Anda di halaman 1dari 15

187

Kegiatan Belajar 15

INFLASI
a. Pengantar
Sesi/pertemuan kelima belas ini membahas mengenai teori inflasi, mulai dari
pengertian,_penyebab, dan dampak-dampak negatif dari inflasi. Pokok bahasan ini
merupakan pendalaman dari pembahasan yang telah dilakukan pada kegiatan belajar
sebelumnya.
Seecara rinci materi pembahasan pada pertemuan ke lima belas ini meliputi:

a. Pengertian Inflasi
b Inflasi : Analisis permintaan dan penawaran agregat
c Beberapa indikator Inflasi
d Biaya sosial dari Inflasi

Pemahaman materi di atas sangat bermanfaat untuk melengkapi pengetahuan dan


pemahaman anda mengenai perkembangan teori ekonomi makro mutakhir.

b. Kompetensi Yang Ingin Dicapai


Setelah mempelajari materi pertemuan ke lima belas ini, mahasiswa memiliki
kompetensi memahami pengertian Inflasi sebagai salah satu penyakit dalam konteks
Ekonomi Makro, kaitan antara inflasi dengan permintaan dan penawaran agregat, inflasi dan
biaya sosial dari inflasi, dengan indikator dapat:

1. menyebutkan definisi atau pengertian inflasi


2. menjelaskan tiga komponen yang ada dalam definisi inflasi
3. menjelaskan hubungan antara inflasi dengan permintaan dan penawaran agregat
4. menyebutkan tiga indikator inflasi
5. menyebutkan tiga jenis biaya sosial dari inflasi yang tinggi.
188

B. PENYAJIAN

15. 1 PENGERTIAN INFLASI


Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-
menerus. Dari definisi ini, ada tiga komponen yang hams dipenuhi agar dapat dikatakan
telah terjadi inflasi:
• Kenaikan Harga
• Bersifat Umum
• Berlangsung Terus- Menerus

1. Kenaikan Harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga
periode sebelumya. Misalnya, harga sabun mandi 80 gram per buah kemarin adalah Rp
1.000,00. Hari ini menjadi Rp 1.100,00. Berarti harga sabun per buah hari ini Rp 100,00 lebih
mahal dibanding harga kemarin. Dapat dikatakan telah terjadi kenaikan harga sabun.
Perbandingan tingkat harga bisa dilakukukan dengan jarak waktu yang lebih pannjang:
seminggu, sebulan, triwulan dan setahun.

Perbandingan harga juga bisa dilakukan berdasarkan patokan musim. Misalnya,


pada musim paceklik harga beras bisa mencapai Rp 3000,00 per kilogram. Sebab harga
gabah telah naik. Tetapi di musim panen harganya dapat lebih murah, karena harga gabah
juga biasanya lebih murah. Dengan demikian, dapat dikatakan pada musim paceklik
selalu terjadi kenaikan harga beras.

2) Bersifat umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan berdampak inflasi jika
kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.
Harga buah mangga harum manis di Jakarta, jika belum musimnya dapat mencapai Kp
10.000,00 per kilogram. Tetapi jika sudah musimnya, sekitar akhir tahun, dapat dibeli
dengan harga Rp 4000,00 - Rp 5.000,00 per kilogram. Jadi harga mangga pada periode-
renode tertentu akan mengalami kenaikan dua sampai tiga kali lipat. Tetapi kenaikan
harga mangga yang sangat tajam tersebut tidak menimbulkan inflasi, karena harga-harga
komoditas lain tidak naik. Mangga harum manis bukanlah komoditas pokok, sehingga
tidak memiliki dampak besar terhadap stabilitas harga..
189

Ceritanya akan menjadi lain jika yang naik adalah harga bahan bakar minyak (BBM).
Pengalaman Indonesia, menunjukkan setiap pemerintah menaikkan harga BBM, harga-
harga komoditas lain turut naik. Karena BBM merupakan komoditas strategis, maka
kenaikan harga BBM akan merambat kepada kenaikan harga komoditas yang lain.
Jika harga mangga harum manis naik, harga BBM belum tentu naik. Tetapi jika harga
BBM naik, harga mangga harum manis di Jakarta pasti naik. Mengapa? biaya transportasinya
naik? BBM adalah komponen input paling penting untuk dapat membuat roda-roda mobil
angkutan umum (bus, truk) dan mobil pribadi untuk dapat berputar. Karenanya, kenaikan
harga BBM menyebabkan biaya operasional transportasi akan naik.
Kenaikan harga BBM juga membuat harga jual produk-produk industri, khususnya
kebutuhan pokok, merambat naik. Sebab biaya operasional untuk menjalankan mesin-mesin
pabrik menjadi lebih mahal. Bahkan, kenaikan harga BBM akan mengundang kaum buruh
menuntut kenaikan upah harian, untuk memelihara daya beli mereka.

3) Berlangsung Terus-Menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan menimbulkan inflasi, jika
terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu
minimal bulanan. Sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum
dan terus-menerus. Rentang waktu yang lebih panjang adalah triwulanan dan tahunan.
Jika pemerintah melaporkan bahwa inflasi tahun ini adalah 10%, berarti akumulasi
inflasi adalah 10% per tahun. Inflasi triwulan rata-rata 2,5% (10%:4), sedangkan inflasi
bulanan sekitar 0,83% ( 10%: 12).

15. 2 INFLASI: ANALISIS PERMINTAAN AGREGAT


DAN PENAWARAN AGREGAT
Dalam pengantar ekonomi mikro, sudah dipelajari bahwa harga jual suatu
komoditas ditentukan oleh kekuatan pasar, yakni interaksi antara kekuatan permintaan dan
penawaran. Kenaikan harga barang adalah proses penyesuaian dari gejala terjadinya peningkatan
permintaan. Begitu juga sebaliknya, dengan penurunan harga barang.
Analogi ini dapat dipakai dalam analisis inflasi. Karena merupakan permintaan dan
penawaran agregat, maka dapat dianggap merupakan permintaan dan penawaran
perekonomian. Sehingga produksi barang dan jasa yang dihasilkan pada kondisi
keseimbangan merupakan output keseimbangan atau PDB, umumnya dinotasikan Y.
Karena inflasi adalah gejala di tingkat makro, maka permintaan dan penawaran yang
dianalisis adalah bersifat agregat (menyeluruh).
190

1) Permintaan Agregat
Permintaan agregat (Aggregate demand AD) adalah total permintaan barang dan jasa
dalam suatu perekonomian selama satu peri ode tertentu. Bentuk kurva AD adalah sama
seperti bentuk kurva permintaan terhadap satu komoditas tertentu. Bedanya adalah tingkat harga
merupakan tingkat harga umum yang biasanya dalam angka indeks. Angka indeks diperoleh
melalui penghitungan dengan menggunakan metode pembobotan (weigthed) tertentu.
Jika yang berubah hanya tingkat harga umum, permintaan bergerak di sepanjang
kurva (Movement along curve). Tetapi jika yang berubah adalah faktor-faktor yang
dianggap tetap (ceteris paribus), kurva permintaan agregat (AD) bergeser (shifting).
Faktor-faktor ceteris paribus dalam analisis mikro seperti membaiknya pendapatan per
kapita dan bertambahnya jumlah penduduk, tetap relevan sebagai faktor yang
mempengaruhi pergeseran kurva AD. Namun, dalam analisis makro harus ditambah dua
faktor ceteris paribus yang sangat berpengaruh terhadap permintaan agregat. Kedua
faktor tersebut adalah kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah: kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal.

a) Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Permintaan Agregat


Kebijakan Moneter (monetary policy) adalah kebijakan yang bertujuan mengarahkan
kondisi ekonomi makro, dengan mengatur jumlah uang beredar. Kebijakan uang ketat
(kebijakan moneter kontraktif) akan mengurangi jumlah uang beredar dalam masyarakat.
Kebalikannya, kebijakan moneter ekspansif akan menambah jumlah uang beredar. Jika
pemerintah mengambil kebijakan uang ketat, jumlah uang beredar akan berkurang.
Besar kemungkinan hal ini akan dapat mengurangi daya beli secara agregat. Akibatnya
kurva AD bergeser ke kiri. Hal sebaliknya yang terjadi dengan kebijakan moneter
ekspansif, yang menyebabkan uang beredar bertambah. Pengaruh kebijakan moneter
terhadap permintaan agregat.

b) Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat


Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang bertujuan mengarahkan ekonomi
makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur anggaran
Pemerintah, terutama sisi penenmaan dan pengeluaran. Alat utama kebijakan fiskal
pemerintah adalah pajak dan subsidi. Jika pemerintah menempuh kebijakan anggaran defisit
(pengeluaran > Penerimaan) maka permintaan agregat akan meningkat, sebab untuk
menempuh kebijakan anggaran defisit. pemerintah harus mengurangi pendapatannya
dengan mengurangi pajak dan atau menambah pengeluaran. Keduanya akan meningkatkan
daya beli masyarakat, sehingga kurva AD bergeser ke kanan. Sebaliknya yang terjadi, jika
pemerintah menempuh kebijakan fiskal surplus.

2) Penawaran Agregat
Penjelasan tentang permintaan agregat mempermudah kita memahami penawaran
agregat (aggregate supply/AS), yang secara visual ditunjukkan dengan kurva AS.
191

Kebijakan pemerintah juga sangat berpengaruh terhadap penawaran agregat. Kebijakan


moneter ekspansif, misalnya dengan memberikan bantuan kredit, dapat meningkatkan
penawaran agregat, sehingga kurva AS bergeser ke kanan. Demikian halnya dengan
kebijakan fiskal, seperti yang telah dijelaskan di atas. Kebijakan fiskal ekspansif akan
meningkatkan penawaran agregat, sehingga kurva AS bergeser ke kanan.

3) Inflasi dan Keseimbangan Ekonomi


Secara grafis, keseimbangan ekonomi tercapai di titik E, pada saat kurva AD dan
AS berpotongan. Pada gambar tingkat output (PDB) adalah YO, tingkat harga umum adalah
P0. Terjadinya inflasi terlihat jika (dalam grafis) tingkat harga umum dalam keseimbangan
baru menjadi lebih tinggi.
Dalam Gambar terlihat, misalnya, ketika P1 > PO. Perhatikan dengan seksama bahwa
pada tingkat P1 ada tiga kemungkinan titik keseimbangan, yaitu A, B dan C. Di titik A
inflasi disertai penurunan output (kontraksi ekonomi). Hal ini sering disebut sebagai
resesi. Di titik B inflasi disertai kemandekan output (pertumbuhan ekonomi 0%). Kondisi ini
disebut stagflasi, kombinasi dari keadaan kemandekan output (stagnasi) dan inflasi. Di
titik C inflasi disertai pertumbuhan ekonomi, umumnya terjadi pada saat ekonomi
sedang membaik (ekspansi). Tiga gejala di atas menunjukkan gejala inflasi berdasarkan
faktor penyebabnya, yaitu inflasi tekanan permintaan (demandpull inflation), inflasi
dorongan biaya (cost-fush inflation) dan kombinasi keduanya.

4) Inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation)


Inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation) adalah inflasi yang terjadi
karena dominannya tekanan permintaan agregat. Tekanan permintaan digambarkan dengan
bergesernya kurva AD0 ke AD1. Tekanan pemiintaan menyebabkan output perekonomian
bertambah, tetapi disertai inflasi, dilihat dari makin tingginya tingkat harga umum.
Dalam inflasi tekanan permintaan, tidak selalu berarti penawaran agregat (AS) tidak
bertambah. Yang pasti, kalaupun terjadi pertambahan penawaran agregat, jumlahnya
lebih kecil di banding peningkatan permintaan agregat.

5) Inflasi Tekanan Permintaan (Demand-Pull Inflation)


Inflasi biaya produksi (coast-push Inflation) terjadi karena kenaikan biaya produksi.
Biasanya menyebabkan penawaran agregat berkurang. Dalam gambar ditunujukan dengan
bergesernya kurva ASo ke AS1, naiknya biaya produksi disebabkan naiknya harga input
pokok. Misalnya, kenaikan upah minimum regional (UMR) dan BBM akan
menyebabkan biaya produksi barang-barang output sektor industri menjadi lebih mahal,
yang mengurangi penawaran agregat. Jika yang berkurang adalah penawaran agregat,
inflasi akan disertai kontraksi ekonomi, sehingga jumlah output (PDB) menjadi lebih
kecil (Yl < YO).
192

6) Stagflasi
Stagflasi menerangkan kombinasi dari dua keadaan buruk, yaitu stagnasi dan
inflasi. Stagnasi adalah kondisi di mana tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar nol persen
per tahun. Jumlah output relatif tidak bertambah. Sayangnya, kondisi ini disertai inflasi.
Secara garis terlihat stagflasi akan terjadi jika permintaan agregat (AD) bertambah,
sedangkan penawaran agregat (AS) berkurang.

15. 3 BEBERAPA INDIKATOR INFLASI


Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui
laju inflasi selama satu periode tertentu. Tiga diantaranya akan dibahas dalam uraian
berikut ini.

1. Indeks Harga konsumen (Consumer Price Index}


Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK
diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi
masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa tersebut
diberi bobot (weighted) berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa yang
dianggap paling penting diberi bobot yang paling besar. Perhatikan Tabel berikut;

Tabel 15.1
Indeks Harga Konsumen (IHK) Gabungan 27 Kota Di Indonesia,
1994 - 1998 (April 1988 - Maret 1989 = 100)

Akhir Periode IHK Perubahan IHK(%)


1994 1963,17 9,60
1995 177,83 8,98
1996 1 89,62 6,83
1997 211,62 11,60
1998 375,89 77,63

Sumber: Diolah dari Statistik Ekonomi dan Keunggulan Keuangan Indonesia (Bank
Indonesia)

Tabel 15.1 menyatakan bahwa titik awal penghitungan angka IHK adalah April
1988 Maret 1989, dengan angka 100. Jika angka IHK makin besar, maka telah terjadi
Inflasi. Misalnya, angka IHK akhir periode 1994 adalah 163,17 menunjukkan selama
1989-1994 telah terjadi inflasi. Angka perubahan IHK (kolom 3) adalah angka inflasi per
193

tahun. Misalnya, IHK 1995 adalah 177,83, angka perubahan IHK-nya 8.98%. Berarti
selama periode 1994-1995 telah terjadi inflasi sebesar 8.98%. Angka 8,9% diperoleh
dengan menggunakan rumus perhitungan di bawah ini.

Inflasi =
IHK - IHK -1 X 100%
IHK -1
Inflasi1995 =
IHK 1995 - IHK 1994  x 100%
IHK 1994
=
177,83 - 163,170
x 100%
163,17
= 8,98%

Dilihat dari cakupan komoditas yang dihitung, IHK kurang mencerminkan tingkat
inflasi yang sebenarnya. Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen, sebab IHK memasukakan komoditas-komoditas
yang relevan (pokok) yang biasanya dikonsumsi masyarakat.

2) Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)


Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar
( IHP B) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut
sebagai indeks harga produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga
yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.
Tabel 15.2
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) 1995-1998
(1983=100)
Akhir Periode IHPB Perubahan
IHPB(%)
1995 240 11,62
1996 259 7,92
1997 282 8,88
1998 568 101,42
Prinsip menghitung inflasi berdasarkan data IHPB adalah sama dengan cara
berdasarkan IHK:
Inflasi =
IHPB - IHPB -1  x 100%
IHPB -1

Anda dapat mencobanya, lalu cocokan hasilnya dengan kolom 3, Tabel 15.2
194

3) Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)

Walaupun sangat bermanfaat, IHK dan IHPB memberikan gambaran laju inflasi
ya n g terbatas. Sebab, dilihat dari metode penghitungannya, kedua indikator tersebut
hanya melingkupi beberapa puluh atau mungkin ratus jenis barang dan jasa, di beberapa
puluh kota saja. Padahal dalam kenyataan, jenis barang dan jasa yang diproduksi atau
dikonsumsi dalam sebuah perekonomian dapat mencapai ribuan, puluhan ribu bahkan
mungkin ratusan ribu jenis. Kegiatan ekonomi juga terjadi tidak hanya di beberapa kota
saja. melainkan seluruh pelosok wilayah. Untuk mendapatkan gambaran inflasi yang
paling mewakili keadaan sebenarnya, ekonom menggunakan indeks harga implisit (GDP
deflator), di singkat IHI.

Angka deflator ini telah diperkenalkan dalam pembahasan Produk Domestik Bruto
berdasarkan harga berlaku dan konstan. Sama halnya dengan dua indikator
sebelumnya, penghitungan inflasi berdasarkan IHI dilakukan dengan menghitung
rerubahan angka indeks.

Inflasi =
IHH - IHH -1  x 100%
IHH -1
Tabel 15.3
Indeks Harga Inflasi (IHI) 1990-1996
(1990=100)

Akhir Periode IHI Perubahan IHI(%)


1990 100 9,05
1991 108,70 8,70
1992 116,7 7,36
1993 139 19,10
1994 149,9 7,84
1995 163,9 9,34
1996 177,8 8,48

4) Alternatif Dari Indeks Harga Implisit


Mungkin saja terjadi pada saat ingin menghitung inflasi dengan menggunakan
IHI tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data IHI. Hal ini bisa diatasi. Sebab
prinsip dasar perhitungan inflasi berdasarkan deflator PDB (GDP deflator) adalah
membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan
195

ekonomi riil. Selisih keduanya merupakan tingkat inflasi. Dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi nominal sama dengan pertumbuhan ekonomi riil ditambah
dengan tingkat inflasi, atau Inflasi = pertumbuhan nominal – pertumbuhan riil.

15. 4 BIAYA SOSIAL DARI INFLASI

Harus diakui, sampai tingkat tertentu, inflasi dibutuhkan untuk memicu


pertumbuhan penawaran agregat. Sebab kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan outputnya. Kendatipun belum dapat dibuktikan secara matematis, umumnya
ekonom sepakat bahwa inflasi yang aman adalah sekitar 5% per tahun. Jika terpaksa
maksimal 10% per tahun. Bagaimana jika inflasi melebihi angka 10%? Umumnya
sudah mulai sangat mengganggu stabilitas ekonomi. Apalagi bila yang terjadi adalah hiper-
inflasi (hyper-inflation), yaitu inflasi yang > 100% per tahun. Ada beberapa masalah sosial
(biaya sosial) yang muncul dari inflasi yang tinggi (> 10% per tahun). yang akan dibahas
dalam bagian ini adalah:

1. Menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat


2. Menurunnya distribusi pendapatan,
3. Terganggunya stabilitas ekonomi.

1) Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat


Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli
pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah,
khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap (kecil). Misalnya, Pak
Suhardi adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan rendah dengan penghasilan Rp
300.000,00 per bulan. Tahun lalu harga beras Rp 1.500,00 per kilogram. Karena itu gaji
Pak Suhardi tahun lalu setara dengan 200 kilogram per bulan. Jika terjadi inflasi 20% per
tahun, maka tahun ini gaji sebulan Pak Suhardi setara dengan 166 kilogram beras.
Kesejahteraan Pak Suhardi menurun. Jika terjadi inflasi tetap 20% per tahun, maka dalam
tempo 3.5 tahun. kesejahteraan Pak Suhardi tinggal separonya. Makin tinggi tingkat inflasi,
makin cepat penurunan tingkat kesejahteraan.

2) Makin Buruknya Distribusi Pendapatan


Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika
pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per
tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya
adalah jika inflasi mencapai angka 20% per tahun, dalam masyarakat hanya segelintir
orang yang mempunyai kemampuan meningkatkan > 20% per tahun. Akibatnya, ada
196

sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riel (pertumbuhan


pendapatan nominal dikurangi laju inflasi > 0% per tahun). Tetapi sebagian besar
masyarakat mengalami penurunan pendapatan riel. Distribusi pendapatan, dilihat dari
pendapatan riil, makin memburuk.
J
3) Terganggunya Stabilitas Ekonomi
Pengertian yang paling sederhana dari stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya
tindakan spekulasi dalam perekonomian. Produsen berproduksi pada kapasitas penuh
(optimal). Konsumen juga memakai barang dan jasa optimal dengan kebutuhan mereka.
Kondisi nyaman ini mulai terganggu bila inflasi yang relatif tinggi telah menjadi kronis.
Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa
depan (ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis menumbuhkan perkiraan
bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan ini
mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak dari yang seharusnya/biasanya.
Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi. Akibatnya, permintaan barang
dan jasa justru dapat meningkat.
Bagi produsen perkiraan akan naiknya harga barang dan jasa mendorong mereka
menunda penjualan, untuk mendapat keuntungan yang lebih besar. Penawaran barang dan
jasa berkurang. Akibatnya, kelebihan permintaan membesar dan mempercepat laju
inflasi. Tentu saja, kondisi ekonomi akan menjadi semakin buruk.

15. 5 JENIS-JENIS INFLASI

Kita dapat membedakan bermacam-macam inflasi berdasarkan berbagai cara


penggolongan: berdasarkan parah tidaknya inflasi, berdasarkan sebab musabab
timbulnya inflasi, berdasarkan asal inflasi dan berdasarkan tingkat intensitas inflasi.

No Sudut Tinjauan Jenis Inflasi Keterangan


1. Parah tidaknya inflasi 1. Inflasi ringan Lajunya kurang dari 10%
2. inflasi sedang Lajunya antara 10%-30%
3. inflasi berat Lajunya antara 30%-100%
4. hyperinflasi Lajunya di atas 100%
2. Sumber atau sebab 1. demand pull Inflasi yang timbul karena permintaan
inflation masyarakat akan berbagai barang
sangat kuat.
2. cost pust inflation Inflasi yang timbul karena adanya
kenaikan ongkos produksi.
197

3. Asal inflasi 1. domestic Inflation Inflasi berasal dari dalam negeri:


defisit anggaran belanja yang dibiayai
dengan mencetak uang baru, panen
gagal, dsb.
2. Inforted Inflation Inflasi berasal dari luar negeri:
menaikan barang impor, kenaikan
ongkos produksi yang menggunakan
bahan impor.
4. Tingkat Intensitas 1. Inflasi merayap Kenaikan harga hanya terjadi secara
Inflasi (creeping inflation) perlahan
2. Hyperinflasi Kenaikan harga terjadi dengan sangat
cepat.

LATIHAN-15
1. Pelajari kembali secara cermat bahan ajar pertemuan ke-15, kemudian jelaskan
istilah-istilah berikut dengan memberi contohnya masing-masing : inflation, L
t'tens paribus, monetary policy, consumer price index, wholesale price index,
(JDP Deflator, dan hyper-inflation.
2. Diskusikan dengan teman sejawat anda, kemudian hitunglah inflasi dan berikan
komentar anda, jika diketahui data sebagai berikut:

Tahun PDB PDBRiU (Th. Perrimbuhan Pertumbuhan Inflasi


Normal Dasar 1990) Nominal Riil(RR)
(RN)
1990 195.597 195.597 17,00 7,24

1991 227.450 209.192 16,29 6,95


1992 259.884 222.705 14,26 6,46
1993 329.776 237.172 26,89 6,50
1994 382.220 255.055 15,90 7,54
1995 452.381 276.003 18,36 8,2
1996 528.956 297.579 16,93 7,82

Sumber : Diolahdari International Financial Statistic, 1997 (IMF)


198

RINGKASAN
1. Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan
berlangsung terus menerus. Jenisnya dapat digolongkan berdasarkan parah
tidaknya inflasi, berdasarkan sebab musabab timbulnya inflasi, berdasarkan asal
inflasi dan terakhir berdasarkan tingkat intensitas inflasi.
2. Inflasi adalah gejala di tingkat makro, oleh karena itu apabila dihubungkan
dengan aspek permintaan dan penawaran, maka yang dianalisis adalah bersifat
menyeluruh atau agregat.
3. Kebijakan moneter berpengaruh terhadap permintaan agregat, dengan kebijakan
uang ketat, maka uang yang beredar semakin sedikit, memungkinkan terjadinya
penurunan daya beli yang berakibat kurva AD bergeser ke kiri. Hal sebaliknya
akan terjadi dengan kebijakan moneter ekspansif. Begitu pula dengan kebijakan
Fiskal yaitu pajak dan subsidi. Dengan kebijakan anggaran defisit, daya beli
masyarakat meningkat dan kurva AD bergeser ke kanan.
4. Kebijakan moneter dan fiskal juga berpengaruh terhadap penawaran agregat.
Kebijakan moneter yang ekspansif misalnya dengan bantuan kredit, atau
kebijakan fiskal ekspansif akan meningkatkan penawaran agregat, sehingga kurva
AS akan bergeser ke kanan.
5. Beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi
adalah; indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar, indeks harga
implisit dan alternatif dari indeks harga implisit.
6. Sampai tingkat tertentu inflasi dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan penawaran
agregat. Namun inflasi yang tinggi (diatas 10 %) akan memicu munculnya biaya
sosial yang harus dibayar antara lain ; menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat,
makin buruknya distribusi pendapatan dan terganggunya stabilitas ekonomi.

C. PENUTUP

a.. Tes Formatif-15


Untuk menguji kompetensi Anda, jawablah seluruh pertanyaan di bawah ini:
1. Tiga komponen yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sebagai inflasi adalah
seperti di bawah ini, KECUALI:
A Kenaikan harga
B Bersifat umum
C Berlangsung terus-menerus
D Dinyatakan dalam %
199

2. Yang dapat memicu munculnya inflasi adalah:


A Kenaikan harga beras
B Kenaikan harga BBM
C Kenaikan harga pokok
D Kenaikan angkutan umum
3. Jika pemerintah melaporkan bahwa inflasi tahun ini 10 %, maka inflasi triwulanan
adalah:
A Sama dengan 2,5 %
B Tidak sama dengan 10 %
C Lebih besar dari 0,83 %
D Lebih kecil dari 10 %
4. Kebijakan uang ketat dapat mengurangi jumlah uang yang beredar namun besar
kemungkinan akan menurunkan daya beli secara agregat. Jika dilihat dari kurva
permintaan agregat (AD), kondisi demikian akan mengakibatkan:
A Kurva AD bergerak disepanjang kurva
B Kurva AD akan bergeser ke kanan
C Kurva AD akan bergeser ke kiri
D Kurva AD bergerak mendekati penawaran agregat (AS)
5. Inflasi yang disertai penurunan output disebut "resesi", kemandekan output atau pada
saat pertumbuhan ekonomi 0% disebut "stagnasi", dan kombinasi antara stagnasi dan
inflasi disebut::
A Demand pull inflation
B Cost push inflation
C Consumer price index
D Stagflasi
6. Jika diketahm indeks harga konsumen (IHK) tahun 2000 = 281,5 IHK tahun 2001
375,89, maka inflasi tahun 2001 adalah :
A 33,53%
B 11,60%
C 77,63%
D 8,98%
7. Jika diketahui Indeks Harga Implisit (GDP Deplator) akhir periode 2001 = 177,8,
sedangkan pada akhir periode 2000 = 163,9 maka inflasi tahun 2001 adalah:
A 19,10%
B 9,34%
C 8,48%
D 7,84%
8. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan biaya sosial seperti tersebut di bawah ini
KECUALI:
A Makin rendahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
B Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat
200

C Makin buruknya distribusi pendapatan


D Terganggunya stabilitas ekonomi

b. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban test formatif 15 yang ada di
bagian akhir buku ini, dan hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian
gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaaan Anda
terhadap materi kegiatan belajar ke-15.

Rumus:

Tingkat Penguasaan = jumlah jawaban anda yang benar x 100%


8
Arti tingkat Penguasaan:
90% - 100% = baik sekali, 80% - 89% = baik, 70% – 79% cukup dan < 69% =
kurang.

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan
mempelajari materi pertemuan ke 1-15, sebagai persiapan Anda untuk
mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS), BAGUS. Tetapi kalau tingkat
penguasaan Anda di bawah 80% Anda harus mengulangi mempelajari kembali
materi pertemuan ke-15 terutama bagian yang belum Anda kuasai.

c. Bahan Bacaan
1. Rahardja, Pratama & Mandala Manurung, 2001, Teori Ekonomi
Makro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta, Bab IV halaman 73-96.
2. Boediono, 2001, Ekonomi Makro, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Bab III halaman 31-61.
3. Suyuthi, M. Djamil, 1989, Pengantar Ekonomi Makro, Ditjen Dikti-
Depdikbud, Jakarta, Bab III, halaman 57-62.
4. Soelistyo, dkk, 2001, Pengantar Ekonomi Makro, Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, Jakarta, Buku materi pokok 3, kegiatan belajar 3,
halaman 137-146.
201

d. Bacaan Tambahan

1. Dooley, Peter C, Introductory Macroeconomics, Random House, New


York, 1975.
2. Ruffin, Roy J, & Paul R. Gregory, Principles of Macroeconomics, Third
edition, Ccott Foresman & Co, 1988,
3. Reksoprayitno, Soediyono, Ekonomi Makro, Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Edisi Milenium, 2000.
4. Wijaya, Faried, Ekonomi Makro : Aneka Model Baku, Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Edisi 2, 1991.
5. Susanti, Hera, Moh Ikhsan & Widyanti, Indikator-Indikator Makro
Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta, 1995.

Anda mungkin juga menyukai