dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan
ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya, tekanan
jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan
baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Peningkatan tekanan diperbesar
oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang
kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume
ventrikel tertentu.
Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah
peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri.
Jelas bahwa, pola ini merupakan respon kompensasi simpatis terhadap
berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri sering terjadi
perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah
merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau
merupakan suatu respon vagus. Iskemia miokardium secara khas disertai oleh
dua perubahan elektrokardiogram akibat perubahan elektrofisiologi selular,
yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Elevasi segmen ST
dikaitkan dengan sejenis angina yang dikenal dengan nama angina
Prinzmetal.
Serangan iskemi biasanya mereda dalam beberapa menit apabila
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki.
Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik dan elektrokardiografik yang
terjadi semuanya bersifat reversibel.
Penyebab infark miokardium adalah terlepasnya plak arteriosklerosis dari
salah satu arteri koroner dan kemudian tersangkut di bagian hilir sehingga

14
menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh
pembuluh tersebut. Aterosklerosis adalah suatu keadaan arteri besar dan kecil
yang ditandai oleh endapan lemak, trombosit, makrofag dan leukosit di
seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunikamedia.
Telah diketahui bahwa aterosklerosis bukanlah suatu proses
berkesinambungan, melainkan suatu penyakit dengan fase stabil dan fase tidak
stabil yang silih berganti. Perubahan gejala klinik yang tiba-tiba dan tak
terduga agaknya berkaitandengan ruptur plak, meskipun ruptur tidak selalu
diikuti gejala klinik. Seringkali ruptur segera pulih; agaknya dengan cara
inilah proses plak berlangsung.
Sekarang aterosklerosis tak lagi dianggap merupakan proses penuaan saja.
Timbulnya "bercak-bercak lemak" di dinding arteria koronaria merupakan
fenomena alamiah bahkan sejak masa kanak-kanak dan tidak selalu harus
menjadi lesi aterosklerotik; terdapat banyak faktor saling berkaitan yang dapat
mempercepat proses aterogenik. Telah dikenal beberapa faktor yang
meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu.
Infark miokardium juga dapat terjadi jika lesi trombotik yang melekat di
arteri menjadi cukup besar untuk menyumbat total aliran ke bagian hilir, atau
jika suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan
oksigen tidak dapat terpenuhi.
b. Dislipidemia
Kadar kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi, peningkatan LDL dan
penurunan HDL (Dislipidemia) dapat menyebabkan pembentukan
arteriosklerosis. Pada pengidap arteriosklerosis, pengendapan lemak
ditemukan di seluruh kedalaman tunika intima, meluas ke tunika media.
Kolesterol dan trigliserid di dalam darah terbungkus di dalam protein
pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein berdensitas tinggi
(high-density lipoprotein, HDL ) membawa lemak ke luar sel untuk diuraikan,
dan diketahui bersifat protektif melawan arteriosklerosis. Namun, lipoprotein
berdensitas rendah (low density lipoprotein,LDL) dan lipoprotein berdensitas
sangat rendah (very-low-density lipoprotein,VLDL) membawa lemak ke sel

15
tubuh, termasuk sel endotel arteri, oksidasi kolesterol dan trigliserid
menyebabkan pembentukan radikal bebas yang diketahui merusak sel-sel
endotel.
c. Rokok
Daun tembakau adalah elemen utama untuk membuat rokok. Nikotin
(C10H14N2) merupakan senyawa organik alkaloid yang terkandung dalam
tembakau, terdiri dari Karbon, Hidrogen, Nitrogen dan terkadang juga
Oksigen. Senyawa kimia alkaloid ini memiliki efek kuat dan bersifat stimulan
terhadap tubuh manusia. Merokok, atau proses inhalasi, adalah cara yang
paling umum dan tercepat bagi Nikotin untuk terserap dalam darah karena
paru-paru mengandung banyak alveolus yang mempermudah pertukaran gas
antar kompartemen dengan pembuluh darah. Setelah berada dalam system
peredaran darah, Nikotin dengan cepat akan sampai ke otak. Dibutuhkan 5-15
detik setelah setelah hisapan pertama bagi Nikotin untuk bereaksi dalam
tubuh. Dalam satu kali merokok, kira-kira 0,031 mg Nikotin yang akan
tertinggal dalam tubuh manusia.
Saat seseorang menghisap sebatang rokok, nikotin akan diserap dalam
tubuh (darah), diringi dengan pelepasan adrenalin dan penghambatan hormon
insulin. Adrenalin lebih dikenal sebagai hormon "Fight or Flight", efeknya
dapat berupa detak jantung yang sangat cepat, meningkatnya tekanan darah,
dan tarikan nafas yang berat dan cepat.
Saat Adrenalin dilepas, tubuh akan melepaskan cadangan glukosa ke
dalam darah. Kemudian, insulin akan memerintahkan sel tubuh untuk
menyerap kelebihan glukosa dalam darah. Dalam jangka panjang, nikotin
dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, mengakibatkan perokok,
walaupun sudah lama berhenti merokok, sangat rentan terhadap serangan
jantung dan stroke. Ini sebagai akibat dari rusaknya pembuluh arteri dalam
darah, yang mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh.
Di dalam otak, sebagai respon terhadap Nikotin, otak akan memerintahkan
tubuh untuk membuat zat endorfin lebih banyak lagi. Endorfin adalah
senyawa protein yang berfungsi sebagai analgesik alami. Struktur kimia

16
endorfin tidak jauh berbeda dengan analgesik kelas atas seperti morfin,
endorfin dapat membuat seseorang merasa relaks dan euphoria.
Gas karbon monoksida (CO) dalam asap rokok akan masuk dalam sistem
peredaran darah akan menggantikan posisi oksigen dalam berikatan dengan
hemoglobin (Hb) dalam darah. Gas CO akhirnya masuk ke dalam jantung,
otak dan organ vital lainnya. Gas ini sifatnya sangat beracun bagi tubuh
manusia, sehingga akibatnya fatal. Ikatan CO dan Hb dalam darah akan
membentuk karboksi hemoglobin menyebabkan oksigen akan kalah bersaing
dengan karbon monoksida sehingga kadar oksigen dalam darah manusia akan
menurun drastis. oksigen diperlukan dalam proses metabolisme tubuh sel,
jaringan dan organ dalam tubuh manusia. Dengan keberadaan CO di dalam
darah, maka akan menghambat metabolisme tubuh manusia. Karbon
monoksida juga memiliki efek toksik yang dapat merusak lapisan pembuluh
darah.

7. Hubungan riwayat keluarga dari ayahnya dengan gejala yang dialami


pasien.
Faktor risiko yang mempengaruhi perkembangan penyakit jantung
koroner:
a. Faktor risiko mayor: usia, jenis kelamin, hipertensi, DM, dislipidemia
(kolestrol tinggi), merokok, riwayat keluarga dengan penyakit jantung
iskemia.
Faktor familial dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam
patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan
penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.
Penyakit jantung koroner kadang-kadang bisa merupakan manifestasi
kelainan gen tunggal spesifik yang berhubungan dengan mekanisme
terjadinya aterosklerotik. PJK cenderung terjadi pada subyek yang
orangtuannya telah menderita PJK dini. Bila kedua orang tuanya
menderita PJK pada usia muda, maka anaknya mempunyai resiko

17
tinggi bagi berkembangnya PJK daripada bila seorang atau tidak ada
yang menderita PJK (Manning, 1994).
Kromosom 9p21.3 merupakan lokalisasi dari genetik yang
berkaitan kuat dengan penyakit arteri koroner dan infark miokard.
Regio pada kromosom tersebut mengkode molekul yang terlibat dalam
regulasi siklus sel dan berpartisipasi dalam TGF-β inhibitory pathways
yaitu dua cyclin-dependent kinase inhibitors. Lokus pada kromosom
6q25.1 juga terkait dengan penyakit arteri koroner. (Lily, 2011)
The Reykjavik Cohort Study menemukan bahwa pria dengan
riwayat keluarga menderita PJK mempunyai risiko 1,75 kali lebih
besar untuk menderita PJK.
b. Faktor resiko minor: obesitas (over eating, overweight), kurang
aktivitas, pribadi tipe pekerja keras, diet tinggi kolesterol.

18
8. DD dan DS terkait skenario.
Tabel DD dan DS
Kata/Kalimat Kunci Angina Pektoris Perikarditis Akut Infark Miokard
Stabil Akut
Laki-laki, 55 tahun. + + +
Nyeri dada substernal sejak 6 + + +
bulan terakhir.
Nyeri bersifat intermittent. + + -
Nyeri menjalar ke lengan kiri. + - +
Nyeri ketika melakukan kegiatan + + -
dan menurun ketika istirahat.
Tidak ada nafas pendek, mual, + + -
muntah atau diaforesis.
Riwayat hipertensi dan + + +
dislipidemia.
Riwayat keluarga, ayahnya + + +
meninggal karena infark miokard
pada usia 56 tahun.
Menghabiskan 50 bungkus rokok + + +
per tahun.
Jadi diagnosis sementara dari scenario adalah angina pektoris stabil.

19
1) Angina Pektoris Stabil
a. Definisi
Angina Pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena
iskemia miokardium. Angina pektoris ini mempunyai karakteristik tertentu
yaitu nyeri retrosternal yang lokasi terseringnya di dada, substernal atau
sedikit ke kiri, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai
dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/pundak kiri. AP sering
juga dirasakan sebagai rasa tidak nyaman di dada, biasanya dalam waktu +
10 menit di dada, rahang, bahu kiri punggung sampai ke pergelangan
tangan atau jari-jari, yang dipicu oleh aktivitas, stres emosional dan
menghilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin. AP dapat juga
bermanifestasi sebagai rasa tidak nyaman di daerah epigastrium.
Klasifikasi Angina Pektoris (AP):
a) Angina Tipikal (definite)
Memenuhi tiga dari tiga karakteristik nyeri dada:
- Rasa tidak nyaman di retrosternal yang sesuai
dengan karakteristik nyeri dan lamanya nyeri.
- Dipicu oleh aktivitas fisik atau stres emosional.
- Nyeri berkurang pada istirahat dengan atau
pemberian nitrat
b) Angina Atipikal (probable)
Memenuhi dua dari tiga karakteristik di atas.
c) Nyeri dada non-kardiak
Memenuhi satu atau tidak memenuhi karakteristik di atas.

20
Gradasi beratnya nyeri dada berdasarkan “Canadian
Cardiovascular Society” (CCS):
a) CCS Kelas I
Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik
tangga 1-2 lantai dan lain-lain tak menimbulkan nyeri dada.
Nyeri dada baru timbul pada saat latihan yang berat, berjalan
cepat, dan terburu-buru waktu kerja atau bepergian.
b) CCS Kelas II
Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bila
melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki
dua blok, naik tangga lebih dari satu lantai atau terburu-buru,
berjalan menanjak atau melawan angin dan lain-lain.
c) CCS Kelas III
Aktivitas sehari-hari terbatas. AP timbul bila berjalan satu
sampai dua blok, naik tangga satu lantai dengan kecepatan
yang biasa.
d) CCS Kelas IV
AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun.Hampir semua
aktivitas dapat menimbulkan angina termasuk mandi,
menyapu, dan lain-lain.
b. Etiologi
Penyebab paling sering dari APS adalah adanya aterokslerotik
yang mempersempit arteri koroner. Pada keadaan normal, saat aktivitas
tinggi, pembuluh darah memiliki kapasitas untuk menurunkan
resistensinya, sehingga pembuluh darah mampu untuk menerima aliran
darah sebesar 5-6 kali lipat (sumbatan di lumen pembuluh darah hanya
sebesar 40%). Namun, apabila sumbatan aterosklerotik sudah mencapai >
50%, sumbatan tersebut dapat mencetuskan iskemik, karena pembuluh
darah koroner jantung sudah tidak mampu untuk memenuhi metabolisme
otot jantung selama latihan atau ketika mengalami stres emosional.

21
c. Pemeriksaan Fisik
Tak ada hal-hal yang khusus/spesifik pada pemeriksaan fisik.
Sering didapatkan hasil pemeriksaan fisik yang normal pada kebanyakan
pasien.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pada APS, pemeriksaan lab umumnya digunakan untuk menilai
faktor resikonya. Beberapa pemeriksaan lab yang dilakukan adalah
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), trombosit dan pemeriksaan terhadap
faktor risiko koroner seperti gula darah, profil lipid, dan penanda inflamasi
akut.
Bila nyeri dadanya cukup berat dan lama, dapat diperiksa enzim
creatinine kinase (CK) / creatinine kinasemuscle brain (CKMB), C-
reactive protein (CRP) / high sensitive (hs) CRP dan troponin. Bila nyeri
dada tidak mirip suatu UAP maka tidak semuanya pemeriksaan ini
diperlukan.

9. Langkah-langkah diagnosis terkait skenario.


Diagnosis dan stratifikasi risiko pada pasien dengan penyakit arteri
koroner stabil penting untuk pencegahan sindrom koroner akut. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dilanjutkan dengan langkah diagnostik selanjutnya dengan
mengumpulkan data objektif dari pemeriksaan dasar jantung diperlukan untuk
membantu menegakkan diagnosis.
1) Anamnesis
Anamnesis yang teliti masih merupakan landasan dalam diagnosis
nyeri dada. Karakteristik nyeri dada akibat iskemia miokard (angina
pektoris) dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi, karakteristik
nyeri, durasi, dan keterkaitannya dengan aktivitas dan faktor yang 7
memperparah dan faktor yang melegakan nyeri. Rasa tidak nyaman
yang disebabkan oleh iskemia miokard umumnya berada pada dada, di
dekat sternum, namun juga dapat dirasakan di lain tempat dekat
epigastrium hingga ke rahang bawah maupun gigi bawah, di antara

22
belikat atau di lengan hingga pergelangan tangan dan jari-jari. Rasa
tidak nyaman sering dideskripsikan sebagai seperti ditekan, sesak,
maupun terasa berat, terkadang terasa seperti dicekik, diikat kuat, atau
rasa terbakar. Perlu ditanyakan kepada pasien secara langsung adanya
rasa tidak nyaman tersebut, karena beberapa pasien tidak merasakan
rasa tertekan maupun nyeri seperti yang dideskripsikan sebelumnya.
Sesak nafas dapat diikuti dengan angina dan rasa tidak nyaman pada
dada juga dapat diikuti gejala-gejala lain yang lebih tidak spesifik
seperti fatigue, rasa mau pingsan, mual, terbakar, gelisah, maupun rasa
seperti mau mati. Sesak nafas dapat merupakan gejala adanya APS dan
terkadang sulit dibedakan dari sesak nafas yang berasal dari penyakit
bronkopulmonal.
Durasi rasa tidak nyaman tersebut cepat, tidak lebih dari 10 menit
dalam sebagian besar kasus, namun nyeri dada yang sangat singkat
dalam hitungan detik juga kemungkinan bukan disebabkan angina.
Karakteristik pentingnya adalah keterkaitannya dengan aktivitas,
aktivitas khusus, atau stres emosional. Gejala umumnya diperberat
dengan peningkatan intensitas aktivitas seperti jalan menanjak atau
saat udara dingin, dan cepat hilang dalam hitungan menit jika faktor-
faktor ini dihentikan atau dihilangkan. Eksaserbasi gejala setelah
makanan berat atau setelah bangun tidur di pagi hari merupakan fitur
klasik angina. Angina berkurang dengan latihan lebih lanjut (walk-
through angina) atau pada upaya pengerahan tenaga kedua (warm-up
angina). Nitrat bukal atau sublingual dapat dengan cepat meredakan
gejala angina. Ambang angina dan gejalanya dapat bervariasi dari hari
ke hari, bahkan pada hari yang sama.

23
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pasien yang dicurigai angina pektoris stabil penting untuk
dicari adanya tanda-tanda anemia, hipertensi, penyakit jantung
valvular, kardiomiopati hipertrofik obstruktif, atau aritmia.
Pemeriksaan indeks massa tubuh (IMT) dan bukti adanya penyakit
vaskular nonkoroner yang sering kali asimptomatik juga perlu
dilakukan. Tanda-tanda komorbid lainnya seperti penyakit tiroid,
penyakit ginjal, atau diabetes juga perlu dicermati.
Bagaimanapun juga, tidak ada tanda pemeriksaan fisik yang khas
dari angina pektoris. Selama dan segera setelah episode iskemia
miokard, bunyi jantung ketiga atau keempat dapat didengar dan
insufisiensi mitral dapat menjadi jelas saat iskemia. Namun demikian,
tanda-tanda ini tidak spesifik.
3) Pemeriksaan Dasar
Langkah diagnosis selanjutnya adalah mengumpulkan data objektif
dari pemeriksaan dasar jantung berupa: elektrokardiografi (EKG)
istirahat, pemeriksaan laboratorium darah untuk faktor risiko penyakit
aterosklerosis kardiovaskular seperti hemoglobin terglikasi (HbA1c),
profil lipid serta ekokardiografi istirahat. Pada pasien dengan hasil
ekokardiografi menampilkan fraksi ejeksi kurang dari 50% dengan
angina tipikal, pasien layak untuk dianjurkan angiografi invasif dengan
kemungkinan revaskularisasi.
Pengkajian gejala yang tepat merupakan landasan utama utama
untuk tatalaksana APS. Apabila gejala angina memenuhi kriteria
sindrom koroner akut (SKA), klinisi harus mengikuti panduan
tatalaksana khusus SKA - lihat panduan PERKI mengenai SKA.
Sebelum melakukan pemeriksaan diagnostik, klinisi harus
mengevaluasi keadaan umum pasien, faktor komorbid atau penyerta,
dan kualitas hidup pasien. Jika berdasarkan pertimbangan tersebut
revaskularisasi bukan merupakan pilihan, pemeriksaan diagnostik
dapat dikurangi seminimal mungkin dan terapi harus segera dimulai,

24
termasuk pemberian medikamentosa anti angina bahkan sebelum
diagnosis PJK Stabil dapat ditegakkan.
Pemeriksaan awal (lini pertama) pasien dengan kecurigaan PJK
Stabil mencakup pemeriksaan laboratorium, EKG, EKG ambulatory
(holter) jika ada kecurigaan gejala berhubungan dengan aritmia
paroksismal, ekokardiografi, dan pada pasien tertentu rontgen thorax
(Cardiac X-Ray / CXR). Pemeriksaan diagnostik dasar tersebut dapat
dilakukan pada rawat jalan. Ultrasonografi arteri karotis untuk
mendeteksi penebalan lapisan intima dan media dapat meningkatkan
pre-test probability (PTP) untuk penyakit jantung koroner. Langkah ini
diikuti oleh pemeriksaan non invasif untuk menegakkan diagnosis PJK
atau aterosklerosis non-obstruktif pada pasien dengan probabilitas
menengah (intermediate). Pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri
(LVEF) yang menurun kurang dari 50% dan angina tipikal memiliki
risiko tinggi kejadian komplikasi kardiovaskular dan sebaiknya
dipertimbangkan untuk dilakukan angiografi koroner invasif tanpa
melalui tahapan pemeriksaan non invasif terlebih dahulu. Pasien
dengan fraksi ejeksi 50% atau lebih, selanjutnya perlu dinilai masuk
dalam dalam tiga tingkatan kemungkinan sebelum test lebih lanjut,
atau disebut dengan istilah pre-test probabilities (PTP).
Pengelompokan PTP menggunakan tabel berdasarkan klinis angina
dan golongan usia

25
10. Tatalaksana DS terkait skenario.
Tata laksana Angina pektoris stabil dapat dilakukan secara farmakologis
dan tindakan revaskularisasi baik non-bedah (angioplasti) atau dengan bedah
pintas koroner.
a. Tatalaksana Farmakologi
Nyeri dada dan iskemia pada Angina pektoris stabil terjadi karena
adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen akibat
sumbatan kronis plak atheroma (aterosklerosis) pada arteri koroner.
Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
mengenali dan mengobati setiap penyakit jantung yang dapat
mencetuskan angina. Misalnya takikardia atau hipertensi yang akan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard atau gagal jantung,
penyakit paru, anemia yang membuat suplai oksigen ke miokard
berkurang.
- Obat antiplatelet: mulai dengan aspirin (75-162 mg/hari)
seumur hidup kecuali kontraindikasi. Clopidogrel (75
mg/hari) sebagai pengganti asipirin bila ada kontraindikasi
mutlak pada asipirin. Pasca Non-ST Elevasi Miokard Infark
(NSTEMI) akut, clopidogrel 75 mg/hari harus diberikan
selama 1 tahun. Pasca CABG, asipirin (162–325 mg/hari)
harus diberikan selama 1 tahun, dan selanjutnya asipirin
(75-162 mg/ hari) diteruskan untuk selamanya. Bagi pasien
yang dilakukan PCI dan mendapat Drug Eluting Stent
(DES), clopidogrel (75mg/hari) harus diberikan untuk
sekurang-kurangnya 12 bulan kecuali bila pasien berisiko
tinggi mengalami pendarahan. Untuk pasien yang
mendapat Bare Metal Stent (BMS), clopidrogel harus
diberikan minimal 1 bulan dan idealnya sampai 12 bulan.
- Beta-blockers dimulai dan dilanjutkan untuk selamanya
pada penderita pasca infark miokard, sindroma koroner
akut, atau penderita dengan disfungsi ventrikel kiri, kecuali

26
ada kontraindikasi. Berikan penyekat beta pada pasien
angina, hipertensi dan gangguan irama. Kontraindikasi
pada: bradikardia berat, blok-AV derajat dua atau derajat
tinggi, sindrom sick sinus dan asma berat.
- Inhibitor ACE dan Angiotensin-receptor blocker (ARB):
mulai dengan inhibitor ACE dan teruskan selamanya pada
semua pasien dengan fraksi ejeksi (ejection fraction, EF)
ventrikel kiri ≤ 40%, pasien dengan hipertensi, diabetes,
atau penyakit ginjal kronis, atau pada pasien yang berisiko
tinggi, kecuali ada kontraindikasi. Pertimbangkan
inhibitor–ACE pada semua pasien PJK kecuali ada
kontraindikasi. ARB dapat dipakai pada pasien yang tidak
cocok inhibator-ACE. Antagonis aldosteron
direkomendasikan pada pasien pasca infark miokard tanpa
disfungsi ginjal berat atau hiperkalemia, dan telah
mendapat dosis terapi inhibator-ACE, beta blockers, EF
ventrikel kiri ≤ 40 % dan dengan diabetes atau gagal
jantung.
- Nitrat-nitroglycerin sublingual atau spray dipakai untuk
mengatasi angina dengan cepat, dapat diberikan sebelum
latihan fisik untuk mencegah angina. Nitrat khasiat jangka
panjang diberikan bila pengobatan dengan beta blocker saja
tidak dapat mengatasi angina atau menjadi kontraindikasi.
- Antagonis-Calcium: diberikan bila pengobatan dengan
penyekat beta saja tidak dapat mengatasi angina atau
menjadi kontraindikasi; sebagai obat pilihan pada kasus
spasme coroner.

27
b. Penanganan faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK)
dengan perbaikan pola hidup
- Aktivitas fisik: lakukan 30-45 menit/hari, 7 hari/minggu
(minimal 5 hari/minggu). Rehabilitasi pasien berisiko
(pasien dengan infark miokard atau gagal jantung
sebelumnya).
- Sesuaikan berat badan: usahakan mencapai indeks massa
tubuh (body mass index, BMI) 18.5-24.9 kg/m2 dan ukuran
lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita dan < 90 cm untuk
pria.
- Berhenti merokok dan hindari paparan asap rokok.
- Kendalikan tekanan darah (TD): upayakan modifikasi pola
hidup (kendalikan berat badan, aktifitas fisik, konsumsi
alkohol seperlunya, batasi asupan garam tidak melebihi
satu sendok teh perhari, konsumsi buah-buahan dan
sayuran 5 porsi perhari, dan produk susu rendah lemak).
Kendalikan TD sesuai paduan Joint National Conference
(JNC) VIII. Awali pengobatan dengan beta blocker dan/
atau ACE inhibitor, dengan menambahkan obat-obat lain
sesuai kebutuhan pencapaian target Tekanan Darah.
- Manajemen lipid: diet rendah lemak jenuh (< 7% dari
kalori total), asam lemak trans, dan kolestrol (< 200
mg/hari). Aktivitas fisik harian dan pengaturan berat badan.
Konsumsi plant stanol/ sterol (2 g/hari) serta viscous (> 10
g/ hari), untuk menurunkan kadar kolestrol LDL; serta
konsumsi asam lemak Omega-3 (1 g/hari) untuk
menurunkan risiko. Terapi dengan obat penurun lipid
(pilihan pertama: statin) harus diberikan bila kadar
kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl dengan tujuan penurunan 30-40
% sampai target < 70 mg/dl. Bila kadar awal kolestrol LDL
antara 70-100 mg/dl, maka cukup beralasan untuk

28
mengobati sampai tercapai kadar kolestrol LDL < 70
mg/dl. Bila kadar trigliserida > 200 mg/dl, maka kadar
kolestrol non HDL harus <130 mg/dl (dan penurunan lebih
lanjut sampai < 100 mg/dl cukup beralasan) dengan obat
niacin atau fibrate.
- Manajemen diabetes : ditunjukan pada target HBA1c <7%
dengan pola hidup dan terapi obat.

11. Prognosis dari diagnosis pada skenario.


Data prognosis pasien angina pektoris biasanya didapat dari hasil
pemantauan pasien yang turut serta dalam penelitian obat anti angina atau
revaskularisasi koroner. Berdasarkan data dari penelitian semacam itu, tingkat
mortalitas tahunan pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK) bervariasi
antara 1,2-2,4% per tahun sedangkan insidens kematian jantung pada populasi
tersebut berkisar antara 0,6% hingga 1,4%.
Namun, terdapat kekhawatiran bahwa data prognosis yang berasal dari
register penelitian tidak merefleksikan dengan baik prognosis pasien dengan
angina pektoris di komunitas. Penelitian multisenter di Inggris Raya yang
melibatkan 8762 pasien dengan nyeri dada baru tanpa riwayat PJK mengungkap
bahwa hampir 29% pasien tersebut mengalami nyeri dada berkaitan dengan
angina pektoris. Selain itu, laju kematian akibat PJK dan infark miokard non fatal
mencapai 2,3% per tahun.
Dibandingkan dengan pasien yang mengalami nyeri dada karena penyebab
non kardiak, pasien yang mengalami angina pektoris memiliki risiko kematian 2-3
kali lipat lebih tinggi. Sementara itu, melihat populasi pasien dengan PJK stabil
yang memiliki karakteristik klinis yang bervariasi, prognosis mereka secara
individu juga sangat beragam. Secara khusus, pasien dengan penyakit arteri
perifer, riwayat infark miokard, dan diabetes memiliki laju kematian yang lebih
tinggi, yakni mencapai 3,8% dari total populasi yang dimaksud setiap tahun.
Selain ketiga kondisi tersebut, beberapa faktor risiko lainnya juga berkaitan
dengan prognosis yang lebih buruk pada pasien dengan PJK, seperti hipertensi,

29
dislipidemia, gaya hidup santai, kegemukan, merokok, dan riwayat PJK dalam
keluarga. Karakteristik klinis tertentu seperti fraksi ejeksi ventrikel kiri yang
rendah, gagal jantung, jumlah arteri koroner besar yang terlibat, lokasi stenosis
proksimal, persentase stenosis yang besar, kapasitas fungsional yang rendah, juga
turut berkontribusi pada prognosis yang lebih buruk.

30
DAFTAR PUSTAKA

Anatomi Jantung Manusia. Prodi Keperawatan. Jurusan Pendidikan Kesehatan. Universitas


Pendidikan Indonesia. Jawa Barat.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom
Koroner Akut. Indonesia.
H. Rampengan Starry. 2012. Mencari Penyebab Nyeri Dada?: Kardiak dan Nonkardiak. Jurnal
Kedokteran Yarsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Sam Ratulangi. Sulawesi Utara.
Huether. S. E & McCance. K. L. 2019. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi ke enam, volume 1 :
Elsevier. 13. Guyton Ac, Hall JE.
Siddique, M. A., Shrestha, M. P., Salman, M., Haque, Ahmed, M. K., Sultan, M. A. U., et al.
2010. Age-Related Differences of Risk Profile and Angiographic Findings in Patients with
Coronary Heart Disease. BSMMU J;3(1):13-7.
Santoso M, Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran.
Yudanardi, Muhammad Ridwan Rusdi and Setiawan, Andreas Arie and Sofia, Sefri Noventi.
2016. Hubungan Tingkat Adiksi Merokok dengan Derajat Keparahan Aterosklerosis pada
Pasien Penyakit Jantung Koroner. Undergraduate Thesis, Diponegoro University.
2014. Buku Praktis Kardiologi. Jakarta.
Andarmoyo, Sulistyo dan Nurhayati, Tetik. 2014. Laki-laki dan Riwayat Keluarga dengan
Penyakit Jantung Koroner (PJK) Beresiko terhadap Kejadian PJK. Florence, VII (1). pp. 11-20.
ISSN 1978-8916
Leonard S. Lilly, MD. 2011. Pathophysiology of Heart Disease. Harvard Medical School. 5th ed.
Setiawati Siti, Aru W. Sudoyo, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi VI.
Fihn SD, Gardin JM, Abrams J, Berra K, Blankenship JC, Dallas AP, et al. 2012
ACCF/AHA/ACP/AATS/PCNA/SCAI/STS Guideline for the Diagnosis and Management of
Patients With Stable Ischemic Heart Disease: Executive Summary.
DR. Dr. Isman Firdaus, SpJP(K), FIHA, PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS
KARDIOVASKULER INDONESIA edisi pertama 2019 tentang Pedoman Evaluasi Dan
Tatalaksana Angina Pektoris Stabil.
Montalescot G, Sechtem U, Achenbach S, Andreotti F, Arden C, Budaj A, et al. 2013 ESC
guidelines on the management of stable coronary artery disease. Eur Heart J. 2013;
34(38):2949–3003.
Timmis AD, Feder G, Hemingway H. 2007. Prognosis of stable angina pectoris: Why we need
larger population studies with higher endpoint resolution. Heart. 93(7):786–91.

31
32

Anda mungkin juga menyukai