Anda di halaman 1dari 24

PEDOMAN

PROGRAM PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN

PENYAKIT MALARIA

PUSKESMAS MAKARTITAMA

DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULANG BAWANG

TAHUN 2023

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah diberikan
kepada kami selaku penanggung jawab program malaria, sehingga dapat menyelesaikan
tugas kami sebagai petugas pelaksana program dan pelayanan kesehatan di UPT
Puskesmas Makartitama.
Penyusunan pedoman Upaya malaria Puskesmas Makartitama merupakan
tanggung jawab kami sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan terkait pelaksanaan
program malaria dan penanganan pasien malaria sebagai bagian dari program
penanggulangan penyakit menular yang ada di puskesmas.
Puskesmas Makartitama menjalankan fungsi pokok sebagai pusat kesehatan
masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang melaksanakan kegiatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Mudah-mudahan dengan buku pedoman ini setiap orang yang terkena penyakit
malaria dapat ditemukan secara dini tanpa cacat dan mempunyai kesempatan yang sama
untuk mendapat pelayanan yang berkuailitas, serta dapat meningkatkan hasil cakupan
program di puskesmas.
Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang berperan dalam penyusunan pedoman ini, saran dan masukan sangat kami harapkan
agar pedoman ini lebih sempurna dan mudah dilaksanakan di lapangan.

Makartitama, 4 Januari 2023


Mengetahui
Kepala Puskesmas Makartitama

Dwi handayani Pratiwi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...............................................................................i


KATA PENGANTAR................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................iii
2
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Tujuan Pedoman............................................................................2
C. Sasaran Pedoman.........................................................................2
D. Ruang Lingkup Pedoman...............................................................2
E. Batasan Operasional......................................................................2
BAB II STANDAR KETENAGAAN..........................................................4
A. Kualifikasi SDM...............................................................................4
B. Distribusi ketenagaan......................................................................4
BAB III STANDAR FASILITAS ...............................................................
A. Denah Ruang.................................................................................7
B. Standar Fasilitas.............................................................................7
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN.................................................
A. Lingkup Kegiatan............................................................................9
B. Metode........................................................................................... 9
C. Langkah Kegiatan..........................................................................9
BAB V LOGISTIK.....................................................................................10
BAB VI KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM...............11
BAB VII KESELAMATAN KERJA...........................................................14
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU............................................................15
BAB IX PENUTUP ...................................................................................16
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World malaria report
tahun 2011 menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar
penduduk dunia tinggal di daerah beresiko tertular malaria. Jumlah kasus malaria
didunia sebanyak 216 juta kasus, dimana 28 juta kasus terjadi di ASEAN. Setiap

3
tahunnya sebanyak 660 ribu orang meninggal duniakarena malaria terutama anak
balita (86%), 320 ribu diantaranya berada di asia tenggara termasuk Indonesia.
Selama tahun 2005-2013,kejadian malaria di seluruh Indonesia cenderung
menurun, yaitu 4,10 % (tahun 2005) menjadi 1,38 % (tahun 2013). Jumlah
pemeriksaan sediaan darah (SD) untuk uji diagnosis malaria meningkat dari 47%
(982.828 pemeriksaan SD dari 2.113.265 kasus klinis) pada tahun 2005, menjadi
63% (1.164.405 pemeriksaan SD dari 1.849.062 kasus klinis) pada tahun 2011.
Walaupun demikian selama tahun 2011 masih sering terjadi KLB malaria di 9
kabupaten/kota dari 7 provinsi dengan kasus mencapai 1.139 kasus dengan 14
kasus diantaranya meninggal (CFR=1,22%).
Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel
darah merah). Parasit ini di tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina. Penyebab malaria adalah parasit dari genus plasmodium dan
terdiri dari 4 spesies: plasmodium falciparum,plasmodium vivax,plasmodium
malariae,dan plasmodium ovale.
Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan sejak tahun 1952-1958,pada
akhir periode ini yaitu pada tanggal 12 november 1959 di Yogyakarta, presiden
pertama RI yaitu presiden Soekarno telah mencanangkan dimulainya program
pembasmian malaria yang di kenal dengan sebutan “komando operasi pembasmian
malaria” (KOPEM) dan hari tersebut ditetapkan sebagai hari Kesehatan Nasional.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Sebagai pedoman dalam upaya pengendalian malaria menuju eliminasi malaria
di wilayah kerjanya.
2. Tujuan khusus
a. Menemukan kasus secara dini agar segera di lakukan pengobatan yang
cepat dan tepat sesuai standar,sehingga dapat menyembuhkan kasus dari
penyakitnya,dan mencegah terjadinya penularan.
b. Memantau fluktuasi malaria,MOPI (Monthly Parasite Incidence), kasus pada
bayi,kasus indigenous dan persentase P.falciparum pada daerah dan waktu
tertentu.
c. Alat bantu untuk menentukan musim penularan.
d. Menilai hasil kegiatan pengendalian di suatu wilayah.
e. Peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB (SKD-KLB).

C. Sasaran
1. Pengelola program malaria di puskesmas.

4
2. Pengelola program kesehatan yang lain dan lintas sektor terkait, dalam hal ini
Laboran, Surveilans, Kesling, Promkes dan sebagainya.
3. Pengambil kebijakan di provinsi, kabupaten/kota.

D. Ruang Lingkup
Pedoman ini mencakup kebijakan manajemen dan teknis program dalam upaya
pengendalian malaria, bagi manajer program di semua tingkatan ( Puskesmas,
Kabupaten, Provinsi ). Pedoman ini di harapkan menjadi acuan kepada :
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/kota
2. Kasubdin Provinsi dan kabupaten/kota
3. Kepala Bidang P2 Dinkes Provinsi dan Kabupaten/kota
4. Pengelola program
5. Kepala Puskesmas
6. Sector Swasta,LSM dan pihak lain yang terkait

E. BATASAN OPERASIONAL
1. Standar ketenagaan adalah menyangkut kebutuhan minimal dalam hal jumlah
dan jenis tenaga yang terlatih untuk terselenggaranya kegiatan program malaria
oleh suatu unit pelaksana kegiatan (UPK), Dinas kesehatan maupun instansi
terkait agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
2. Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam
penemuan kasus malaria dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas daerah setempat,
melalui pengambilan sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.
3. Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/ kader menemukan kasus
dengan mencari kasus secara aktif dengan mendatangi rumah penduduk
secara rutin dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat insiden
kasusmalaria di daerah tersebut.
4. Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang
dating berobat di unit pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan SD tebal
terhadap semua kasus malaria suspek dan kasus gagal pengobatan.
5. Malariometric Survey (MS) adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas dan
prevalensi malaria di suatu wilayah.
6. Mass fever survey (MFS) merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah
(mikroskopis atau RDT) pada semua orang yang menunjukkan gejala demam
disuatu wilayah yang diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap kasus
yang positif (Mass Fever Treatment/MFT), sesuai dengan jenis plasmodium
yang ditemukan.

5
7. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini di tularkan
dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
8. Surveilans migrasi adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang
menunjukkan suspek malaria yang datang dari daerah endemis malaria
9. Survey kontak (kontak survey) adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-
orang yang tinggal serummah dengan kasus positif malaria dan atau orang-
orang yang berdiam di dekat tempat tinggal kasus malaria (berjarak kurang lebih
5 rumah disekitar rumah kasus malaria).

6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Keberhasilan dan keberlangsungan suatu program sangat ditentukan oleh
kemampuan pelaksananya yaitu kompetensi yang dimiliki. Karena itu
pengembangan SDM akan menjadi sesuatu yang sangat strategis bagi tujuan
program dan menjadi kegiatan prioritas.
Penyusunan kebutuhan tenaga malaria perlu memperhatikan kekuatan dan
kelemahannya, mempertimbangkan kebutuhan epidemiologi, permintaan akibat
beban pelayanan kesehatan, sarana upaya pelayanan yang ditetapkan, dan standar
atau nilai tertentu. Dalam penyusunan perencanaan tenaga malaria harus
memperhatikan factor-faktor :
1. Jenis, kualifikasi, jumlah, pengadaan, dan distribusi tenaga kesehatan.
2. Penyelenggaraan upaya kesehatan.
3. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Kemampuan pembiayaan.
5. Kondisi geografis dan social budaya.
Untuk meningkatkan pengetahuan, katerampilan dan kemampuan,
memperbaiki,
mengatasi kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan standar
kebijakan program maka tenaga malaria harus dilatih secara khusus.
Jenis palatihan :
1. Pelatihan case manajemen bagi dokter.
2. Pelatihan case manajemen bagi paramedis (bidan dan perawat)
3. Pelatihan parasitologi malaria (mikroskopis dari pusat sampai puskesmas/UPT)
4. Pelatihan manajemen dan epidemiologi malaria (basic training)
5. Pelatihan juru malaria desa (JMD) atau kader.

B. Distribusi Ketenagaan
Pendayagunaan tenaga malaria meliputi penyebaran yang merata dan
berkeadilan, Pemanfaatan, dan pengembangan termasuk peningkatan karirnya.
Pendayagunaan tenaga malaria di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan
kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu memperoleh
perhatian khusus. Pengembagan tenaga malaria dilakukan melalui peningkatan

7
motivasi tenaga malaria untuk mengembangkan diri, dan mempermudah
memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.
Peningkatan pelatihan tenaga malaria dilakukan melalui pengembangan
standar pelatihan tenaga malaria guna memenuhi standar kompetensi yang
diharapkan pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia.
Prinsip pendayagunaan tenaga malaria adalah :
1. Merata, serasi, seimbang (pemerintah, swasta, masyarakat) local maupun pusat.
2. Pemerataan : keseimbangan hak dan kewajiban
3. Pendelegasian wewenang yang proporsional.

C. Jadwal Kegiatan
Jadual pelaksanaan kegiatan program malaria di Puskesmas di susun
bersama dengan pengelola program kesehatan lainnya dan sektor yang terkait
dalam kegiatan program malaria sedangkan untuk pelayanan kesehatan malaria di
dalam gedung dilakukan setiap hari

8
BAB III
STANDAR FASIITAS

A. DENAH RUANG
Koordinasi pelaksanaan kegiatan program malaria di lakukan oleh
Penanggung Jawab program dan dibantu oleh tenaga pelaksana lainnya (dokter,
laboran, perawat atau bidan) yang menempati ruang pemeriksaan umum dari
gedung Puskesmas. Pelaksanaan rapat koordinasi dilakukan di ruang rapat
Puskesmas Makartitama yang terletak Aula.

Gudang R. TU Admen
Obat

APOTIK
R. Kepala
Puskesmas
Lab
Ruang AULA
program
Konsultasi
Ruang
R. Pemeriksaan Arsip
umum

KIA R. pemeriksaan
observasi
Khusus

B. STANDAR FASILITAS
1. Buku pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia ada 1 buah.
2. Mikroskop binokuler.
3. Buku pedoman manajemen malaria ada 1 buah.
4. Uji Diagnosis Cepat (RDT), dalam jumlah sesuai pemakaian.
5. suku cadang mikroskop
6. kit pewarnaan
7. slide box
8. obat anti malaria sesuai dengan pemakaian.
9. Buku register malaria

9
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Kelompok Kegiatan
Kegiatan program malaria dibagi menjadi 3 kelompok kegiatan :
1. Kelompok kegiatan tata laksana kasus dan pencegahan
Kelompok kegiatan ini merupakan kegiatan utama program yang merupakan “core
bussines”
 Penemuan dan diagnosis malaria
 Pengobatan malaria dan pemantauannya.
 Tata laksana kasus malaria di masyarakat
 Pengendalian vector (ITN, IRS,LSM).
 Pencegahan malaria (kemoprolaksis, etc)
2. Kelompok kegiatan pendukung : manajemen program
Kelompok kegiatan ini merupakan kelompok pendukung (supporting) bagi
terlaksananya kegiatan utama “core bussines” maupun kelompok kegiatan program
yang komprehensif.
 Perencanaan dan pembiayaan program
 Pengorganisasian program
 Pengelolaan logistic program malaria
 Pengembangan ketenagaan program malaria.
 Regulasi, advokasi dan promosi program.
 Monitoring dan evaluasi program.
3. Kelompok kegiatan ekspansi dan sustainabilitas : pengendalian malaria
komprehensif.
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat ekspansif agar kegiatan bermutu dan
berkalanjutan (sustainabilitas).
 Kemitraan program malaria
 Penguatan layanan dan jejaring laboratorium malaria
 Ekspansi layanan kesehatan (public private mix)
 Kolaborasi malaria-imunisasi, kesehatan ibu dan anak.
 Upaya layanan malaria berbasis masyarakat (pomaldes, mobilisasi social)
 Monitoring mutu obat malaria : uji efikasi obat, uji resistensi obat,
pharmacovigilance, dan uji mutu obat.
 Pendekatan tata laksana malaria terpadu (IMCI/MTBS, IMAI/MTDS, dan lain-
lain)

10
B. Lingkup Kegiatan Program Malaria
1. Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam
penemuan kasus malaria dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas daerah setempat,
melalui pengambilan sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.
Tujuan
a. Menemukan kasus secara dini agar segera dilakukan pengobatan yang
cepat dan tepat sesuai standar, sehingga dapat menyembuhkan kasus
dari penyakitnya, dan mencegah terjadinya penularan.
b. Memantau fluktuasi malaria, MOPI (Monthly Parasite Incidence), kasus
pada bayi, kasus indigenous dan persentase P.falciparum pada daerah
dan waktu tertentu.
c. Alat bantu untuk menentukan musim penularan.
d. Menilai hasil kegiatan pengendalian disuatu wilayah.
e. Peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB (SKD-KL

Bentuk Kegiatan
a. Active case detection (ACD)
Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/ kader menemukan
kasusdengan mencari kasus secara aktif dengan mendatangi rumah
penduduk secara rutin dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat
insiden kasus malaria di daerah tersebut.
Metode dan sasaran : pengambilan sediaan darah (SD) pada semua kasus
suspek malaria yang ditemukan.
b. Passive case detection (PCD)
Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang
dating berobat di unit pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan SD
tebal terhadap semua kasus malaria suspek dan kasus gagal pengobatan.
Rincian Kegiatan :
1) Semua kasus suspek malaria dan gagal pengobatan yang dating ke
puskesmas
diambil sediaan darahnya. Bila hasilnya positif diberikan pengobatan
sesuai
jenis plasmodiumnya. Kasus gagal pengobatan apabila SDnya masih
positif
diberi pengobatan lini berikutnya.

11
2) Di daerah endemis malaria, dilakukan pemeriksaan limpa untuk semua
kasus
umur 2-9 tahun yang dating ke puskesmas untuk mengumpulkan data
jumlah
kasus dengan pembesaran limpa per desa dalam rangka skrining lokasi
desa
indeks malariometric survey (MS) dasar.
3) Setiap puskesmas di daerah endemis malaria harus mempunyai fasilitas
laboratorium mikroskopdan petugas mikroskop malaria.
4) Apabila di wilayah tersebut tidak ada JMD maka jumlah SD yang
dikumpulkan melalui kagiatan PCD tidak boleh < 5% dari penduduk
cakupan pukesmas per tahun.
c. Mass fever survey (MFS)
Merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau
RDT) pada semua orang yang menunjukkan gejala demam disuatu
wilayah yang diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap kasus
yang positif (Mass Fever Treatment/MFT), sesuai dengan jenis
plasmodium yang ditemukan.
Tujuan :
1) Memastikan bahwa desa yang kasusnya nol atau rendah, memang
benar-benar telah mempunyai tingkat transmisi yang rendah
2) Mengintensifkan pencarian dan pengobatan kasus agar reservoir
parasit di lapangan dapat dikurangi. Hal ini dilakukan bila ACD, PCD
dan penyelidikan epidemiologi tidak berhasil menurnkan kasus.
Criteria pelaksanaan :
1) MFS konfirmasi
Dilakukan pada saat puncak fluktuasi kasus malaria dan bila hasil
pemantauan SKD menunjukkan tidak ada kecenderungan kenaikan
kasus di daerah.
2) MFS khusus
Dilakukan sebelum puncak fluktuasi untuk mencegah KLB (SKD KLB)
dan bila pemantauan SKD bulanan ada kecenderungan kenaikan
kasus di desa focus.
d. Malariometric Survey (MS)
Adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di
suatu wilayah.
Tujuan :
1) Menentukan prevalensi malaria di suatu daerah.

12
2) Mendapatkan data dasar dan stratifikasi masalah malaria di suatu
wilayah, yaitu dengan membandingkan endemisitas dan prevalensi
malaria di beberapa daerah yang masing-masing mewakili suatu
daerah kesatuan epidemiologi yang berbeda sehingga dapat dibuat
peta endemisitas bagi wilayah tersebut.
3) Menilai hasil kegiatan dari program pemberantasan malaria di suatu
wilayah.
Cara pemeriksaan malariometric survey :
 Survey limpa
 Survey darah
e. Mass Blood Survey (MBS) atau survey darah missal (SDM)
Adalah upaya pencarian dan penemuan kasus malaria secara missal
melalui survey di daerah :
 Endemis dan daerah yang diduga endemis malaria.
 Endemis tinggi dimana kasus tidak lagi menunjukkan gejala klinis
yang spesifik.
 Yang belum terjangkau unit pelayanan kesehatan.
 Yang sedang terjadi peningkatan kasus.
Tujuan :
 Menemukan dan mengobati semua kasus positif malaria pada waktu
dan tempat tertentu.
 Meningkatkan cakupan pengobatan kasus malaria dengan konfirmasi
laboratorium secara rapid diagnostic (RDT) dan mikroskopik
 Membantu memutuskan rantai penularan malaria.
Metode penentuan lokasi :
 Dipilih desa dengan kasus malaria tertinggi berdasarkan hasil analisis
data kasus puskesmas per-desa 3-5 tahun terakhir.
 Banyak ditemukan kasus demam yang dicurigai malaria berdasarkan
laporan masyarakat.
 Di daerah yang sedang terjadi KLB.
Waktu :
Pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan pada beberapa kondisi :
 Idealnya dilaksanakan pada saat puncak kasus.
 Pada keadaan tertentu (survey khusus)
f. Surveilans migrasi
Adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang menunjukkan
suspek malaria yang dating dari daerah endemis malaria. Merupakan bagian

13
dari program surveilans malaria, yaitu suatu strategi program peningkatan
kewaspadaan terhadap timbulnya malaria.
g. Survey kontak (kontak survey)
Adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang tinggal serummah
dengan kasus positif malaria dan atau orang-orang yang berdiam di dekat
tempat tinggal kasus malaria (berjarak kurang lebih 5 rumah disekitar rumah
kasus malaria).

2. Diagnosis Malaria
Manifestasi klinis malaria dapat berupa malaria tanpa komplikasi dan malaria
berat. Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang laboratorium
a. Anamnesis
 Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, malaria, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
 Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria
 Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria
 Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.
Setiap kasus dengan keluhan demam atau riwayat demam harus selalu
ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.
b. Pemeriksaan fisik
1) Suhu tubuh aksiler > 37,50 C
2) Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3) Sclera mata ikterik
4) Pembesaran limpa (splenomegali)
5) Pembesaran hati (hepatomegali)
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk menentukan :
 Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negative)
 Spesies dan stadium plasmodium
 Kepadatan parasit.
2) Pemeriksaan dengan uji diagnostic cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)
Pemeriksan dengan RDT tidak untuk evaluasi pengobatan.

3. Pengobatan malaria
Pengobatan malaria yang dianjurkan oleh program saat ini adalah dengan
ACT (Artemisinin Based Combination Therapy). Pemberian kombinasi ini untuk

14
meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi
diobati dengan ACT oral. Malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat atau
Artemeter kemudian dilanjutkan dengan ACT oral. Disamping itu diberikan
primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.
a. Malaria falciparum dan malaria vivax
Pengobatan malaria falciparum dan malaria vivax saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falciparum sama dengan
malaria vivax, untuk malaria falciparum primakuin hanya diberikan pada hari
pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kg BB, dan untuk malaria vivax selama
14 hari dengan dosis 0,25 mg/kg BB.
 Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks yang relaps (kambuh) di berikan
dengan regimen ACT yang sama tapi dosis primakuin ditingkatkan
menjadi 0,,5 mg/kgbb/hari
b. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP atau
kombinasi artesunat + amodiakun.dosis pemberian obatnya sama dengan
untuk malaria vivaks
c. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P.malariae cukup di berikan ACT 1 kali perhari selama 3
hari,dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak di
berikan primakuin
d. Pengobatan infeksi campur P.FALCIPARUM + P.VIVAKS/P.OVALE
Pada kasus dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakindengan dosis 0,25 mg/kg/BB/hari selama 14 hari
e. Pengobatan malaria pada ibu hamil
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan
pengobatan pada orangdewasa umumnya, perbedaannya adalah pada
pemberian obat malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada ibu hamil tidak
diberikan primakuin. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam
keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu kasus
harus makan dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
Pengobatan Malaria Berat
Semua kasus malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit atau di Puskesmas
perawatan. Bila fasilitas atau tenaga kurang memadai, maka kasus harus dirujuk
ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat
tergantung kecepatan atau ketepatan diagnosis serta pengobatan.
a. Pengobatan malaria di puskesmas/klinik non perawatan.

15
Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat
harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk
berikan artemeter intramuscular dosis awal (3,2 mg/kg BB)
b. Pengobatan malaria di puskesmas/klinik perawatan atau RS.
Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia
dapat diberikan artemeter intramuskuler atau kina drip. Bila kasus sudah bisa
minum obat (per oral), setelah pemberian Artesunat intravena atau artemeter
intramuskuler atau kina drip maka pengobatan dilakukan dengan regimen
DHP + primakuin selama 3 hari atau artesunat + Amodiakuin + primakuin
selama 3 hari.
Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat.
Obat ini diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat
intravena/artemeter intramuskuler dan pada ibu hamil trimester pertama.
Dikemas dalam bentuk ampul kina dihiroklorida 25 %. Satu ampul berisi 500
mg/2 ml. setelah pemberian kina drip maka pengobatan dilanjutkan dengan
kina tablet per oral dengan dosis 10 mg/kg BB/kali diberikan tiap 8 jam. Kina
oral diebrikan bersama doksisiklin, atau tertasiklin pada orang dewasa atau
klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak
pemberian kina perinfus yang pertama.
Catatan :
 Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena , karena toksik bagi
jantung dan dapat menimbulkan kematian.
 Dosis kina maksimun untuk dewasa : 2.000 mg/hari.
c. Pengobatan malaria berat pada ibu hamil.
Pengobatan malaria berat pada ibu hamil dilakukan dengan memberikan kina
HCL drip intravena pada trimester pertama dan artesunat/artemeter injeksi
untuk trimester 2 dan 3.

4. Pemantauan pengobatan
a. Rawat jalan
Pada kasus rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari 4, 7, 14, 21
dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis.
Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan
evaluasi, kasus segera dianjurkan dating kembali tanpa menunggu jadwal
tersebut diatas.
b. Rawat inap

16
Pada kasus rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari hingga
tidak ditemukan parasit dalam sediaan darah selama 3 hari berturut-turut,
dan setelahnya dievaluasi seperti pada kasus rawat jalan.

5. Pengendalian vector
Malaria merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologi dan social budaya. Jenis intervensi
pengendalian vector malaria yang dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis
situasi :
a. Melakukan penyemprotan rumah dengan insektisida.
Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah suatu cara pengendalian
vector dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secar
merata pada permukaan dinding yang disemprot.
Tujuan : memutuskan rantai penularan dengan memperpendek umur
populasi, sehingga nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk muda atau
belum infektif (belum menghasilkan sporozoid di dalam kelenjar ludahnya)
b. Memakai kelambu.
Memakai kelambu berguna untuk mencegah terjadinya penularan (kontak
langsung manusia dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang hinggap
pada kelambu. Saat ini upaya pengendalian malaria menggunakan kelambu
berinsektisida (long lasting insectisidal nets/LLINs) yang umur residu
infektifnya relative lama yaitu lebih dari 3 tahun.
c. Malakukan larviciding
Kegiatan ini dilakukan antara lain dengan menggunakan jasad renik yang
bersifat pathogen terhadap larva nyamuk sebagai biosida seperti : Bacillus
thuringiensis subsp. Israelensis (Bti) dan larvisida Insect growth regulator
(IGR)
d. Melakukan penebaran ikan pemakan larva
Penebaran ikan merupakan upaya pengendalian larva secara biologi yang
menggunakan predator/pemangsa larva nyamuk. Pengendalian vector jenis
ini merupakan kegiatan yang ramah lingkungan.
e. Mengelola lingkungan (pengendalian secara fisik)
Mengelola lingkungan dapat dilakukan dengan cara modifikasi dan
manipulasi lingkungan untuk pengendalian larva nyamuk :
 Modifikasi lingkungan yaitu mengubah fisik lingkungan secara
permanen bertujuan mencegah, menghilangkan atau mengurangi
tempat perindukan nyamuk dengan cara penimbunan, pengeringan,
pembuatan tanggul, dll

17
 Manipulasi lingkungan yaitu mengubah lingkungan bersifat sementara
sehingga tidak menguntungkan bagi vector untuk berkembang biak
seperti pembersihan tanaman air yang mengapung (ganggang atau
lumut) di lagun, pengubahan kadar garam, pengaturan pengairan
sawah secar berkala, dll

6. Pencegahan penularan malaria.


Upaya pencegahan agar terhindar dari penularan malaria, antara lain :
a. Penggunaan kelambu biasa.
b. Penggunaan insektisida rumah tangga
c. Pemasangan kawat kasa
d. Penggunaan repelan
e. Penutup badan

7. Perencanaan dan pembiayaan


Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas
proses penyusunan perencanaan dan penganggaran, namun hingga saat ini
belum sepenuhnya dapat terlaksana sesuai harapan. Oleh sebab itu perlu
dilakukan perencanaan secara optimal dengan pendekatan pemecahan masalah
melalui pembahasan secara lintas program dan lintas sector pada lokakarya mini
puskesmas.

8. Pelaporan dan evaluasi


Secara berkala dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan
yang berhubungan dengan upaya percepatan eliminasi malaria. Beberapa hal
yang dapat digunakan sebgai panduan dalam melakukan monitoring dan
evaluasi adalah :
 Rumusan masalah pengendalian malaria
 Pemecahan masalah yang dihadapi
 Keterlibatan dan kontribusi aktif lintas program, lintas sector, swasta dan
masyarakat terkait dalam pemecahan masalah.
 Hasil yang sudah dicapai.

18
BAB V
LOGISTIK

Pengelolaan logistik dapat diartikan sebagai tahapan proses pengaturan


ketersediaan barang mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pada
kegiatan penyaluran dan penyimpanan barang dan jasa serta informasi terkait mulai
dari titik asal sampai titik komsumsi yang bertujuan memenuhi kebutuhan pemakai.
Pengelolaan logistic secara umum dapat dibagi menjadi empat kelompok besar
kegiatan, yaitu :
1. Seleksi produk
Barang yang akan digunakan/dipakai dalam kegiatan program pengendalian
malaria harus sesuai dengan standar nasional Indonesia dan untuk obat dan
peralatan kesehatan yang diadakan harus ada prakualifikasi WHO dan BPOM
maupun Binfar dan Alkes, sedangkan produk pestisida harus ada rekomendasi
dari WHOPES dan KOMPES.
2. Perencanaan dan pengadaan
Dalam tahap ini dilakukan perhitungan untuk menentukan jumlah kebutuhan
yang ideal, termasuk memperkirakan ketersediaan selama masa transisi
sebelum pengadaan ditahun berikutnya (buffer stock)
3. Pengelolaan persediaan
Pengelolaan persediaan adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur dan
memastikan ketersediaan pengiriman barang yang berkualitas yang dapat
diandalkan dan tidak terputus untuk unit-unit yang membutuhkan. Dengan
system pengelolaan persediaan barang , diharapkan permasalahan seperti
putus stock (stock out) dapat dihindari. Untuk itu diharapkan :
 Persediaan barang di fasilitas pelayanan kesehatan mencukupi untuk 3
bulan kedepan.
 Persediaan barang di kabupaten mencukupi untuk 6 bulan kedepan
 Persediaan barang di propinsi mencukupi untuk 12 bulan kedepan
 Persediaan barang di pusat mencukupi untuk 18 bulan kedepan
4. Pemakaian yang rasional
Penggunaan atau pemanfaatan barang harus sesuai dengan kebijakan program.
Komoditas yang diadakan harus dipantau mulai dari awal pengadaan sampai
barang tersebut diterima di gudang dan dipergunakan di lapangan. Setiap
pemantauan dan evaluasi harus menggunakan draf/formulir monitoring dan
pelaporan yang terstandar sesuai kebutuhan.
Tugas pengelolaan logistic malaria disetiap tinkatan :
a. Kabupaten/kota

19
 Mengumpulkan data dari LPLPO yang diterima Dinkes tiap bulannya
dari puskesmas dan data dari kartu stok yang ada di gudang farmasi
dan gudang P2M.
 Mengorganisasikan data tersebut kedalam laporan LOGMAL-2 untuk
dikirim ke pusat atau propinsi, tanggal 10 tiap bulannya.
b. Propinsi
 Mengumpulkan data dari kartu stok yang ada di gudang farmasi dan
P2M serta laporan LOGMAL-2
 Mengorganisasikan data tersebut kedalam laporan LOGMAL-3, untuk
dikirim ke pusat, tanggal 15 setiap bulannya.
Jenis-jenis logistic malaria :
a. Obat anti malaria (OAM)
Primakuin 15 mg base, sulfadoxine pirimethamine, kina tablet, kina injeksi,
Artesunate dan Amidiaquine, dihydroartemisinin (DHA) dan piperaquine
(PPQ), Artemether injeksi, Artesunate injeksi.
b. Alat dan bahan diagnostic
 Peralatan : mikroskop binokuler, suku cadang mikroskop, kit
pewarnaan, slide box
 Bahan : Giemsa, minyak imersi, object glass, vaccinostyle, Rapid
Diagnostics Test
c. Alat dan bahan pengendalian vector.
 Peralatan : spraycan, suku cadang spraycan, mistblower.
 Bahan : insektisida untuk penyemprotan rumah, larvasida, long lasting
insectisidal nets (LLINs)

20
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan program malaria


di Puskesmas Wara Barat perlu diperhatikan keselamatan sasaran dengan
melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada
saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus
dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pemberdayaan masyarakat adalah cara untuk menumbuhkan dan
mengembangkan norma yang membuat masyarakat mampu untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat dalam kaitan penanggulangan penyakit malaria.
Pemberdayaan masyarakat sangat ditentukan oleh pemahaman, kemahiran dan
semangat dalam menerapkan pendekatan social kemasyarakatan. Secara
keseluruhan pendekatan gerakan masyarakat dilakukan melalui promosi,
pengembangan institusi masyarakat, pendekatan hukum dan regulasi, penghargaan
serta pendekatan ekonomi produktif (income generation).
Kesemuanya itu dilakukan demi keselamatan sasaran program. Sedangkan
untuk keselamatan petugas malaria perlu melakukan proteksi terhadap resiko
penularan penyakit malaria melalui upaya-upaya pencegahan terutama dalam
pengambilan sediaan darah ada kemungkinan resiko penularan penyakit yang
lainnya melalui darah. Hal-hal tersebut harus diperhatikan agar tidak ada lagi
kekuatiran akan tertular penyakit baik itu penyakit malaria atau penyakit lainnya
yang menular melalui cairan tubuh/darah.

21
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Mengingat besarnya resiko penularan penyakit malaria, tenaga kesehatan yang


memberikan pelayanan kesehatan sering kontak dengan suspek maupun penderita,
maka perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan demi keselamatan tenaga
kesehatan. Profesionalisme dalam bekerja (bekerja sesuai dengan standar)
merupakan upaya meminimalkan resiko pekerjaan yang kita lakukan. Untuk
kegiatan program di lapangan atau luar gedung, resiko menjadi lebih besar, karena
untuk menjangkau sasaran program tenaga kesehatan harus berkendara dengan
jarak cukup jauh dan dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok.
Dalam pelaksanaan kegiatan program sangat dibutuhkan tenaga kesehatan
yang professional dibidangnya dan memiliki keterampilan yang lain yang terkait
seperti kemampuan berkendara sebagai pendukung terlaksananya kegiatan.
Mengadakan pelatihan untuk tenaga kesehatan malaria dan tenaga kesehatan yang
lain yang terkait dengan program malaria demi keselamatan kerja. Meningkatkan
kerjasama lintas program dan lintas sektor sehingga kecelakaan kerja dapat
diminimalisir.

22
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan program malaria di Puskesmas dimonitor dan dievaluasi


dengan menggunakan indikator sebagai berikut :
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jenis dan jadual.
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan.
3. Tercapainya indikator tiap kegiatan pelayanan gizi di Puskesmas.
4. Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap tribulan.

23
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi tenaga kesehatan program malaria
di Puskesmas dan lintas sektor terkait dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan di Puskesmas Wara Barat. Untuk menigkatkan efektifitas pemanfaatan
Pedoman Pelayanan program Puskesmas ini, hendaknya tenaga kesehatan
puskesmas dapat menjabarkannya dalam Protab (prosedur tetap) yang berisi
langkah-langkah dari setiap kegiatan sesuai kondisi Puskesmas.
Selain itu, dengan pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
advokasi bagi pemegang kebijakan untuk peningkatan mutu pelayanan di
Puskesmas.

24

Anda mungkin juga menyukai