Anda di halaman 1dari 30

Laporan Praktikum Pengolahan Limbah

Adsorpsi

Oleh :
Nafila Rihhadatul A
(2041420074)

Prodi D-V Tekniknologi Kimia Industri


Jurusan Teknik Kimia - Politeknik Negeri Malang
Semester Genap 2022-2023
ADSORBSI

I. Tujuan
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa dapat:
1. Mengoperasikan peralatan adsorption kits dengan
baik dan benar
2. Mengetahui pengaruh penambahan berat adsorben
terhadap penurunan konsentrasi kekeruhan dan
kesadahan total yang terkandung dalam air limbah.
3. Mengetahui pengaruh jenis adsorben terhadap
penurunan konsentrasi kekeruhan dan kesadahan total
yang terkandung dalam air limbah.
II. Tinjauan Pustaka
Adsorpsi merupakan suatu proses saat molekul
fluida menyentuh dan melekat/terikat pada permukaan
padatan yang pada akhirnya membentuk suatu film (lapisan
tipis) pada permukaan padatan tersebut. Absorpsi dapat
terjadi apabila absorbat adsorbat yang terdapat dalam
molekul gas atau cair terjadi karena adanya gaya kohesif
termasuk gaya hidrostatik dan gaya ikatan hidrogen yang
bekerja diantara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang
tidak seimbang pada batas fasa tersebut menyebabkan
perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada interface
solid/fluida.
Proses adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Dapat disebut adsorpsi
fisika apabila fenomena adsorpsi disebabkan terutama oleh
gaya Van der Waals dan gaya hidrostatik antara molekul
adsorbat, maka atom yang membentuk permukaan adsorben
tanpa adanya ikatan kimia. Sedangkan adsorpsi kimia terjadi
interaksi secara kimia antara adsorbat dan adsorben. Adapun
Faktor - Faktor yang mempengaruhi adsorpsi, antara lain:
tekanan adsorbat, suhu absolut (suhu adsorbat), interaksi
potensial (interaksi adsorbat dengan dinding adsorben), jenis
adsorbat (ukuran dan kepolaran adsorbat), karakteristik
adsorben (kemurnian, luas permukaan dan volume pori).
Pada proses adsorpsi, pada kondisi tertentu tentunya
akan mempengaruhi jenis adsorben. Adsorben dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Adsorben yang mengadsorpsi secara fisik (karbon
aktif, silika gel dan zeolit),
2. Adsorben yang mengadsorpsi secara kimia (calcium
cholide, metal hydride, dan complex salts), dan
3. Composite adsorben adsorben yang mengadsorpsi
secara kimia dan fisik.
Karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi
yang baik adalah :
1. Luas permukaan adsorben. Semakin besar luas
permukaan maka semakin besar pula daya
adsorpsinya, karena proses adsorpsi terjadi pada
permukaan adsorben.
2. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama
proses adsorpsi dan desorpsi.
3. Kemurnian adsorben. Adsorben yang memiliki
tingkat.
Macam-macam adsorben yang umum digunakan untuk
proses adsorpsi, antara lain:
1. Silika gel
Silika gel cenderung mengikat adsorbat dengan
energi yang relatif lebih kecil dan membutuhkan temperatur
yang rendah untuk proses desorpsinya, dibandingkan jika
menggunakan adsorben lain seperti karbon atau zeolit.
2. Aktif Karbon
Aktif karbon dapat dibuat dari batu bara, kayu, dan
tempurung kelapa melalui proses pyrolizing dan carburizing
pada temperatur 700 sampai 800 °C. Hampir semua
adsorbat dapat diserap oleh karbon aktif kecuali air.
3. Zeolit
Zeolit mengandung kristal zeolite yaitu mineral
aluminosilicate yang dipergunakan sebagai penyaring
molekul. Mineral aluminosilicate ini terbentuk secara alami.
Zeolit buatan dibuat dan dikembangkan untuk tujuan
khusus, diantaranya 4A, 5A, 10X, dan 13X yang memiliki
volume rongga antara 0,05 sampai 0,30 cm3/gram dan dapat
dipanaskan sampai 500 °C tanpa harus kehilangan mampu
adsorpsi dan regenerasinya.

III. Alat & Bahan


Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari:
• Kolom adsorbsi 2 buah
• Pompa air 1 buah
• Statif 2 buah
• Klem penjepit 2 set
• Beaker glass 50 ml 10 buah
• Erlenmeyer 250 ml 3 buah
• Buret 50 ml 1 buah
• Labu takar 1000 ml 1 buah
• Labu takar 50 ml 10 buah
• Gelas arloji 1 buah
• Spatula 1 buah
• Botol semprot 1 buah
• Corong 1 buah
• Timbangan analitik 1 buah
• Pipet ukur 10 ml 1 buah
• Pipet seukuran 25 ml 1 buah
• Ball pipet 1 buah
• Pipet tetes 1 buah
Keterangan:
1. Stop contact listrik
2. Bak sampel
3. Selang pompa
4. Indikator laju alir
5. Valve input
6. Pipa penghubung valve input dan kolom adsorpsi
7. Sakelar ON/OF
8. Indikator tekanan
9. Kolom adsorpsi
10. Valve output
11. Bak penampungan out put limbah
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain:
 Larutan CaCO3
 Larutan MgCO3, atau
 Sampel air limbah (disesuaikan dengan petunjuk
pembimbing)
 Adsorben: Karbon aktif granular, Bentonite/Batu
apung

IV. Prosedur Percobaan


a. Persiapan

Adsorption kits dihubungkan dengan stop contact listrik

Pompa umpan dipastikan pada kondisi siap dioprasikan

Bak umpan dan bak penampung luaran limbah (effluent)


dipersiapkan

Adsorben disiapkan dan ditimbang sesuai kebutuhan

Larutan EDTA disiapkan untuk dilakukan standarisiasi serta titrasi


sample

Buret dan peralatan lainnya disiapkan untuk titrasi sample


Adsorption kits dihubungkan dengan stop contact listrik

Pompa umpan dipastikan pada kondisi siap dioprasikan

Bak umpan dan bak penampung luaran limbah (effluent)


dipersiapkan

Adsorben disiapkan dan ditimbang sesuai kebutuhan

Larutan EDTA disiapkan untuk dilakukan standarisiasi serta titrasi


sample

Buret dan peralatan lainnya disiapkan untuk titrasi sample

Peralatan adsorption kits dipastikan lengkap

b. Percobaan

Laju alir umpan di-set:


- bak sampel diisi air sebanyak ± 20 liter
- pompa yang terdapat dalam bak dinyalakan dengan
menekan tekan tombol ‘ON’ sakelar
- laju alir umpan diatur pada laju tertentu (sesuai arahan
pembimbing), dengan cara mengatur bukaan valve input
- pompa dimatikan dengan cara menekan tombol ‘OFF’
sakelar
Bak diisi dengan air limbah tiruan artificial waste

Kolom adsorpsi diisi dengan adsorben pada berat tertentu

Pompa dijalankan untuk mengalirkan air limbah ke dalam kolom


adsorpsi

Luaran (effluent) dari kolom adsorpsi yang keluar dari valve


output ditampung menggunakan beaker glass pada setiap 5 menit
hingga 60 menit

Percobaan dihentikan dengan cara menekan tombol ‘OFF’ sakelar


kemudian diikuti dengan mencabut stop kontak listrik dari
adsorption kits

Percobaan diulang untuk jenis atau berat adsorben yang berbeda


dengan menggunakan cara yang sama seperti pada point (1) s.d
point (8)

Kadar kesadahan total dan kekeruhan air limbah hasil adsorpsi


diukur/dianalisa dengan menggunakan titrasi EDTA dan turbidity
meter
V. Prosedur Analisis
 Prosedur Analisa Kesadahan
Peralatan :
• Labu takar 250 ml
• Erlenmeyer 500 ml
• Erlenmeyer 250 ml
• Karet penghisap (ball pipette)
• Labu takar 1 L
• Corong
• Gelas ukur 100 ml
• Piringan pemanas
• Biuret 50 ml
• Pipet ukur 100, 50, 25,1 m
Bahan :
a. Larutan buffer pH 10 ± 0.1

Larutkan 1,179 gram EDTA dihidrat p.a dan 780 mg


MgSO4.7H2O p.a atau 644 mg MgCl2.6H2O p.a dalam 50 ml
aquadest

Tambahkan larutan ini pada 16,9 gram NH4Cl p.a dan 143 ml
NH4OH pekat p.a yang sudah berada di labu takar 250 ml.

Kocok dan encerkan sampai menjadi 250 ml dengan aquadest.


Simpanlah larutan buffer ini dalam wadah plastic.

Tutup dengan rapat agar tak ada NH4 yang keluar dan CO2
tidak dapat masuk.

b. Larutan standar EDTA 0,01 M

Timbang 4 gr Na2EDTA.2H2O p.a dan kira-kira 0.1 gr


MgCl2.6H2O p.a.

Larutkan campuran tersebut dengan aquadest, pindahkan ke


dalam labu ukur 1000 ml dan encerkan sampai tanda batas.

Kocok dan encerkan sampai menjadi 250 ml dengan aquadest.

karena EDTA dapat melarutkan ion Ca+2 dan Al+3 pada


dinding botol kaca biasa.

c. Larutan standar primer Ca+2

Timbang 0,08 gr standar primer CaCO3 yang telah dikeringkan


pada suhu 100°C selama 1 jam.
Masukkan dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan 20 ml
aquadest.

Campurkan tetes demi tetes larutan HCl 1:1 sampai larutan


menjadi jernih.

d. Indikator EBT (Eriochrome Black T) 1 %

Larutkan 100 mg EBT ke dalam 100 mL etanol.

Simpan dalam botol kaca gelap yang tertutup rapat.

Larutan ini tidak stabil, jadi jangan dibuat terlalu


banyak.

e. Indikator murexid dan NaCl

Campurkan 200 mg murexid dan 100gram NaCl kemudian


giling dalam mortar hingga halus.

Simpan dalam botol kaca gelap yang tertutup rapat.


Larutan ini tidak stabil, jadi jangan dibuat terlalu
Langkah kerja
banyak.
A. Standarisasi EDTA

Pipet 25 ml larutan standar Ca+2 diatas, ke dalam erlenmeyer


kemudian tambahkan 5 ml larutan buffer pH 10 dan tambahkan
3 atau 4 tetes indikator EBT

Titrasi dengan larutan EDTA sampai terjadi perubahan warna


dari merah anggur menjadi biru

Lakukan pengulangan untuk titrasi ini

B. Analisa kesadahan total

Ambil 25 ml sampel

Tambahkan 10 ml larutan buffer pH = 10 dan tetesi dengan


indikator EBT

Titrasi dengan larutan standar EDTA


C. Analisa kesadahan Ca+2

Ambil 50 ml sampel, asamkan dengan penambahan HCl


hingga pHnya ± 3 (cek dengan kertas pH). Didihkan selama 1
menit kemudian dinginkan sebelum dititrasi.

Tambahkan larutan NaOH 1 N ke dalam 50 ml sampel hingga


pHnya 12 – 13 (cek dengan kertas pH).

Tambahkan 0,1 sampai 0,2 gram indikator murexid – NaCl


menggunakan ujung spatula

Titrasi dengan EDTA hingga tercapai titik ekivalensi dan


berubah warna dari merah muda menjadi ungu. Untuk
memastikan, tambahkan sedikit

Ulangi analisa untuk kepastian hasil (duplo)

D. Perhitungan

Dengan
A: ml titran EDTA yang digunakan
B: ml sampel sebelum diencerkan (bila dilakukan
pengenceran)
F: Konsentrasi EDTA 0,01 M yang sudah
distandarisas

 Prosedur Analisa Kekeruhan (Turbidity)


Peralatan:
• Turbidimeter
• Pipet tetes
• Gelas ukur
Bahan:
• larutan sampel limbah yang dianalisis
• aquadest
3. Langkah kerja:
A. Persiapan

Nyalakan tombol power

Biarkan alat menyala selama 5 menit

Tuangkan ± 5 ml sample ke dalam kuvet dan tutup rapat

Miringkan kuvet untuk membersihkan bagian dalam kuvet dan


bagian dalam tutup kuvet
Buang cairan sample yang ada di dalamnya

Ulangi 1x lagi untuk pencucian kuvet

Isi kuvet dengan sample

Tutup kuvet dengan rapat sebelum membersihkan bagian


luarnya

Bersihkan bagian luar / dinding kuvet dengan kain halus dan


alkohol. Hindari memegang bagian dinding kuvet pada
bagian bawah tanda batas, karena akan mempengaruhi
pembacaan.

B. Kalibrasi dengan standar primer

Set tombol range pada 0-2 NTU. Siapkan kuvet dengan


standar primer 0.5 NTU.

Biarkan alat menyala selama 5 menit

Tuangkan
C. Kalibrasi dengan standar sekunder

Set tombol ’range’ pada range yang diinginkan.

Masukkan botol sample ke dalam tempat uji. Tutup dengan


tabung penghalang cahaya. Set tombol ”range” pada 0-2
NTU.

Gunakan tombol SET/CAL untuk mengeset nilai sesuai


dengan nilai kalibrasi yang tercatat

Keluarkan standar

D. Penentuan sample

Kocok sample dengan baik dan biarkan gelembung udara


menghilang terlebih dahulu

Tuang cairan sample melalui dinding kuvet untuk menghindari


terjadinya gelembung udara

Isi hingga tanda batas


Tutup kuvet rapat-rapat

Jika memungkinkan, setelah menuang sample ke dalam kuvet,


tempatkan kuvet pada ultrasonic bath selama 1-2 detik untuk
menghilangkan semua gelembung udara yang ada.

Bersihkan bagian luar kuvet dengan tissue/kain bebas serat


dan akohol. Hindari memegang bagian kuvet di bawah tanda
batas, karena akan mempengaruhi pembacaan

Set range 0-200 NTU, masukkan kuvet sample pada lubang


sample dan tutup dengan tabung perisai cahaya. Putar tombol
ke range yang terkecil jika pembacaan pada layar muncul dan
baca/catat nilai NTU

• Hal-hal yang perlu diperhatikan :


a. Jaga kuvet tetap bersih dari debu dan goresan.
b. Bersihkan kuvet dari minyak bekas jari tangan
c. Sample dengan turbiditas tinggi, keluar dari range.
Pada display akan terbaca ‘1’. Sample harus
diencerkan, tapi sebisa mungkin dihindari jika
pengenceran mempengaruhi partikel terlarut dan
menimbulkan kesalahan pembacaan.
VI. Tabel Data Pengamatan

1) Percobaan 1 Hasil Titrasi Salah Dengan Sampel Air


Limbah
Volume Air Limbah : 15 L
Kadar Ca++ :-
Flowrate influent : 2,1 ml/detik
Jenis Adsorben : Batu Apung
Berat Adsorben : 290,8 gram
2) Percobaan 2 Hasil Titrasi Salah Dengan Sampel CaCO3
Volume Air Limbah : 15 L
Kadar Ca++ : 9,98 ppm
Flowrate influent : 2,1 ml/detik
Jenis Adsorben : Batu Apung
Berat Adsorben : 290,8 gram
3) Percobaan 3 Hasil Titrasi Benar Dengan Sampel CaCO3
Volume Air Limbah : 20 L
Kadar Ca++ : 800 ppm
Flowrate influent : 4,1 ml/detik
Jenis Adsorben : Batu Apung
Berat Adsorben : 320 gram

Data Hasil Percobaan


Dengan konsentrasi EDTA setelah standarisasi adalah 0,08 M
1) Percobaan 1 Hasil Titrasi Salah Dengan Sampel Air
Limbah
Sampel Limbah Sebelum Diencerkan adalah 1,5 L

Menit pH Turbidity Vtitran (ml) Kesadahan (mg/l)

0 7 3,65 7,6 0,405698133


10 7 54,3 8,1 0,4323888
20 7 9,13 8,6 0,459079467
30 7 48,1 8,5 0,453741333
40 7 5,75 8,2 0,437726933
50 7 3,35 8,4 0,4484032
60 7 3,27 8,1 0,4323888
2) Percobaan 2 Hasil Titrasi Salah Dengan Sampel CaCO3
Sampel CaCO3 Sebelum Diencerkan adalah 30 gram

Menit pH Turbidity Vtitran (ml) Kesadahan (mg/l)

0 7 953 22,4 1,195741867


10 7 281,5 5,5 0,293597333
20 7 271 6,9 0,3683312
30 7 634 10,9 0,581856533
40 7 580,5 8,9 0,475093867
50 7 520,5 11,5 0,613885333
60 7 223 5,9 0,314949867

3) Percobaan 3 Hasil Titrasi Duplo Dengan Sampel CaCO3


Sampel CaCO3 Sebelum Diencerkan adalah 100 gram

Meni Turbidity Peng Kesadahan


pH Turbidity Vtitran (ml)
t enceran (3kali) (mg/l)
0 7 560 1680 22,1 0,08847956
10 7 129 387 14,75 0,0590531
20 7 123,5 370,5 13,55 0,05424878
30 7 94,45 283,35 12,45 0,04984482
40 7 80,85 242,55 12,25 0,0490441
50 7 67,3 201,9 10,6 0,04243816
60 7 59,5 178,5 10,15 0,04063654

VII. Perhitungan
Perhitungan nilai kesadahan didapatkan dari persamaan
sebagai berikut.
A × 1000,9 × f
2+ ¿sebagai mg CaCO 3 /l= ¿
B
Konsentrasi Ca
Dengan:
A : ml titran EDTA yang digunakan
B : ml sampel sebelum diencerkan (bila dilakukan
pengenceran)
F : Konsentrasi EDTA yang sudah distandarisasi

 Contoh Perhitungan Kesadahan Percobaan 3 Pada Menit


Ke – 0
Nilai yang didapatkan dari hasil praktikum adalah sebagai
berikut.
- pH :7
- Turbidity : 560
- Turbidity dengan pengenceran 3kali : 1680
- Volume Titran (EDTA) : 22,1 ml
- Konsentrasi EDTA setelah distandarisasi : 0, 08 M
- Sampel Limbah : 100 gram dalam 20 liter = 20000 ml
Sehingga untuk menghitung Kesadahan adalah sebagai
berikut.
A × 1000,9 × f
2+ ¿sebagai mg CaCO 3 /l= ¿
B
Konsentrasi Ca
22 ,1 ×1000, 9 ×0 , 08
2+ ¿sebagai mg CaCO 3 /l= ¿
20000
Konsentrasi Ca
2+ ¿sebagai mg CaCO 3 /l=0,08847956 mg/ l ¿
Konsentrasi Ca

VIII. Pembahasan
Adsorpsi adalah proses penggumpalan substansi
terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat
atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia –
fisika antara substansi dengan penyerapnya. Percobaan
pengolahan limbah cair secara adsorpsi dilakukan dengan
menggunakan kolom adsorpsi. Adapun sampel limbah cair
yang digunakan adalah air limbah dan larutan CaCO 3 dengan
konsentrasi pada percobaan 1 dan 2 sebesar 9,98 ppm dan
percobaan 3 sebesar 800 ppm. Jenis adsorben yang digunakan
yaitu batu apung. Prinsip kerja pada kolom adsorpsi yaitu
sampel limbah cair ditampung pada bak penampung,
selanjutnya akan dipompa oleh pompa umpan menuju kolom
adsorpsi, terdapat valve yang berfungsi untuk mengatur
flowrate yang masuk ke dalam kolom adsorpsi. Pada kolom
adsorpsi terdapat valve yang berfungsi untuk mengalirkan
hasil limbah cair yang telah melewati proses adsorpsi. Pada
percobaan dilakukan pengambilan sampel mulai dari t = 0
menit hingga 60 menit dengan interval 10 menit.

Perbandingan Grafik Waktu Terhadap


Kesadahan
Kesadahan (mg/l)

1.5

1 Air Limbah
CaCO3
0.5

0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (Menit)

Gambar VIII.1 Perbandingan Grafik Waktu Terhadap


Kesadahan Pada Percobaan 1 dan 2
Grafik Waktu Terhadap Kesadahan
Kesadahan (mg/l)
0.12

0.09

0.06 CaCO3
0.03

0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (Menit)

Gambar VIII.2 Grafik Waktu Terhadap Kesadahan Pada


Percobaan 3

Pada grafik diatas dengan percobaan 1 dan 2 dengan


variabel massa batu apung 290,8 gram menunjukkan grafik
yang tidak stabil dengan flowrate 2,1 ml/detik. Pada sampel
air limbah terdapat kenaikan dan juga penurunan nilai
kesadahan yang tidak stabil dikarenakan dari sampel awal
menit ke - 0 kesadahan yang didapatkan memiliki nilai yang
kecil, sehingga pada menit - menit selanjutnya nilai
kesadahan sampel air limbah yang didapatkan juga tidak
meningkat ataupun menurun terlalu jauh dari hasil kesadahan
awal. Pada sampel CaCO3 terdapat penurunan nilai
kesadahan yang signifikan pada menit ke 0 sampai menit ke
10 sedangkan pada menit setelahnya mengalami kenaikan
dan penurunan yang tidak stabil. Sedangkan pada grafik
dengan percobaan 3 pada sampel CaCO 3 dengan variabel
massa batu apung 320 gram dan flowrate 4,1 ml/detik
menunjukkan grafik yang mengalami penurunan secara
signifikan dan cenderung stabil. Menurut Anggriawan
(2015), semakin besar massa adsorbent maka semakin tinggi
efisiensi penyerapannya, sehingga nilai kesadahan limbah
semakin kecil. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum dimana
pada percobaan 1 dan 2 dengan berat massa adsorben kecil
nilai kesadahannya naik/turun dan tidak stabil, sedangkan
pada percobaan 3 dengan berat massa adsorben besar nilai
kesadahan yang dihasilkan cenderung menurun secara
signifikan dan stabil.
Jika dibandingkan dengan nilai flowrate semakin
kecil nilai flowrate, maka akan semakin lama waktu kontak
antara cairan limbah dengan adsorben, menurut Isnah (2011)
semakin lama waktu kontak, kemampuan adsorben dalam
menyerap adsorbat akan semakin besar, sehingga nilai
kesadahan menurun mengartikan bahwa kandungan Air
Limbah dan kandungan CaCO3 dalam larutan limbah
semakin berkurang. Pada praktikum ini hasil percobaannya
sesuai dengan literatur, namun pada sampel air limbah
terdapat kenaikan dan juga penurunan nilai kesadahan yang
tidak stabil dikarenakan dari sampel awal menit ke - 0
kesadahan yang didapatkan memiliki nilai yang kecil,
sehingga pada menit - menit selanjutnya nilai kesadahan
sampel air limbah yang didapatkan juga tidak meningkat
ataupun menurun terlalu jauh dari hasil kesadahan awal, nilai
kesadahan yang didapatkan pada percobaan 1 dan 2 dengan
nilai flowrate kecil sebesar 2,1 ml/detik nilai kesadahannya
naik turun/tidak teratur, sedangkan percobaan 3 dengan nilai
flowrate besar sebesar 4,1 ml/detik nilai kesadahannya
cenderung menurun secara signifikan dan stabil. Hal ini
dikarenakan, pada pori - pori adsorbent batu apung saat
sebelum digunakan memiliki daya tampung menyerap
kotoran yang besar, namun setelah beberapa menit setelah
digunakan daya tampung pori - pori adsorbent batu apung
akan mengecil dikarenakan sudah banyak menampung
kotoran yang diserap, sehingga semakin lama waktu
penyerapan dan semakin besar nilai flowrate yang digunakan
maka nilai kesadahan akan semakin kecil.

Perbandingan Grafik Waktu Terhadap


Turbidity
1200
1000
Turbidity (Ntu)

800 Air Limbah


600 CaCO3
400
200
0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (Menit)

Gambar VIII.3 Perbandingan Grafik Waktu Terhadap


Tubidity Pada Percobaan 1 dan 2
Grafik Waktu Terhadap Turbidity
2000
1750
1500
Turbidity (Ntu)

1250
1000
750
500
250
0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (Menit)

Gambar VIII.4 Grafik Waktu Terhadap Turbidiy Pada


Percobaan 3

Pada saat percobaan praktikum media adsorben yang


digunakan adalah batu apung. Dalam penelitian Putra (2006)
Pemakaian batu apung sebagai media dalam menurunkan
Kadar COD, kekeruhan, dan kesadahan pada air sungai. Hasil
penelitian diperoleh persentase penurunan akhir kekeruhan
yang paling tinggi sebesar 90,92 % gram. Sehingga batu
apung efektif untuk menurunkan turbidity. Dari gambar
VIII.3 dihasilkan grafik yang tidak stabil dengan seiringnya
waktu proses. Pada sampel CaCO3 dan Air Limbah untuk
awal proses memiliki turbidity yang sangat tinggi
dikarenakan masih belum terjadi penurunan turbidity
menggunakan media batu apung. Pada kedua sampel saat
menit ke-10 mengalami penurunan pada turbidity namun
pada menit ke- 30 sampai dengan menit ke-60 mengalami
kenaikan dan penurunan hal ini kemungkinan disebabkan
oleh partikel halus dari batu apung di waktu ke waktu yang
ikut bercampur bersama sampel yang digunakan. Batu apung
mampu menurunkan kekeruhan yang sebagaian besar
dipengaruhi oleh kandungan maupun daya serap yang tinggi.
Selain itu waktu operasional serta debit juga berpengaruh
terhadap penurunan kekeruhan. Dimana debit yang kecil akan
menvebabkan waktu kontak kontaminan lengan media akan
semakin lama sehingga penverapan kekeruhan ole ketiga
media akan lebih optimal. Sedangkan waktu operasi juga
mempengaruhi penurunan kekeruhan, semakin lama waktu
operasi maka semakin banyaknya partikel-partikel penyebab
kekeruhan akan terendapkan sehingga kualitas effluent akan
semakin baik, Namun apabila terlalu lama juga akan
menyebabkan clogging (penyumbatan) yang menyebabkan
daya serap dari pori-pori semakin menurun.

Sedangkan pada Grafik Gambar VIII.4 menunjukkan


nilai turbidity semakin lama semakin menurun dengan
berjalannya waktu dengan sampel yang diguanakan adalah
CaCO3. Proses dimulai dari menit ke-10 nilai turbidity
sebesar 1680 NTU hingga pada menit ke-60 nilai turbidity
mengalami penurunan sebesar 178,5 NTU. Dengan artian
semakin lama waktu yang dibutuhkan kekeruhan semakin
rendah Hal ini dipengaruhi oleh pemilihan ukuran yang
cukup besar dari batu apung yang digunakan saat proses
berlangsung. Menurut Edahwati, dkk, (2009) ukuran
(diameter) butiran media berpengaruh pada porositas, rate
filtrasi dan daya saring. Tebal tidaknya media akan
mempengaruhi lama pengaliran dan besar daya saring ukuran
partikel yang divariasikan mempengaruhi daya saring dari
media batu apung yang digunakan. Hasil yang yang diperoleh
selama percobaan 3 sesuai dengan literatur yang didapatkan.

IX. Daftar Pustaka


Anggriawan, A. (2015). Penyisihan Kadar Logam Fe dan
Mn Pada Air Gambut Dengan Pemanfaatan Geopolimer
Dari Kaolin Sebagai Adsorben. Skripsi Program Studi
Teknik Lingkungan S1, Fakultas Teknik, Universitas
Riau.
Edahwati, L. dan Suprihatin., (2009), Kombinasi Proses
Aerasi, Adsorpsi dan Filtrasi Pada Pengolahan Air
Limbah Industri Perikanan, jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan, Vol.1, No.2, Jurusan Teknik Kimia, UPN
Veteran, Jawa timur.
Isna, Syauqiah (2011) Reviewer Analisis Variasi Waktu dan
Kecepatan Pengaduk Pada Proses Adsorpsi Limbah
Logam Berat dengan Arang Aktif.
Putra, I. (2006). Pemakaian Cangkang Kerang Dan Batu
Apung Sebagai Media Pada Roughing Filter Aliran
Horizontal Dalam Menurunkan Kadar COD,
Kekeruhan, Dan Kesadahan Pada Air Sungai (Doctoral
dissertation, ITN Malang).
Sauqiyah, Isnah,. Mayang, Amaliyah., dan Hetty A.
(2011). Analisis Variasi Waktu dan Kecepatan
Pengaduk Pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat
Dengan Arang Aktif. Jurnal Info Teknik, 12(1), 11 – 20
Triwardani, U. (2011). Pemakaian Cangkang Kerang, Batu
Apung dan Arang Aktif Tempuran Kelapa sebagai
Media pada Roughing Filter Aliran Horizontal dalam
menurunkan KAdar Kekeruhan dan Kesadahan pada
Air Sungai Brantas (studi kasus: Sumber Air Brantas
jalan Cibuni Malang) (Doctoral dissertation, Institut
Teknologi Nasional Malang).
Wibowo, A. Y., & Putra, A. (2013). Pengaruh Ukuran
Partikel Batu Apung terhadap Kemampuan Serapan
Cairan Limbah Logam Berat. Jurnal Fisika
Unand, 2(3).

Anda mungkin juga menyukai