KELAS RISIKO:
Menengah Rendah
REVISI: 0
KELAS PENGGUNA:
Usaha/Kegiatan Risiko Menengah Rendah
TANGGAL BERLAKU:
xx September 2022
KLUSTER KEGIATAN:
OPERASIONAL - TEKNIS JUMLAH HALAMAN: 8
B. URAIAN STANDAR
B.1. BESARAN DAMPAK
Sejumlah area memiliki tingkat kerawanan longsor menengah-rendah. Risiko kerusakan
lingkungan dan kerugian lain baik materiil dan immateriil maupun korban jiwa akan meningkat,
apabila mitigasi tanah longsor tidak diterapkan.
100
B.2. STANDAR PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN KETAHANAN BENCANA
DAN PERUBAHAN IKLIM
B.2.1. Bentuk Pengelolaan dan Pengendalian
Ruang lingkup bentuk pengelolaan dan pengendalian yang tercakup dalam standar inimeliputi:
▪ Identifikasi penyebab terjadinya bencana tanah longsor berdasarkan faktor mayor,
faktor minor dan faktor pemicu.
▪ Penggunaan sistem peringatan dini tanah longsor yang efektif, representatif, dan
aplikatif
▪ Penerapan aplikasi teknik soil bioengineering.
B.2.2. Lokasi
Areal yang memiliki kerawanan longsor dan pascalongsor di area IKN beserta daerah
penyangga.
B.3.2. Lokasi
Areal yang memiliki kerawanan longsor dan pascalongsor di sekitar area IKN
101
LAMPIRAN
STANDAR MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR
Secara geografis sebagian besar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berada
pada kawasan rawan bencana alam, dan salah satu bencana alam yang sering terjadi
adalah bencana longsor. Seiring dengan proses pembangunan berkelanjutan, khususnya
pembangunan IKN Nusantara maka perlu diupayakan pengaturan dan pengarahan
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan prioritas utama pada penciptaan
keseimbangan lingkungan. Salah satu upaya yang diambil adalah melalui pelaksanaan
penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana alam agar dapat ditingkatkan keselamatan
dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan masyarakat terutama di kawasan rawan
bencana longsor. Longsor terjadi karena proses alami dalam perubahan struktur muka
bumi, yakni adanya gangguan kestabilan pada tanah atau batuan penyusun lereng.
Gangguan kestabilan
102
lereng ini dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi terutama faktor kemiringan lereng, kondisi
batuan ataupun tanah penyusun lereng, dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng.
Meskipun longsor merupakan gejala fisik alami, namun beberapa hasil aktifitas manusia
yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam juga dapat menjadi faktor penyebab
ketidakstabilan lereng yang dapat mengakibatkan terjadinya longsor, yaitu ketika aktifitas
manusia ini beresonansi dengan kerentanan dari kondisialam yang telah disebutkan di
atas. Faktor-faktor aktifitas manusia ini antara lain pola tanam, pemotongan lereng,
pencetakan kolam, drainase, konstruksi bangunan, kepadatan penduduk dan usaha
mitigasi. Dengan demikian dalam upaya pembangunan berkelanjutan, khususnya
pembangunan IKN Nusantara melalui penciptaan keseimbangan lingkungan diperlukan
suatu panduan atau pedoman yangberupa standar mitigasi bencana tanah longsor
2. Sumber Dampak
Kawasan yang rentan terjadinya bencana tanah longsor pada umumnya menjadi pusat
kegiatan masyarakat, seperti pemukiman dan lahan budidaya sehingga mengancam
perikehidupan manusia. Bencana tanah longsor akan memunculkan dampak terhadap
sosial ekonomi dan mobilitas masyarakat, arus transportasi, kerusakan lingkungan dan
infrastruktur hingga timbul risiko kematian.
Bentuk pengelolaan dan pengendalian guna melakukan mitigasi bencana tanah longsor
meliputi:
▪ Identifikasi penyebab terjadinya longsor ada 3 faktor, yaitu: (1) Faktor mayor(kemiringan
lereng, sesar, tekstur tanah, kedalaman regolith tanah, dan geologi),
(2) faktor minor (bentuk lereng, agregasi tanah, permeabilitas, drainase dan struktur
tanah) dan (3) faktor pemicu (alam berupa curah hujan, gempa bumi, dan vulkanik, dan
buatan berupa potong tebing tegak (PTT) untuk berbagai keperluan infrastruktur seperti
jalan, pemukiman dan sungai, dan beban lereng (empang, sawah, pohon)).
103
▪ Untuk mengetahui tingkat kerentanan atau kerawanan longsor suatu daerah dinilai
berdasarkan faktor mayor yang terdiri dari lereng (S), tekstur (T), sesar (F), regolith (R)
dan geologi (G), dengan formula sebagai berikut: :
▪ Formula di atas hanya untuk 4 tipe tanah longsor yaitu slide (blok), landslide (tanah),
creep (rayapan) dan slump (rotasi), adapun untuk 4 tipe tanah longsor lainnya {tipe
longsor flow (aliran masa cair), fall (jatuhan), topple (ambrukan bongkah), dan earthflow
(aliran material), serta likuifaksi seperti yang terjadi di Palu} belum ditemukan formula
untuk mengidentifikasi daerah yang berpotensi longsor.
▪ Penggunaan sistem peringatan dini tanah longsor yang efektif, representatif, dan
aplikatif sangat diperlukan. Kombinasi sistem peringatan dini tanah longsor berbasis
curah hujan dan gerakan tanah sangat disarankan. SiPendil (Sistem Peringatan Dini
Longsor) dapat digunakan sebagai informasi dan peringatan terhadap probabilitas
kejadian longsor yang dipicu oleh curah hujan di daerah pemasangannya (Tayani,
104
2020). SiPendil menggunakan pengaturan nilai ambang batas hujan melalui threshold
controller. Korelasi antara curah hujan dan kejadian longsor digunakan sebagai dasar
penentuan ambang batas kemampuan tanah untuk merespon curah hujan. Prinsip kerja
SiPendil terdiri dari pipa penampung air hujan dan box controller yang dihubungkan
dengan alarm. Indikator alarm menunjukkan empat tingkat status hujan yaitu Normal
(hijau), Siaga (kuning), Waspada (biru) dan Awas (merah). Frekuensi bunyi alarm akan
semakin cepat seiring dengan peningkatan status hujan. Penggunaan SiPendil
dilakukan dengan: 1) Pemasangan dan pengaturan unit luar ruang, 2) Pemasangan dan
pengaturan unit dalam ruang, 3) Pengoperasian unit dan pencatatan hasil.
105
▪ Peralatan lain yang dapat digunakan selain SiPendil dan Bandul untuk mitigasi bencana
tanah longsor adalah KUTARA. KUTARA (Kuat Tarik Akar) merupakan prototype alat
sederhana untuk mengetahui kuat tarik akar suatu jenis tanaman dalam meningkatkan
kuat geser tanah. Alat ini dapat digunakan secara insitu di lapangan, dengan cara yang
mudah dan perlengkapan yang sederhana seperti pada gambar berikut :
5. Lokasi teknis
Kawasan rawan longsor dan pascalongsor di sekitar area IKN dan daerah penyangga.
6. Periode Pengelolaan
Selama operasional kegiatan dan/atau usaha
107
Manual horizontal : pengatusan air atau pemotongan rembesan air pada lereng yang
drainage dilakukan secara horizontal
Threshold controller : Pengaturan nilai ambang batas hujan yang akan digunakan
sebagai klasifikasi tingkat status kewaspadaan
Daftar Pustaka
108