TEORI EKONOMI 2
MACROECONOMICS No.3
(NO.3 :BAB 19)
VER:1.0
Materi mata kuliah ini dirangkum (dikutip) dari berbagai sumber yang tercantum dalam Daftar Pustaka
dan disesuaikan dengan pedoman Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) serta Satuan Acara
Perkulihan (SAP), Fakultas Ekonomi –Universitas Gunadarma:
DAFTAR PUSTAKA :
1. N. Gregory Mankiw: MACROECONOMICS, 8th edition (2013), Worth Publishers.
2. Prathama Rahardja & Mandala Manurung: PENGANTAR ILMU EKONOMI (Mikroekonomi
& Makroekonomi), Edisi Ketiga (2008), LP-FEUI
3. Alpha C. Chiang & Kevin Wainwright: Fundamental Methods of MATHEMATICAL
ECONOMICS, 4th Edition (2005) MacGraw Hill
4. Sumber-sumber lain melalui INTERNET.
1. INFLASI:
a) Definisi & Pengertian Inflasi:
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yg bersifat umum dan terus-menerus .
Dari definisi ini, ada tiga komponen yg harus dipenuhi agar dpt dikatakan telah terjadi inflasi:
1) Kenaikan Harga
2) Bersifat Umum
3) Berlangsung Terus-Menerus
1) Kenaikan Harga:
Harga suatu komoditas dikatakan naik, jika menjadi lebih tinggi dari pada harga periode
sebelumnya. Misalnya, harga sabun mandi 80 gram per unit kemarin adalah Rp.1,000,-.
Hari ini harganya Rp.1,100,-. Berarti harga sabun per unit hari ini Rp.100,- lebih mahal
dibanding harga kemarin. Jadi dpt dikatakan telah terjadi kenaikan harga sabun.
Perbandingan tingkat harga bisa dilakukan dgn jangka waktu yg lebih panjang:
seminggu, sebulan, triwulan, dan setahun.
Perbandingan harga juga dpt dilakukan berdasarkan patokan musim. Misalnya, pada
musim paceklik harga beras biisa mencapai Rp.3,000,- per kilogram. Sebab harga gabah
telah naik. Tetapi di musim panen, harganya dpt lebih murah, krn harga gabah biasanya
juga lebih murah. Dengan demikian dpt dikatakan pd musim paceklik selalu terjadi
kenaikan harga beras.
2) Bersifat Umum:
Kenaikan harga suatu komoditas belum dpt dikatakan inflasi jika kenaikan harga tsb tidak
menyebabkan harga-harga secara umum naik.
Harga buah mangga Harum Manis di Jakarta, jika belum musimnya dpt mencapai
Rp.10,000,- per kg. Tetapi jika sudah musimnya, sekitar akhir tahun, dpt dibeli hanya dgn
harga Rp.4,000,- - Rp.5,000,- per kg. Jadi harga mangga pd periode-periode tertentu
akan mengalami kenaikan harga dua sampai tiga kali lipat. Tetapi kenaikan harga
Page 1 of 19
mangga yg sangat tajam tsb tidak menimbulkan inflasi, krn harga-harga komoditas lain
tidak naik. Mangga Harum Manis bukanlah komoditas pokok, shg tidak memiliki dampak
besar thd stabilitas harga.
Lain halnya, jika yg naik adalah harga bahan bakar minyak (BBM). Pengalaman
Indonesia menunjukkan setiap pemerintah menaikkan harga BBM, harga-harga
komoditas lain turut naik. Karena BBM merupakan komoditas strategis, maka
kenaikan harga BBM akan berdampak (merambat) kpd kenaikan harga komoditas yg
lain. Jika harga Harum Manis naik, harga BBM blm tentu naik. Tapi jika harga BBM naik,
harga mangga Harum Manis di Jakarta pasti naik. Sebab, biaya transportasi akan naik.
Mengapa biaya transportasi naik? Krn BBM adalah komponen input paling penting utk
transportasi/ angkutan umum (bus, truk dan mobil pribadi).
3) Berlangsung Terus-Menerus:
Kenaikan harga yg bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika
terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dlm rentang waktu
minimal bulanan sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat
umum dan terus-menerus. Rentang waktu yg lebih panjang adalah triwulan dan
tahunan.
Bila pemerintah mengumumkan bahwa inflasi tahun ini adalah 10%, angka tsb
merupakan akumulasi inflasi dlm satu tahun yaitu 10%. Sehingga Inflasi triwulan rata-
rata 2,5% (10%/4), sedangkan inflasi bulanan sekitar 0,83% (10%/12).
Page 2 of 19
mengurangi jumlah uang beredar dlm masyarakat. Kebalikannya, kebijakan
moneter ekspansif akan menambah jumlah uang beredar.
Jika pemerintah mengambil kebijakan uang ketat, jumlah uang beredar akan
berkurang. Kemungkinan besar hal ini dapat mengurangi daya beli secara agregat.
Akibatnya kurva AD bergeser ke kiri. Hal sebaliknya yg terjadi dgn kebijakan moneter
ekspansif, yg menyebabkan uang beredar bertambah. Pengaruh kebijakan moneter
thd permintaan agregat digambarkan dalam Diagram 19.2.a.
Diagram 19.2
Pengaruh Kebijakan Ekonomi Pemerintah
Terhadap Permintaan Agregat
P P
Kebijakan Kebijakan
moneter anggaran
ekspansif defisit
AD_0 AD_0
ۯ۲ ۯ۲
Kebijakan Kebijakan
moneter ۯ۲ anggaran ۯ۲
kontraktif surplus
ۯ۲ ۯ۲
Y Y
0 0
(a) (b)
Kebijakan Moneter Kebijakan Fiskal
Page 3 of 19
Diagram 19.3
Pengaruh Kebijakan Ekonomi Pemerintah
Terhadap Penawaran Agregat
P P
܁ۯ ܁ۯ
Kebijakan
Kebijakan ܁ۯ anggaran ܁ۯ
moneter ࡿ kontraktif
܁ۯ
kontraktif
Kebijakan
moneter Kebijakan
ekspansif anggaran
ekspansif
Y Y
0 0
(a) (b)
Kebijakan Moneter Kebijakan Fiskal
Diagram 19.4
Inflasi dan Keseimbangan Ekonomi
AS
A B C
ଵ
E
AD
0 ܇ Y
Page 4 of 19
Di titik A inflasi disertai penurunan output (kontraksi ekonomi). Hal ini sering disebut
sebagai resesi.
Di titik B inflasi disertai kemandekan output (pertumbuhan ekonomi 0%). Kondisi ini
disebut stagflasi, kombinasi dari keadaan kemandekan output (stagnasi) dan inflasi.
Di titik C inflasi disertai pertumbuhan ekonomi, umumnya terjadi pada saat ekonomi
sedang membaik (ekspansi).
Tiga gejala di atas menunjukkan gejala inflasi berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu
inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation), inflasi dorongan biaya (cost-
push inflation), dan kombinasi keduanya.
Diagram 19.5
Inflasi Tekanan Permintaan (Demand-Pull Inflation)
AS
۾
۾
ۯ۲ ۯ۲
0 ܇ ܇ Y
Misalnya, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan BBM akan menyebabkan biaya
produksi barang-barang output sektor industri menjadi lebih mahal, yang mengurangi
penawaran agregat.
Page 5 of 19
Jika yang berkurang adalah penawaran agregat , inflasi akan disertai kontraksi ekonomi ,
sehingga jumlah output (PDB) menjadi lebih kecil (Y 1 ¿ Y 0 ).
Diagram 19.6
Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)
܁ۯ
܁ۯ
۾
۾
AD
0 ܇ ܇ Y
6) Stagflasi:
Stagflasi menerangkan kombinasi dari dua keadaan buruk, yaitu stagnasi dan inflasi.
Stagnasi adalah kondisi dimana tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar nol persen per
tahun. Jumlah output relatif tidak bertambah. Sayangnya, kondisi ini disertai inflasi.
Secara grafis dalam Diagram 19.7 terlihat stagflasi akan terjadi jika permintaan agregat
(AD) bertambah, sedangkan peawaran agregat (AS) berkurang.
Diagram 19.7
Stagflasi (Stagflation)
܁ۯ
܁ۯ
۾
۾
ۯ۲
ۯ۲
0 ܇ Y
Page 6 of 19
Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yg menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yg harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu.
Angka IHK diperoleh dgn menghitung harga-harga barang dan jasa utama yg
dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu . Masing-masing harga barang dan
jasa tsb diberi bobot (weighted) berdasarkan tingkat keutamaannya.
Barang dan jasa yg dianggap paling penting diberi bobot yg paling besar.
Tabel 19.1
Index Harga Konsumen (IHK) Gabungan 27 Kota Di Indonesia,
Tahun 1994 - 1998 (April 1988 - Maret 1989 = 100)
Sumber: Diolah dari Statistik Ekonomi & Keuangan Indonesia (Bank Indonesia)
Tabel 19.1 menyatakan bhw titik awal perhitungan angka IHK adalah April 1988 Maret
1989, dgn angka 100. Jika angka IHK makin besar, maka telah terjadi inflasi. Misalnya,
angka IHK akhir periode 1994 adalah 163,17 menunjukkan selama 1989-1994 telah
terjadi inflasi. Angka perubahan IHK (kolom 3) adalah angka inflasi per tahun. Misalnya,
IHK 1995 adalah 177,83, angka perubahan IHK-nya 8,98%. Berarti selama periode 1994-
1995 telah terjadi inflasi sebesar 8,98%. Angka 8,98% diperoleh dgn menggunakan
rumus perhitungan dibawah ini:
(IHK −IHK −1 )
Inflasi = x 100%
IHK −1
(177,83−163,17)
= x 100%
163,17
= 8,98%
Dilihat dari cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya. Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen, sebab IHK memasukkan komoditas-komoditas
yang relevan (pokok) yang biasanya dikonsumsi masyarakat.
Page 7 of 19
2) Indeks Harga Pedagang Besar (Wholesale Price Index):
Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Pedagang Besar (IHPB)
melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sbg
indeks harga produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yg
diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.
Prinsip menghitung inflasi berdasarkan data IHPB adalah sama dengan cara menghitung
berdasarkan IHK:
(IHPB−IHPB−1 )
Inflasi = x 100%
IHPB−1
Silahkan mencoba, & cocokan hasilnya dgn kolom 3, Tabel 19.2 berikut ini:
Tabel 19.2
Index Harga Pedagang Besar (IHPB), Tahun 1995 - 1998
(Tahun 1983 = 100)
Sumber: Diolah dari Statistik Ekonomi & Keuangan Indonesia (Bank Indonesia)
Page 8 of 19
Tabel 19.3
Index Harga Implisit (IHI), Tahun 1990 - 1996
(Tahun 1990 = 100)
Jika PDB menurut harga berlaku dinotasikan PDBN, PDB berdasarkan harga konstan
adalah PDBR dan deflator PDB adalah D, maka seperti telah disinggung pada Bab 2:
Karena angka PDB sangat besar, kita ubah dlm bentuk logaritma,
dimana X = log PDBN, Q = log PDBR, dan P = log Deflator (D). Shg persamaan (19.1)
menjadi:
X = Q + P ............................................................... (19.2)
Perubahan ketiga variabel di atas dari waktu ke waktu (berdasarkan fungsi waktu)
adalah:
∂X ∂Q ∂P
= + ................................................. (19.3)
∂t ∂t ∂t
∂X
Arti ekonomi dari persamaan (19.3) adalah pertumbuhan ekonomi nominal ( ) sama
∂t
∂Q
dgn pertumbuhan riil ( ) ditambah dgn tingkat inflasi,
∂t
Atau dapat dikatakan:
Page 9 of 19
Karena itu, angka inflasi dpt dihitung jika memiliki data PDB menurut harga berlaku
(PDB nominal) dan PDB berdasarkan harga konstan (PDB riil). Tabel 19.4 memberikan
contoh perhitungannya.
Tabel 19.4
Cara Perhitungan Inflasi, Tahun 1990 - 1996
Ada beberapa masalah sosial (biaya sosial) yg muncul dari inflasi yang tinggi (≥ 10% per
tahun). Yang akan dibahas dalam bagian ini adalah:
1) Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat,
2) Memburuknya distribusi pendapatan,
3) Terganggunya stabilitas ekonomi.
Page 10 of 19
mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatan ≥ 20% per tahun. Akibatnya ada
sekelompok yg mampu meningkatkan pendapatan riil (pertumbuhan pendapatan nominal
dikurangi laju inflasi lebih besar dari 0% per tahun). Tetapi sebagian besar masyarakat
mengalami penurunan pendapatan riil.
Distribusi pendapatan, dilihat dari pendapatan riil, makin memburuk.
Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dgn merusak perkiraan tentang masa depan
(ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yg kronis menumbuhkan perkiraan bhw harga-
harga barang dan jasa akan terus naik.
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak dari
yg seharusnya / biasanya. Tujuannya utk lebih menghemat pengeluaran konsumsi.
Akibatnya, permintaan barang dan jasa justru dpt meningkat.
Bagi produsen perkiraan akan naiknya harga barang dan jasa mendorong mereka
menunda penjualan, utk mendapatkan keuntungan yg lebih besar. Penawaran barang
dan jasa berkurang. Akibatnya, kelebihan permintaan memperbesar dan mempercepat
laju inflasi. Tentu saja, kondisi ekonomi akan menjadi semakin buruk.
Faktor-faktor Dominan:
Inflasi sebenarnya dpt dikendalikan walaupun tidak mudah . Untuk itu perlu dikendalikan
faktor-faktor dominan penyebab inflasi yg di tiap-tiap negara bisa tidak sama. Untuk
Indonesia ada beberapa faktor dominan yg menonjol:
Faktor dominan yg pertama dan yg paling besar pengaruhnya adalah faktor moneter
(core inflation). Ini konsisten dgn pendapat begawan ilmu ekonomi moneter Milton
Friedman yang menyatakan “Inflation is always a monetery phenomenon”. Maka
tidak salah bila dlm UU No.3 tahun 2004, Bank Indonesia (BI) adalah pihak yg diberi
tanggung jawab oleh negara utk memelihara nilai rupiah, karena BI yg mengendalikan
instrumen-instrumen moneter termasuk jumlah uang beredar. Walaupun faktor moneter
paling dominan pengaruhnya, core inflation selama ini adalah bagian inflasi yg paling
mudah dikendalikan.
Dari data tahun 2003, deviasi realisasi dari perkiraan core inflation hanya 1,07% dari
perkiraan 8% di awal tahun tsb (lihat Tabel 19.7). yang masih menjadi persoalan di
Indonesia dlm hal ini adalah terjadinya efek tunda (lag) dari suatu kebijakan moneter yg
lumayan lama, kabarnya masih sekitar 4-6 bulan.
Faktor dominan yg kedua adalah perubahan atas administered prices, yaitu harga
barang-barang dan jasa tertentu yg tingkat harganya ditentukan secara sepihak oleh
pemerintah, BUMN atau oleh kartel, seperti BBM, listrik, telpon, air, SPP sekolah, dan
sebagainya. Dari data BI, tingkat kemelencengan realisasi dari perkiraan utk tahun 2003
cukup besar, yaitu 7,59%, sekaligus menunjukkan tipisnya kesadaran, kesepakatan
maupun koordinasi para pengambil kebijakan terkait (baik swasta maupun pemerintah)
Page 11 of 19
dlm pengendalian administered prices ini. Saat ini wacana inflasi dlm sidang kabinet
belum terjabarkan ke dalam tindak pengendalian inflasi yg lebih terkoordinasi dan
berkesinambungan, apalagi dlm kalangan BUMN maupun pengusaha swasta.
Faktor dominan yg ketiga adalah fenomena supply-shock yg sangat mempengaruhi
perekonomian kita, baik dari sisi domestik (seperti kekeringan, gagal panen, dan
wabah ternak) maupun internasional (seperti naiknya harga crude oil, perubahan
exchange rate, dan suku bunga internasional). Data BI tahun 2003 deviasi realisasi
dari perkiraan food volatile inflation cukup besar, yaitu 7,69% menunjukan sulitnya
mengendalikan inflasi di bidang ini. Departemen Perdagangan dan Perindustrian
belum dapat mewujudkan kebijakan distribusi yg efektif utk menghindari tingginya inflasi
bila terjadi krisis pangan. Ketergantungan atas import minyak bumi juga memperparah
inflasi apabila terjadi kenaikan haarga minyak dunia. Setiap satu dollar AS kenaikan
harga minyak bumi, akan berdampak 0,05% pada tingkat inflasi, dan tiap satu persen
Rupiah melemah thd dollar Amerika akan membawa dampak 0,23% pada tingkat inflasi.
Inflation Targeting:
Mengingat pentingnya pengendalian inflasi bagi ekonomi suatu negara, maka sejak
tahun 1990-an berbagai negara mulai menerapkan kebijakan Inflation Targeting yg
bertujuan utk membentuk dan mengarahkan ekspektasi masyarakat (inflation
expectation) kpd tingkat inflasi yg rendah sbg target, dan memberikan pedoman kpd
para pelaku (baik konsumen maupun produsen) dan para pembuat kebijakan utk ikut
mewujudkan target inflasi ini. Di Malaysia bahkan program ini disertai sosialisasi dan
edukasi masyarakat yg sangat rigorous yg disebut Inflation Sifar (Zero Inflation) di awal
tahun 1990-an melalui berbagai media massa. Program ini intinya menyadarkan
masyarakat bhw inflasi itu merugikan dan harus diperangi. Di sana masyarakat
disadarkan bhw mencari untung sesaat dgn menaikan harga dan upah pada akhirnya
akan membuat perekonomian Malaysia itu tidak kompetitif dan akhirnya merugikan diri
mereka sendiri. Salah satu contohnya dalam minggu ke tiga setiap bulan atau waktu-
waktu tertentu diadakan pesta diskon serentak secara nasional. Tidak heran kini
Malaysia merupakan salah satu negara dgn inflasi terendah dan dgn harga produk
paling kompetitif di Asia.
Tabel 19.5
Inflasi ASEAN, (Year -on- Year)
Page 12 of 19
Tabel 19.6
Inflasi, SBI Rate, dan Suku Bunga Real
Tabel 19.7
Perkiraan dan Realisasi Inflasi Tahun 2003
Perkiraan
Tahun Awal Tahun Realisasi Deviasi
Diambil dari artikel: Bambang Kusmanto, “Dapatkah Inflasi di Indonesia Dijinakkan?” , Bisnis Indonesia, 2 Juli 2004.
2. PENGANGGURAN (UNEMPLOYMENT):
Menganggur tidak sama dgn tidak bekerja atau tidak mau bekerja. Orang yg tidak mau
bekerja, tidak dpt dikatakan sbg pengangguran . Sebab jika dia mencari pekerjaan (ingin bekerja),
mungkin dgn segera mendapatkannya. Kalau begitu mengapa dia tidak mau bekerja? Mungkin
karena dia sudah kaya ! Misalnya, tabungannya sudah mencapai Rp.3 milyar. Jika tingkat bunga
deposito bersih (setelah dipotong pajak) 1% per bulan (12% per tahun), maka tanpa bekerja
penghasilannya mencapai Rp.30juta per bulan. Itu sudah lebih dari cukup. Alasan-alasan lain yg
membuat orang tidak mau bekerja antara lain adalah ibu-ibu yg harus mengasuh anak, kawula
muda yg harus sekolah dahulu.
Page 13 of 19
Diagram 19.8
Struktur Penduduk Berdasarkan Usia Kerja
Total Penduduk
Pada Diagram 19.8 terlihat bhw jumlah penduduk suatu negara dpt dibedakan menjadi penduduk
usia kerja (15-64 tahun) dan penduduk bukan usia kerja. Yang masuk kelompok bukan usia kerja
(usia nonproduktif) adalah anak-anak (0-14 tahun) dan manusia lanjut usia (manula) yang berusia
≥ 65 tahun. Dari penduduk usia kerja, yg masuk angkatan kerja adalah mereka yg mencari kerja
atau bekerja. Sebagian yg tidak bekerja (dgn berbagai alasan) tidak masuk angkatan kerja (bukan
angkatan kerja). Lebih lanjut lagi terlihat, ternyata tidak semua angkatan kerja memperoleh lapangan
kerja. Mereka inilah yang disebut penganggur (unemployment).
Tabel 19.8 di bawah ini memberikan data-data komposisi penduduk Indonesia hasil sensus penduduk
tahun 1971, 1980, dan 1990 dgn menggunakan klasifikasi spt pada Diagram 19.8.
Tabel 19.8
Jumlah Penduduk Indonesia Hasil Sensus Peduduk
Tahun 1971, 1980, 1990 Berdasarkan Usia
( Dalam Juta Jiwa )
Tahun
Struktur Penduduk 1971 1980 1990
Page 14 of 19
Angkatan / tingkat pengangguran dlm Tabel diatas menunjukkan bhw jumlah angkatan kerja
yang tidak bekerja atau belum mendapatkan pekerjaan dlm periode 1971, 1980, 1990
masing-masing adalah 8.7%, 1.5% dan 2.4% dari angkatan kerja. Angka-angka tsb didapat
dgn cara membagi jumlah orang yg menganggur dgn jumlah angkatan kerja (bukan
penduduk usia kerja) dikalikan 100%.
Angka pengangguran yg tertera dlm Tabel 19.8, khususnya tahun 1980 dan 1990, mungkin
mengejutkan anda. Betapa rendahnya tingkat pengangguran di Indonesia ! Selanjutnya data
ini membingungkan ! . Memunculkan pertanyaan “Mengapa banyak orang mengeluh
tentang sulitnya mendapat pekerjaan ?”. Angka pengangguran dlm Tabel 19.8 adalah
berdasarkan definisi Badan Pusat Statistik (BPS) pada saat melakukan sensus penduduk.
Menurut BPS, yg dimaksud dgn bekerja adalah orang yg selama dua minggu sebelum
Sensus Penduduk dilakukan telah bekerja minimal 2 jam. Tentu saja definisi ini dapat
mengundang perdebatan.
b. Jenis-jenis Pengangguran:
Dalam studi ekonomi makro yg lebih lanjut, pembahasan masalah pengangguran akan
dilakukan lebih spesifik dan cermat. Misalnya, akan dibahas apakah yg terjadi
merupakan pengangguran sukarela (voluntary unemployment) atau pengangguran
dukalara (involuntary unemployment).
Pengangguran sukarela (voluntarary unemployment) adalah pengangguran yg
bersifat sementara, karena seseorang ingin mencari pekerjaan yg lebih baik atau lebih
cocok.
Pengangguran dukalara (involuntary unemployment) adalah pengangguran yg
terpaksa diterima oleh seseorang, walaupun sebenarnya dia masih ingin bekerja.
Page 15 of 19
kerja penuh (full employment), yaitu apabila pengangguran tidak melebihi 4%.
Pengangguran ini dinamakan pengangguran friksional (frictional unemployment).
Segolongan ahli ekonomi menggunakan istilah pengangguran normal atau
pengangguran mencari (search unemployment).
Pengangguran jenis ini bersifat sementara dan terjadi karena adanya kesenjangan
antara pencari kerja dgn lowongan kerja. Kesenjangan ini dapat berupa kesenjangan
waktu, informasi, ataupun karena kondisi geografis/ jarak. Dst...
Page 16 of 19
b) Melemahnya Penawaran Agregat:
Tingginya tingkat pengangguran akan menurunkan penawaran agregat, bila
dilihat dari peranan tenaga kerja sebagai faktor produksi utama. Makin sedikit
tenaga kerja yg digunakan, makin kecil penawaran agregat. Dampak
pengangguran thd penawaran agregat makin terasa dlm jangka panjang. Makin
lama seseorang menganggur, keterampilan, produktivitas maupun etika kerjanya
akan mengalami penurunan.
Mungkin argumen tsb dpt dibantah dgn mengatakan bhw dlm perekonomian
modern, tenaga kerja dpt digantikan dgn barang modal. Bahkan penggunaan
barang modal yg makin intensif akan meningkatkan efisiensi, diukur dari biaya
produksi per unit yg makin rendah.
Dengan harga jual yg semakin rendah, tentu permintaan akan meningkat.
Logika di atas adalah benar sampai batas tertentu. Tapi harus di ingat, yg
dimaksud dgn mekanisme pasar adalah interaksi permintaan dan penawaran.
Sekalipun produksi bisa berjalan efisien, tapi jika permintaan agregat sangat
lemah, maka keseimbangan ekonomi terjadi di tingkat yg sangat rendah.
Akibatnya, tingkat produksi harus diturunkan drastis. Penurunan tingkat / skala
produksi ini akan menaikkan biaya produksi per unit. Hal ini tentunya
melemahkan penawaran agregat.
Masalah Pengangguran
(lihat Case dlm Box : Artikel Prof.DR. Payaman J. Simanjuntak, “Pemerintahan Baru: Isu Ketenagakerjaan
yg Mendesak”.; Media Indonesia Online, 20 Oktober 2004)
Dari diagram tsb terlihat biaya dari pengurangan tingkat pengangguran adalah inflasi (naiknya
tingkat upah). Misalnya, kondisi awal yg dihadapi adalah titik B, dimana tingkat upah W 2 dan
tingkat pengangguran U 2. Jika tingkat pengangguran ingin dikurangi menjadi U 1, tingkat upah
naik menjadi W 1 . Berarti terjadi inflasi. Seandainya yg ditargetkan adalah penurunan inflasi,
Page 17 of 19
secara grafis yg harus dilakukan adalah mengubah titik B ke titik C, karena W 3 ¿ W 2 . Namun
harga yg hrs dibayar adalah meningkatnya pengangguran, krn U 3 ¿ U 2.
Diagram 19.9
Hubungan Antara Tingkat Upah & Pengangguran
a. Adopsi Kaum
Keynesian:
Upah/ Wage
Kurva Phillips Jangka
Pendek (Short Run
Phillips Curve): SPC
Hasil ܅ଵ A temuan Profesor
Phillips diadopsi oleh
ekonom ܅ଶ
B Keynesian utk
menjelaskan adanya
trade off ܅ C (imbang korban atau
harga yg hrs dibayar) antara
tingkat inflasi dan
0 ܃ ܃ ܃
pengangguran.
Pengangguran
Jika ingin mengurangi
tingkat pengangguran,
harga yg harus dibayar (Trade
Off) adalah meningginya inflasi.
Hubungan inflasi pengangguran spt yg diungkapkan Phillips dan diadopsi kaum Keynesian,
sebenarnya juga dpt dijelaskan dgn menggunakan analsis kurva AD-AS seperti ditunjukkan
pd Diagram 19.10.
Diagram 19.10
Kurva Phillips Berdasarkan Analisis Kurva AD-AS
Inflasi (% / Thn)
P P
܁ۯ
܁ۯ
܁ۯ
Kurva Phillips
۾ C
۾
۾ B
ۯ۲
۾ A
۾
ۯ۲
۾
ۯ۲
( a ) ( b )
Asumsi dari analisis kurva AD-AS dalam diagram diatas adalah analisis jangka pendek.
Faktor produksi umumnya bersifat tetap (fixed input). Karena itu, pertumbuhan penawaran
agregat (kurva AS) tidak bisa secepat pertumbuhan permintaan agregat (kurva AD). Tenaga
kerja juga merupakan input tetap. Dalam jangka pendek, jumlahnya tidak mudah ditambah.
Diagram 19.10.(a) menunjukkan apa yg terjadi jika perekonomian terus bertumbuh. Karena
penawaran agregat (kurva AS) tidak bisa bertumbuh lebih cepat dari permintaan agregat
Page 18 of 19
(kurva AD), maka pertumbuhan ekonomi jangka pendek diikuti oleh inflasi. Dalam Diagram
19.10.(a) titik-titik keseimbangan A, B, C, menunjukkan bhw output menjadi lebih besar (Y 2
¿ Y 1 ¿ Y 0 ), tetapi harga-harga umum juga menjadi lebih tinggi ( P2 ¿ P1 ¿ P0 ).
Jika dianggap ada hubungan yg tetap antara kesempatan kerja (N) dgn tingkat output (Y).
Misalnya, N = ∝.Y, dimana ∝ ¿ 0, maka bertambahnya output akan menambah
kesempatan kerja ( N 2 ¿ N 1 ¿ N 0 ).
Karena jumlah tenaga kerja juga dianggap tetap, maka penambahan kesempatan kerja
akan mengurangi pengangguran (U), sehingga U 2 ¿ U 1 ¿ U 0 . Untuk menderivasi kurva
Phillips, yg perlu dilihat adalah hubungan antara P dan U. Jika P naik maka U berkurang.
Hasilnya adalah seperti pada Diagram 19.10.b. Kurva Phillips dlm Diagram 19.10.(b)
diturunkan berdasarkan analisis jangka pendek, shg disebut kurva Phillips Jangka Pendek
(Short Run Phillips Curve, disingkat SPC).
b. Adopsi Kaum Klasik: Kurva Phillips Jangka Panjang (Long Run Phillips
Curve): LPC.
Analisis kaum Keynesian seperti diuraikan di atas mengundang keberatan kaum Klasik.
Menurut mereka, kelemahan analisis diatas adalah dimensi waktu yg berjangka pendek.
Hasil analisis jangka pendek akan berbeda bila dgn menggunakan analisis jangka
panjang.
Menurut kaum Klasik, dlm jangka panjang perekonomian berada dlm keadaan kesempatan
kerja penuh (full employment). Bentuk kurva AS menjadi tegak lurus, shg seperti
ditunjukkan oleh Diagram 19.11. peningkatan permintaan agregat hanya akan menyebabkan
inflasi ( P2 ¿ P1 ¿ P0); Sementara output tidak bertambah. Karena itu pula, kurva Phillips
Jangka Panjang (Long Run Phillips Curve, disingkat LPC) , berbentuk tegak lurus. Jadi
menurut kaum Klasik, dalam jangka panjang tidak ada trade off (imbang korban/ harga yg
hrs dibayar) antara inflasi dan pengangguran.
Diagram 19.11
Kurva Phillips Jangka Panjang (LPC)
P
AS
LPC
۾
۾
۲ ۯ ۯ
۾
۲ ۯ ۯ
۲ ۯ ۯ
0 ܇ Y
Page 19 of 19