Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL MATA KULIAH

MITIGASI & KEBENCANAAN KELAS C

Disusun Oleh :

Rahmatullah M. Arsyad – F23122101

Dosen Pengajar :
Dr. Sukardan Tawil, ST, MT
Roni Hermawan, S.Pi,. M.Si
Budi Andresi, S.Pd., M.Eng

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

PROGRAM STUDI S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

UNIVERSITAS TADULAKO

2023
Soal:
1. Sebutkan jenis-jenis bencana serta jelaskan pengertian risiko bencana serta
menurut UU 24 Tahun 2007.
2. Apa perbedaan Tanggap Darurat dan Mitigasi bencana?
3. Jelaskan definisi dan arahan spasial Zona Rawan Bencana yang tercantum
dalam Pergub 10 Tahun 2019.
4. Jelaskan apa yang di maksud dengan Konsep Kerentanan serta berikan
contohnya.
5. Dalam Perka BNPB Nomor 4 Tahun 2008, menjelaskan perencanan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana seperti yang tergambar di bawah
ini. Jelaskan masing-masing tahapan dalam siklus gambar tersebut.
6. Apa inti perbedaan peran dan fungsi Pemerintah dan Masyarakat dalam
kegiatan penanggulangan bencana, menurut Perka BNPB Nomor 4 Tahun
2008.
7. Jelaskan Karakteristik dan Mitigasi Bencana Tsunami.
8. Jelaskan Persamaan Konseptual Rumus Risiko Bencana ini : R = H x V : C
Jawban
1. Bencana dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan sumber dan
sifatnya. Beberapa jenis bencana yang umum meliputi:
- Bencana Alam
- Bencana Manusia
- Bencana Teknologi

Resiko bencana adalah tingkat kerentananku suatu komunitas terhadap bencana


tertentu. Ini dapat diartikan sebagai gabungan antara ancaman (bahaya bencana) dan
kerentanan (ketidakmampuan untuk mengelola atau mengurangi dampak bencana).
Resiko bencana dapat diukur dengan melibatkan tiga elemen utama:

- Ancaman Bencana (Hazard): Potensi kejadian bencana yang dapat menyebabkan


kerugian.
- Kerentanan (Vulnerability): Kelemahan atau ketidakmampuan suatu komunitas
dalam menghadapi dampak bencana.
- Kemampuan Adaptasi (Capacity to Adapt): Kapasitas suatu komunitas dalam
mengatasi dan merespons terhadap bencana.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana:


UU 24 tahun 2007 merupakan peraturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang
penanggulangan bencana. Beberapa poin penting dalam UU ini melibatkan
pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bertanggung
jawab atas perencanaan, koordinasi, dan pelaksanaan kebijakan penanggulangan
bencana di tingkat nasional. UU ini juga menetapkan kewajiban pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana serta
menetapkan sanksi bagi pelanggaran-pelanggaran terkait penanggulangan bencana.

2. Tanggap darurat berfokus pada respons cepat dan pengelolaan situasi darurat segera
setelah bencana terjadi, sedangkan mitigasi bencana lebih berorientasi pada langkah-
langkah pencegahan dan pengurangan risiko sebelum dan setelah bencana. Keduanya
penting dalam suatu sistem penanggulangan bencana yang efektif dan holistik.

- Tanggap Darurat:

Pengertian: Tanggap darurat merujuk pada langkah-langkah yang diambil secara cepat
dan mendesak setelah terjadi bencana untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi
cedera, dan memberikan bantuan darurat kepada korban.
Fokus Utama: Menangani dampak langsung dan segera dari bencana, seperti
penyelamatan, pemberian bantuan medis, evakuasi, penyediaan tempat pengungsian,
dan distribusi bantuan makanan dan air.
Waktu Pelaksanaan: Dilakukan segera setelah terjadi bencana atau ketika ada ancaman
langsung terhadap keselamatan manusia.

- Mitigasi Bencana:
Pengertian: Mitigasi bencana merujuk pada langkah-langkah preventif dan proaktif
yang diambil sebelum, selama, dan setelah bencana dengan tujuan mengurangi
kerentanan dan dampak bencana di masa depan.
Fokus Utama: Mengurangi risiko dan kerentanan terhadap bencana melalui
perencanaan tata ruang yang baik, pembangunan infrastruktur yang tahan bencana,
peningkatan kapasitas masyarakat, penyuluhan, dan kebijakan pengelolaan risiko
bencana.
Waktu Pelaksanaan: Dilakukan jangka panjang dan terus-menerus sebagai upaya
preventif sebelum bencana terjadi, serta upaya pemulihan dan rekonstruksi setelah
bencana.

3. A. ZRB 4:
Definisi:
Zona Likuifaksi Massif Pasca Gempa.
Zona Sempadan Pantai Rawan Tsunami (minimal 100-200 meter dari titik pasang
tertinggi).
Zona Sempadan Patahan Aktif Palu-Koro (0-10 meter, Zona Bahaya Deformasi Sesar
Aktif).
Zona Rawan Gerakan Tanah Tinggi Pasca Gempa Bumi.
Arahan Spasial:
Dilarang pembangunan kembali dan pembangunan baru di zona ini.
Rekomendasi untuk relokasi unit hunian.
Prioritaskan pemanfaatan ruang untuk fungsi kawasan lindung, RTH (Ruangan
Terbuka Hijau), dan monument.

B. ZRB 3:
Definisi:
Zona Sempadan Patahan Aktif Palu Koro (10-50 meter).
Zona Rawan Likuifaksi Sangat Tinggi.
Zona Rawan Tsunami Tinggi di luar sempadan pantai.
Zona Rawan Gerakan Tanah Tinggi.
Arahan Spasial:
Dilarang pembangunan baru untuk fungsi hunian serta fasilitas penting dan berisiko
tinggi.
Pembangunan kembali fungsi hunian diperkuat sesuai standar yang berlaku.
Prioritaskan fungsi kawasan lindung atau budidaya nonterbangun (pertanian,
perkebunan, kehutanan) pada zona rawan likuifaksi sangat tinggi atau rawan gerakan
tanah tinggi.
C. ZRB 2:
Definisi:
Zona Rawan Likuifaksi Tinggi.
Zona Rawan Tsunami Menengah.
Zona Rawan Gerakan Tanah Menengah.
Zona Rawan Banjir Tinggi.
Zona Rawan Gempa Bumi Tinggi.
Arahan Spasial:
Pembangunan baru harus mengikuti standar yang berlaku (SNI 1726).
Pada zona rawan tsunami dan rawan banjir, bangunan hunian disesuaikan dengan
tingkat kerawanan bencananya.
Intensitas pemanfaatan ruang rendah.

D. ZRB 1:
Definisi:
Zona Rawan Likuifaksi Sedang.
Zona Rawan Tsunami Rendah.
Zona Rawan Gerakan Tanah Sangat Rendah dan Rendah.
Zona Rawan Banjir Menengah dan Rendah.
Zona Rawan Gempa Bumi Tinggi.
Arahan Spasial:
Pembangunan baru harus mengikuti standar yang berlaku (SNI 1726).
Intensitas pemanfaatan ruang rendah-sedang.

4. Kerentanan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi sosial, ekonomi,
lingkungan, dan infrastruktur. Berikut Contoh dari konsep kerentanan adalah:

- Kerentanan Sosial:
Contohnya adalah komunitas dengan tingkat kemiskinan tinggi dan akses terbatas
terhadap layanan kesehatan. Komunitas ini mungkin lebih rentan terhadap bencana
kesehatan, seperti wabah penyakit, karena kurangnya akses terhadap perawatan medis
dan kekurangan sumber daya untuk mengatasi krisis kesehatan.

- Kerentanan Ekonomi:
Misalnya, daerah yang sangat bergantung pada sektor pertanian dan tidak memiliki
diversifikasi ekonomi yang memadai. Daerah ini mungkin lebih rentan terhadap
bencana alam seperti kekeringan atau banjir yang dapat merusak hasil panen,
mengancam keberlanjutan pertanian, dan berdampak negatif pada perekonomian lokal.

- Kerentanan Lingkungan:
Contohnya adalah daerah yang terletak di dekat pesisir dan rentan terhadap kenaikan
permukaan air laut. Daerah ini mungkin lebih rentan terhadap bencana banjir akibat
badai atau tsunami karena posisinya yang rentan terhadap perubahan iklim dan kondisi
lingkungan.

- Kerentanan Infrastruktur:
Misalnya, daerah yang memiliki infrastruktur yang lemah seperti jalan rusak atau
sistem peringatan dini yang tidak efektif. Daerah ini mungkin lebih rentan terhadap
bencana alam seperti gempa bumi atau letusan gunung berapi karena kesulitan dalam
evakuasi dan kurangnya kemampuan untuk memberikan peringatan dini kepada
penduduk.
Penting untuk memahami bahwa kerentanan tidak hanya berasal dari satu faktor,
melainkan dari kombinasi berbagai aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan
infrastruktur. Upaya untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana sering
melibatkan pendekatan yang holistik dan terintegrasi yang mempertimbangkan semua
dimensi kerentanan tersebut.

5. Penjelasan di pada gambar memberikan gambaran umum mengenai tahapan rencana


penanggulangan bencana dari prabencana hingga pemulihan. Berikut adalah
rangkuman untuk setiap tahap:

A. Tahap Prabencana:
Kegiatan: Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management
Plan).
Karakteristik: Rencana umum dan menyeluruh yang mencakup seluruh tahapan dan
bidang kerja kebencanaan.
Contoh: Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.

B. Tahap Prabencana (Potensi Bencana):


Kegiatan: Penyusunan Rencana Kesiapsiagaan berdasarkan skenario menghadapi
bencana tertentu (Contingency Plan).
Karakteristik: Berfokus pada kesiapsiagaan menghadapi keadaan darurat dengan
skenario bencana spesifik (single hazard).

C. Tahap Tanggap Darurat:


Kegiatan: Penyusunan Rencana Operasi (Operational Plan).
Karakteristik: Operasionalisasi atau aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana
Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.

D. Tahap Pemulihan:
Kegiatan: Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan).
Karakteristik: Melibatkan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada
pascabencana.

6. Perbedaan antara fungsi pemerintah dan masyarakat dalam mitigasi dan


penanggulangan bencana adalah sebagai berikut:

Pemerintah: Pengendalian dan Pengelolaan: Pemerintah memiliki peran utama dalam


mengendalikan kegiatan pembinaan dan pembangunan daerah, termasuk dalam upaya
mitigasi dan penanggulangan bencana.
Sumber Daya dan Anggaran: Pemerintah memiliki akses terhadap sumber daya dan
anggaran yang signifikan untuk mendukung program-program mitigasi dan
penanggulangan bencana.
Pembuatan Kebijakan: Pemerintah bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan
dan regulasi terkait penanggulangan bencana serta mengawasi implementasinya.
Masyarakat:
Pelaku Awal Penanggulangan Bencana: Masyarakat berperan sebagai pelaku awal
dalam penanggulangan bencana. Mereka yang pertama kali terlibat dalam respons
awal dan pertolongan pertama.
Kapasitas dan Keterlibatan: Masyarakat perlu memiliki kapasitas dan keterlibatan
aktif dalam menangani bencana. Ini mencakup pengetahuan, keterampilan, dan
kesadaran terhadap risiko.
Partisipasi dalam Pemulihan: Setelah terjadi bencana, masyarakat juga berperan
dalam proses pemulihan. Ini melibatkan partisipasi dalam rekonstruksi dan kembali
ke normalitas.
Perubahan:

Pemerintah dan masyarakat perlu menjalin kerjasama yang erat. Pemerintah harus
memfasilitasi dan mendukung partisipasi aktif masyarakat dalam upaya mitigasi dan
penanggulangan bencana.
Pemerintah perlu memberdayakan masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan melalui pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kapasitas
mereka dalam menghadapi bencana.
Kolaborasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat dapat meningkatkan
efektivitas upaya penanggulangan bencana secara keseluruhan.
Pentingnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat memastikan adanya respons
yang cepat dan terkoordinasi dalam menghadapi bencana, serta meningkatkan
ketahanan masyarakat terhadap risiko bencana.

7. Karakteristik Tsunami : Tinggi gelombang tsunami di tengah lautan mencapai kurang


lebih 5 meter. Secara bersamaan gelombang tsunami akan mencapai pantai dengan
tinggi hingga 30 meter. Panjang gelombang tsunami (50-200 km) lebih besar dari
gelombang pasang laut (50-150 m). Gelombang tsunami berlangsung sekitar 10-60
menit.
Mitigasi sebelum terjadinya gempa bumi, Menyiapkan rencana untuk penyelamatan
diri apabila gempa bumi terjadi. Melakukan latihan yang dapat bermanfaat dalam
menghadapi reruntuhan saat gempa bumi, seperti merunduk, perlindungan terhadap
kepala, berpegangan ataupun dengan bersembunyi di bawah meja. Menyiapkan alat
pemadam kebakaran, alat keselamatan standar dan persediaan obat-obatan.

8. rumus risiko bencana R = H x V / C menggambarkan hubungan antara tingkat


kerentanan (H), nilai kerugian (V), dan kapasitas untuk mengatasi dampak bencana
(C). Semakin tinggi tingkat kerentanan dan nilai kerugian, serta semakin rendah
kapasitas untuk mengatasi dampak bencana, maka risiko bencana (R) akan semakin
tinggi. Dengan kata lain, rumus ini memberikan cara untuk mengukur potensi dampak
bencana dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, upaya
untuk mengurangi risiko bencana perlu difokuskan pada peningkatan kapasitas dan
pengurangan tingkat kerentanan serta nilai kerugian.

Anda mungkin juga menyukai