Kegiatan Belajar 15
INFLASI
a. Pengantar
Sesi/pertemuan kelima belas ini membahas mengenai teori inflasi, mulai dari
pengertian,_penyebab, dan dampak-dampak negatif dari inflasi. Pokok bahasan ini
merupakan pendalaman dari pembahasan yang telah dilakukan pada kegiatan belajar
sebelumnya.
Seecara rinci materi pembahasan pada pertemuan ke lima belas ini meliputi:
a. Pengertian Inflasi
b Inflasi : Analisis permintaan dan penawaran agregat
c Beberapa indikator Inflasi
d Biaya sosial dari Inflasi
B. PENYAJIAN
1. Kenaikan Harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga
periode sebelumya. Misalnya, harga sabun mandi 80 gram per buah kemarin adalah Rp
1.000,00. Hari ini menjadi Rp 1.100,00. Berarti harga sabun per buah hari ini Rp 100,00 lebih
mahal dibanding harga kemarin. Dapat dikatakan telah terjadi kenaikan harga sabun.
Perbandingan tingkat harga bisa dilakukukan dengan jarak waktu yang lebih pannjang:
seminggu, sebulan, triwulan dan setahun.
2) Bersifat umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan berdampak inflasi jika
kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.
Harga buah mangga harum manis di Jakarta, jika belum musimnya dapat mencapai Kp
10.000,00 per kilogram. Tetapi jika sudah musimnya, sekitar akhir tahun, dapat dibeli
dengan harga Rp 4000,00 - Rp 5.000,00 per kilogram. Jadi harga mangga pada periode-
renode tertentu akan mengalami kenaikan dua sampai tiga kali lipat. Tetapi kenaikan
harga mangga yang sangat tajam tersebut tidak menimbulkan inflasi, karena harga-harga
komoditas lain tidak naik. Mangga harum manis bukanlah komoditas pokok, sehingga
tidak memiliki dampak besar terhadap stabilitas harga..
189
Ceritanya akan menjadi lain jika yang naik adalah harga bahan bakar minyak (BBM).
Pengalaman Indonesia, menunjukkan setiap pemerintah menaikkan harga BBM, harga-
harga komoditas lain turut naik. Karena BBM merupakan komoditas strategis, maka
kenaikan harga BBM akan merambat kepada kenaikan harga komoditas yang lain.
Jika harga mangga harum manis naik, harga BBM belum tentu naik. Tetapi jika harga
BBM naik, harga mangga harum manis di Jakarta pasti naik. Mengapa? biaya transportasinya
naik? BBM adalah komponen input paling penting untuk dapat membuat roda-roda mobil
angkutan umum (bus, truk) dan mobil pribadi untuk dapat berputar. Karenanya, kenaikan
harga BBM menyebabkan biaya operasional transportasi akan naik.
Kenaikan harga BBM juga membuat harga jual produk-produk industri, khususnya
kebutuhan pokok, merambat naik. Sebab biaya operasional untuk menjalankan mesin-mesin
pabrik menjadi lebih mahal. Bahkan, kenaikan harga BBM akan mengundang kaum buruh
menuntut kenaikan upah harian, untuk memelihara daya beli mereka.
3) Berlangsung Terus-Menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan menimbulkan inflasi, jika
terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu
minimal bulanan. Sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum
dan terus-menerus. Rentang waktu yang lebih panjang adalah triwulanan dan tahunan.
Jika pemerintah melaporkan bahwa inflasi tahun ini adalah 10%, berarti akumulasi
inflasi adalah 10% per tahun. Inflasi triwulan rata-rata 2,5% (10%:4), sedangkan inflasi
bulanan sekitar 0,83% ( 10%: 12).
1) Permintaan Agregat
Permintaan agregat (Aggregate demand AD) adalah total permintaan barang dan jasa
dalam suatu perekonomian selama satu peri ode tertentu. Bentuk kurva AD adalah sama
seperti bentuk kurva permintaan terhadap satu komoditas tertentu. Bedanya adalah tingkat harga
merupakan tingkat harga umum yang biasanya dalam angka indeks. Angka indeks diperoleh
melalui penghitungan dengan menggunakan metode pembobotan (weigthed) tertentu.
Jika yang berubah hanya tingkat harga umum, permintaan bergerak di sepanjang
kurva (Movement along curve). Tetapi jika yang berubah adalah faktor-faktor yang
dianggap tetap (ceteris paribus), kurva permintaan agregat (AD) bergeser (shifting).
Faktor-faktor ceteris paribus dalam analisis mikro seperti membaiknya pendapatan per
kapita dan bertambahnya jumlah penduduk, tetap relevan sebagai faktor yang
mempengaruhi pergeseran kurva AD. Namun, dalam analisis makro harus ditambah dua
faktor ceteris paribus yang sangat berpengaruh terhadap permintaan agregat. Kedua
faktor tersebut adalah kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah: kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal.
2) Penawaran Agregat
Penjelasan tentang permintaan agregat mempermudah kita memahami penawaran
agregat (aggregate supply/AS), yang secara visual ditunjukkan dengan kurva AS.
191
6) Stagflasi
Stagflasi menerangkan kombinasi dari dua keadaan buruk, yaitu stagnasi dan
inflasi. Stagnasi adalah kondisi di mana tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar nol persen
per tahun. Jumlah output relatif tidak bertambah. Sayangnya, kondisi ini disertai inflasi.
Secara garis terlihat stagflasi akan terjadi jika permintaan agregat (AD) bertambah,
sedangkan penawaran agregat (AS) berkurang.
Tabel 15.1
Indeks Harga Konsumen (IHK) Gabungan 27 Kota Di Indonesia,
1994 - 1998 (April 1988 - Maret 1989 = 100)
Sumber: Diolah dari Statistik Ekonomi dan Keunggulan Keuangan Indonesia (Bank
Indonesia)
Tabel 15.1 menyatakan bahwa titik awal penghitungan angka IHK adalah April
1988 Maret 1989, dengan angka 100. Jika angka IHK makin besar, maka telah terjadi
Inflasi. Misalnya, angka IHK akhir periode 1994 adalah 163,17 menunjukkan selama
1989-1994 telah terjadi inflasi. Angka perubahan IHK (kolom 3) adalah angka inflasi per
193
tahun. Misalnya, IHK 1995 adalah 177,83, angka perubahan IHK-nya 8.98%. Berarti
selama periode 1994-1995 telah terjadi inflasi sebesar 8.98%. Angka 8,9% diperoleh
dengan menggunakan rumus perhitungan di bawah ini.
Inflasi =
IHK - IHK -1 X 100%
IHK -1
Inflasi1995 =
IHK 1995 - IHK 1994 x 100%
IHK 1994
=
177,83 - 163,170
x 100%
163,17
= 8,98%
Dilihat dari cakupan komoditas yang dihitung, IHK kurang mencerminkan tingkat
inflasi yang sebenarnya. Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen, sebab IHK memasukakan komoditas-komoditas
yang relevan (pokok) yang biasanya dikonsumsi masyarakat.
Anda dapat mencobanya, lalu cocokan hasilnya dengan kolom 3, Tabel 15.2
194
Walaupun sangat bermanfaat, IHK dan IHPB memberikan gambaran laju inflasi
ya n g terbatas. Sebab, dilihat dari metode penghitungannya, kedua indikator tersebut
hanya melingkupi beberapa puluh atau mungkin ratus jenis barang dan jasa, di beberapa
puluh kota saja. Padahal dalam kenyataan, jenis barang dan jasa yang diproduksi atau
dikonsumsi dalam sebuah perekonomian dapat mencapai ribuan, puluhan ribu bahkan
mungkin ratusan ribu jenis. Kegiatan ekonomi juga terjadi tidak hanya di beberapa kota
saja. melainkan seluruh pelosok wilayah. Untuk mendapatkan gambaran inflasi yang
paling mewakili keadaan sebenarnya, ekonom menggunakan indeks harga implisit (GDP
deflator), di singkat IHI.
Angka deflator ini telah diperkenalkan dalam pembahasan Produk Domestik Bruto
berdasarkan harga berlaku dan konstan. Sama halnya dengan dua indikator
sebelumnya, penghitungan inflasi berdasarkan IHI dilakukan dengan menghitung
rerubahan angka indeks.
Inflasi =
IHH - IHH -1 x 100%
IHH -1
Tabel 15.3
Indeks Harga Inflasi (IHI) 1990-1996
(1990=100)
ekonomi riil. Selisih keduanya merupakan tingkat inflasi. Dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi nominal sama dengan pertumbuhan ekonomi riil ditambah
dengan tingkat inflasi, atau Inflasi = pertumbuhan nominal – pertumbuhan riil.
LATIHAN-15
1. Pelajari kembali secara cermat bahan ajar pertemuan ke-15, kemudian jelaskan
istilah-istilah berikut dengan memberi contohnya masing-masing : inflation, L
t'tens paribus, monetary policy, consumer price index, wholesale price index,
(JDP Deflator, dan hyper-inflation.
2. Diskusikan dengan teman sejawat anda, kemudian hitunglah inflasi dan berikan
komentar anda, jika diketahui data sebagai berikut:
RINGKASAN
1. Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan
berlangsung terus menerus. Jenisnya dapat digolongkan berdasarkan parah
tidaknya inflasi, berdasarkan sebab musabab timbulnya inflasi, berdasarkan asal
inflasi dan terakhir berdasarkan tingkat intensitas inflasi.
2. Inflasi adalah gejala di tingkat makro, oleh karena itu apabila dihubungkan
dengan aspek permintaan dan penawaran, maka yang dianalisis adalah bersifat
menyeluruh atau agregat.
3. Kebijakan moneter berpengaruh terhadap permintaan agregat, dengan kebijakan
uang ketat, maka uang yang beredar semakin sedikit, memungkinkan terjadinya
penurunan daya beli yang berakibat kurva AD bergeser ke kiri. Hal sebaliknya
akan terjadi dengan kebijakan moneter ekspansif. Begitu pula dengan kebijakan
Fiskal yaitu pajak dan subsidi. Dengan kebijakan anggaran defisit, daya beli
masyarakat meningkat dan kurva AD bergeser ke kanan.
4. Kebijakan moneter dan fiskal juga berpengaruh terhadap penawaran agregat.
Kebijakan moneter yang ekspansif misalnya dengan bantuan kredit, atau
kebijakan fiskal ekspansif akan meningkatkan penawaran agregat, sehingga kurva
AS akan bergeser ke kanan.
5. Beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi
adalah; indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar, indeks harga
implisit dan alternatif dari indeks harga implisit.
6. Sampai tingkat tertentu inflasi dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan penawaran
agregat. Namun inflasi yang tinggi (diatas 10 %) akan memicu munculnya biaya
sosial yang harus dibayar antara lain ; menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat,
makin buruknya distribusi pendapatan dan terganggunya stabilitas ekonomi.
C. PENUTUP
Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban test formatif 15 yang ada di
bagian akhir buku ini, dan hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian
gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaaan Anda
terhadap materi kegiatan belajar ke-15.
Rumus:
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan
mempelajari materi pertemuan ke 1-15, sebagai persiapan Anda untuk
mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS), BAGUS. Tetapi kalau tingkat
penguasaan Anda di bawah 80% Anda harus mengulangi mempelajari kembali
materi pertemuan ke-15 terutama bagian yang belum Anda kuasai.
c. Bahan Bacaan
1. Rahardja, Pratama & Mandala Manurung, 2001, Teori Ekonomi
Makro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta, Bab IV halaman 73-96.
2. Boediono, 2001, Ekonomi Makro, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Bab III halaman 31-61.
3. Suyuthi, M. Djamil, 1989, Pengantar Ekonomi Makro, Ditjen Dikti-
Depdikbud, Jakarta, Bab III, halaman 57-62.
4. Soelistyo, dkk, 2001, Pengantar Ekonomi Makro, Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, Jakarta, Buku materi pokok 3, kegiatan belajar 3,
halaman 137-146.
201
d. Bacaan Tambahan