Anda di halaman 1dari 67

PROPOSAL

PENINGKATAN KEKERASAN PADA PIRINGAN CAKRAM


DEPAN MOTOR BEAT DENGAN METODE QUENCHING

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk menyelesaikan Pendidikan


Program Sarjana Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik dan Perencanaan Universitas Ekasakti Padang

Diajukan Oleh
FACHRUL MAROZY
BP. 1910003423048

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK DAN
PERENCANAAN UNIVERSITAS
EKASAKTI
PADAN
G 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji dan rasa syukur atas kehadirat


Allah SWT yang tidak pernah berhenti mencurahkan rahmat dan karunia kepada
semua hamba-Nya terutama kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengujian Alat Pembakar Logam”.
Shalawat beriringan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Muhammad
SAW, yang telah mewasiatkan untuk senantiasa berpegang teguh kepada dua
pedoman yang ditinggalkan untuk umatnya, yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah
Rasulullah SAW.
Penyusunan skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak, baik material maupun nonmaterial. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Andi Mustari Pide, SH (Alm) selaku pendiri


Universitas Ekasakti Padang.
2. Bapak Prof. Dr. Sufyarma Marsidin, M.Pd selaku rektor Universitas
Ekasakti Padang.
3. Bapak Drs. Risal Abu, S.T., M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik dan
Perencanaan Universitas Ekasakti Padang.
4. Bapak Ir. Mukhnizar, MT selaku Kaprodi Teknik Mesin Universitas
Ekasakti Padang.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Jurusan Teknik Mesin Universitas Ekasakti
Padang.
6. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Teknik dan Perencanaan Universitas
Ekasakti Padang.
7. Teristimewa, terima kasih tak terhingga diucapkan kepada keluarga
ayahanda dan ibunda yang senantiasa mendoakan dan berusaha
memberikan yang terbaik, sehingga bisa menghantarkan penulis sampai
hingga titik ini.

1
8. Terima kasih juga kepada kakak-kakak dan adik-adik yang senantiasa
selalu mendoakan yang terbaik untuk perkuliahan penulis.
9. Terima kasih juga kepada rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin yang
sudah ikhlas membantu dalam skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan
motivasi kepada penulis sehingga penulis bisa menghadapi segala
rintangan dan sampai pada titik ini.
Semoga bantuan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada penulis
menjadi amal ibadah dan bernilai pahala di sisi Allah SWT. Aamiin ya rabbal
‘alamin. Skripsi ini hendaknya bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya serta bernilai ibadah di sisi Allah SWT.

Padang, Oktober 2023

Penulis

2
BAB I

PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang

Baja karbon banyak digunakan dalam bidang teknik maupun industri

terutama industri komponen mesin, karena harganya relatif murah, dan mudah

didapat pada pasaran. Dalam perdagangan baja karbon banyak digunakan sebagai

bahan perkakas, baut, poros, roda gigi, ragum, pegas, martil, landasan tempa dan

lain-lain.

Satu dari sekian komponen mesin yang menggunakan bahan baja karbon

adalah piringan cakram. Piringan cakram di dalam dunia industri mempunyai

peranan yang sangat penting. Selama ini banyak pengembangan- pengembangan

yang dilakukan oleh peneliti agar dalam pembuatan piringan cakram

menghasilkan piringan cakram yang baik, hal ini dikarenakan piringan cakram

tersebut tidak kuat terhadap gesekan dan tekanan yang dihasilkan saat piringan

cakram bersinggungan pada saat rem bekerja.

Komponen-komponen mesin seperti poros, piringan cakram, roda gigi,

dan lain-lain memerlukan persyaratan konstruksi yang kuat, keras, ulet dan juga

tahan aus serta memiliki nilai rapuh yang rendah. Untuk itu perlu adanya perbaikan

atau diubah sifat mekanis pada piringan cakram motor.

Satu dari sekian sifat-sifat baja yang paling penting ialah kekuatanya,

selain harus mempunyai ketahanan terhadap gesekan yang baik, maka baja

dituntut untuk mempunyai kekerasan yang cukup tinggi, namun jika baja

3
memiliki nilai kekerasan yang terlalu tinggi maka akan memiliki sifat kerapuhan

pula.Sifat-sifat yang dapat dilihat dari baja adalah sifat fisis dan mekanis, dimana

sifat fisis dari elemen bahan teknik adalah berat atom, berat jenis, titik cair/leleh,

titik didih, panas, spesifik, daya hantar panas, tahanan listrik, ketahanan erosi,

struktur mikro dan komposisi bahan. Selain itu sifat mekanis terdiri dari

kemampuan bahan untuk menahan beban.

Untuk memperbaiki sifat mekanis dari baja maka perlu melalui suatu tahap

heat tratment atau perlakuan panas. Tahap heat treatment memiliki banyak

macam antara lain Perlakuan Panas Mekanik yang meliputi Pengerasan

(hardening), Pemijaran dingin (annealing), Penyepuhan (tempering), Penormalan

(normalizing) dan Pengerasan dengan kimia (carburizing, nitriding dan

cyaniding)

Dari bermacam-macam tahap heat treatment di atas yang memungkinkan

untuk dilakukan dalam perbaikan sifat mekanisnya pada piringan cakram adalah

hardening. Proses hardening adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan salah

satu sifat mekanis bahan yang cukup penting yaitu kekerasan. Salah satu proses

hardening adalah quenching, quenching adalah bagian dari hardening, merupakan

proses pencelupan baja yang telah berada pada temperatur pengerasannya

(temperatur austenisasi), dengan laju pendinginan yang sangat tinggi (diquench),

agar diperoleh kekerasan yang diinginkan. Quench Bahasa sederhananya adalah

melakukan pendinginan cepat (rapid cooling) dengan mencelupkan material di

media Air, Oli, dan air garam guna mengubah tingkat kekerasan pada material.

Benda kerja yang memperoleh suhu pengerasan merata hingga intinya, kemudian

4
benda kerja segera didinginkan dengan cepat dengan mencelupkan kedalam media

air, air garam, oli atau bahan pendingin lainya sehingga atom-atom karbon yang

telah larut dalam austenit tidak sempat membentuk pearlit dan ferrit, akibatnya

austenit menjadi sangat keras yang disebut martensit

Proses heat treatment ini sangat penting sekali dalam perbaikan sifat

baja sproket. Pada dasarnya komponen-komponen mesin seperti poros, roda gigi,

piringan cakram dan lain-lain memerlukan persyaratan konstruksi yang kuat,

keras, ulet dan juga tahan aus serta memiliki nilai rapuh yang rendah. Berdasarkan

uraian di atas maka perlu dilakukan. Penelitian dengan mengambil judul :

“Peningkatan Kekerasan Pada Piringan Cakram Depan Motor Beat Dengan

Metode Quenching”.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam “Peningkatan Kekerasan Pada Piringan Cakram Depan Motor

Beat Dengan Metode Quenching” penulis merumuskan beberapa masalah antara

lain:

1. Berapa hasil kekerasan piringan cakram yang telah di Quenching

mengunakan media air garam, media oli, dan media air?

2. Seberapa besarkah peningkatan kekerasan piringan cakram yang telah di

quenching menggunakan media air garam, media oli, dan media air?

5
1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi dalam beberapa hal yaitu:

1. Melihat presentasi kenaikan kekerasan pada spesimen tanpa perlakuan

dengan perlakuan menggunakan media quenching.

2. Pengukuran dilakukan pada kekuatan kekerasan rockwell.

3. Bahan penelitian adalah piringan cakram depan sepeda motor beat.

4. Suhu yang digunakan dalam pemanasan adalah 900℃.

5. Media pendingin yang digunakan yakni air, oli dan larutan garam.

6. Penelitian ini tidak menggunakan waktu penahanan selama proses

pemanasan.

1.4 Tujuan Perencanaan

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini

memiliki tujuan yaitu:

1. Untuk mengetahui hasil kekerasan piringan cakram depan yang telah di

Quenching mengunakan media air garam, media oli, dan media air.

2. Untuk mengetahui berapa besar peningkatan kekerasan piringan cakram

depan yang telah di quenching menggunakan media air garam, media oli,

dan media air.

6
1.5 Manfaat

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan tentang kemajuan teknologi di

bidang metallurgi.

b. Sebagai bahan pustaka di lingkungan Universitas Eka Sakti Padang

khususnya diprogram Teknik Mesin.

c. Sebagai bahan masukan atau referensi untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menyelidiki secara langsung kekerasan piringan cakram

sebelum mengalami proses heat treatment.

b. Memberikan informasi pada dunia industri khususnya produsen yang

memproduksi piringan cakram depan, tentang pentingnya nilai

kekerasan bagi umur pakai dari pada piringan cakram.

c. Membantu dalam memperbaiki sifat mekanik sebagai usaha dalam

memperpanjang umur pakai piringan cakram.

d. Menumbuhkan motivasi bagi para peneliti metallurgi khususnya

perlakuan panas untuk mengoptimalkan penelitian-penelitian dibidang

yang sama.

1.6 Metode Pengujian

Dalam pembuatan skripsi ini penulis harus berusaha mencari sumber-

sumber bahan yang diperlukan sebagai masukan dalam pengumpulan data yang

7
penulis butuhkan. Adapun metode yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi

ini antara lain :

1. Studi literature

Yaitu mencari sumber referensi dari buku yang berhubungan dengan

penulisan skripsi ini. Disamping itu penulis juga mencari di internet untuk

sumber referensinya.

2. Metode survey (observasi)

Yaitu pengumpulan data atau informasi dari beberapa tempat. Metode ini

juga dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung.

2. Metode bimbingaan

Metode ini berupa konsultasi dengan dosen pembimbing dan juga

beberapa pihak yang dapat memberikan informasi dan masukan

kepada penulis untuk penulisan skripsi.

1.7 Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini dapat dipahami dan terarah pada tujuan akhir

yang dicapai, maka penulisan skripsi ini dibuat berdasarkan sistematika

sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang, Rumusan masalah, Batasan masalah,

Tujuan, Manfaat, Metode penelitian dan Sistematika penulisan.


8
BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan teori dasar pada quenching, piringan cakram dan alat

penguji kekerasan.

BAB III METODE PENGUJIAN

Bab ini membahas tentang metode pengujian.

BAB IV PENGUJIAN PADA SPECIMEN

Bab ini menganalisis tentang proses pengujian yang berisikan teori dasar.

BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Menganalisa data hasil peningkatan kekerasan pada piringan cakram.

BAB VI PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran.

9
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Rem
Rem (brake) adalah sebuah peralatan dengan memakai tahanan gesek

buatan yang diterapkan pada sebuah mesin berputar agar gerakan mesin berhenti.

Rem menyerap energi kinetik dari bagian yang bergerak. Energi yang diserap oleh

rem berubah dalam bentuk panas. Panas ini akan menghilang dalam lingkungan

udara supaya pemanasan yang hebat dari rem tidak terjadi. Desain atau kapasitas

dari sebuah rem tergantung pada faktor-faktor berikut ini:

1. Tekanan antara permukaan rem,

2. Koefisien gesek antara permukaan rem,

3. Kecepatan keliling dari teromol rem,

4. Luas proyeksi permukaan gesek, dan

5. Kemampuan (ability) rem untuk menghilangkan panas terhadap energi

yang diserap.

Perbedaan fungsi utama antara sebuah clutch (kopling tak tetap) dan sebuah

rem adalah bahwa clutch digunakan untuk mengatur/menjaga penggerak dan

yang digerakan secara bersama-sama, sedangkan rem digunakan untuk

menghentikan sebuag gerakan atau mengatur putaran.

2.1.2 Energi yang diserap oleh rem


Energi yang diserap oleh rem tergantung pada tipe gerakan dari benda

yang bergerak. Gerakan benda bisa translasi murni atau murni atau kombinasi

translasi dan rotasi. Energi yang berhubungan dengan gerak ini adalah energi

1
kinetik. Perhatikan macam gerakan sebagai berikut:

1. Ketika gerak benda adalah translasi murni. Sebuah benda mempunyai

massa (m) bergerak dengan kecepatan v1 m/s. Kecepatan ini turun menjadi

v2 m/s karena direm. Jadi, energi kinetik translasi adalah:


E1= 1 𝑚[(𝑣 )2 − (𝑣 )2] (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
2 1 2

Energi ini harus diserap oleh rem. Jika gerak benda adalah

berhenti setelah direm, maka v2 = 0, jadi :

E1= 1 𝑚(𝑣 )2 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)


2 1

2. Ketika gerak benda adalah rotasi murni. Sebuah benda dengan momen

inersia massa I (terhadap sumbu yang diberikan) berputar terhadap sumbu

dengan kecepatan sudut ω1 rad/s. Kecepatan sudut setelah direm turum

menjadi ω2 rad/s. Jadi, energi kinetik dari rotasi adalah:

E2= 1 𝐼[(∞ )2 − (∞ )2] (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)


2 1 2

Energi ini harus diserap oleh rem. Jika benda yang berputar

dihentikan setelah direm, maka ω2 = 0, jadi:

E2= 1 𝐼(∞
2 )2
1 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

3. Ketika gerak benda adalah kombinasi antara translasi dan rotasi.

Perhatikan sebuah benda mempunyai gerakan linier dan sudut, seperti

dalam roda penggerak lokomotif. Dalam kasus ini, total energi kinetik dari

benda adalah sama dengan jumlah energi kinetik dari rotasi dan translasi.

E = E1 + E2 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

1
Total energi kinetik yang diserap oleh rem adalah:

Kadang-kadang, rem harus menyerap energi potensial yang diberikan oleh

benda yang diturunkan oleh lift, elevator dan lain-lain. Perhatikan sebuah

benda dengan massa m diturunkan dari ketinggian h1 menjadi h2 akibat

direm. Sehingga perubahan energi potensial menjadi:

E3 = m.g (h1-h2) (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Jika v1 dan v2 m/s adalah kecepatan massa sebelum dan setelah direm,

kemudian perubahan energi potensial yang diberikan

𝑣1+𝑣
E3= m.g[ 2
] 𝑡 = 𝑚. 𝑔. 𝑣. 𝑡 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
2

Dimana : v = Kecepatan = 𝑣1+𝑣2


2

t = Waktu pengiriman

Misalkan Ft = Gaya pengereman tangensial atau gaya gesek

tangensial pada permukaan kontak dari tromol rem.

d = Diameter tromol rem,

N1 = Putaran tromol rem sebelum pengereman,

1
N2 = Putaran tromol rem setelah pengereman,

𝑁1+𝑁2
N = Putaran rata-rata =
2

Kerja yang dilakukan oleh pengereman atau gaya gesek selama t detik

adalah: Ft = 𝜋𝑑𝑁 × 𝑡 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Karena energi yang diserap oleh rem harus sama dengan kerja yang

dilakukan oleh gaya gesek, maka:

E=𝐹𝑡 × 𝜋𝑑𝑁 × 𝑡 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝐹𝑡 𝐸
= 𝜋𝑑𝑁.𝑡 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Besarnya Ft tergantung pada kecepatan akhir (v2) dan pada waktu

pengereman. Nilai ini maksimum ketika v2 = 0, yaitu ketika beban menjadi

diam akhirnya.

Torsi yang harus diserap oleh rem adalah:

T=𝐹𝑡
×𝑟= ×2
𝑑 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
𝐹𝑡

dimana: r = Radius tromol rem,

2.1.3 Panas yang hilang selama pengereman


Energi yang diserap oleh rem dan ditransformasikan ke dalam panas

harus hilang ke udara sekeliling untuk menghindari kenaikan temperatur yang

hebat pada lapisan rem. Kenaikan temperature ini tergantung pada massa

tromol rem, waktu pengereman dan kapasitas disipasi panas dari rem.

Temperatur tertinggi yang diijinkan untuk perbedaan material lapisan rem

adalah:

1
1. Untuk permukaan kulit (leather), serat (fiber) dan kayu = 65 – 70oC.

2. Untuk permukaan asbes dan logam yang dilumasi = 90 – 105oC.

3. Untuk rem mobil dengan lapisan asbes = 180 -225oC. Energi yang

diserap atau panas yang dibangkitkan adalah:

E= 𝐻g = 𝜇. 𝑅𝑁 . 𝑣 = 𝜇. 𝑝. 𝐴. 𝑣 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

dimana: µ = Koefisien gesek,

RN = gaya normal pada permukaan kontak,

p = Tekanan normal antara permukaan rem,

A = Luas proyeksi permukaan kontak,

v = Kecepatan keliling dari tromol rem

Panas yang dibangkitkan diperoleh dengan mempertimbangkan jumlah

energi kinetik (EK) dan energi potensial (EP) yang diserap, dengan kata

lain:

Hg = EK + EP (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Panas yang hilang (Hd) dapat diestimasi:

𝐻𝑑 = 𝐶(𝑡1 − 𝑡2 )𝐴𝑟 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

dimana: C = Faktor disipasi panas atau koefisien perpindahan panas

(W/m2/oC)

(t1 –t2) = Perbedaan temperature antara permukaan radiasi dan

udara sekeliling,

A = Luas permukaan radiasi.

1
Kenaikan temperatur tromol rem adalah :

𝐻𝑔
∆𝑡 = (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
𝑚.𝑐

dimana m = Massa dari tromol rem,

c = Panas spesific untuk material tromol rem (J/kgoC)

2.1.4 Material untuk lapisan rem

Material yang digunakan untuk lapisan rem harus mempunyai ciri –

ciri sebagai berikut :

1. Mempunyai koefisien gesek yang tinggi.

2. Mempunyai laju keausan yang rendah.

3. Mempunyai tahanan panas yang tinggi.

4. Mempunyai kapasitas disipasi panas yang tinggi.

5. Mempunyai koefisien ekspansi termal yang rendah.

6. Mempunyai kekuatan mekanik yang mencukupi.

7. Tidak dipengaruhi oleh moisture (embun) dan oil (minyak).

1
Tabel 2.1 : Sifat material untuk lapisan rem

1
2.1.5 Tipe rem

Rem, menurut pemakaian dikelompokkan sebagai berikut:

a. Rem hidrolik (hydraulic brakes) seperti rem pompa atau hidrodinamik,

b. Rem elektrik (electric brakes) seperti rem generator dan arus

kumparan,

c. Rem mekanik (mechanical brakes).

Gambar Sepatu dari piring rem pada mobil

Rem hidrolik dan elektrik tidak dapat mengerem hingga diam dan

kebanyakan digunakan dimana sejumlah energi yang besar ditransformasikan

sementara rem sedang memperlambat beban seperti dalam laboratorium

dynamometer, truk besar dan lokomotif elektrik. Rem ini juga digunakan untuk

memperlambat atau mengendalikan kecepatan kendaraan untuk angkutan naik-

turun.

1
Gambar Komponen sistem rem

Rem mekanik, menurut arah dari gaya aksi dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu:

1. Rem radial. Rem ini, aksi gaya pada tromol rem adalah dalam

arah radial. Rem radial dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu

rem eksternal dan rem internal. Menurut bentuk dari elemen

gesekan, rem ini dapat berbentuk rem blok (block brakes) atau

rem sepatu (shoe brakes) dan rem pita (band brakes), seperti

pada Gambar 3, 4, 5, dan 6.

Gambar 3: Band brake (rem pita) Gambar 4: Pita dari band brake

1
Gambar 5: Rem internal Gambar 6: Rem eksternal

2. Rem aksial. Rem ini, aksi gaya pada tromol rem adalah dalam

arah aksial. Rem aksial dapat berbentuk rem piringan (disc

brakes) dan rem kerucut (cone brakes) seperti pada Gambar 1

dan 7. Analisis re mini adalah sama dengan clutch (kopling

tidak tetap).

(a) (b)

Gambar 7: rem piringan (disc brakes) pada mobil dan sepeda

motor

1
2.1.6 Rem sepatu tunggal (single shoe brakes)

Rem ini terdiri dari sebuah blok atau sepatu yang ditekan berlawanan

dengan rem dari sebuah tromol roda rem yang berputar. Block dibuat dari

sebuah material yang lebih lunak dari pada rem roda. Tipe ini biasa digunakan

pada rel kereta api dan mobil listrik (karena kecepatannya rendah). Gesekan

antara block dan roda mengakibatkan gaya pengereman tangensial pada roda,

yang memperlambat putaran roda. Block ditekan berlawanan dengan roda

oleh sebuah gaya yang diberikan pada ujung lever (tuas/pengungkit) seperti

pada Gambar 8. Ujung lain dari tuas ditumpu engsel secara tetap pada titik O.

Gambar Rem

block/sepatu tunggal

Misalkan P = Gaya yang diterapkan pada ujung tuas,

RN = Gaya normal menekan block rem pada roda,

r = Radius roda,

2θ = Sudut kontak permukaan block, µ = Koefisien gesek.

2
Jika sudut kontak lebih besar dari pada 60o, kemudian diasumsikan bahwa

tekanan normal antara blok dan roda adalah uniform (seragam). Dalam kasus

ini, gaya pengereman tangensial (Ft) pada roda adalah:

𝐹𝑡 = 𝜇. 𝑅𝑁 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Torsi pengereman adalah:

𝑇𝐵 = 𝐹𝑟 𝑟 = 𝜇 𝑅𝑁. 𝑟 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Ada pertimbangan tiga cara kerja rem cakram sebagai berikut:

Cara kerja rem cakram 1

Ketika garis aksi gaya pengereman tangensial (Ft) melalui titik tumpu O

dari tuas, dan roda rem berputar searah jarum jam (cw) seperti pada

Gambar 8 (a), agar seimbang, momen terhadap titik tumpu O adalah:

𝑅𝑁 × 𝑥 = 𝑝 × 𝐼 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝑅𝑁
=
𝑃×𝐼 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
𝑥

Torsi pengereman menjadi:

𝑇 = 𝜇.
𝑅 𝑃.𝐼 𝜇.𝑃.𝐼.𝑟 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
𝑁𝑟 =𝜇× 𝑥 × 𝑟=
𝐵
𝑥

Hal ini dapat dicatat bahwa ketika roda rem berputar berlawanan arah

jarum jam (ccw) seperti pada Gambar 8 (b), maka torsi pengereman

adalah sama, yaitu:

𝑇𝐵 = 𝜇. 𝑃.𝐼 𝜇.𝑃.𝐼.𝑟 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)


𝑅𝑁 .𝑟=𝜇× 𝑥 × 𝑟= 𝑥

2
Cara kerja rem cakram 2

Ketika garis aksi gaya pengereman tangensial (Ft) sejauh „a‟ di bawah

titik tumpu O, dan roda rem berputar searah jarum jam (cw) seperti

pada Gambar 9 (a), maka agar seimbang, momen terhadap titik tumpu

O adalah:

𝑅𝑁 × 𝑥 + 𝐹𝑡 × 𝑎 = 𝑃. 𝐼 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝑅𝑁 × 𝑥 + 𝜇𝑅𝑁 × 𝑎 = 𝑃. 𝐼 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝑅𝑁
𝑃.𝐼
= 𝑥+𝜇.𝑎
(Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Torsi pengereman menjadi:

𝑇𝐵
= 𝜇. 𝜇.𝑃.𝐼.𝑟
. 𝑟 = 𝑥+𝜇.𝑎
(Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
𝑅𝑁

Gambar Garis aksi gaya pengereman tangensial (Ft)

Di bawah titik tumpu O Ketika roda rem berputar ccw seperti pada Gambar 9

(b), persamaan keseimbangan menjadi:

𝑅𝑁. 𝑥 = 𝑃. 𝐼 + 𝐹𝑟𝑎 = 𝑃. 𝐼 + 𝜇𝑅 𝑁 .𝑎 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝑅𝑁(𝑥 − 𝜇. 𝑎) = 𝑃. 𝐼 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝑅𝑁
𝑃.𝐼
= 𝑥−𝜇.𝑎
(Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

2
Torsi pengereman menjadi:

𝑇𝐵
= 𝜇. 𝜇.𝑃.𝐼.𝑟
. 𝑟 = 𝑥−𝜇.𝑎
(Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
𝑅𝑁

Cara kerja rem cakram 3

Ketika garis aksi gaya pengereman tangensial (Ft) sejauh „a‟ di atas titik

tumpu O, dan roda rem berputar searah jarum jam (cw) seperti pada Gambar

10 (a), maka agar seimbang, momen terhadap titik tumpu O adalah:

Gambar Garis aksi gaya pengereman tangensial (Ft) di atas titik

tumpu O

𝑅𝑁.𝑥 = 𝑃. 𝐼 + 𝐹𝑟𝑎 = 𝑃. 𝐼 + 𝜇. 𝑅𝑁𝑎 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝑅𝑁(𝑥 − 𝜇. 𝑎) = 𝑃. 𝐼 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝑅𝑁
𝑃.𝐼
= 𝑥𝜇.𝑎
(Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Torsi pengereman menjadi:

𝑇𝐵
= 𝜇. 𝑁.𝑟 =
𝜇.𝑃.𝐼.𝑟 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
𝑥−𝜇.𝑎
𝑅

Ketika roda rem berputar ccw seperti pada Gambar 10 (b), persamaan

keseimbangan menjadi:

2
𝑅𝑁 × 𝑥𝐹𝑡 × 𝑎 = 𝑃. 𝐼 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝑅𝑁 × 𝑥+ 𝜇. 𝑅𝑁.𝑟 ×a = P.I (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

𝑅𝑁 𝑃.𝐼
= 𝑥−𝜇.𝑎 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Torsi pengereman menjadi:

𝑇 = 𝜇. 𝜇.𝑃.𝐼.𝑟 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)


𝑅 =
𝐵 𝑥+𝜇.𝑎
𝑁.𝑟

Jika sudut kontak lebih besar dari pada 60o (2θ > 60o) maka torsi pengereman

menjadi:

𝑇𝐵= E𝑡 × 𝑟 = 𝜇′. 𝑅𝑁.𝑟 (Sularso & Kiyokatsu Suga

2008) dimana

𝜇′ = Equivalen coefficient of friction = 4 𝜇 sin 𝜃


2 𝜃+sin 2 𝜃

𝜇 = Actual coefficient of friction

2.2 Definisi Piringan Cakram

Komponen rem cakram sepeda motor dan mobil yang utama disebut

dengan piringan cakram. Piringan ini dibuat dari bahan baja yang mampu

menahan panas tinggi. Khusus untuk motor bentuknya lebih tipis dengan lubang

di sekitarnya yang bertujuan untuk mempercepat pendinginan. Piringan ini disebut

dengan ventilated disk. Pasalnya komponen yang satu ini berguna sebagai medium

untuk penekanan oleh kampas rem yang akan memunculkan dampak pengereman.

2
2.3 Macam - Macam Piringan Cakram

Untuk rem cakram sendiri setidaknya ada tiga jenis kalau dilihat dari

piringannya. Berikut akan kami berikan jenis - jenis rem cakram apabila dilihat

dari piringannya.

1. Piringan Cakram Fix

Sumber Gambar : antaranews.com

Rem cakram yang satu ini merupakan rem cakram yang digunakan motor

ber-cc kecil, biasanya motor-motor yang memiliki cc di bawah 150 cc. Jenis rem

cakram ini sendiri juga merupakan rem cakram yang paling murah apabila

dibandingkan dengan yang lainnya. Rem cakram mini sendiri menyatu dengan

pelek ban dan tidak digunakan di motor dengan cc besar.

Alasan kenapa tidak digunakan di motor dengan cc besar karena rem

cakram jenis ini tidak tahan panas tetapi untuk motor kecil atau ber cc kecil

dianggap sangat pas karena rem cakram jenis ini selain simple juga mudah

perawatannya.

2
Untuk kelemahannya, rem cakram jenis ini terlalu panas akan beresiko

untuk blong karena tidak dapat memuai atau mengambang, tetapi cakram bawaan

dari pabrikan hal itu jarang terjadi karena memang sudah ditakar.

2. Piringan Cakram Semi Floating

Sumber Gambar : oto.detik.com

Kalau rem cakram dengan piringan yang semi floating biasanya digunakan

untuk motor-motor ber cc besar, biasanya digunakan pada motor dengan cc 250 ke

atas. Perbedaannya dengan rem cakram dengan piringan fix adalah rem cakram

jenis ini tidak menyatu dengan pelek langsung tetapi menggunakan dudukan pada

pelek yang terpisah sehingga terkesan seperti mengambang.

Ciri lainnya adalah dudukan pelek dan piringan dibuat terpisah yang

kemudian disatukan menggunakan klem yang disebut dengan Conical Washer

karena rem cakra ini tidak menempel langsung dengan pelek maka dapat melepas

panas dengan baik.

2
3. Piringan Cakram Floating

Sumber Gambar : @gridoto.com

Untuk rem cakram dengan piringan yang satu ini biasanya digunakan

untuk kepentingan balapan, rem cakram ini sendiri terdiri dari rotor carrier, float

button dan juga brake rotor. Ciri khas rem cakram dengan piringan floating adalah

memiliki celah di dudukan pelek serta piringan sehingga bisa digoyang dengan

tangan.

Rem cakram ini juga memiliki desain yang berguna untuk mencegah

cakram tidak penyok saat terjadi gesekan yang menimbulkan suhu panas tinggi

yang biasanya terjadi ketika kalian melakukan pengereman dengan intensitas

tinggi.

2
2.3 Baja

Amstead (1997 : 49), baja adalah logam paduan antara unsur besi (Fe)

dengan karbon (C), kadar karbon dalam baja dapat mencapai 2%.Disamping

kedua unsur dalam baja terdapat pula unsur-unsur dalam jumlah kecil seperti

mangan (Mn), silicon (Si), fosfor (P), belerang (S). Selain itu dapat

mengandung unsur-unsur paduan seperti khrom (Cr), nikel (Ni), wolfram (W),

molibden (Mo)dan sebagainya, bervariasi menurut kebutuhan.

Baja merupakan bahan teknik yang memiliki banyak sifat, secara umum

sifat bahan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu;

a. Sifat fisik yang meliputi berat atom, berat jenis, ketahanan korosi, titik

cair/leleh, titik didih, panas, spesifik, daya hantar panas, tahanan listrik,

ketahanan erosi dan sebagainya namun sifat tersebut ditentukan oleh

komposisi bahan dan struktur mikro, sebagai contoh kadar cromium dapat

memperbaiki sifat tahan terhadap korosi.

b. Sifat mekanik yang meliputi kekerasan, kekuatan, kekakuan, kerapuhan,

keuletan, modulus elastisdan sebagainya.

c. Sifat teknologi yang meliputi mampu las, mampu mesin, mampu cor dan

sebagainya.

Baja mempunyai kekuatan tarik yang tinggi, antara 40 - 200 kg/mm2.

Disamping itu baja juga mempunyai sifat keras dan ulet. Dengan kombinasi sifat

tersebut baja mempunyai kekuatan yang cukup tinggi. Sifat-sifat baja dapat diatur

dengan cara pengaturan komposisi kimianya, terutama kadar karbonnya. Semakin

tinggi kadar karbon dalam baja, semakin tinggi kekuatannya serta

2
kekerasannya, sementara keuletannya berkurang. Di samping itu sifat-sifat baja

dapat diatur.

1. Baja Karbon Rendah

Baja karbon rendah adalah baja yang memiliki kadar karbon <

0,30% C yang sangat mudah ditempa dimesin. Penggunaannya 0,05 % -

0,20

% C digunakanuntuk automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets,

screws, nails. 0,20 % - 0,30 % C digunakan untuk shafts, bolts, forgings,

bridges, buildings (M.Iqbal haqi, 2006 : 2).

2. Baja Karbon Sedang

Baja ini mengandung karbon antara 0,30% - 0,60 % C. Di dalam

perdaganga biasanya digunakan sebagai alat perkakas, baut. Poros engkol,

roda gigi, ragum, pegas, dan lain-lain.

3. Baja Karbon Tinggi

Baja Karbon Tinggi Baja ini mengandung karbon antara 0,70% -1,4

% C. Baja karbon ini banyak digunakan untuk keperluan pembuatan alat

konstruksi yang berhubungan dengan panas yang tinggi atau dalam

penggunaanya akan menerima dan mengalami panas misalnya: landasan,

palu, gergaji, pahat, kikir, bor, dan sebagainya.

4. Baja Paduan

Baja paduan adalah material ferro yang mengandung unsur-unsur

paduan selain karbon seperti : nikel (Ni), khrom (Cr), molibden (Mo),

2
mangan

3
(Mn), atau silisium (Si) yang berjumlah 5 %. Elemen paduan ditambahkan

untuk menghambat laju dekomposisi austenit ke ferrit( ) dan karbida (Ĉ)

selama laku panas. Baja menjadi lebih keras (Van Vlack, 1983: 386).

Menurut Schonmetz (1985), pengaruh unsur paduan dalam baja

dapatdisebutkan sebagai berikut:

1. Silisium (Si) merupakan unsur paduan dalam jumlah kecil dalam

semua bahan besi dan jumlah besar pada jenis istimewa.

Fungsinya adalah meningkatkan kekuatan, kekerasan, ketahanan

aus dan ketahanan terhadap panas dan karat, forgeability, dan

weldability.

2. Mangan (Mn) seperti Si terkandung didalam semua bahan besi

dan dibutuhkan dalam jumlah besar pada jenis istimewa. Mn

berperanan meningkatkan kekuatan, kekerasan, kemampuan

temper menyeluruh, ketahanan aus, kekuatan pada pengerjaan

dingin serta menurunkan kemampuan serpih.

3. Khrom (Cr) merupakan unsur terpenting untuk baja konstruksi

dan baja perkakas, baja tahan karat dan asam. Meningkatkan

keuletan dan kekerasan, kekuatan, batas rentang, ketahanan

aus.kesudian diperkakas, kesudian temper menyeluruh,

ketahanan panas, kerak, karat dan asam. Menurunkan regangan

(dalam tingkat kecil).

4. Nikel (Ni) jika baja dan nikel dipadu maka akan mempunyai

3
sifat : dapat dilas, disolder, dapat dibentuk dengan baik dalam

keadaan dingin dan panas, dapat dipoles, dapat dimagnetisasi.

Fungsi Ni meningkatkan : keuletan, kekuatan, pengerasan

menyeluruh, ketahanan karat, ketahananlistrik (kawat listrik)

dan menurunkan kecepatan pendinginan dan regangan panas

(regangan terkecil dimiliki baja invar dengan 36 % Ni).

5. Molybdenum (Mo) kebanyakan dipadu dengan baja dalam

ikatan dengan Cr,Ni, V. Meningkatkan kekuatan tarik, batas

rentang, temperability, ketahanan panas, dan batas kelelahan

menurunkan regangan, kerapuhanpelunakan

6. Vanadium (V) mempunyai sifat mirip Mo dalam baja, namun

tanpa mengurangi regangan. Meningkatkan kekuatan, batas

rentang, keuletan, kekuatan panas dan ketahanan lelah, suhu

pijar dalam perlakuan panas. Menurunkan kepekaan terhadap

sengatan panas yang melewati batas pada perlakuan panas.

7. Wolfram (W) Unsur paduan penting untuk baja olah cepat.

Mempunyai titik lebur yang tinggi maka digunakan untuk kawat

pijar dan logam keras. Meningkatkan kekerasan, kekuatan,

kekuatan panas menurunkan regangan (sedikit).

3
2.4 Perlakuan Panas (heat treatment)

Perlakuan panas adalah proses pada saat bahan dipanaskan hingga suhu

tertentu dan selanjutnya didinginkan dengan cara tertentu pula. (Bagyo Sucahyo,

1995: 192). Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan

logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis dan mekanis logam

tersebut. Baja dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong

meningkat, atau baja dapat dilunakkan untuk memudahkan pemesinan lebih lanjut

(B.H. Amstead Philip F. Ostwald dan Myron L. Begeman, 1997: 135).

Perlakuan panas adalah suatu cara yang mengakibatkan perubahan struktur

bahan melalui penyolderan atau penyerapan panas: dalam pada itu bentuk bahan

tetap sama (kecuali perubahan akibat regangan panas). (Alois schonmetz,

1985:38).Dapat disimpulkan bahwa perakuan panas adalah suatu cara untuk

meningkatkan sifat-sifat bahan agar lebih sempurna dengan cara memanaskan

bahan sampai suhu tertentu kemudian didinginkan dengan cara tertentu pula.

Maksud dan tujuan perlakuan panas tersebut meliputi:

1. Meningkatkan kekuatan dan kekerasan.

2. Mengurangi tegangan

3. Melunakkan

4. Mengembalikan pada kondisi normal akibat pengaruh pengajaransebelumnya

5. Menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh terhadap keuletan bahan,

serta beberapa maksud yang lain.

Pada logam atom-atomnya tersusun teratur menurut suatu pola tertentu

dinamakan kristal. Pada umumnya kristal logam mempunyai susunan atom

3
tertentu, salah satu dari beberapa sistem kristal yang mungkin terjadi. Ada yang

kristalnya tersusun dari mutiplikasi bentuk sel satuan Body Centered Cubic

(BCC), Face cubic (FCC) dan Hexagonal Closed Pack (HCP) atau bentuk lain.

Gambar Tiga Bentuk Utama Sel Satuan Dari Sistem Kristal Logam (a).
Body Centered Cubic (b). Face Centered Cubic; (c). Hekxagonal Closed Pack

(Sumber B.H. Amstead, Phillip F. Ostwald, Myron L. Begeman, 1997: 20)

Struktur semua logam terdiri atas kristal-kristal butiran yang

bergandengan satu sama lain dalam wujud dan ukuran yang berlainan. Kristal-

kristal itu terdiri atas bagian-bagian terkecil dari suatu unsur atau atom-atom.

Tinggi rendahnya kadar karbon mempengaruhi tinggi rendahnya suhu kritis (batas

zona struktur logam) sehingga menyebabkan perubahan bentuk Kristal.

Gambar Diagram Fasa Besi – Karbon

(sumber B.H. Amstead, Pilips F.Ostwald dan Myron L. Begeman, 1989 : 140)

3
Pada proses perlakuan panas diperlukan pengetahuan tentang transformasi

fasa, sehingga memungkinkan memperoleh sifat-sifat mekanik bahan dengan

mengubah struktur mikro baja. Struktur yang terdapat pada bajaantara lain adalah:

a. Ferrite

Ferrite mempuyai sel satuan Body Centered Cubic (BCC) yang hanya dapat

menampung unsur karbon maksimum 0,025% pada temperatur 723° C. Ferrite

menjadi getas pada temperatur rendah, dan merupakan struktur yang paling lunak

pada baja.

b. Pearlite

Pearlite adalah campuran ferrite dan cementite berlapis dalam suatu struktur

butir. Laju pendinginan lambat menghasilkan pearlite kasar dan laju

pendinginan cepat menghasilkan pearlite halus, bersifat keras dan lebih tangguh.

c. Austenite

Austenite mempunyai sel satuan kubus pusat badan atau Face Centered Cubic

(FCC) yang mengandung unsur karbon maksimum hingga 1,7%. Fasa ini hanya

mungkin ada pada temperatur tinggi.

d. Martensite

Martensite merupakan fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel

satuan tetragonal pusat badan atau Body Centered Tetragonal (BCT). Makin

tinggi kejenuhan karbon maka semakin keras dan getas. Jika baja didinginkan

secaracepat dari fasa austenite, maka sel satuan FCC akan bertransformasi secara

cepat menjadi BCC.

e. Cementite

3
Cementite merupakan senyawa bersifat sangat keras yang mengandung

6,67% karbon. Cementite sangat keras, tetapi bila bercampur dengan ferrite yang

lunak maka kekerasan keduanya menurun.

f. Ledeburite

Ledeburite merupakan campuran eutektik antara austenite dan

cementite,mengandung 4,3% karbon dan terbentuk pada suhu 1130° C.

2.5 Perlakuan Panas Mekanik

1. Pengerasan (hardening)

Pengerasan (hardening) adalah proses pemanasan baja sampai suhu di

daerah atau di atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat

(B.H. Amstead, Pilips F. Ostwald dan Myron L. Begeman, 1997: 144)

Pengerasan adalah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran

meningkatkan kekerasan alami baja (Alois Schonmetz dan Karl Gruber,

1985:45).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengerasan

adalah suatu kegiatan yang bermaksud untuk meningkatkan kekerasan baja

dengan cara memanaskan baja tersebut sampai terbentuknya suatu larutan

padat (austenit) yang terjadi akibat terurainya karbid besi menjadi besi dan

zat arang kemudian diikuti oleh proses pendinginan yang mendadak

sehingga terbentuklah martensit Sebelum pelaksanaan pengerasan, maka

jenis baja bahan asal benda kerja, harus sudahdikenal. Bila kadar karbon

diketahui, suhu pemanasanya dapat dibaca dari diagram fasa besi-karbon.

3
Proses pengerasan bertujuan untuk menambahkan kekerasan,

kekuatan dan memperbaiki ketahanan baja dalam pemakaian. Pengerasan

dicapai denganmemanaskan baja hingga mencapai suhu di atas suhu

pengerasan kemudian didinginkan pada media pendingin yang tersedia. Cara

pemanasanya bertahap dan pada setiap penambahan. Suhu ditahan selama

beberapa menit sesuai dengan ukuran sampel, demikian seterusnya hingga

mencapai suhu diatas suhu pengerasanatau disebut suhu kritis.

Baja dengan kadar karbon rendah sulit untuk dikeraskan. Dengan

meningkatnya kadar karbon sekitar 0,6 % kekerasan akan naik pula. Di atas

kenaikan harga karbon hanya sedikit pengaruhnya karena di atas suhu kritis

baja dalam keadaan anil terdiri dari perlit dan sementit yang bersifat keras.

Baja yang sebagian besar terdiri dari perlit dapat diubah menjadi baja yang

keras (Suharno, 2007: 26). Sedang Amstead (1993: 141), menyebutkan

bahwa, bila sepotong baja karbon rendah dipanaskan, tidak terjadi perubahan

dalam ukuran butir sampai titik Ac3, terjadi perubahan bentuk apabila

samapai pada garis Ac3. Sedang pendinginan yang cepat akan menghasilkan

struktur yang kasar (keras). Pemanasan yang lebih dari garis Ac3

mengakibatkan butir menjadi austenit sehingga pendinginan akan menjadi

lebih lama dan strukur yang timbul akan menjadi lebih halus dan besar

(lunak).

Benda dengan ukuran yang lebih besar umumnya akan menghasilkan

permukaan yang kurang keras meskipun kondisi perlakuan panas tetap

sama. Hal ini disebabkan terbatasnya panas yang dapat merambat ke

3
permukaan. Oleh karena itu kekerasan di dalam bagian benda akan lebih

rendah dari pada dib again luar dan ada nilai batas tertentu. Namun air

garam atau air akan menurunkan suhu permukaan benda dengan cepat, yang

diikuti penurunan suhu di dalam benda tersebut sehingga diperoleh lapisan

keras dengan ketebalan tertentu. Muh. Iqbal Haqi (2006: 4), faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil kekerasan pada perlakuan panas antara lain

komposisi kimia yang mempengaruhi suhu pemanasan, langkah perlakuan

yang meliputi waktu tahan, dan media pendinginan.

2. Suhu Pemanasan

Agar pemanasan pada proses pengerasan dapat berhasil yaitu

mencapaisuhu austenisasi dengan baik yaitu di atas suhu kritis baja eutektik

yaitu 723°C, pemanasan menuju suhu pengerasan harus dilakukan secara

bertahap (pemanasan pendahuluan dan pemanasan akhir) agar tegangan

pemanasan sedapat mungkin tetap rendah. Suhu pemanasan ditentukan oleh

kadar karbon dari sebuah baja.

Pada pemanasan sebuah benda kerja, pertama-tama pojok yang

menjulur menjadi panas, kemudian pinggiran, setelah itu seragam sesuai

dengan kenaikan suhu yang tidak seragam itu sehingga timbul tegangan. Hal

ini akan menjadi semakin berbahaya, dengan semakin cepatnya pemanasan

berlangsung. Benda kerja yang besar dan suhu akhir yang tinggi memerlukan

pelaksanaan beberapa tahap dan di dalam setiap tahap membutuhkan cukup

waktu untuk peralihan panas.

Pemanasan akhir menuju suhu pengerasan harus berlangsung cepat

3
untuk mencegah rongga terak, penyerapan karbon permukaan dan

pembentukan butiran kasar. Juga di dalam daerah ini, kenaikan suhu sedapat

mungkin harus berlangsung merata kea rah inti. Penyebab paling sering

terbentuknya rengatan pengerasan karena pemanasan tidak merata pada benda

yang dikeraskan.

3. Waktu tahan (holding time)

Maksud dari penahanan pada suhu penambahan tersebut yaitu supaya

panasdapat merata ke seluruh benda kerja. Pada benda kerja yang bentukya

tidak teratur, benda harus dipanaskan perlahan-lahan agar tidak mengalami

distorsi atau pun retak semakin besar potongan benda, maka semakin lama

waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil yang merata. Menurut

M.Iqbal Haqi (2006: 5) Baja karbon memiliki waktu tahan yang berbeda-

beda tergantung dari jumlah kadar karbonya maka holding time yang

dimiliki baja karbon adalah:

1. Baja konstruksi dari baja carbon dan baja paduan rendah yang

mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang

singkat, 5 - 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya

dianggap sudah memadai.

2. Baja konstruksi dari baja paduan carbon menengah dianjurkan

menggunakan holding time 15 -25 menit, tidak tergantung ukuran benda

kerja.

3
2.6 Pengejutan (Quenching)

Setelah benda kerja memperoleh suhu pengerasan yang merata hingga intinya,

maka benda kerja segera didinginkan dengan cepat dengan mencelupkan ke dalam

air, air garam, minyak atau bahan pendingin lainya sehingga atom-atom karbon

yang telah larut dalam austenit tidak sempat membentuk pearlit dan ferrit,

akibatnya austenit menjadi sangat keras yang disebut martensit. Suhu

pembentukan martensit akan makin rendah bila kandungan karbon tinggi. Namun

untuk pendinginan yang paling maksimal terletak pada air garam karena air garam

mampu membuat permukaan benda kerja tersebut akan mengikat zat arang dan

menjadi martensit (Bagyo sucahyo : 1993 : 195). Campuran air dan garam yang

paling efektif untuk pengerasan memiliki kadar 10 % Nacl (ASM Hand Book,

1991 : 222).

Untuk pengerasan baja karbon memiliki nilai kekerasan sendiri- sendiri jika

diklasifikasikan berdasarkan komposisinya dan dihubungkan dengan %

martensite yang dimilikinya. Menurut ASM hand book 1984 edition

mengklasifikasikan beberapa % karbon yang dihubungkan dengan nilai kekerasan

HRC dan jumlah persen martensite yang terkandung didalamnya.

Martensit mempunyai suatu struktur yang sangat halus seperti jarum. Di

samping itu, pelarutan unsure karbon dalam jumlah yang besar menyebabkan

terjadi perubahan lapisan kubusnya, serta mempunyai sifat sangat kuat dan keras,

tetapi rapuh. Pengerjaan baja untuk menghasilkan kondisi yang tidak seimbang

dapat dilakukan pengerjaanya dengan cara pengerasan (hardening) dan

penyepuhan(tepering).

4
Laju difusi pada saat pemanasan ditentukan oleh unsur paduan dan pada saat

pendinginan cepat austenit yang berbutir kasar akan mempunyai banyak

martensit. Amstead (1993: 141), fase kristal dan besarnya butir yang terjadi akan

membentuk sifat baja. Apabila ferrit dan sementit di dalam perlit berbutir besar,

maka baja tersebut makin lunak sebagai akibat pendinginan lambat. Sebaliknya

baja menjadi semakin keras apabila memiliki martensit yang diperoleh pada

pendinginan cepat.

Untuk memahami macam-macam fase dan struktur kristal yang terjadi pada

saat pendinginan, dapat diamati dari diagram TTT berikut:

Gambar Digaram TTT

(sumber Mersilia, A. 2016)

Fase austenit stabil berada di atas suhu 770°C. pada suhu yang lebih

rendah akan terbentuk martensit dan mulai suhu ini martensit sudah tidak

tergantung pada kecepatan pendinginan. Pada kenyataanya laju pendinginan sangat

mempengaruhi hasil proses hardening, bahkan bila dibandingkan pengaruh

4
pemanasan maka pengaruh laju pendinginan lebih besar dan lebih nyata. Laju

pendinginan yang cepat akan menghasilkan logam dengan kekerasan yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan laju pendinginan yang lambat. Waktu yang

dibutuhkan agar didapatkan kekerasan maksimal adalah kurang dari satu menit.

Laju pendinginan ini dipengaruhi oleh viskositas atau kekentalan bahan

pendinginan. Jika bahan pendingin berupa cairan semakin rendah viskositasnya

akan lebih mudah menyerap panas sehingga laju pendinginan logam pada proses

hardening akan semakin cepat karena laju perpindahan kalor dari benda ke bahan

pendingin lebih besar. Berbeda dengan bahan pendingin dengan viskositas yang

semakin tinggi maka penyerapan panas juga akan semakin lambat sehingga

pendinginan akan lambat atau bahkan bertahap. Laju pendinginan yang cepat akan

menghasilkan besi atau baja dengan kekerasan yang lebih tinggi.

1. Flame hardening

Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah

pemanasan yang disusul dengan pencelupan permukaan. Pemanasan dilakukan

dengan nyala oksi asetilen yang dibiarkan memanasi permukaan logam sampai

mencapai suhu kritis (Amstead, 1997:155). Cara ini sangat efektif untuk baja

dengan kandungan karbon cukup tinggi lebih dari 0,4 % C). Sebelum

diperkeras sebaiknya komponen dinormalising, sehingga didapat kulit dengan

struktur martensit (sedalam 4 mm) dan inti ferrite- pearlite yang ulet.

Dalam hal ini tempering juga diperlukan, dapat dengan nyala api

ataupun dalam dapur tempering. Baja-baja ini dipijarkan bebas tegangan dan

ditemper keras sebelum pengerasan. Permukaan yang akan dikeraskan

4
dipanaskan sedemikian cepat dengan sebuah pembakar acetylene-zat asam

(1:1) atau pembakar gas penerangan zat asam (1:0,6) sampai suhu

pengerasan, sehingga akibat kelembamanpenghantaran panas, hanya lapisan

atas saja yang terliput. Langsung setelah ini dilakukan pengejutan dengan

guyuran air tekanan yang mengikuti pembakar sebelum panas meresap

kedalam lapisan yang terletak lebih dalam lagi.

2. Pelunakan (annealing)

Proses annealing adalah perlakuan panas pada bahan dimana bahan

tersebut dipanaskan pada temperatur tertentu, dan mendinginkannya dengan

lambat sampai temperatur ruangan (Amstead, 1997:150). Metode pendingin

dilakukan dengan mematikan furnace (furnace cooled). Tujuan dari proses

annealing adalah menghilangkan tegangan sisa dan menghindarkan

terjadinya retakan panas (Van vlack, 1983:437) Semua temperatur pada

annealing juga telah ditentukan berdasarkan macam- macam annealing,

untuk suhu pemanasan berdasarkan jumlah karbon maka dapat dilihat

didiagram fasa besi karbon.

3. Normalizing

Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga

mencapai fase austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan

dalam media pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa perlit dan fertit

namun hasilnya jauh lebih mulus dari anneling. Prinsip dari proses

normalizing adalah untuk melunakkan logam. Tujuan dari normalisasi ini

adalah untuk membentuk butir halus dan seragam (Van Vlack, 1983:441).

4
4. Tempering

Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperatur sedikit

di bawah temperature kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya

dipertahankan sampai merata selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan

dalammedia pendingin. Jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun pula.

Dalamhal ini keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun

proses ini akan menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini berbeda

dengan anneling karena dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang

lunak, mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon.

2.7 Perlakuan Panas Kimia

1. Karbuizing / pengkarbonan

Karbonisasi atau carburizing adalah cara pengerasan dengan proses

penambahan unsur karbon pada permukaan baja karbon rendah, pemanasan

karbonisasi dilaksanakan pada suhu 850°– 950° C. Unsur karbon dapat

diperoleh dari arang kayu, arang tempurung kelapa atau suatu material yang

mengandung unsur karbon. Pengarbonan bertujuan memberikan kandungan

karbon yang lebih banyak pada bagian permukaan dibanding dengan dinding

bagian dalam, sehingga kekerasan pada permukaan lebih meningkat. Tebal

lapisan yang dikarbonasikan dalam lingkungan yang menyerahkan karbon

tergantung dari waktu, dan suhu karbonisasi. Menurut Suharno (2007: 29)

Untuk kedalaman penetrasai unsur C pada permukaan baja adalah 0,5–2

mm dengan kadar karbon pada permukaantersebut 0,75 – 1,2 % Karbonisasi

dapat dilakukan dengan tiga (3) cara, yaitu Karbonisasi padat, Karbonisasi

4
cair dan Karbonisasi gas.

2. Nitriding

Nitriding atau nitrasi adalah suatu proses penambahan unsur

nitrogen pada permukaan baja. Proses nitriding menggunakan gas ammonia

(NH3) pada temperature 480-650°. (Suharno, 2007: 29) Atom nitrogen yang

terbentuk akan bereaksi dengan besi pada permuaan benda kerja. Baja hasil

nitriding akan mempunyai ketahanan aus, ketahanan fatik, dan ketahanan

korosi dalam udara atau uap air yang lebih tinggi. Benda kerja proses

nitriding harus sudah dikerjakan dengan mesin sebaik mungkin tetapi belum

digerinda akhir. Keuntungan proses ini adalah tidak perlu dilakukan

pengejutan, tetapi sudah diperloeh kekerasan yangtinggi.

3. Cyaniding

Cyianiding merupakan proses penambahan unsur nitrogen dan

karbon pada permukaan baja. Kedalaman penetrasi nitrogen dan karon adalah

0,1 dan 0,2Mmm (Suharno, 2007: 30). Hasil proses ini adalah baja yang

mempunyai peningkatan kekerasan pada permukaan, ketahanan aus, batas

fatik. Proses ini sangat baik untuk benda kerja dengan ukuran kecil/medium,

misalnya roda gigi, piston, piston pin, poros kecil.

Pada penelitian ini proses perlakuan panas yang digunakan adalah

hardening (pengerasan) atau annealing (pelunakan), karena jenis perlakuan

inisering digunakan untuk melunakkan atau mengeraskan pada benda kerja

khususnyaadalah baja karbon rendah. Semua faktor yang mempengaruhi

proses perlakuan panas diatas pada baja karbon dapat ditentukan melalui

4
literature.

2.8 Kekerasan Bahan

Pengertian umum kekerasan ialah penolakan suatu bahan atau material

melawan desakan suatu bahan lain (Schonmetz dan Karl Gruber, 1990: 195).

Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai,

karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang relatif kecil tanpa kesukaran

mengenai spesifikasi. Ada beberapa cara untuk mengukur kekerasan suatu

material,diantaranya adalah:

1. Pengujian Kekerasan Rockwell (HR)

Uji Kekerasan Rockwell dilakukan dengan menekan permukaan

material menggunakan indentor sebanyak 2 kali. Mula-mula indentor

diberikan beban minor sebesar 10 kg untuk menepatkan benda uji (kondisi 1),

kemudian dilanjutkan dengan pemberian beban mayor (kondisi 2) dan secara

otomatis kedalam lekukan akan terekam oleh gage penunjuk yang

menyatakan angka kekerasan. Indentor yang digunakan biasanya berupa

kerucut intan 120o dengan puncak yang hamper bulat dan biasa disebut

penumbuk brale, serta bola baja berdiameter 1/16 dan 1/8 inchi. Beban

mayor yang digunakan adalah 60, 100 dan 150 kg tergantung dari jenis

material yang akan diuji.

Dibawah ini adalah rumus yang digunakan untuk mencari besaranya

kekerasan dengan metode rockwell:

HR = E - e (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

4
Keterangan:

HR : Nilai kekerasan Rockwell

E : Konstanta (tergantung dari bentuk indentor)

e : Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 2 dibagi dengan 0.002 mm

Untuk lebih jelasnya, pemberian beban mayor pada berbagai jenis material

dan besarnya nilai konstanta (E) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel Skala Kekerasan Rockwell

Skala Indikator Beban Konstanta Jenis Material Uji


Mayor (E)
A Intan kerucut 60 100 Material sangat keras,
tungsten,karbida, dll.
B 1/16” bola 100 130 Material kekerasan sedang, baja
baja karbon, rendah dan sedang,
kuningan,
perunggu dll.
C Intan kerucut 150 100 Baja keras, paduan yang dikeraskan,
baja yang di hardening dan tempering.
D Intan kerucut 100 100 Kuningan yang di amnealing
dan tembaga.
E 1/8” bola baja 100 130 Berilliam, chopper, phosphor, bronce
dll.
F 1/16” bola 60 130 Plat aluminium.
baja
G 1/16” bola 150 130 Besi cor, paduan aluminium.
baja
H 1/8” bola baja 60 130 Plastik dan logam lunak seperti timah.
K 1/8” bola baja 150 130 Plastik dan logam lunak seperti timah.
L 1/4” bola baja 60 130 Plastik dan logam lunak seperti timah.
M 1/4” bola baja 100 130 Plastik dan logam lunak seperti timah.
P 1/4” bola baja 150 130 Plastik dan logam lunak seperti timah.
R 1/2” bola baja 60 130 Plastik dan logam lunak seperti timah.
S 1/2” bola baja 100 130 Plastik dan logam lunak seperti timah.
V 1/2” bola baja 150 130 Plastik dan logam lunak seperti timah.

(sumber https://tukanggambar3d.com/uji-kekerasan-material/)

4
Uji kekerasan logam dengan metode rockwell merupakan

pengujian yang sangat sering digunakan. Hal ini dikarenakn kelebihan dari

metode rockwell yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk

membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkerasn

dan bekas pengecekannya relatif kecil sehingga dapat melakukan

pengecekan pada material tanpa menimbulkan kerusakan.

2. Pengujian Kekerasan Brinell (HB)

Uji kekerasan Brinell dilakukan dengan membentuk lekukan pada

permukaan material/logam menggunakan bola baja yang dikeraskan dengan

diameter 0,625 sampai dengan 10 mm dan beban 0,97 sampai dengan 3000

Kgf. Bola harus terbuat dari baja yang dikeraskan, distemper dan memiliki

kekerasan minimum 850 VPN. Diameter lekukan hasil penekanan mistar

yang sesuai dengan pembesarannya.

Gambar lustrasi pengecakan hardness Brinell

Nilai kekerasan Brinell dapat dihitung dengan rumus berikut.


2𝐹
HB =
𝜋𝐷 (𝐷−√𝐷 2 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)
−𝑑²

4
Keterangan:

HB : Nilai kekerasan Brinell

F : Beban yang diterapkan (kg)

D : Diameter bola / indentor (mm)

d : Diameter lekukan (mm)

3. Pengujian Kekerasan Vickers (HV)

Metode Vickers adalah pengujian kekerasan material menggunakan

indentor intan yang cukup kecil berbentuk pyramid dengan alas berbentuk

bujur sangkar dan sudut puncak 136o.

Beban yang digunakan pada metode Vickers juga jauh lebih kecil

dibandingkan dengan metode Brinell dan Rockwell yaitu antara 1 sampai

dengan 1000 gram.

Gambar Ilustrasi Uji kekerasan Vickers

4
Nilai kekerasan Vickers didefinisikan sebagai beban dibagi luas

permukaan lekukan bekas indentor. Besarnya nilai HV dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

D1+ D2
D= 2 (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

2Fsin (136° /2
HV = D² (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

1.854 F
HV = D² (Sularso & Kiyokatsu Suga 2008)

Keterangan:

HV : Nilai kekerasan Vickers

F : Beban (kg)

D : Panjang diagonal rata-rata (mm)

D1 : Panjang diagonal 1

D2 : Panjang diagonal 2

5
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

Start

Uji Identifikasi Masalah


Kekerasan Validas
i data
Literatur
Tidak
Metode Pengujian

Pengujian

Tidak
Ya
Heat
PerhituPnegrahnitudna
gnanandaalinsa Treatment 900 C
Analisis
Ya Media
Pendinginan:
Kesimpulan
- Air
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian - Air garam
Selesai - Oli

5
3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober 2023 sampai selesai yang

bertempat di laboratorium Universitas Negri Padang fakultas Teknik Mesin untuk

pengujian heatreatment hardening untuk pengujian uji kekerasaan. Tempat

tersebut dipilih dengan alasan bahwa proses pengujian dapat dilakukan dengan

efektif dan efisien sehingga apabila dikaitkan dengan pokok permasalahanyang

akan diteliti telah memenuhi syarat.

3.2. Alat

Adapun bahan dan alat yang digunakan untuk analisis peningkatan

kekerasan bahan piringan cakram motor beat dengan metode quenching adalah

sebagai berikut:

1. Alat

a. Gerinda tangan

Gerinda tangan dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini.

Gambar 3.2 Gerinda Tangan

5
b. Ragum

Ragum dapat dilihat pada gambar 3.3 di bawah ini.

Gambar 3.3 Ragum

c. Jangka Sorong

Jangka sorong dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.4 Jangka Sorong

d. Mesin uji kekerasan Rockwell

5
Mesin uji Rockwell dapat dilihat pada gambar 3.5 di bawah ini.

Gambar 3.5 Mesin Uji Rockwell

e. Wadah larutan

Wadah larutan dapat dilihat pada gambar 3.6 di bawah ini.

Gambar 3.6 Wadah Larutan

f. Termometer

Thermometer dapat dilihat pada gambar 3.7 di bawah ini.

Gambar 3.7 Termometer

g. Tang jepit

5
Tang jepit dapat dilihat pada gambar 3.8 di bawah ini.

Gambar 3.8 Tang Jepit

h. Tungku dan blower

Tungku dan blower dapat dilihat pada gambar 3.9 di bawah ini.

Gambar 3.9 Tungku dan Blower

2. Bahan

5
a. Piringan Cakram Depan

Spesimen piringan cakram depan motor beat dipotong menjadi 10 bagian.

Piringan cakram depan dapat dilihat pada gambar 3.10

Gambar 3.10 Piringan Cakram Depan

b. Oli

Oli yang digunakan yaitu oli bekas SAE 10W-30 AHM OIL MPX 1

digunakan untuk media celup gear yang sudah mendapat perlakuan panas. Oli

dapat dilihat pada gambar 3.11 di bawah ini.

Gambar 3.11 Oli SAE

c. Air

5
Media pendingin untuk spesimen yang telah mendapat perlakuan panas.

Air dapat dilihat pada gambar 3.12 di bawah ini.

Gambar 3.12 Air

d. Garam 300 gram

Garam akan di larutkan untuk media pendingin setelah perlakuan panas.

Garam dapat dilihat pada gambar 3.13 di bawah ini.

Gambar 3.13 Garam 300

e. Arang

Arang untuk bahan bakar tungku. Arang dapat dilihat pada gambar 3.14 di

bawah ini.

Gambar 3.14 Arang Kayu

f. Amplas

5
Di gunakan untuk menghaluskan permukaan roda gigi depan. Amplas

dapat dilihat pada gambar 3.15 di bawah ini.

Gambar 3.15 Amplas

3.3. Penyiapan Larutan

Pada penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan larutan air, oli,

larutan garam. Oli yang digunakan yaitu oli drum bekas SAE 10W-30 dan larutan

garam yang digunakan yaitu campuran dari 1 liter air dengan 300 gram garam.

3.4 Prosedur Penelitian

1. Persiapan Spesimen

Spesimen yang digunakan pada penelitian ini adalah front gear supra x

125 size 15, kemudian dilakukan pemotongan pada satu spesimen menjadi 10

bagian. Pemotongan pada front gear dengan menggunakan gerinda tangan.

Dalam melakukan penelitian ini menggunakan 10 bagian piringan

depan cakram yang sudah di potong dan satu front gear utuh untuk diuji.

Dimana setiap 3 bagian roda gigi diberikan perlakuan yang berbeda- beda.

Spesimen 1: Pada spesimen ini tidak dilakukan uji heat treatment akan tetapi

dilakukan pengujian kekerasannya.

5
Spesimen 2: Pada spesimen ini terdapat 3 bagian piringan cakram yang telah

dipotong dilakukan uji heat treatment kemudian di Quenching dengan media

air, setelah itu dilakukan uji kekerasan.

Spesimen 3: Pada spesimen terdapat 3 bagian piringan cakram yang telah

dipotong dilakukan uji heat treatment kemudian di Quenching dengan media

larutan garam, setelah itu dilakukan uji kekerasan.

Spesimen 4: 3 potong piringan cakram ini dilakukan uji heat treatment

kemudian di Quenching dengan oli, setelah itu dilakukan uji kekerasan.

Agar mendapat hasil yang maksimal untuk uji kekerasan, maka ke

sembilan spesimen tersebut diamplas terlebih dahulu agar didapat permukaan

yang halus dan rata.

2. Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Spesimen yang awalnya telah di persiapkan akan di lakukan proses

perlakuan panas (heat treatment) pada pengujian ini, kecuali spesimen 1 yang

tidak diberikan proses perlakuan panas. Tujuan dari proses ini yakni untuk

mengetahui kualitas dari bahan tersebut, karena dalam proses perlakuan panas

akan terjadi perubahan kekerasan dari suatu baja. Proses yang akan dilakukan

dalam perlakuan panas, spesimen akan dipanaskan mencapai suhu 800℃ -

900℃. Dengan perlakuan ini maka akan terjadi perubahan kekerasan pada

roda gigi depan yang di uji. Sebelum dilakukan proses heat treatment

hardening maka terlebih dahulu diketahui beberapa faktor yang

mempengaruhi proses perlakukan panas tersebut. diantaranya adalah:

5
 Suhu Pemanasan

Penentuan Suhu pemanasan untuk Proses hardening baja front gear yang

dikontrol terus menerus dengan menggunakan diagram fasa Fe- C (gambar

2.15) yang ditarik dari garis % carbon menuju garis A3.

a) Lama Waktu Pemanasan

Waktu pemanasan dapat diatur dengan menggunakan stopwatch.

Untuk proses hardening baja karbon sedang waktu pemanasan bisa

ditentukan yaitu 15, 20 dan 25 Menit. Untuk baja karbon rendah 5, 10 dan 15

menit. Untuk baja front gear tidak tergantung pada tebal benda kerja karena

baja ini termasuk baja yang tidak besar.

b) Media Pendingin

Media Pendingin yang digunakan untuk mendinginkan proses heat

treatment hardening baja front gear adalah air, air garam, dan oli untuk

didapatkan hasil kekerasan yang maksimal dan mengandung ± 99 % martensit

agar dihasilkan nilai kekerasan yang baik. Untuk proses hardening pada front

gear maka dilakukan beberapa proses, yaitu:

 Persiapan

1. Menyiapkan 1 buah benda uji yang tidak dihardening

2. Menyiapkan 3 buah benda uji, dimasukan ke dalam tungku, saat sebelum

api dinyalakan

3. Menyiapkan media pendingin yaitu air, air garam dan oli beserta wadahnya

4. Menyiapkan alat pelindung berupa masker kaca mata serta sarung tangan

6
Menyiapkan tang penjepit specimen

5. Menyiapkan stop watch pada posisi nol

 Proses heat treatment dan quenching.

1. Dalam proses heat treatment pada tungku pemanas menggunakan arang

kemudian api dinyalakan dan di tiup menggunakan blower sampai api dari

arang cukup untuk dilakukan pemanasan pada spesimen.

2. Kemudian siapkan wadah larutan dan isi dengan media pendingin yang kita

gunakan yaitu air, oli, dan air garam.

3. Masukkan sembilan bagian roda gigi ke dalam tungku pemanasan.

4. Tiup tunggu menggunakan blower agar suhu pada spesiman tercapai yakni

900oC.

5. Angkat benda uji menggunakan tang penjepit kemudian ukur temperature

benda uji hingga 800-900oC dengan menggunakan termometer.

6. Setelah spesimen mencapai suhu yang diharapkan lakukan pencelupan ke

media yang telah disediakan yaitu oli air dan air garam, tiap-tiap media di

celupak 3 bagian roda gigi.

7. Lakukan pengamplasan terhadap spesimen yang telah di quenching sampai

permukaan spesimen halus agar bisa diuji kekerasannya menggunakan

metode rockwell.

6
3.5 Proses Pengujian Rockwell

Pengujian kekerasan dilakukan pada front gear yang sebelum dan sesudah

proses heatreatment hardening. Spesimen dipotong melintang untuk mendapatkan

permukaan gigi serta bagian-bagian yang lain dipermukaan yang telah disebutkan.

Setelah melalui tahap persiapan spesimen. Pengujian kekerasan ini bertujuan

untuk mengetahui tingkat kekerasan yang harus dimiliki oleh front gear dan yang

telah mengalami proses hardening, distribusi kekerasan dilakukan untuk

mengetahui kemungkinan perbedaantingkat kekerasan di bagian permukaan.

Alat uji kekerasan Rockwell dapat dilihat pada gambar 3.16 di bawah ini.

Gambar 3.16 Alat Uji Rockwell

(Sumber https://www.alatuji.com/article/detail/65/metode-rockwell-hardness-test-

dan-rockwell-hardness-tester)

6
Langkah-langkah yang dilakukan pada pengujian kekerasan adalah

sebagai berikut:

1. Persiapan semua spesimen.

2. Menghidupkan power alat uji.

3. Memasang identor untuk pengujian spesimen ini yaitu identor berbentuk

kerucut intan 120, serta memasang alas pengujian yang rata.

4. Memasang beban yang diseting pada beban 60 kg.

5. Menentukan titik untuk pengujian dengan menempelkan indentor

padaspesimen tersebut dengan cara memutar v ragum agar menempel

persis.

6. Menyetel dial gauge pada posisi nol menarik tuas crank handel untuk

memulai penekanan indentor.

Mendorong reset motor agar dial gauge menujukkan angka sebenarnya dari

pengujian kekerasan rocwell tersebut

6
Tabel 3.1 Tabel Pengujian

No Kode Bahan Titik Uji Beban(Load) kgf HRA HRA Rata-Rata

1 Tanpa Perlakuan 1

2 Media Air Garam 2

3 Media Oli 2

4 Media Air 2

3.6 Analisis Data

Setelah data dari penelitian didapatkan, selanjutnya yaitu menganalisa data

yang terkumpul dengan cara mengolah data tersebut. Data dari hasil pengujian

data yang didapat dimasukkan kedalam persamaan yang sudah disediakan

kemudian mencari presentasi kenaikan kekerasan pada spesimen. Teknik analisa

data pada penelitian ini adalah perbandingan presentasi antara data-data yang

mengandung variasi dari beberapa media quenching.

6
DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono. 2003. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Andika Wisnujati., “ANALISIS PERLAKUAN CARBURIZING TERHADAP

SIFAT FISIK DAN MEKANIK PADA BAHAN PIRINGAN CAKRAM

IMITASI SEPEDA MOTOR”. Jurnal SIMETRIS Vol 8 No 1 (2017)

B.H. Amstead, Pilips F. Ostwald dan Myron L. Begeman,

Teknologi Mechanical. 1989 : 140

Beumer, B.J.M. 1994. Ilmu Bahan Logam, Jilid I. Jakarta: Braratara Karya

Aksara.

Bondan T Sofyan. 2010. Pengantar material Teknik. Jakarta: Salemba Teknika.

Chapman, W.A.J. 1972. An Introductory Course Workshop Tekhnology Part

1English Leangue Book Society.

Daswarman. 2012. Material Teknik Pemilihan Bahan. Jurusan Teknik Otomotif

Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang.

Dewa Ngakan K.P.N., I Dewa Made K.M., “PACK CARBURIZING BAJA

KARBON RENDAH” Universitas Udayana (2016)

Hari Armanto dan Daryanto. 2003. Ilmu dan Bahan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Haroen. 1984. Teknologi Untuk Bangunan Mesin Bahan-bahan 1 (G.L.J Van

Vliet. Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

6
https://www.suzuki.co.id/tips-trik/perlu-tahu-ini-cara-kerja-rem-cakram-pada-

kendaraan?pages=all. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2023.

Rizal Faturohman., “PENGUJIAN ALAT PERLAKUAN PANAS UNTUK

MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN BAJA” Jurnal

Online

Teknik Mesin Itenas Vol 1 No 1 (2020)

Zainuri, Ahmad., S.T. M.Eng. “DIKTAT ELEMEN MESIN II”. Hal 72 tentang

rem (2010).

Anda mungkin juga menyukai