Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MANAJEMEN UMUM ( TUGAS 1 )

Definisi Manajemen

1. Menurut Dr. SP. SIAGIAN : Ke apua atau ketera pila u tuk e peroleh suatu
hasil dala ra gka pe apaia tujua elalui ora g lai .

2. Menurut Prof. Dr. H. ARIFIN ABDULRACHMAN : Kegiata dala ra gka re teta


urutan- urutan institut orang – orang yang melakukan kegiatan atau proses
kegiata

3. Menurut ORDWAY TEAD : Proses da kegiata pelaksa aa usaha e i pi da


menunjuka arah penyelenggaraan tugas suatu organisasi di dalam mewujudkan
Ttujuan yang telah ditetapka .

4. Me urut Marry Parker Follet : Ma aje e se agai se i dala e yelesaika


pekerjaa elalui ora g lai .

5. Menurut James A.F. Stonner : Ma aje e adalah proses pere a aa ,


pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha – uasaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber – sumber daya organisasi lainnya agar
mencapai tujua orga isasi ya g ditetapka .

6. Menurut Drs. M. Manullang :

1. Manajemen sebagai suatu proses

2. Manajemen sebagai suatu kolektivitas orang-orang yang melaksanakan manajemen

3. Manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu ilmu

7. Menurut Henry Fayol : Ma aje e adalah pre oir, orga izer o a der,
oordi er, o troller .

8. Menurut Georgy R Terry : Ma aje e adalah Cara pe apaia tujua ya g telah


dite tuka terle ih dahulu de ga elalui kegiata ora g lai .

9. Menurut Oey Liang Lee : “e uah koordi asi se ua su er daya elalui proses
perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja, pengarahan dan pengawasan
u tuk e apai tujua ya g telah ditetapka terle ih dahulu .

10. Menurut Chaster I Bernard : Ma aje e adalah se i da il u .


Tingkatan manajemen

Dilihat dari tingakatan organisasi, manajemen dibagi dalam 3 tingkatan yaitu:


1. Manajemen Puncak (Top Management)

Manajer bertaggungjawab atas pengaruh yang ditmbulkan dari keputusan-keputusan


manajemen keseluruhan dari organisasi. Misal: Direktur, wakil direktur, direktur utama.
Keahlian yang dimiliki para manajer tinggkat puncak adalah konseptual, artinya keahlian
untuk membuat dan mmerumuskan konsep untuk dilaksanakan oleh tingkatan manajer
dibawahnya.

2. Manajemen Menengah (Middle Management)

Manajemen menengah harus memeiliki keahlian interpersonal/manusiawi, artinya


keahlian untuk berkomunikasi, bekerjasama dan memotivasi orang lain. Manajer
bertanggungjawab melaksanakan reana dan memastikan tercapainya suatu tujuan.

3. Manajemen Bawah/Lini (Low Management)

Manager bertanggung jawab menyelesaikan rencana-rencana yang telah ditetapkan


oleh para manajer yang lebih tinggi. Pada tngkatan ini juga memiliki keahlian yaitu
keahlian teknis, atrinya keahlian yahng mencakup prosedur, teknik, pengetahuan dan
keahlian dalam bidang khusus. Misal: supervisor/pengawas produksi, mandor.

Berikut adalah skema manajemen berdasarkan tingkatanya:


Dilihat dari kegiatan yang dilakukan :

· Manajer Fungsional, bertanggung jawab pada suatu kegiatan unit organisasi


(produksi, pemasaran, keuangan, personalia, dll

· Manajer Umum, bertanggung jawab atas semua kegiatan unit.

Didalam melaksanakan tugas, setiap tingkatan manajer mempunyai ungsi utama atau
keahlian yang berbeda yaitu :

1. Keahlian Teknik (Technical Skill) yaitu keahlian tentang bagaimana cara


mengaerjakan dan menghasilkan sesuatu yang teriri atas pengarahan dengan motivasi,
supervisi, dan kemunikasi

2. Keahlian Manajerial (Managerial Skill) yaitu keahlian yang terkait dengan hal
penetapan tujuan perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, dan
pengawasan. Keterampilan Manajer

Secara umum, terdapat emat keterampilan manajer pada masing-masing tingkat


manajer:

1. Keterampilan konseptual
Ketrampilan atau kemampuan mental untuk mengkordinasikan dan mengintegrasikan
seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi.

2. Keterampilan Kemanusiaan

Kemampuan untuk saling bekerja sana dengan memahami dan memotivasi orang lain.

3. Keterampilan Administrasi

Kemampuan yang ada hubungannya dengan fungsi manajemen yang dilakukan.

4. Keterampilan Teknik Kemampuan untuk


menggunakan peralatan-peralatan, prosedur, dan metode dari suatu bidang tertentu.

Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer


membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ke3 keterampilan tersebut adalah:

1. Keterampilan konseptual (conceptional skill)

Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat
konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep
tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk
mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana
kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning.
Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk
membuat rencana kerja.

2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)

Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan


berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga
keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh
manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif,
bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian
mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan,
baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.

3. Keterampilan teknis (technical skill)

Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih
rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu
pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin,
membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan
dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu :

1. Keterampilan manajemen waktu


Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk
menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus
Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji
$2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu
dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—
sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan
sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh
lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan
aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi
produktivitas perusahaan.

2. Keterampilan membuat keputusan

Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik


dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama
bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin
mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus
mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk
menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan
memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus
mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan
mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.

Pada pengertian tersebut dikatakan bahwa manajemen adalah proses pencapaian


tujuan melalui kerja orang lain.

Dengan demikian berarti dalam manajemen terdapat minimal 4 (empat) ciri, yaitu:

1. Ada tujuan yang hendak dicapai,

2. Ada pemimpin (atasan),

3. Ada yang dipimpin (bawahan),

4. Ada kerja sama.

Khusus menyangkut masalah pemimpin (atasan) harus memiliki berbagai kemampuan (


skills). Kemampuan ( skills) yang dimaksud terdiri dari:

1. Managerial skills (entrepreneurial), yaitu kemampuan untuk mempergunakan


kesempatan secara efektif serta kecakapan untuk memimpin usaha-usaha yang penting.

2. Techological skills, yaitu keahlian khusus yang bersifat ekonomis teknis yang
diperlukan pada pelaksanaan pekerjaan ekonomis.

3. Organisational skills, yaitu kecerdasan untuk mengatur berbagai usaha.


Dalam kenyataannya tidak setiap pemimpin harus memiliki seluruh kemampuan dengan
tingkat intensitas yang sama. Sebab pemimpin itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi
3 (tiga) tingkatan. Sehingga kemampuan yang harus dimilikinya pun tentu berbeda.

Adapun tingkatan kepemimpinan atau manajemen terdiri dari:

1. Top Management (Manajemen Tingkat Atas)

2. Middle Management (Manajemen Tingkat Menengah)

3. Lower Management (Manajemen Tingkat Rendah).

Jumlah manajemen pada setiap tingkatan tergantung pada besar kecilnya suatu
organisasi atau instansi. Namun demikian, biasanya Top Management jumlahnya akan
lebih sedikit dari pada Middle Management, dan Middle Management lebih sedikit
daripada Lower Management.

Jadi semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin banyak memerlukan keterampilan


administrasi/manajemen, tetapi keterampilan operasionalnya semakin rendah.
Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang, maka keteramplian operasionalnya
semakin tinggi, sedangkan keterampilan administrasinya/manajemennya makin rendah.

Dengan bahasa yang sederhana, sebetulnya ketiga jenis tingkatan manajemen tersebut
bekerja pada waktu yang sama, tetapi jenis kegiatannya berbeda. Manajemen Tingkat
Atas lebih banyak bekerja dengan pikiran, sedikit sekali bekerja secara fisik atau tenaga.
Manajemen Tingkat Menengah, antara kerja pikir dengan kerja fisik boleh dikatakan
seimbang. Sedangkan Manajemen Tingkat Bawah, bekerja dengan pikiran sedikit sekali,
sementara dengan fisik atau tenaga amat besar/banyak.

FUNGSI - FUNGSI MANAJEMEN

1. Menurut George R.Terry

- Perencanaan (Planning);

- Pengorganisasian (Organizing);

- Penggerakan (Actuating);

- Pengawasan (Controlling).

2. Menurut Luther M. Gulick yang disadur oleh Dr. BN.Silalai

- Perencanaan (Planning);

- Mengorganisir (Organizing);

- Melengkapkan Tenaga Kerja (Staffing);

- Mengarahkan (Directing);
- Menyelaras/Mengkoordinir (Coordinating);

- Melaporkan (Reporting);

- Menyusun Anggaran (Budgeting).

3. Menurut Henry Fayol

- Perencanaan (Planning);

- Mengorganisir (Organizing);

- Memerintah (Commanding);

- Mengkoordinir (Coordinating);

- Mengawasi (Controlling).

4. Menurut Koontz dan O. Donnel

- Perencanaan (Planning);

- Mengorganisir (Organizing);

- Melengkapkan Tenaga Kerja (Staffing);

- Mengarahkan (Directing);

- Mengawasi (Controlling).

Teori manajemen klasik

Awal sekali ilmu manajemen timbul akibat terjadinya revolusi industri di Inggris pada
abad 18,Para pemikir tersebut rnemberikan perhatian terhadap masalah-masalah
manajemen yang timbul baik itu di kalangan usahawan, industri maupun
masyarakat.Para pemikir itu yang terkenaI antara lain,Robert Owen, dan Henry Fayol,

Robert Owen (1771 -1858)

Robert Owen adalah orang yang menentang praktek-praktek memperkerjakan anak-


anak usia 5 atau 6 tahun dan standar kerja 13 jam per hari. Tersentuh dengan kondisi
kerja yang amat menyedihkan itu, beliau mengajukan adanya perbaikan temadap
kondisi kerja ini. Pada tahun-tahun awal revolusi industri, ketika para pekerja dianggap
instrumen yang tidak berdaya, Owen melihat rneningkatkan kondisi kerja di pabrik,
rnenaikkan usia minimum kerja bagi anak-anak, mengurangi jam kerja

karyawan, menyediakan makanan bagi karyawan pabrik, mendirikan toko-toko untuk


menjual keperluan hidup karyawan dengan harga yang layak, dan berusaha
memperbaiki lingkungan hidup tempat karyawan tinggal, dengan membangun rumah-
rumah dan membuat jalan, sehingga lingkungan hidup dan pabrik rnenjadi menarik.
Sebab itu, beliau disebut "Bapak Personal
Manajemen Modem". Selain itu, Owen lebih banyak memperhatikan pekerja, karena
menurutnya, investasi yang penting bagi manajer adalah sumber daya manusia. Selain
mengenai perbaikan kondisi kerja, beliau juga rnembuat prosedur untuk meningkatkan
produktivitas, seperti prosedur penilaian kerja dan bersaing juga secara terbuka.

Henry Fayol (1841 -1925)

Pada tahun 1916, dengan sebutan teori manajemen klasik yang sangat memperhatikan
produktivitas pabrik dan pekerja, disamping memperhatikan manajemen bagi satu
organisasi yang kompleks, sehingga beliau menampilkan satu metode ajaran
manajemen yang lebih utuh dalam bentuk cetak biru. Fayol berkeyakinan keberhasilan
para manajer tidak hanya ditentukan oleh mutu pribadinya, tetapi karena adanya
penggunaan metode manajemen yang tepat. Sumbangan terbesar dari Fayol berupa
pandangannya tentang manajemen yang bukanlah semata kecerdasan pribadi, tetapi
lebih merupakan satu keterampilan yang dapat diajarkan dari dari dipahami prinsip-
prinsip pokok dan teori umumnya yang telah dirumuskan. Fayol membagi kegiatan dan
operasi perusahaan ke dalam 6 macam kegiatan ,Yaitu :

A. Teknis (produksi) yaitu berusaha menghasilkan dan membuat barang-barang


produksi. B. Dagang (Beli, Jual, Pertukaran) dengan tara mengadakan pembelian
bahan mentah dan menjual hasil produksi.
C. Keuangan (pencarian dan penggunaan optimum atas modal) berusaha
mendapatkan dan menggunakan modal.
D. Keamanan (perlindungan harga milik dan manusia) berupa melindungi pekerja
dan barang-barang kekayaan perusahaan.
E. Akuntansi dengan adanya pencatatan dan pembukuan biaya, utang, keuntungan
dan, neraca, serta berbagai data statistik

Tanggung Jawab Sosial Manajer / Perusahaan

Dalam hubungan bisnis dan pemangku kepentingan (stakeholder) pada tahap awal
diakui bahwa tanggung jawab sosial adalah fungsi pemerintah, bukan tanggung jawab
bisnis ataupun perusahaan. Pendapat ini tentunya terjadi pada awal dekade dimana
hasil alam masih berlimpah, persaingan industri tidak ketat, dan tuntutan pemangku
kepentingan terhadap perusahaan belum tinggi. Dapat dicatata pendapat Friedman
dalam Robin, F (2008) hal 232. menuliskan bahwa The business of business is to
maximise profits, to earn a good return on capital invested and to be good corporate
citizen obeying the law- no more and no less. Sejalan evolusi pada seluruh bidang,
termasuk adanya globalisasi, hal demikian berubah drastis.

Dalam perkembangan bisnis baru, diakui bahwa tanggung jawab sosial perusahaan yang
dikenal sebagai Community Social Responsibility (CSR) adalah fungsi perusahaan.
Adapu desaka u tuk itu ersu er dari a yak hal aik kare a teka a glo al
maupun regional. Bilamana dikaitkan fungsi maka ini dilakukan secara sukarela
(voluntary) bukan karena adanya paksaan dari luar, utamanya dari pemerintah. Lebih
dari itu, pembeda terminologi CSR dengan penerapan sebelumnya terletak kepada
fu gsi ta ggu g ja a ya g bermakna bahwa CSR sifatnya datang dari perusahaan.

Banyak konsep CSR yang dipubllikasikan, Wibisono (2007) melaporkan CSR bahwa CSR
didefinisikan sebagai komitmen dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis,
beroperasi secara legal dan berkontibusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan
dengan peningkatan kualitas hidup komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
Dala ersi World Ba k C“R didefi isika se agai the o it e t of usi ess to
contribute to sustainable economic development working with employees and their
representatives the local community and society at large to improve quality of life, in
ays that are oth a d good fo usi ess de elop e t

Dalam batasan demikian, maka CSR sesungguhnya merupakan konsep dan program
yang menucnul secara sukarela, karena perusahaan menganggap penting sehingga harus
diformulasikan sedemikian rupa. Selanjutnya, di dalam konsep CSR terdapat berbagai
aspek seperti nilai, kultur, kompetensi, sejarah perusahaan bahkan etika yang dijadikan
dasar bertindak oleh seluruh pihak internal manajemen perusahaan .

Isu terkait dengan CSR senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan dinamika dan
kesadaran tetang kebutuhan bersama. Isu yang terkait utamnya adalah Good Corporate
Governance, Sustainable Development, sampai ke Daya Saing. Bilamana isu ini disimak
lebih dalam, maka ditemukan bahwa penerapan CSR saling menopang dengan dimensi-
dimensi tersebut. Bila dikatikan dengan corporate governance maka penakanan CSR
adalah pelibatan stakeholder dalam tatakelola perusahaan. Semantara itu bila dikaitkan
dengan isu keberlanjutan, penekanannya adalah bahwa bisnis yang dapat berkelanjutan
apabila didukung oleh pemangku kepentingan. Selanjutnya bila dikaitkan dengan konsep
daya saing, maka sisi pelaksanaan CSR adalah dalam rangka membangun daya saing
bisnis baik di tingkat regional maupun global (Zadek, 2006)

Dalam hubungannya dengan tanggung jawab sosial, prinsip sederhana yang mendasari
perkembangannya adanya satu pengakuan prinsip mutualisme, dimana antara
perusahaan dan masyarakat harus hidup berdampingan dan saling memberikan manfaat
bersama. Hal ini kemudian diakui oleh bisnis bahwa hanya dengan masyarakat – yang
dikenal juga dengan sebutan stakeholder yang kuat – maka bisnis dapat berkembang
dengan baik.

Dalam perkembangan yang lebih lanjut, perkembangan teknologi menjadi isu yang
paling dominan sebagai bagian daripada tanggung jawab sosial. Teknologi cloning
misalnya telah berkembang demikian pesat, akan tetapi tetap dilaksanakan untuk
mengapresiasi keberdaan daripada manusia dan masyarakat. Demikian juga dengan
teknologi transgenik di bidang budidaya secara teknologi telah lolos akan tetapi secara
sosial dan kemasyarakatan masih terus dipertanyakan. Sesuai dengan penjelasan di atas,
fokus diskusi pada studi ini adalah bagaimanakah model pengembangan tanggung jawab
sosial perusahaan dalam presfektif penggunaan hasil penelitian dan teknologi.

Tanggung jawab sosial Perusahaan


Tanggung jawab sosial dewasa ini sudah menjadi bagian daripada orientasi bisnis.
Prinsip ketergantngan dan manfaat bersama ternyata menjadi landasan utama dalam
penyelenggaraan atau implementasi program tanggung jawab sosial. Terminologi
Tanggung jawab Sosial (social responsibility) sendiri terkait dengan banyak istilah.
Waddock dalam Meehan (2006) menjelaskan 9 istilah yang berkaitan dengan tanggung
jawab sosial: 1) corporate social responsibility (CSR), 2) corporate social perfomance
(CSP), 3) alternative CSR3c, 4) Corporate responsibility, 5) Stakeholder approcah, 6)
Business ethics and values, inclding nature-based values, 7) Boundary-spanning
functions including, Corporate Community Involvement (CCI), dan 9) Corporate
Citizenship (CC).

Substansi daripada istilah ini dari masa ke masa mengalami perubahan. Pada tahun
60an, tanggung jawab sosial lebih eri tika harity perusahaa kepada li gku ga
yang mengambil berbagai bentuk, berbeda antara satu perusahaan terhadap
perusahaan lain. Sudah tentu, model charity seperti itu susah untuk dievaluasi manfaat
dan dampaknya. Model pyramida yang dikembangkan Carrol sangat dominan dalam
penjelasan tanggung jawab sosial, Caroll menjelaskan kaitan antara satu bidang
tanggung jawab sosial korporasi dengan bidang lain. Dari semua model di atas, salah
satu yang dominan dikembangkan sekarang ini ada model pendekatan yang
dikembangkan yaitu model pendekatan stakeholder (5). Model ini menjelaskan rinci
peran pemangku kepentingan dan fungsinya kepada perusahaan.

Dengan identifikasi peran dan kepentingan, maka perusahaan dapat


mengintegrasikannya ke dalam satu pencapaian tujuan. Sementara Meehan sendiri lebih
menggunakan model 3C-SR, dimana inti dari 3C adalah Commitment, Consistency dan
Connection, dan patut dicatat tidak kedua model ini sesungguhnya berbeda pandangna,
pada model 3C lebih menekankan konsep yang kemudian diurut menjadi operasional.

Di Indonesia, masalah tanggung jawab sosial bisnis menjadi isu yang belum terslesaikan
dengan baik. Menurut UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas telah
dinyatakan bahwa tanggung jawab Sosial adalah bagian daripada tugas perseroan, oleh
karena itu perseroan harus menyediakan dana. Artinya komponen biaya tanggung jawab
sosial bukan lagi didasarkan kepada skema kalau perusahaan punya dana, akan tetapi di
awal perusahaan telah diharuskan mencantumkan dana tanggung jawab sosial. Konsep
ini menjustifikasi anggaran di tingkat manajemen puncak yang belum tentu mendapat
pengesahan. Lebih dari itu, perseroan diharuskan menyampaikan laporan.

Selain aturan ini masih ada program lain bersifat insentif dan fasilitatif, yaitu PROPER
(Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) yang dimaksudkan untuk mendorong
perusahaan peserta meningkatkan prestasi mereka dalam program lingkungan hidup
secara luas. Sesuai dengan prinsip dasar PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup
mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen
insentif dan diseinsentif reputasi dengan pelibatan masyarakat dan sekaligus sebagai
wujud dari pelaksanaan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23/1997 pasal 5 ayat 2
tentang hak masyarakat atas infomasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran
dalam pengelolaan lingkungan hidup. Perusahaan yang terlibat dalam program
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, karena hasil peringkat dimumkan terbuka,
yang baik diberi hadiah, pihak manajemen merasa manfaat langsung. Walau program ini
tidak bisa disamakan dengan program tanggung jawab sosial, karena kecenderungan
pada program ini adalah masalah lingkungan.

Bersamaan dengan pandangan ini dikenal istilah stakeholder dalam terminologi


Indonesia dikenal sebagai pemangku kepentingan . Jadi kalau tuga perusahaan pada
awalnya adalah untuk menciptakan keuntungan kepada pemilik saham (shareholder),
maka tugas ini telah berobah menjadi memberikan manfaat kepada stakeholder. Dari
hasil penelusuran studi literatur diketahui bahwa banyak penulis mengacu kepada
pendapat Carol (1979) yang mengidentifikasi bahwa tanggung jawab sosial perusahaan
adalah: 1) ekonomi, 2) legal, 3) ethical, 4) diskresionary.

Masing-masing tanggung jawab sosial ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Ekonomi mislanya berkaitan dengan menyediakan ROI kepada pemegang saham,


menciptakan pekerjaan dan pengupahan yang adil, menemukan sumberdaya baru,
mempromosikan penggunaan teknologi lanjutan, inovasi, dan menciptakan barang dan
jasa yang baru.

2. Legal berkaitan dengan peran perusahaan memainkan peran sesuai dengan


peraturan dan prosedur. Dalam kaitan ini masyarakat mengharapkan agar perusahaan
dapat memenuhi visi dan misi yang diusungnya.

3. Etika diharapkan agar pelaku bisnis mempunyai moral, etika kerja dimana
perusahaan berada. Etika tidak harus sesuai dengan apa yang diatur dalam aturan
formal, akan tetapi dapat memenuhi harapan masyarakat terhadap perusahaan ,
misalnya menghargai masyarakat, menghidnari pencideraan masyarakat, dan mencegah
adanya bencana bagi masyarakat.

4. Berkaitan dengan penilaian, pilihan perusahaan dalam hal kegiatan yang


diharapkan kembali kepada masyarakat.

Tentang dampak hubungan baik antara perusahaan dengan pemangku kepentingan ,


Kotter J dan James (1992) dalam Svendensen et.al. (2000) laporannya tentang Corporate
Culture yang dilaporkan Harvard, menunjukkan bahwa selama 11 tahun pemantauannya
menunjukkan bahwa dari sisi: pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan karyawan,
perusahaan yang berorienatasi keapada stakeholder berikenerja lebih baik dbanding
dengan perusahaan yang berorientasi pada pemegang saham. Dicatat juga bahwa
manajemen yang menerapkan visi lebih memberikan fokus kepada stakeholder daripada
pemegang saham. Laporan ini senada dengan hasil penelitian tentang Living Company
(1997) dimana ditemukan bahwa perusahaan yang berorientasi kepada pemangku
kepentingan tetap berada pada hubungan yang harmonis dengan lingkungan nya
dengan tetap menjada hubungan kuat dengan lingkungan. Hal demikian dimungkinkan
karena manfaat yang diterima perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan akan
memberikan manfaat yang berkelanjutan terhadap perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai