Anda di halaman 1dari 5

MATA KULIAH

KEPEMIMPINAN DAN BERFIKIR SISTEM

KORUPSI PADA KEPALA DAERAH WILAYAH PAPUA

Oleh
Muhammad Ridho Fadlillah
2311018002

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MULAWARMAN
2023
PENENTUAN AKAR MASALAH MENGGUNAKAN DIAGRAM FISHBONE
KORUPSI PADA KEPALA DAERAH

Manusia: Proses: Kebijakan:

1. Moralitas dan integritas 1. Sistem pengawasan yang lemah 1. Ketidakefektifan Hukum Anti-Korupsi
2. Motivasi keuangan 2. Ketidaktransparanan 2. Ketidakadilan dalam sistem hukum
3. Kurangnya pelatihan etika 3. Kurangnya pertanggungjawaban 3. Kurangnya Kepatuhan terhadap Kode Etik

Korupsi pada Kepala


Daerah wilayah Papua

Lingkungan: Teknologi:

1. Kondisi Ekonomi 1. Sistem pelaporan elektronik


2. Tekanan politik 2. Keamanan data
3. Budaya organisasi 3. Peningkatan akses informasi
Diagram fishbone (juga dikenal sebagai diagram Ishikawa atau diagram sebab-akibat) adalah alat visual yang
berguna untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah tertentu. Berikut penjelasan akar masalah berdasarkan
aspek yang telah dijabarkan pada diagram fishbone.
1. Manusia
a. Moralitas dan Integritas Individu: Tingkat moralitas dan integritas individu, termasuk kepala daerah
dan pejabat pemerintahan, dapat memengaruhi kecenderungan mereka untuk terlibat dalam
tindakan korupsi. Individu dengan tingkat moralitas yang rendah atau rendah integritasnya mungkin
lebih rentan terhadap korupsi.
b. Motivasi Keuangan: Motivasi untuk memperoleh keuntungan finansial pribadi melalui tindakan
korupsi dapat menjadi faktor manusia yang kuat dalam kasus korupsi kepala daerah. Kepala daerah
atau pejabat yang tergoda oleh potensi keuntungan pribadi cenderung lebih rentan terhadap korupsi.
c. Kurangnya Pelatihan Etika: Kurangnya pendidikan atau pelatihan etika dalam pemerintahan dapat
membuat individu tidak cukup sadar akan konsekuensi etis dari tindakan korupsi. Pelatihan etika
dapat membantu meningkatkan pemahaman etika dalam pemerintahan dan meminimalkan risiko
korupsi.
Mengatasi faktor manusia dalam konteks korupsi kepala daerah di Papua memerlukan pendekatan
yang berfokus pada pendidikan etika, pengawasan, dan pengawasan yang ketat, serta pengembangan
sistem insentif yang mendorong perilaku yang jujur dan etis dalam pemerintahan. Selain itu, penegakan
hukum yang tegas terhadap individu yang terlibat dalam tindakan korupsi juga penting untuk mencegah
dan mengurangi korupsi.

2. Proses
a. Sistem Pengawasan yang Lemah: Sistem pengawasan pemerintah yang lemah dapat menciptakan
peluang bagi korupsi. Kurangnya pengawasan dan kontrol yang efektif dapat memungkinkan
tindakan korupsi terjadi tanpa terdeteksi.
b. Ketidaktransparan: Kurangnya transparansi dalam proses pengadaan dan pengelolaan keuangan
publik dapat menyembunyikan praktik korupsi. Ketidaktransparan dapat membuat sulit bagi
masyarakat untuk memantau penggunaan dana publik.
c. Kurangnya Pertanggungjawaban: Kurangnya pertanggungjawaban dalam penggunaan dana publik
dapat memungkinkan praktik korupsi berkembang. Tanpa pertanggungjawaban yang kuat, individu
mungkin merasa tidak ada konsekuensi serius atas tindakan korupsi mereka.
Mengatasi faktor-faktor proses ini memerlukan perbaikan pada sistem pengawasan, peningkatan
transparansi, penguatan pertanggungjawaban, dan reformasi prosedur pengadaan dan pengelolaan
keuangan. Selain itu, memastikan bahwa prosedur perizinan lebih efisien dan transparan juga dapat
membantu mengurangi korupsi kepala daerah di Papua.

3. Kebijakan
a. Ketidakefektifan Hukum Anti-Korupsi: Jika hukum anti-korupsi tidak cukup efektif dalam
mengidentifikasi, menuntut, dan menghukum pelaku korupsi, maka itu dapat menciptakan
kesempatan bagi tindakan korupsi. Menguatkan hukum anti-korupsi dan penegakan hukum yang
tegas dapat membantu mengurangi korupsi.
b. Ketidakadilan dalam Sistem Hukum: Kurangnya keadilan dalam sistem hukum, termasuk pengadilan
yang tidak bebas dari intervensi politik, dapat mempengaruhi tingkat korupsi. Jika pelaku korupsi
merasa mereka dapat menghindari hukuman dengan cara tertentu, mereka mungkin lebih cenderung
untuk terlibat dalam korupsi.
c. Kurangnya Kepatuhan terhadap Kode Etik: Jika kebijakan pemerintah tidak mempromosikan atau
mengharuskan kepatuhan terhadap kode etik dan aturan etika dalam pemerintahan, maka pejabat
pemerintahan mungkin tidak merasa terikat oleh aturan tersebut.
Untuk mengatasi faktor kebijakan yang mempengaruhi korupsi kepala daerah di Papua, mungkin
diperlukan reformasi hukum, peningkatan transparansi, perubahan dalam peraturan kode etik, dan
perubahan kebijakan lainnya yang mendorong kepatuhan dan akuntabilitas. Penguatan hukum anti-
korupsi dan peradilan yang adil juga penting untuk mengurangi korupsi.

4. Lingkungan
a. Kondisi Ekonomi: Kondisi ekonomi Papua, termasuk tingkat kemiskinan dan ketidaksetaraan
ekonomi, dapat memengaruhi tingkat korupsi. Di lingkungan ekonomi yang tidak stabil atau dengan
tingkat kemiskinan yang tinggi, individu mungkin lebih rentan terhadap praktik korupsi untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.
b. Tekanan Politik: Tekanan dari kelompok kepentingan politik, baik di tingkat lokal maupun nasional,
dapat memengaruhi kepala daerah untuk terlibat dalam tindakan korupsi. Tekanan politik bisa berupa
permintaan suap, pemerasan, atau pengaruh politik yang menciptakan insentif untuk melakukan
korupsi.
c. Budaya Organisasi: Budaya organisasi dalam instansi pemerintahan dan pemerintah daerah dapat
memainkan peran dalam memfasilitasi atau mencegah korupsi. Jika budaya organisasi
memungkinkan atau bahkan membenarkan praktik korupsi, maka individu dalam organisasi tersebut
mungkin lebih cenderung terlibat dalam tindakan korupsi.
Untuk mengatasi faktor lingkungan yang mempengaruhi korupsi kepala daerah di Papua, mungkin
diperlukan upaya untuk meningkatkan kondisi ekonomi, memperkuat penegakan hukum terhadap
tekanan politik, mempromosikan budaya organisasi yang bersih, meningkatkan pendidikan dan
kesadaran masyarakat tentang korupsi, serta memastikan kebebasan media untuk melaporkan dan
mengungkap kasus korupsi. Upaya ini dapat membantu mengurangi korupsi dan menciptakan lingkungan
yang lebih bersih dan adil.

5. Teknologi
a. Sistem Pelaporan Elektronik: Penggunaan sistem pelaporan elektronik atau platform online untuk
pelaporan tindakan korupsi dapat membantu masyarakat lebih mudah dan aman melaporkan kasus
korupsi. Sistem ini juga dapat meningkatkan transparansi dalam proses pelaporan.
b. Keamanan Data: Memastikan keamanan data dalam sistem keuangan publik dan pelaporan korupsi
adalah kunci untuk menghindari manipulasi data atau tindakan korupsi terkait dengan data
keuangan.
c. Peningkatan Akses Informasi: Teknologi memungkinkan akses yang lebih mudah ke informasi terkait
pemerintahan dan penggunaan dana publik. Ini dapat membantu masyarakat dan pengawas
mengawasi dan memantau lebih efektif.
Menggunakan teknologi untuk mengurangi korupsi kepala daerah di Papua dapat membantu
meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan publik. Namun,
penting untuk memastikan bahwa teknologi tersebut diterapkan dengan benar, aman, dan sesuai dengan
regulasi yang berlaku. Selain itu, pendidikan masyarakat tentang cara menggunakan teknologi ini untuk
memantau pemerintah dan melaporkan korupsi juga penting.

Anda mungkin juga menyukai