Anda di halaman 1dari 14

PENGATURAN TEKNOLOGI INFORMATIKA

DALAM UU NO. 11 TAHUN 2008

A. Hubungan Hukum dan Teknologi


Definisi hukum bisa berbeda-beda menurut para ahli, sehingga tidak ada definisi yang pasti
mengenai hukum. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Immanuel Kant bahwa tidak ada
seorang yurispun mampu membuat suatu definisi hukum yang tepat. Namun setidaknya,
berbagai definisi hukum menurut para ahli memuat unsur:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa
4. Sanksi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan tersebut
Perkembangan teknologi berkembang dengan pesat, termasuk di dalamnya teknologi
informatika berupa internet. Perkembangan teknologi informatika bagaikan dua sisi mata
uang. Di satu sisi membawa dampak positif, di sisi lain membawa dampak negatif. Salah
satu dampak negatifnya adalah timbulnya perbuatan-perbuatan yang bisa merugikan pihak
lain dalam pemanfaatan teknologi informatika atau kejahatan mayantara (cybercrime). Oleh
karena itu, hukum dibutuhkan kehadirannya untuk mengatur masyarakat dalam
memanfaatkan teknologi informatika sehingga tercipta ketertiban di masyarakat. Apabila
tidak ada aturan yang mengatur bagaimana masyarakat menggunakan teknologi informatika,
maka akan timbul kekacauan (chaos) di masyarakat.

Perubahan Ketertiban
menjaga
teknologi masyarakat
butuh

Aturan Hukum

Bagan Hubungan Hukum dan Teknologi

1
Aturan yang digunakan untuk mengatur bagaimana masyarakat menggunakan
teknologi informatika disebut sebagai hukum mayantara (cyber law). Hukum mayantara
ini hanya berlaku untuk semua kegiatan manusia yang terhubung dengan internet.
Dengan kata lain, hukum mayantara tidak bisa diterapkan untuk semua kegiatan manusia
yang tidak terhubung dengan internet. Di sini seolah-olah ada dua dunia, yaitu real world
dan cyber world (dunia maya). Kita masuk ke cyber world ketika kita terhubung dengan
internet. Misal, ada orang menghina orang lain lewat ucapan di muka umum yang tidak
terhubung dengan internet maka yang berlaku adalah Pasal 310 KUHP mengenai
penghinaan. Hukum mayantara, yaitu UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik j.o. UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya
disebut UU ITE), tidak bisa diterapkan terhadap kasus tersebut. Namun, apabila ada
orang yang menghina orang lain di media sosial yang terhubung dengan internet, seperti
facebook atau instagram, maka yang berlaku terhadap kasus ini adalah UU ITE.

Setelah ada internet

Dunia Nyata Dunia Maya

Berlaku: Berlaku UU No. 11


KUHP dan UU selain UU Tahun 2008
No. 11 Tahun 2008

Bagan Hukum yang Berlaku di Dunia Maya

B. Ruang Lingkup Berlakunya UU No. 11 Tahun 2008


Ruang lingkup berlakunya UU ITE diatur dalam Pasal 2 UU ITE sebagai berikut:

Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di

2
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia

Dalam Penjelasan Pasal 2 UU ITE dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “merugikan
kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan
ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan
dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia
Pasal 2 tersebut di atas memperluas asas ruang berlakunya hukum pidana menurut
tempat yang ada dalam KUHP. Asas-asas ruang berlakunya hukum pidana menurut
tempat dalam KUHP tidak bisa menangani cybercrime secara menyeluruh. Hal ini karena
sifat cybercrime yang borderless (tanpa batas), yaitu tanpa batasan ruang dan waktu.
Pelaku Cybercrime bisa melakukan kejahatannya dari negara lain meskipun korbannya di
negara yang berbeda. Bahkan dampak negatif cybercrime masih ada sampai kapanpun,
meskipun pelaku maupun korban sudah meninggal. Contohnya, seseorang yang berada di
Amerika melakukan penghinaan lewat facebook terhadap warga negara Indonesia yang
tinggal di Indonesia. Muatan penghinaan tersebut akan masih ada di dunia maya apabila
tidak dihapus dari facebook atau status di facebook tersebut telah di capture dan disebar
ke berbagai pihak sehingga tidak bisa terhapus semua.
Penjabaran Pasal 2 UU ITE adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang yang dimaksud dalam Pasal 2 di atas meliputi Warga Negara Indonesia
maupun Warga Negara Asing.
2. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum,
perbuatan tersebut bisa menimbulkan hak dan atau kewajiban.
3. Wilayah hukum Indonesia meliputi juga di dalamnya Kedutaan Besar Republik
Indonesia yang ada di luar negeri, pesawat udara Indonesia maupun kapal Indonesia
di luar negeri. Semua perbuatan hukum dalam UU ITE yang dilakukan di wilayah
hukum Indonesia baik menimbulkan akibat hukum di wilayah hukum Indonesia
maupun di luar wilayah Indonesia maka berlaku hukum Indonesia. Semua perbuatan
hukum dalam UU ITE yang dilakukan di luar wilayah hukum Indonesia jika
menimbulkan akibat hukum di wilayah hukum Indonesia maka berlaku hukum
Indonesia. Apabila perbuatan hukum dalam UU ITE dilakukan di luar wilayah hukum
Indonesia memiliki akibat hukum di luar wilayah hukum Indonesia maka perbuatan

3
tersebut harus merugikan kepentingan Indonesia agar bisa diterakan UU ITE (jika
tidak merugikan kepentingan Indonesia, maka UU ITE tidak berlaku terhadap
perbuatan tersebut).
Contoh:
1. Warga negara Amerika mengunggah status di facebook yang berisi penghinaan
terhadap warga negara Indonesia yang tinggal di Amerika. Warga negara Amerika
tersebut melakukannya ketika berada di Singapura. Atas kasus ini, UU ITE bisa
diberlakukan terhadap warga negara Amerika tersebut meski perbuatan dilakukan di
luar wilayah hukum Indonesia dan akibat hukum timbul di luar negeri. Hal ini karena
perbuatannya merugikan kepentingan Indonesia, yaitu merugikan warga negara
Indonesia.
2. Warga negara Amerika mengunggah status di facebook yang berisi penghinaan
terhadap warga negara Cina yang tinggal di Amerika. Warga negara Amerika tersebut
melakukannya ketika berada di Singapura. UU ITE tidak bisa diberlakukan terhadap
warga negara Amerika tersebut karena perbuatan dilakukan di luar wilayah hukum
Indonesia, akibat hukum timbul di luar negeri dan tidak merugikan kepentingan
Indonesia.
3. Warga negara Amerika mengunggah status di facebook yang berisi penghinaan
terhadap warga negara Cina yang tinggal di Indonesia. Warga negara Amerika
tersebut melakukannya ketika berada di Singapura. UU ITE bisa diberlakukan
terhadap warga negara Amerika tersebut karena perbuatannya memiliki akibat hukum
di wilayah hukum Indonesia
4. Warga negara Amerika mengunggah status di facebook yang berisi penghinaan
terhadap warga negara Cina yang tinggal di Amerika. Warga negara Amerika tersebut
melakukannya ketika berada di Indonesia. UU ITE bisa diberlakukan terhadap warga
negara Amerika tersebut karena perbuatannya dilakukan di Indonesia.

C. Asas dan Tujuan Pemanfaatan Teknologi


Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan
berdasarkan asas:

4
1. “Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung
penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar
pengadilan.
2. “Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3. “Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus
memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi
dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik.
4. “Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan
Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain
tersebut.
5. “Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti asas pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan
teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan
datang
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan
tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan
pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi
Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.

5
D. Alat Bukti Elektronik
Berdasarkan Pasal 5 UU ITE dinyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah
untuk memberikan kepastian hukum. Khusus untuk Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik berupa hasil intersepsi atau penyadapan atau perekaman yang
merupakan bagian dari penyadapan harus dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang kewenangannya
ditetapkan berdasarkan undang-undang, contoh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
diberi kewenangan menyadap berdasar UU No. 19 Tahun 2019.

E. Perbuatan yang Dilarang


UU ITE mengatur perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan di dunia maya
disertai dengan ancaman pidananya sebagai berikut:
1. Pasal 27 Ayat 1, 2, 3, dan 4
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan:
a. yang melanggar kesusilaan (ayat 1),
b. perjudian (ayat 2),
c. penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (ayat 3), dan;
d. pemerasan dan/atau pengancaman (ayat 4).
Pembahasan Unsur-unsur Pasal 27 UU ITE sebagai berikut:
a. “mendistribusikan” berarti mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak
melalui Sistem Elektronik
b. “mentransmisikan” adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau dokumen
Elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik.
c. “membuat dapat diakses”adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan
mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik

6
d. Definisi kesusilaan menurut Roeslan Saleh, sebagaimana dikutip Barda Nawawi
Arief, berpandangan bahwa “Pengertian kesusilaan hendaknya tidak dibatasi pada
pengertian kesusilaan dalam bidang seksual, tetapi juga meliputi hal-hal lain yang
termasuk dalam penguasaan norma-norma kepatutan bertingkah laku dalam
pergaulan masyarakat. Dalam UU ITE tidak ada pembatasan definisi kesusilaan
sehingga bisa multitafsir.
e. Penghinaan merujuk pada 310-321 KUHP, sehingga merupakan delik aduan.
Pengertian delik aduan adalah suatu tindak pidana, dimana untuk dapat dituntutnya
pelaku hharus ada pengaduan dari korban. Jika tidak ada pengaduan dari korban,
pelaku tidak bisa dipidana. Diatur juga dalam Pasal 45 ayat (5) UU No. 11 Tahun
2008 j.o UU No. 19 Tahun 2016.
f. Yang dimaksud pemerasan dan/atau pengancaman merujuk pada Pasal 368-371
KUHP.
Ancaman Pidana untuk Pasal 27:
a. Pasal 27 ayat (1), ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (Pasal 45 ayat 1 dan 2). Tindak
pidana Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap
anak (usia di bawah 18) dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok (Pasal
52 ayat 1)
b. Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp750.000.000,00 (Pasal 45 ayat 3)
c. Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (Pasal 45 ayat 4)
2. Pasal 28
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan:
a. berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik (ayat 1)
b. informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (ayat 2)
Pembahasan Unsur-unsur Pasal 28 sebagai berikut:

7
a. Unsur ayat (1) tidak terpenuhi jika berita bohong yang disebarkan tidak
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik
b. Ujaran Kebencian (ayat 2)
Berdasarkan SURAT EDARAN KAPOLRI NOMOR : SE/06/X/2015 ujaran
kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang
berbentuk antara lain:
1) penghinaan;
2) pencemaran nama baik;
3) penistaan;
4) perbuatan tidak menyenangkan;
5) memprovokasi;
6) menghasut;
7) penyebaran berita bohong; dan
8) semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada
tindakdiskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.
Bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut
dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat dalam
berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:
1) suku;
2) agama;
3) aliran keagamaan;
4) keyakinan/kepercayaan;
5) ras;
6) antar golongan;
7) warna kulit;
8) etnis;
9) gender;
10) kaum difabel (cacat);
11) orientasi seksual;

8
Dalam UU ITE tidak ada definisi yang jelas mengenai unsur golongan sehingga
multitafsir. Dalam KUHP dijelaskan bahwa yang dimaksud “golongan” adalah berarti
tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa
bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaa
Ancaman Pidana untuk Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), adalah dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(Pasal 45A ayat 1 dan ayat 2)
3. Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti
yang ditujukan secara pribadi. Termasuk di dalam Pasal 29 adalah perundungan di
dunia siber (cyber bullying) yang mengandung unsur ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis, dan/atau kerugian materiil.
Ancaman Pidana untuk Pasal 29 adalah pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (Pasal 45B).
4. Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik:
a. milik Orang lain dengan cara apa pun (ayat 1);
b. dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik. (ayat 2);
c. dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan (ayat 3);
Komputer dan/atau Sistem Elektronik diibaratkan seperti pekarangan rumah milik
orang lain yang harus dilindungi.
Ancaman Pidana untuk Pasal 30 sebagai berikut:
a. Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp600.000.000,00 (Pasal 46 ayat (1))
b. Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp700.000.000,00 (Pasal 46 ayat (2))

9
c. Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp800.000.000,00 (Pasal 46 ayat (3))
5. Pasal 31
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan:
a. intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dalam suatu Komputerdan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain (ayat (1)).
b. intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa
pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan (ayat (2)).
“Intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam,
membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran
elektromagnetis atau radio frekuensi.
Larangan dalam Pasal 31 tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang
dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau
institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Ancaman Pidana untuk Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) adalah dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (Pasal
47)
6. Pasal 32
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun:
a. mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik (ayat (1)).

10
b. memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak (ayat (2)).
c. mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik yang
mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang bersifatrahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan
data yang tidak sebagaimana mestinya (ayat (3)).
Kejahatan yang termasuk dalam pasal ini adalah defacing. Defacing, yaitu tanpa ijin
merubah tampilan web milik seseorang atau suatu lembaga.
Ancaman Pidana untuk Pasal 32 sebagai berikut:
a. Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (Pasal 48 ayat (1))
b. Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00(Pasal 48 ayat (2))
c. Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (Pasal 48 ayat (3))
7. Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Ancaman Pidana untuk Pasal 33 adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (Pasal 49).
8. Pasal 34
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,
atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus
dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 sampai dengan Pasal 33;

11
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan
agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33 (ayat (1))
Tindakan tersebut di atas bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan
kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem
Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum. Yang dimaksud “kegiatan
penelitian” adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang
memiliki izin.
Ancaman Pidana untuk Pasal 34 adalah pidana penjara paling lama 10 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (Pasal 50)
9. Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Ancaman Pidana untuk Pasal 35 adalah dengan pidana penjara paling lama 12
tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (Pasal 51 ayat (1)).
10. Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang
mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Ancaman Pidana untuk Pasal 36 adalah pidana penjara paling lama 12 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (Pasal 51 ayat (2)).
Ketentuan Pasal 52 mengatur bahwa:
1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut
kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak (seseorang yang berusia di bawah 18
tahun) dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok;
2. apabila perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk
layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga (ayat 2);

12
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan
tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana
pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga (ayat 3).
4. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37
dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga (ayat 4).
Tindak pidana oleh korporasi bisa dilakukan oleh korporasi (corporate crime)
dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
a. mewakili korporasi;
b. mengambil keputusan dalam korporasi;
c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

13
Daftar Pustaka

1. Maskun. 2013. Kejahatan Siber (Cyber Crime) Suatu Pengantar. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

2. Monica, Don Raisa dan Diah Gustiniati Maulani. 2013. “Cybersex dan Cyberporn Sebagai
Delik Kesusilaan”. Jurnal Fiat Justitia Volume 7 No. 3, September - Desember 2013. hlm.
338.

3. Nudirman Munir. 2017. Pengantar Hukum Siber Indonesia, Edisi III. Jakarta: Rajawali
Pers.

4. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

5. UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

14

Anda mungkin juga menyukai