Anda di halaman 1dari 27

KISAH 10 SAHABAT NABI

YANG DIJAMIN MASUK SURGA

SITI ASMANIA
‫َع ْن َع ْبِد الَّرْح َمِن ْبِن َعْو ٍف َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأُبو َبْك ٍر ِفي اْلَج َّنِة َو ُع َم ُر‬
‫ِفي اْلَج َّنِة َو ُع ْثَم اُن ِفي اْلَج َّنِة َو َع ِلٌّي ِفي اْلَج َّنِة َو َطْلَح ُة ِفي اْلَج َّنِة َو الُّز َبْيُر ِفي اْلَج َّنِة َو َع ْبُد الَّرْح َمِن‬
‫ْبُن َعْو ٍف ِفي اْلَج َّنِة َو َس ْعٌد ِفي اْلَج َّنِة َو َسِع يٌد ِفي اْلَج َّنِة َو َأُبو ُع َبْيَد َة ْبُن اْلَج َّراِح ِفي اْلَج َّن ِة‬
Dari [Abdurrahman bin ‘Auf] dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Abu Bakar masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk
surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Zubair masuk surga, Abdurrahman
bin ‘Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id masuk surga dan Abu Ubaidah
bin Jarah masuk surga.” (Hadits Tirmidzi Nomor 3680)
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (632-634 M)
Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia
setelah para nabi dan rasul. Keutamannya adalah sesuatu yang melegenda, hal
itu diketahui oleh kalangan awam sekalipun. Membaca kisah perjalanan
hidupnya seakan-akan kita merasa hidup di dunia hayal, apa benar ada orang
seperti ini pernah menginjakkan kaki di bumi? Apalagi di zaman kita saat ini,
memang manusia teladan sudah sulit terlestari.
Namun seiring pergantian masa dan perjalanan hidup manusia, ada
segelintir orang atau kelompok yang mulai mencoba mengkritik perjalanan
hidup Abu Bakar ash-Shiddiq setelah Allah dan Rasul-Nya memuji
pribadinya. Allah meridhainya dan menjanjikan surga untuknya, radhiallahu
‘anhu.
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
Kritik tersebut mulai berpengaruh pada jiwa-jiwa yang mudah tertipu,
kepada hati yang lalai, dan kepada pribadi-pribadi yang memiliki hasad
kepada generasi pertam.
Kali ini kita tidak sedang menceritakan kepribadian Abu Bakar secara
utuh, karena hal itu sulit diceritakan di tulisan yang singkat ini. Tulisan ini
akan menyuplikkan sebagian teks-teks syariat yang menjelaskan tentang
kemuliaan Abu Bakar.
a. Nasab dan Karakter Fisiknya
Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman at-Taimi, namun
kun-yahnya (Abu Bakar) lebih populer dari nama aslinya sendiri. Ia
adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin
Ta-im bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-
Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Luai.
Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin
Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im. Dengan demikian ayah dan ibu Abu Bakar
berasal dari bani Ta-im.
Ummul mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anhu menuturkan sifat fisik
ayahnya, “Ia seorang yang berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya,
kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, dahinya
lebar, tidak bisa bersaja’, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan
memakai inai atau katam (Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1: 188).
Adapun akhlak Abu Bakar, ia adalah seorang yang terkenal dengan
kebaikan, keberanian, sangat kuat pendiriannya, mampu berpikir tenang
dalam keadaan genting sekalipun, penyabar yang memiliki tekad yang
kuat, dalam pemahamannya, paling mengerti garis keturunan Arab, orang
yang bertawakal dengan janji-janji Allah, wara’ dan jauh dari kerancuan
pemikiran, zuhud, dan lemah lembut. Ia juga tidak pernah melakukan
akhlak-akhlak tercela pada masa jahiliyah, semoga Allah meridhainya.
Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama
memeluk Islam.
b. Keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq
 Orang yang Rasulullah Percaya untuk Menemaninya Berhijrah
ke Madinah
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka
sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang
kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia
salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di
waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita,
sesungguhnya Allah beserta kita”. (QS. At-Taubah: 40)
Dalam perjalanan hijrah ini, Abu Bakar menjaga, melayani, dan
memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia
mempersilahkan Rasul untuk beristirahat sementara dirinya
menjaganya seolah-olah tidak merasakan letih dan butuh untuk
istirahat.
Anas bin Malik meriwayatkan dari Abu Bakar, Abu Bakar
mengatakan, “Ketika berada di dalam gua, aku berkata kepada
Rasulullah, ‘Sekiranya orang-orang musyrik ini melihat ke bawah
kaki mereka pastilah kita akan terlihat’. Rasulullah menjawab,
‘Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia
sementara Allah menjadi yang ketiga (maksudnya Allah bersama dua
orang tersebut)’. Rasulullah menenangkan hati Abu Bakar di saat-saat
mereka dikepung oleh orang-orang musyrikin Mekah yang ingin
menangkap mereka.
 Sebagai Sahabat Nabi yang Paling Dalam Ilmunya
Abu Said al-Khudri mengatakan, “Suatu ketika, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabatnya
dengan mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang
hamba untuk memilih dunia atau memilih ganjaran pahala dan apa
yang ada di sisi-Nya, dan hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi
Allah’.
Kata Abu Sa’id, “(Mendengar hal itu) Abu Bakar menangis,
kami heran mengapa ia menangis padahal Rasulullah hanya
menceritakan seorang hamba yang memilih kebaikan. Akhirnya kami
ketahui bahwa hamba tersebut tidak lain adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri. Abu Bakar-lah yang paling mengerti serta
berilmu di antara kami. Kemudian Rasulullah melanjutkan
khutbahnya,
“Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya dalam persahabatan
dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja
aku diperbolehkan memilih kekasih selain Rabbku, pasti aku akan
menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih, namun cukuplah
persaudaraan se-Islam dan kecintaan karenanya.”
 Kedudukan Abu Bakar di Sisi Rasulullah
Dari Amr bin Ash, Rasulullah pernah mengutusku dalam Perang
Dzatu as-Salasil, saat itu aku menemui Rasulullah dan bertanya
kepadanya, “Siapakah orang yang paling Anda cintai?” Rasulullah
menjawab, “Aisyah.” Kemudian kutanyakan lagi, “Dari kalangan laki-
laki?” Rasulullah menjawab, “Bapaknya (Abu Bakar).
 Saat Masih Hidup di Dunia, Abu Bakar Sudah Dipastikan Masuk
Surga
Abu Musa al-Asy’ari mengisahkan, suatu hari dia berwudhu di
rumahnya lalu keluar menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Abu Musa berangkat ke masjid dan bertanya dimana Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dijawab bahwa Nabi keluar untuk suatu
keperluan. Kata Abu Musa, “Aku pun segera pergi berusaha
menysulunya sambil bertanya-tanya, hingga akhirnya beliau masuk ke
sebuah kebun yang teradapat sumur yang dinamai sumur Aris. Aku
duduk di depan pintu kebun, hingga beliau menunaikan keperluannya.
Setelah itu aku masuk ke kebun dan beliau sedang duduk-duduk
di atas sumur tersebut sambil menyingkap kedua betisnya dan
menjulur-julurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Aku mengucapkan
salam kepada beliau, lalu kembali berjaga di depan pintu sambil
bergumam “Hari ini aku harus menjadi penjaga pintu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tak lama kemudian datanglah
seseorang ingin masuk ke kebun, kutanyakan, “Siapa itu?” Dia
menjawab, “Abu Bakar.” Lalu kujawab, “Tunggu sebentar.” Aku
datang menemui Rasulullah dan bertanya padanya, “Wahai
Rasulullah, ada Abu Bakar datang dan meminta izin masuk.”
Rasulullah menjawab, “Persilahkan dia masuk dan beritahukan
padanya bahwa dia adalah penghuni surga.”
c. Kepahlawanan Abu Bakar Ash-Shiddiq di Saat Hijrah
Kecintaan dan kesetiaannya kepada Nabi sangat tampak pada saat
ia menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah.
Pada saat Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengizinkan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah, para sahabat pun bersegera
menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya untuk berhijrah. Mereka
tinggalkan kampung halaman mereka menuju daerah yang sama sekali
belum mereka kenal sebelumnya. Para sahabat, baik laki-laki atau
perempuan, tua dan muda, dewasa maupun anak-anak, mereka beranjak
dari Mekah menempuh perjalanan kurang lebih 460 Km menuju Madinah.
Mereka melintasi pada gurun yang gersang dan tentu saja terik
menyengat.
Di antara mereka ada yang menempuh perjalanan secara sembunyi-
sembunyi, ada pula yang terang-terangan. Ada yang memilih waktu siang
dan tidak sedikit pula yang menjadikan malam sebagai awal perjalanan.
Ibnu Hisyam mencatat, Abu Bakar adalah salah seorang sahabat
yang bersegera memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya untuk berhijrah. Ia
meminta izin kepada Rasulullah untuk berhijrah. Namun
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan terburu-buru.
Semoga Allah menjadikan untukmu teman (hijrah).”
Rasulullah berharap agar Abu Bakar menjadi temannya saat
berhijrah menuju Madinah. Kemudian Jibril datang mengabarkan bahwa
orang-orang Quraisy telah membulatkan tekad untuk membunuh beliau.
Jibril memerintahkan agar tidak lagi menghabiskan malam di Mekah.
Nabi segera mendatangi Abu Bakar dan mengabarkannya bahwa
waktu hijrah telah tiba untuk mereka. Aisyah radhiallahu ‘anha yang saat
itu berada di rumah Abu Bakar mengatakan, “Saat kami sedang berada di
rumah Abu Bakar, ada seorang yang mengabarkan kepada Abu Bakar
kedatangan Rasulullah dengan menggunakan cadar (penutup muka).
Beliau datang pada waktu yang tidak biasa”.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta izin untuk
masuk, dan Abu Bakar mengizinkannya. Beliau bersabda, “Perintahkan
semua keluargamu untuk hijrah”. Abu Bakar menjawab, “Mereka semua
adalah keluargamu wahai Rasulullah”.
Rasulullah kembali mengatakan, “Sesungguhnya aku sudah
diizinkan untuk hijrah”. Abu Bakar menanggapi, “Apakah aku
menemanimu (dalam hijrah) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Iya.”
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunggu malam
datang. Pada malam hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari
rumahnya yang sudah terkepung oleh orang-orang kafir Quraisy. Lalu
Allah jadikan mereka tidak bisa melihat beliau dan beliau taburkan debu
di kepala-kepala mereka namun mereka tidak menyadarinya. Beliau
menjemput Abu Bakar yang tatkala itu sedang tertidur. Abu Bakar pun
menangis bahagia, karena menemani Rasulullah berhijrah. Aisyah
mengatakan, “Demi Allah! Sebelum hari ini, aku tidak pernah sekalipun
melihat seseorang menagis karena berbahagia. Aku melihat Abu Bakar
menangis pada hari itu”. Subhanallahu! Perjalanan berat yang
mempertaruhkan nyawa itu, Abu Bakar sambut dengan tangisan
kebahagiaan.
 Saat Berada di Gua Tsaur
Dalam perjalanan hijrah, Rasulullah tiba di sebuah gua yang
dikenal dengan nama Gua Tsur atau Tsaur. Saat sampai di mulut gua,
Abu Bakar berkata, “Demi Allah, janganlah Anda masuk kedalam gua
ini sampai aku yang memasukinya terlebih dahulu. Kalau ada sesuatu
(yang jelek), maka akulah yang mendapatkannya bukan Anda”. Abu
Bakar pun masuk kemudian membersihkan gua tersebut. Setelah itu,
Abu Bakar tutup lubang-lubang di gua dengan kainnya karena ia
khawatir jika ada hewan yang membahayakan Rasulullah keluar dari
lubang-lubang tersebut; ular, kalajengking, dll. Hingga tersisalah dua
lubang, yang nanti bisa ia tutupi dengan kedua kakinya.
Setelah itu, Abu Bakar mempersilahkan Rasulullah masuk ke
dalam gua. Rasulullah pun masuk dan tidur di pangkuan Abu Bakar.
Ketika Rasulullah telah tertidur, tiba-tiba seekor hewan menggigit
kaki Abu Bakar. Ia pun menahan dirinya agar tidak bergerak karena
tidak ingin gerakannya menyebabkan Rasulullah terbangun dari
istirahatnya. Namun, Abu Bakar adalah manusia biasa. Rasa sakit
akibat sengatan hewan itu membuat air matanya terjatuh dan menetes
di wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah pun terbangun, kemudian bertanya, “Apa yang
menimpamu wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “Aku disengat
sesuatu”. Kemudian Rasulullah mengobatinya.
 Melindungi Nabi dari Teriknya Matahari
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Bakar menceritakan
hijrahnya bersama Nabi. Kami berjalan siang dan malam hingga
tibalah kami di pertengahan siang. Jalan yang kami lalui sangat sepi,
tidak ada seorang pun yang lewat. Kumelemparkan pandangan ke
segala penjuru, apakah ada satu sisi yang dapat kami dijadikan tempat
berteduh. Akhirnya, pandanganku terhenti pada sebuah batu besar
yang memiliki bayangan. Kami putuskan untuk istirahat sejenak
disana. Aku ratakan tanah sebagai tempat istirahat Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam, lalu kuhamparkan sehelai jubah kulit dan
mempersilahkan beliau untuk tidur di atasnya. Istirahatlah wahai
Rasulullah. Beliau pun beristirahat.
Setelah itu, aku melihat keadaan sekitar. Apakah ada seseorang
yang bisa dimintai bantuan. Aku pun bertemu seorang penggembala
kambing yang juga mencari tempat untuk berteduh. Aku bertanya
kepadanya, “Wahai anak muda, engkau budaknya siapa?” Ia
menyebutkan nama tuannya, salah seorang Quraisy yang kukenal.
Aku bertanya lagi, “Apakah kambing-kambingmu memiliki susu?”
“Iya.” Jawabnya. “Bisakah engkau perahkan untukku?” pintaku. Ia
pun mengiyakannya.
Setelah diperah. Aku membawa susu tersebut kepada Nabi dan
ternyata beliau masih tertidur. Aku tidak suka jika aku sampai
membuatnya terbangun. Saat beliau terbangun aku berkata,
“Minumlah wahai Rasulullah”. Beliau pun minum susu tersebut
sampai aku merasa puas melihatnya.
Lihatlah! Rasa-rasanya kita tidak terbayang, seorang yang kaya,
mau bersusah dan berpeluh, menjadi pelayan tak kenal lelah seperti
Abu Bakar. Ia ridha dan puas apabila Rasulullah tercukupi, aman, dan
tenang.
 Perlindungan Abu Bakar terhadap Rasulullah selama perjalanan
Diriwayatkan al-Hakim dalam Mustadrak-nya dari Umar bin al-
Khattab, ia menceritakan. Ketika Rasulullah dan Abu Bakar keluar
dari gua. Abu Bakar terkadang berjalan di depan Rasulullah dan
terkadang berada di belakang beliau. Rasulullah pun menanyakan
perbuatan Abu Bakar itu. Abu Bakar menjawab, “Wahai Rasulullah,
kalau aku teringat orang-orang yang mengejar (kita), aku berjalan di
belakang Anda, dan kalau teringat akan pengintai, aku berjalan di
depan Anda”.
Apa yang dilakukan Abu Bakar ini menunjukkan kecintaan
beliau yang begitu besar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia
tidak ingin ada sedikit pun yang mengancam jiwa Nabi. Jika ada mara
bahaya menghadang, ia tidak ridha kalau hal itu lebih dahulu menimpa
Nabi.
Demikianlah dua orang sahabat ini. Rasulullah ingin bersama
Abu Bakar ketika hijrah dan Abu Bakar pun sangat mencintai
Rasulullah. Inilah kecocokan ruh sebagaimana disabdakan oleh Nabi
“Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang berkumpul (berkelompok). Jika
mereka saling mengenal maka mereka akan bersatu, dan jika saling
tidak mengenal maka akan berpisah (tidak cocok).” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai Abu
Bakar. Dari Amr bin al-Ash, Rasulullah mengutusnya bergabung
dalam pasukan Perang Dzatu Salasil. Amr berkata, “Aku mendatangi
Nabi dan bertanya kepadanya, ‘Siapakah orang yang paling Anda
cintai?’ Beliau menjawab, ‘Aisyah’. Aku kembali bertanya, ‘Dari
kalangan laki-laki?’ Beliau menjawab, ‘Bapaknya (Aisyah)’. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya
padaku dalam persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya
adalah Abu Bakar. Andai saja aku diperbolehkan mengangkat
seseorang menjadi kekasihku selain Rabbku, pastilah aku akan
memilih Abu Bakar, namun cukuplah persaudaraan seislam dan
kecintaan karenanya. Maka tidak tersisa pintu masjid kecuali tertutup
selain pintu Abu Bakar saja.” (HR. Bukhari).
d. Meneladani Abu Bakar
 Meneladani Kecintaannya kepada Rasulullah
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia menceritakan,
setiap harinya Rasulullah selalu datang ke rumah Abu Bakar di waktu
pagi atau di sore hari. namun pada hari dimana Rasulullah diizinkan
untuk berhijrah, beliau datang tidak pada waktu biasanya. Abu Bakar
yang melihat kedatangan Rasulullah berkata, “Tidaklah Rasulullah
datang di waktu (luar kebiasaan) seperti ini, pasti karena ada urusan
yang sangat penting”. Saat tiba di rumah Abu Bakar, Rasulullah
bersabda, “Aku telah diizinkan untuk berhijrah”. Kemudian Abu
Bakar menanggapi, “Apakah Anda ingin agar aku menemanimu wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Iya, temani aku”. Abu Bakar pun
menangis.
Kemudian Aisyah mengatakan, “Demi Allah! Sebelum hari ini,
aku tidak pernah sekalipun melihat seseorang menagis karena
berbahagia. Aku melihat Abu Bakar menangis pada hari itu”.
Abu Bakar kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, ini adalah
kedua kudaku yang telah aku persiapkan untuk hari ini”. Atsar ini
diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Subhanallah! Abu Bakar menangis bahagia karena bisa hijrah
bersama Rasulullah. Padahal hijrah dari Mekah ke Madinah kala itu
benar-benar membuat nyawa terancam, meninggalkan harta,
meninggalkan keluarga; anak dan istri yang ia cintai, tapi cinta Abu
Bakar kepada Rasulullah membuatnya lebih mengutamakan
Rasulullah daripada harta, anak, istri, bahkan dirinya sendiri.
 Menangis saat membaca Al-Qur’an
Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang amat lembut hatinya
sehingga tatkala membaca Alquran, matanya senantiasa berurai air
mata. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit menjelang
wafatnya, beliau memerintahkan Abu Bakar agar mengimami kaum
muslimin. Lalu Aisyah mengomentari hal itu, “Sesungguhnya Abu
Bakar adalah seorang yang sangat lembut, apabila ia membaca
Alquran, ia tak mampu menahan tangisnya”. Aisyah khawatir kalau
hal itu mengganggu para jamaah. Namun Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan agar Abu Bakar mengimami
kaum muslimin.
Karena bacaan Alqurannya pula, orang-orang kafir Quraisy
mengeluh kepada Ibnu Dhughnah –orang yang menjamin Abu Bakar-
agar ia meminta Abu Bakar membaca Alquran di dalam rumahnya
saja, tidak di halaman rumah, apalagi di tempat-tempat umum. Mereka
khawatir istri-istri dan anak-anak mereka terpengaruh dengan lantunan
ayat suci yang dibaca oleh Abu Bakar.
 Berhati-Hati terhadap Harta yang Haram atau Syubhat
Dikisahkan pula dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
“Abu Bakar ash-Shiddiq memiliki budak laki-laki yang senantiasa
mengeluarkan kharraj (setoran untuk majikan) padanya. Abu Bakar
biasa makan dari kharraj itu. Pada suatu hari ia datang dengan sesuatu,
yang akhirnya Abu Bakar makan darinya. Tiba-tiba sang budak
berkata, ‘Apakah Anda tahu dari mana makanan ini?’. Abu Bakar
bertanya, ‘Dari mana?’ Ia menjawab, ‘Dulu pada masa jahiliyah aku
pernah menjadi dukun yang menyembuhkan orang. Padahal bukannya
aku pandai berdukun, namun aku hanya menipunya. Lalu si pasien itu
menemuiku dan memberi imbalan buatku. Yang Anda makan saat ini
adalah hasil dari upah itu. Akhirnya Abu Bakar memasukkan
tangannya ke dalam mulutnya hingga keluarlah semua yang ia
makan.” (HR. Bukhari).
Kami tutup tulisan ini dengan sebuah hadits dari Anas bin
Malik. Ada seseorang yang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai
Rasulullah?”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang
telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”Orang tersebut
menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari
tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah.
Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-
Nya.”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau
cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah
merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta
(Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”Anas pun
mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan
mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa
beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari).

2. Umar bin Khattab (634-644 M)


Beliau adalah Abu Hafsh Umar al-Faruq bin Khattab bin Nufail bin
Abdil Uzza bin Adi bin Ka’ab bin Lu’aiy bin Ghalib al-Qurasy. Nasab beliau
bertemu dengan nasab Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek keempat
yaitu Ka’ab bin lu’aiy bin Ghalib. Ibunya bernama Hantamah binti Hisyam
bin al-Mughirah. Ibunya adalah saudari tua dari Abu Jahal bin Hisyam.
Beliau digelari “al-Faruq” karena beliaulah yang menampakkan Islam di
Mekah, dan karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menampakkan secara
jelas antara kekufuran dan kebatilan. Sahabat Ibnu Abbas mengatakan,
“Orang pertama yang berani menampakkan Islam di makkah adalah Umar bin
Khattab.”
Beliau dilahirkan tiga belas tahun setelah Tahun Gajah. Beliau bertipe
keras dan pemberani, berkulit putih, berbadan tinggi tegap, bertubuh besar
dan kuat, apabila berbicara didengar dan apabila memukul menyakitkan. Di
masa jahiliah, ia dididik oleh sang ayah, al-Khattab, dengan didikan yang
keras. Ia dibebani untuk menggembala untanya setiap hari. Hari-hari yang
melelahkan dan memberatkan sering ia lalu, dan ia pun sering mendapat
pukulan bila pekerjaannya tersebut ada yang kurang. Hal itu semakin
menambah kekerasan hati Umar.
Sebelum masuk Islam, Umar termasuk orang yang paling keras
permusuhannya terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ia termasuk
orang yang paling banyak menyakiti dan menyiksa kaum muslimin, sehingga
sebagian kaum muslimin merasa putus asa akan keislaman Umar karena
kekerasan dan kegarangan perangainya. Sampai dikatakan, Umar tidak akan
masuk Islam sampai ada keledainya al-Khattab yang masuk Islam.
Namun, semua ubun-ubun manusia di bawah kekuasaan dan kehendak
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki
kemampuan atas segala sesuatu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengatakan kepada Ummu Salamah, “Wahai Ummu Salamah,
hati seorang anak Adam berada dalam jari-jemari Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Barang siapa yang Allah kehendaki akan diberi petunjuk dan barang
siapa yang Dia kehendakai ia akan disesatkan.” (HR. Tirmidzi, no.3522)
a. Umar bin Khattab Masuk Islam
 Qudrah Allah Subhanahu wa Ta’ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala maha mampu atas segala sesuatu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala maha mampu menghidupkan bumi yang
tandus menjadi hijau dan subur, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala maha
mampu menghidupkan hati yang keras laksana batu menjadi lembut
dan sangat perasa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk
tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah
turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang
yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian
berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi
keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik. Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan
bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menejlaskan
kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu
memikirkannya.” (QS. Al-Hadid: 16-17)
 Do’a Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
Suatu hari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Ya Allah, muliakan Islam dengan salah satu dari dua orang yang
engkau cintai yaitu Abu jahal bin Hisyam atau Umar bin Khattabb.”
Maka yang lebih Allah cintai dari keduanya adalah Umar bin Khattab.
(Lihat Shahih Sunan Ibnu Hibban 12/305)
 Karena mendengar bacaan Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalamullah yang memiliki pengaruh sangat
kuat dalam hati makhluk-Nya. Oleh karenanya, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam sering memperdengarkan Alquran pada telinga-
telinga kaum musyrikin agar mereka mendapatkan hidayah dan
memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan
Umar adalah salah satu sahabat yang dapat merasakan
kekuatan kalamullah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Di antara yang mendorong
Umar masuk Islam adalah apa yang ia dengar di rumah saudarinya,
Fathimah, dari ayat-ayat Alquran.” (Fathul Bari 7/176)
Setelah keislaman Umar, kemuliaan dan kekuatan Islam
semakin bertambah. Sahabat Ibnu Mas’ud mengatakan, “Kami
senantiasa menjadi mulia semenjak Islamnya Umar.” Beliau juga
mengatakan, “Aku memandang, tidaklah kami dapat shalat
di baitullah kecuali setelah Islamnya Umar. Setelah Umar masuk
Islam ia memerangi kaum musyrikin hingga mereka membiarkan
kami mengerjakan shalat.” (Al-Mu’jamul Kabir, 9:165)
b. Keistimewaan dan Keutamaannya
 Umar adalah Penduduk Surga yang Berjalan di Muka Bumi
Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah
berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda,
“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga.
Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah
istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’
Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku
teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak
memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata,
“Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”
 Mulianya Islam dengan Perantara Umar
Dalam sebuah hadisnya Rasulullah pernah mengabarkan betapa
luasnya pengaruh Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu.
Beliau bersabda,
“Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang
ditarik dengan penggerek. Datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur
tersebut satu atau dua timba dan dia terlihat begitu lemah menarik timba
tersebut, -semoga Allah Ta’ala mengampuninya-. Setelah itu datanglah
Umar bin al-Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya. Aku tidak
pernah melihat seorang pemimpin abqari (pemimpin yang begitu kuat)
yang begitu gesit, sehingga setiap orang bisa minum sepuasnya dan juga
memberikan minuman tersebut untuk onta-onta mereka.”
Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Kami menjadi kuat setelah Umar
memeluk Islam.”
 Kesaksian Ali bin Abi Thalib tentang Umar bin Khattab
Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah, dia pernah mendengar
Abdullah bin Abbas berkata, “Umar radhiallahu ‘anhu ditidurkan di
atas kasurnya (menjelang wafatnya), dan orang-orang yang berkumpul
di sekitarnya mendoakan sebelum dipindahkan –ketika itu aku hadir di
tengah orang-orang tersebut. Aku terkejut tatkala seseorang
memegang kedua pundakku dan ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib.
Kemudian Ali berkata (memuji dan mendoakan Umar seperti orang-
orang lainnya), “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang
dapat menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku
berharap bisa menjadi sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat yakin bahwa Allah akan
mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah dan
Abu Bakar).
Aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Aku berangkat bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama
Abu Bakar dan Umar, dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.”
 Umar adalah Seorang yang Mendapat Ilham
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di
antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang
mendapat ilham. Apabila salah seorang umatku mendapakannya,
maka Umarlah orangnya.”
Zakaria bin Abi Zaidah menambahkan dari Sa’ad dari Abi
Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari
Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi.
Jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umarlah
orangnya.”
 Wibawa Umar
Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku yang
paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam
menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam al-
Manaqib, hadits no. 3791)
 Orang yang Ditakuti Setan
Sa’ad bin Abi Waqqash pernah bercerita,
Suatu hari Umar pernah meminta izin untuk masuk dan bertemu
dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan di sisi
belaiu ada para wanita Quraisy yang sedang berbicara dan
mengangkat suara lebih tinggi dari suara Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam. Tatkala Umar meminta izin untuk masuk, maka segera
para wanita itu buru-buru memasang hijab, setelah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberi izin maka masuklah
Umar dan terlihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tertawa,
maka Umar berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuatmu
tertawa, wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam?”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Saya heran
melihat tingkah para wanita itu, tatkala mereka mendengar suaramu
lantas buru-buru mereka memasang hijab.” Maka Umar berkata,
“Bahkan engkau lebih berhak untuk disegani oleh mereka, wahai
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu Umar mengatakan
kepada para wanita tersebut, “Wahai para musuh jiwa-jiwa kalian,
apakah kalian segan kepadaku sedangkan kalian tidak segan kepada
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam??!” Mereka menjawab, “Iya,
karena engkau lebih keras dibandingkan dengan Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam.” Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan, “Wahai Ibnul Khattab, demi dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, tidaklah setan bertemu dengannmu di suatu
jalan melainkan ia akan mengambil jalan yang lain dari jalanmu.”
(HR. Bukhari, no.3480)
c. Kasih Sayang Umar terhadap Rakyatnya
 Umar Takut Jika Menelantarkan Rakyatnya
Muawiyah bin Hudaij radhiallahu ‘anhu datang menemui Umar
setelah penaklukkan Iskandariyah. Lalu ia menderumkan hewan
tunggannya. Kemudian keluarlah seorang budak wanita. Budak itu
melihat penat Umar setelah bersafar. Ia mengajaknya masuk.
Menghidangkan roti, zaitun, dan kurma untuk Umar. Umar pun
menyantap hidangan tersebut. Kemudian berkata keapda Muawiyah,
“Wahai Muawiyah, apa yang engkau katakan tadi ketika engkau
mampir di masjid?” “Aku katakan bahwa Amirul Mukminin sedang
tidur siang”, jawab Muawiyah. Umar berkata, “Buruk sekali apa yang
engkau ucapkan dan alangkah jeleknya apa yang engkau sangkakan.
Kalau aku tidur di siang hari, maka aku menelantarkan rakyatku. Dan
jika aku tidur di malam hari, aku menyia-nyiakan diriku sendiri (tidak
shalat malam). Bagaimana bisa tertidur pada dua keadaan ini wahai
Muawiyah?”
Mungkin Muawiyah bin Hudaij bermaksud kasihan kepada
Umar. Ia ingin Umar beristirahat karena capek sehabis bersafar.
Rakyat pun akan memaklumi keadaan itu dan juga kasihan kepada
pemimpinnya, sehingga mereka rela jika Umar beristirahat. Tetapi
Umar sendiri malah khawatir kalau hal itu termasuk menghalangi
rakyatnya untuk mengadukan keinginannya mereka kepadanya.
Umar berkata, “Jika ada seekor onta mati karena disia-siakan
tidak terurus. Aku takut Allah memintai pertangung-jawaban
kepadaku karena hal itu.
Karena onta tersebut berada di wilayah kekuasaannya, Umar
yakin ia bertanggung jawab atas keberlangsungan hidupnya. Ketika
onta itu mati sia-sia; karena kelaparan, atau tertabrak kendaraan, atau
terjerembab di jalanan karena fasilitas yang buruk, Umar khawatir
Allah akan memintai pertanggung-jawaban kepadanya nanti di hari
kiamat.
 Perhatian Terhadap Rakyat
Perhatian Umar terhadap rakyatnya benar-benar membuat kita
kagum dan namanya pun kian mengharum, mulia bagi mereka
pembaca kisah kepemimpinannya. Doa-doa rahmat dan ridha
untuknya begitu deras mengalir. Siang-malam ia pantau keadaan
rakyatnya. Ia benar-benar sadar kepemimpinan itu adalah melayani.
Kepemimpinan bukan untuk menaikkan status sosial, menumpuk
harta, yang akan menghasilkan kehinaan di akhirat semata.
Orang hari ini kenal belusukan sebagai ciri pimpinan peduli,
Umar telah melakukannya sejak dulu dengan ketulusan hati. Ia duduk
bersama rakyatnya, mengintipi keadaan mereka, dan menanyai hajat
kebutuhan. Kepada yang kecil atau yang besar. Kepada yang kaya
atau yang miskin. Ia tidak pernah memberikan batas kepada mereka
semua.
Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Setiap
kali shalat, Umar senantiasa duduk bersama rakyatnya. Siapa yang
mengadukan suatu keperluan, maka ia segera meneliti keadaannya. Ia
terbiasa duduk sehabis shalat subuh hingga matahari mulai naik,
melihat keperluan rakyatnya. Setelah itu baru ia kembali ke rumah”.
Sebagian rakyat ada yang merasa enggan mengadukan
permasalahannya. Mereka segan karena betapa wibawanya Umar.
Kemudian beberapa orang sahabat; Ali bin Abi Thalib, Utsman bin
Affan, Thalhah bin Ubaidillah, az-Zubair bin al-Awwam,
Abdurrahman bin Auf, dan Saad bin Abi Waqqash ingin memberi
tahu Umar tentang hal ini. Dan majulah Abdurrahman bin Auf yang
paling berani untuk membuka pembicaraan dengan Umar.
Serombongan sahabat ini berkata, “Bagaimana jika engkau
(Abdurrahman) berbicara kepada Amirul Mukminin. Karena ada
orang yang ingin dipenuhi kebutuhannya, namun segan untuk
berbicara dengannya karena wibawanya. Sehingga ia pun pulang
menahan keperluannya.
Abdurrahman pun menemui Umar dan berbicara kepadanya.
“Amirul Mukminin, bersikaplah lemah lebut kepada orang-orang.
Karena ada orang yang hendak datang menemuimu, namun suara
mereka untuk memberi tahu kebutuhan, tercekat oleh wibawamu.
Mereka pun pulang dan tidak berani bicara”, kata Abdurrahman.
Umar radhiallahu ‘anhu menanggapi, “Wahai Abdurrahaman,
aku bertanya kepadamu atas nama Allah, apakah Ali, Utsman,
Thalhah, az-Zubair, dan Saad yang memintamu untuk menyampaikan
hal ini?” “Allahumma na’am”, jawab Abdurrahman.
“Wahai Abdurrahman, demi Allah, aku telah bersikap lemah
lembut terhadap mereka sampai aku takut kepada Allah kalau
berlebihan dalam hal ini. Aku juga bersikap tegas kepada mereka,
sampai aku takut kepada Allah berlebihan dalam ketegasan. Lalu,
bagaimana jalan keluarnya?” Tanya Umar. Abdurrahman pun
menangis. Lalu mengusapkan rida’nya menghapus titik air mata. Ia
berucap, “Lancang sekali mereka. Lancang sekali mereka”.
Adapun bagi masyarakat yang tinggal jauh dari Kota Madinah;
seperti penduduk Irak, Syam, dll. Umar sering bertanya tentang
keadaan mereka, kemudian memenuhi kebutuhan mereka. Umar
mengirim utusannya untuk meneliti keadaan orang-orang di luar
Madinah.
Terkadang, Umar juga mengadakan kunjungan langsung.
Melihat sendiri keadaan rakyat di bawah kepengurusan gubernurnya.
Umar memenuhi kebutuhan mereka dengan sungguh-sungguh.
Sampai-sampai ia berkeinginan janda-janda yang tidak memiliki
orang yang menanggung merasa cukup dengan bantuannya sehingga
tidak butuh kepada laki-laki lainnya.

3. Ustman bin Affan (644 - 656 M)


“Orang yang paling penyayang di antara umatku adalah Abu Bakar,
yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar, yang paling
pemalu adalah Utsman, yang paling mengetahui tentang halal dan haram
adalah Muadz bin Jabal, yang paling hafal tentang Alquran adalah Ubay (bin
Ka’ab), dan yang paling mengetahui ilmu waris adalah Zaid bin Tsabit. Setiap
umat mempunyai seorang yang terpercaya, dan orang yang terpercaya di
kalangan umatku adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (HR. Ahmad
dalam Musnad-nya 3:184)
Utsman bin Affan, khalifah rasyid yang ketiga. Ia dianggap sosok
paling kontroversial dibanding tiga khalifah rasyid yang lain. Mengapa
dianggap kontroversial? Karena ia dituduh seorang yang nepotisme,
mengedepankan nasab dalam politiknya bukan kapasitas dan kapabilitas.
Tentu saja hal itu tuduhan yang keji terhadap dzu nurain, pemiliki dua
cahaya, orang yang dinikahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan dua orang putrinya.
a. Nasab dan Sifat Fisiknya
Beliau adalah Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin
Abdu asy-Syam bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin
Ka’ab bin Luwai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah
bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu
bin Adnan (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 53).
Amirul mukminin, dzu nurain, telah berhijrah dua kali, dan suami
dari dua orang putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya
bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Hubaib bin Abdu asy-Syams
dan neneknya bernama Ummu Hakim, Bidha binti Abdul Muthalib, bibi
Rasulullah. Dari sisi nasab, orang Quraisy satu ini memiliki kekerabatan
yang sangat dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain
sebagai keponakan Rasulullah, Utsman juga menjadi menantu Rasulullah
dengan menikahi dua orang putri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dengan keutamaan ini saja, sulit bagi seseorang untuk mencelanya,
kecuali bagi mereka yang memiliki kedengkian di hatinya. Seorang tokoh
di masyarakat kita saja akan mencarikan orang yang terbaik menjadi suami
anaknya, apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentulah beliau
akan memilih orang yang terbaik untuk menjadi suami putrinya.
Utsman bin Affan termasuk di antara sepuluh orang sahabat yang
dijamin masuk surga, beliau juga menjadi enam orang anggota syura, dan
salah seorang khalifah al-mahdiyin, yang diperintahkan untuk mengikuti
sunahnya.
Utsman adalah seorang yang rupawan, lembut, mempunyai janggut
yang lebat, berperawakan sedang, mempunyai tulang persendirian yang
besar, berbahu bidang, rambutnya lebat, dan bentuk mulutnya bagus.
Az-Zuhri mengatakan, “Beliau berwajah rupawan, bentuk mulut
bagus, berbahu bidang, berdahi lebar, dan mempunyai telapak kaki yang
lebar.”
Amirul mukminin Utsman bin Affan terkenal dengan akhlaknya
yang mulia, sangat pemalu, dermawan, dan terhormat. Terlalu panjang
untuk mengisahkan kedermawanan beliau pada kesempatan yang sempit
ini. Untuk kehidupan akhirat, menolong orang lain, dan berderma seolah-
olah hartanya seringan buah-buah kapuk yang terpecah lalu kapuknya
terhembus angin yang kencang.
b. Pribadi yang Mulia
Laki-laki Quraisy ini dikenal dengan gelaran Dzun Nurain, pemilik
dua cahaya. Karena ia menikahi dua orang putri Rasulullah ‫ﷺ‬. Yang
pertama Ruqayyah. Setelah Ruqayyah meninggal, Utsman dinikahkan
Nabi ‫ ﷺ‬dengan putrinya Ummu Kultsum. Ummu Kultsum juga
meninggal di masa hidup Nabi ‫ﷺ‬.
Dia melakukan dua kali hijrah, yang pertama ke Habasyah. Di sana
ia sukses dalam berbisnis. Namun, dua tahun kemudian ia kembali ke
Maekah. Dan kemudian turut serta hijrah ke Madinah.
Pada saat Perang Badar, istri Utsman, putri Nabi ‫ﷺ‬, Ruqayyah,
menderita sakit parah. Utsman tinggal di Madinah untuk menemani
istrinya yang sakit. Karena itulah ia tidak turut serta dalam Perang Badar.
Pelajaran bagi kita, seorang tokoh besar dan berpengaruh di masyarakat,
Utsman bin Affan, setia menemani istrinya di hari terakhir. Ia adalah
seorang laki-laki baik yang penuh kasih dan manusia penyayang.
Sesampainya kabar kemenangan kaum muslimin di Badar, saat itu pula
Ruqayyah telah meninggal dan telah dimakamkan.
Utsman bin Affan terkenal dengan sifat malu dan kemurahan hati
yang tak berujung. Diriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
berbaring di rumahnya sementara bagian dari kaki beliau terlihat. Abu
Bakar meminta izin untuk masuk, beliau mengizinkannya dan berbicara
dengannya. Kemudian Umar bin al-Khattab meminta izin masuk, beliau
juga mengizinkannya dan berbicara kepadanya. Lalu Utsman bin Affan
meminta izin masuk, lalu Nabi ‫ ﷺ‬duduk dan merapikan pakaiannya.
Utsman pun diizinkan masuk dan beliau berbicara kepadanya.
Ketika Utsman pergi, Ummul Mukminin Aisya radhiallahu
‘anha bertanya, “Abu Bakar datang Anda tidak bergerak. Umar datang
Anda tidak juga bergerak, tapi ketika Utsman datang, Anda duduk dan
merapikan pakaian Anda?”
Nabi ‫ ﷺ‬menjawab, “Apakah aku tidak merasa malu dengan
seorang laki-laki yang para malaikat merasa malu?” (Sahih Muslim, hadis:
2401). Betapa agung dan terhormat laki-laki ini, bahkan para malaikat
surga pun menaruh penghormatan khusus padanya.
c. Kedermawanan Menantu Rasulullah
Kemurahan hati dan kedermawanannya, terus tiada henti. Ia merasa
bahagia menghabiskan sejumlah besar kekayaannya untuk membantu umat
Islam.
Tak beberapa lama setelah kaum muslimin hijrah ke Madinah,
mereka mengalami kesulitan air. Dan mereka sangat membutuhkan
sumber air minum. Sementara itu, hanya ada satu sumur di sekitar mereka.
Sumur itu dimiliki oleh seorang pria Yahudi. Si Yahudi menjual air
kepada kaum muslimin dengan harga yang begitu tinggi. Kondisi hidup
pun kian sulit.
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬memotivasi para sahabatnya, siapa yang
dapat membeli sumur milik si Yahudi (Sumur Ruma), kemudian
mendermakannya untuk kaum muslimin. Imbalannya adalah sebuah rumah
di surga.
Utsman bin Affan yang pertama maju. Dia mendekati si Yahudi,
mencoba membeli sumur. Awalnya Yahudi itu menolak tawaran Utsman.
Kemudian Utsman menawarkan membeli setengahnya. Satu hari menjadi
milik Utsman, dan hari berikutnya menjadi miliki si Yahudi. Begitu
seterusnya. Yahudi itu pun menerima tawaran Utsman. Pada hari giliran
Utsman, ia memberikan air gratis untuk semua orang. Dan di hari
berikutnya, tak ada yang datang untuk mengisi air. Sumur itu pun tak
menghasilkan uang lagi untuk laki-laki Yahudi itu. Akhirnya, si Yahudi
menjual setengah sisanya kepada Utsman.
Utsman bin Affan memberikan air sumur tersebut secara gratis
kepada masyarakat. Hingga hari ini, air sumur tersebut masih digunakan.
Berulang kali, kemurahan hati Ustman menjadi berkah bagi kaum
muslimin di masa-masa sulit. Pernah terjadi kemarau panjang di masa
kekhalifahan Umar bin al-Khattab. Satu tahun penuh tak juga turun hujan.
Tanaman layu dan mati. Masyarakat ditimpa bencana kelaparan. Lalu
datang sebuah kafilah dengan 1.000 onta yang sarat dengan biji-bijian dan
perlengkapan. Barang-brang kebutuhan itu baru saja tiba dari Suriah.
Semuanya adalah milik Utsman bin Affan.
Para pedagang dan pembeli cepat-cepat bernegosiasi dengan
Utsman. Menawar dan membeli barang-barangnya untuk untuk
melepaskan diri dari lilitan kesulitan. Mereka menawar, membeli biji-
bijian dengan keuntungan 5%, tapi tawaran mereka ditolak sang pemilik.
Kata Utsman, ada tawaran yang lebih baik dari yang mereka berikan.
Barangnya sudah ditawar dengan keuntungan sepuluh kali laba. Para
pedagang dan pembeli merasa putus asa dengan tawaran Utsman. Mereka
tidak sanggup membayar lebih dari penawar yang telah Utsman sebutkan.
Sejurus kemudian, Utsman bagikan gratis barang-barang dagangannya.
Allah lah yang akan membalasnya sepuluh kali lipat bahkan sampai tujuh
ratus kali lebih. Utsman distribusikan seluruh persediaan biji-bijian
tersebut kepada orang-orang miskin, gratis!
Dalam hukum ekonomi, saat permintaan naik, maka harga barang
pun akan naik. Namun itu tidak berlaku bagi Utsman, saat permintaan
masyarakat naik karena terdesak dan sangat butuh akan bahan pangan, saat
itu pula ia turunkan harga. Ia bagikan secara cuma-cuma. Dan ia jadikan
momen tersebut untuk ‘berniaga’ dengan Allah ‫ﷻ‬. Perdagangan yang
tak akan rugi.
Utsman juga pernah menginfakkan harta 1000 dinar untuk
membiayai pasukan di masa-masa sulit (jaisyul usrah). Jika satu dinar
sama dengan 2,3 juta. Maka satu kali infak tersebut, Utsman mengeluarkan
uang 2,3 Milyar. 2,3 Milyar di zaman itu, berbeda nilainya dengan zaman
sekarang. Di zaman itu nilai uang jauh lebih tinggi dibanding sekarang.
hingga Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Tidak membahayakan bagi Utsman
apa yang dia kerjakan setelah hari ini.” Beliau mengucapkannya berulang-
ulang. (HR. Ahmad).
d. Capaian di Masa Kekhalifahan
Ketika Umar bin Al-Khattab terbunuh, dia menunjuk sebuah komite
yang terdiri dari enam orang. Komite tersebut bertugas memilih siapa di
antara mereka yang menjadi khalifah setelah Umar. Komite tersebut
beranggotakan: Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdur Rahman bin
Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, az-Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin
Ubaidillah. Setelah dua hari bermusyawarah dan setelah memastikan
pendapat kaum muslimin di Madinah, pilihan pun dibuat, lima anggota
komite dan kaum muslimin Madinah berjanji setia (baiat) kepada Khalifah
Ketiga, Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Capaian Utsman bin Affan dalam masa pemerintahannya tentu tidak
bisa diringkas dalam beberapa paragrap saja. Tapi setidaknya kita tahu
sebagian dari jasa besarnya. Di masanya, Islam tersebar ke Barat hingga
wilayah Maroko, ke Timur hingga ke Afghanistan, dan ke Utara hingga
sampai Armenia dan Azerbaijan. Ia menerapakan kebijakan yang lebih
longgar, tidak seketat di zaman pendahulunya, Umar bin al-Khattab.
Selama paruh pertama pemerintahannya, dunia Islam menikmati
perdamaian internal, ketenangan, dan kemakmuran ekonomi.
Kontribusi paling menonjol di masa kekhalifahan Utsman adalah
penyeragaman bacaan Alquran. Karena populasi muslim tersebar di
wilayah yang luas, banyak orang dari budaya lain di negeri nan jauh yang
masuk Islam, kebutuhan untuk menyeragamkan bacaan Alquran pun tak
bisa ditawar. Alquran dibaca dengan dialek dan bahasa yang sama. Saat
itu, hanya tersisa satu copy Alquran yang dibukukan di masa kekhalifahan
Abu Bakar. Mushaf tersebut disimpan di kediaman Ummul Mukminin
Hafshah radhiallahu ‘anha, putri Umar bin Al-Khattab.
Utsman bin Affan meminta Alquran tersebut kepada Hafsah untuk
diduplikasi. Kemudian membentuk tim yang terdiri dari: Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin az-Zubair, Sa’ad bin al-Ash, dan Abdurrahman bin al-Harits.
Merekalah yang ditugaskan untuk menyalin Alquran.
Setelah selesai, salinan asli dikembalikan ke Hafsah. Sementara
salinan yang baru dikirim ke berbagai negara Islam yang baru. Alquran
tersebut dijadikan pedoman untuk membaca, belajar, menghafal, dan
mengajarkan Alquran.
Prestasi besar lainnya adalah Utsman membuat angkatan laut muslim
pertama. Ekspedisi militer muslim di laut berlayar untuk pertama kalinya
di bawah kekhalifahan Utsman. Pasukan tersebut dipimpin oleh Muawiyah
bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu.

4. Ali bin Abi Thalib


5. Thalhah bin Ubaidillah
6. Az-Zubair bin Al-‘Awwam
7. Abdurrahman bin Auf
8. Sa’ad bin Waqqas
9. Sa’id bin Zaid
10. Abu Ubaidah bin al-Jarrah

Anda mungkin juga menyukai