Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Lidya Ayu Ningrum

NPM : 203300516059
MATA KULIAH : Hukum Siber (R.01)
DOSEN : Imam Ghozali, S.H., M.H.

TUGAS 1 SEBELUM UTS!

A. REVIEW JURNAL “Penerapan Rezim Extraterritorial Jurisdiction Dalam Hukum Siber di


Indonesia”.
1. Apa saja jenis-jenis yurisdiksi negara untuk membentuk hukum yang bersifat
ekstrateritorial ? Yurisdiksi negara untuk membentuk hukum yang bersifat ekstrateritorial
terdiri dari 3 (tiga) jenis yurisdiksi, yaitu:
 Yurisdiksi atas subjek ektrateritorial saja, misalnya Section 46 Competition Act
Kanada yang melarang perjanjian monopoli yang dibuat di luar wilayah Kanada
oleh perusahaan-perusahaan Kanada;
 Yurisdiksi atas perorangan secara ekstrateritorial saja, misalnya Section 477.1 the
Criminal Code Kanada yang menetapkan pelanggaran di atas kapal Berbendera
Kanada JURNAL OPINIO JURIS Vol. 15  Januari-April 2014 110 di laut oleh
Warga Negara Kanada maupun orang asing;
 Yurisdiksi atas perbuatan-perbuatan secara ekstrateritorial oleh aktor/pelaku
ekstrateritorial, misalnya the Crimes Against Humanity and War Crimes Act
khususnya Sections 6 dan 8 pada pelanggaran di luar wilayah Kanada dan di luar
yurisdiksi dari pelaku. Membentuk hukum atau pengaturan yang bersifat
ekstrateritorial bukanlah merupakan suatu pelanggaran atau hal yang ilegal dalam
hukum internasional.
Pada hakikatnya, dasar yang tegas bagi penerapan jurisdiction to prescribe diperlukan
untuk menjustifikasi “infringement of sovereignty” atau pelanggaran kedaulatan yang
diatur dalam peraturan atas ruang siber misalnya konten internet. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam opininya
dalam Kasus Lotus (Lotus Case), bahwa suatu negara tidak boleh melaksanakan
kedaulatannya dalam bentuk apapun di dalam wilayah negara lain dan yurisdiksi tidak
dapat dilakukan oleh negara tersebut di luar wilayahnya kecuali dengan suatu aturan yang
memperbolehkannya yang diperoleh dari kebiasaan internasional atau dari suatu
konvensi.
2. Apa pendapat Jonathan Zittrain tentang kemungkinan pembentukan rezim yurisdiksi
ekstrateritorial dalam hukum siber melalui perjanjian internasional ? Menurut Jonathan
Zittrain261, dalam menjawab pertanyaan dalam wawancara secara online dengan penulis
mengenai kemungkinan pengembangan/pembentukan rezim yurisdiksi ektrateritorial
untuk menegakkan hukum siber dari satu negara terhadap negara lain dengan
menggunakan perjanjian internasional, Zittrain menyatakan bahwa hal tersebut mungkin
dilakukan, namun hal tersebut akan sangat lambat prosesnya karena berbagai kepentingan
politis. Zittrain memberikan contoh Rusia yang mempunyai maksud untuk memiliki
suatu kerangka hukum untuk menyerahkan informasi hasil identifikasi dari pihak-pihak
yang terlibat dalam tindak pidana siber dari wilayahnya, atau bahkan mungkin
mempertimbangkan opsi ekstradisi, namun tentu Pihak Rusia menginginkan hal yang
sama dari negara lain, misalnya Amerika Serikat, dan pengertian mengenai tindak pidana
antara satu negara dengan negara lain akan sangat berbeda. dari pendapat Zittrain di atas
bahwa pada prinsipnya terdapat kemungkinan pembentukan rezim yurisdiksi
ekstrateritorial dalam hukum siber melalui perjanjian internasional, namun masalah yang
akan dihadapi adalah pengaturan-pengaturan yang bersifat detail di dalamnya termasuk
penentuan pelanggaran/tindak pidana yang akan diatur. Dalam rangka penentuan
pengaturan detail terkait apa-apa saja yang hendak diatur dalam suatu perjanjian
internasional baik bilateral maupun internasional dan internasional sebenarnya dapat
mengacu pada perjanjian internasional atau konvensi yang telah ada untuk dijadikan
sebagai patokan.

B. REVIEW JURNAL ‘’Dinamika Konvergensi Hukum Telematika Dalam Sistem Hukum


Nasional’’

1. Bagaimana cara mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi ? Satu langkah


yang dianggap penting untuk menanggulangi itu adalah telah diwujudkannya rambu-
rambu hukum yang tertuang dalam UndangUndang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU No. 11 Tahun 2008 yang disebut sebagai UU ITE). Hal yang mendasar dari UU ITE
ini sesungguhnya merupakan upaya mengakselerasikan manfaat dan fungsi hukum
(peraturan) dalam kerangka kepastian hukum. Dengan UU ITE diharapkan seluruh
persoalan terkini berkaitan dengan aktitivitas di dunia maya dapat diselesaikan dalam hal
terjadi persengketaan dan pelanggaran yang menimbulkan kerugian dan bahkan korban
atas aktivitas di dunia maya. Oleh karena itu UU ITE ini merupakan bentuk perlindungan
kepada seluruh masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum, yang sebelumnya
hal ini menjadi kerisauan semua pihak, khususnya berkenaan dengan munculnya berbagai
kegiatan berbasis elektronik.
2. UU ITE belum semua permasalahan menyangkut masalah ITE dapat tertangani.
Persoalan tersebut antara lain dikarenakan ? Pertama, dengan lahirnya Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak semata-mata
UU ini bisa diketahui oleh masyarakat pengguna teknologi informasi dan praktisi hukum.
Kedua, berbagai bentuk perkembangan teknologi yang menimbulkan penyelenggaraan
dan jasa baru harus dapat diidentifikasikan dalam rangka antisipasi terhadap pemecahan
berbagai persoalan teknis yang dianggap baru sehingga dapat dijadikan bahan untuk
penyusunan berbagai Peraturan Pelaksanaan. Ketiga, pengayaan akan bidang-bidang
hukum yang sifatnya sektoral (rejim hukum baru) akan makin menambah semarak
dinamika hukum yang akan menjadi bagian sistem hukum nasional.
C. REVIEW JURNAL “Aspek-Aspek Hukum dalam Transaksi Perdagangan Secara Elektronik”

1. Apa saja Jenis-jenis transaksi elektronik ? Jenis-jenis transaksi elektronik terbagi


menjadi tiga, yaitu: a. Busines to business (B2B), yang merupakan model transaksi
bisnis antar pelaku bisnis / transaksi elektronik antar pelaku usaha yang dilakukan
secara rutin dan dalam kapasitas / volume produk yang besar. b. Business to
consumer (B2C), merupakan transaksi elektronik yang dilakukan antara pelaku usaha
dan konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu.
Contohnya Internet Mall. Pada jenis kedua ini, produk yang dijual beraneka ragam,
baik barang dan jasa, berwujud maupun dalam bentuk elektronik / digital, yang telah
siap untuk digunakan / dikonsumsi (ready to use). c. Consumer to consumer (C2C),
yaitu transaksi elektronik yang dilakukan antar konsumen untuk memenuhi suatu
kebutuhan tertentu pada saat tertentu. Antar konsumen juga dapat membentuk
komunitas pengguna suatu produk tertentu.
2. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam transaksi perdagangan secara elektronik ?
penyelesaian sengketa akan dilakukan oleh forum yang dipilih oleh para pihak
dengan menggunakan hukum yang telah dipilih pula oleh para pihak dalam kontrak
elektronik, sebagaimana telah dijelaskan di atas dalam pembahasan tentang pilihan
hukum dan pilihan forum. UU ITE sendiri menegaskan (dalam pasal 38) bahwa setiap
orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem
Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
Menurut pasal ini, masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap
pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi
Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Lebih lanjut pasal 39 menjelaskan bahwa gugatan perdata
dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Selain
penyelesaian secara gugatan perdata, para pihak juga dapat menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai