Anda di halaman 1dari 6

Hiburan Film yang Mengeksploitasi Kesedihan Sebagai

Sarana Eskapisme dalam Realitas Kehidupan Manusia


Suryana Paramita
Fakultas Film dan Televisi
Institut Kesenian Jakarta
E-mail: suryanaparamita@ikj.ac.id

ABSTRACT

Film Entertainment That Exploits Sadness as a Means of Escapism in the Reality of Human Life. Human
relations and entertainment always involve many aspects. In this case, the work of art becomes one of the
elements that can give pleasure to humans and at the same time become a place for emotional escape. A
study offers the view that through music, humans dissolve in sadness that they deliberately seek to feel happy.
Likewise, film works, through cognitive and psychosocial aspects, offer melodrama which ultimately provides
motivation for the emotions of the audience, and cognitive mechanisms that make it possible to enjoy negative
emotional experiences in the aesthetic context of storytelling in films.

Keywords: entertainment, melodrama, emotion, film perception

ABSTRAK

Hubungan manusia dan hiburan selalu melibatkan banyak aspek. Dalam hal ini, karya seni menjadi
salah satu elemen yang mampu memberi kesenangan pada manusia dan sekaligus menjadi wadah
pelarian emosi. Sebuah penelitian menawarkan pandangan bahwa melalui musik, manusia larut
dalam kesedihan yang sengaja mereka cari untuk membahagiakan. Begitu pula dengan karya film,
lewat aspek kognitif dan dan psikososial, menawarkan melodrama yang pada akhirnya memberikan
motivasi bagi emosi penontonnya, dan mekanisme kognitif yang memungkinkan untuk menikmati
pengalaman emosi negatif dalam konteks estetika penceritaan dalam film.

Kata Kunci: hiburan, melodrama, emosi, persepsi film

Hiburan Film yang Mengeksploitasi Kesedihan Sebagai Sarana Eskapisme dalam Realitas Kehidupan Manusia | 84
PENDAHULUAN maju dan memiliki kehidupan yang lebih baik.
Setiap orang memiliki kecenderungan melihat
Hiburan menjadi entitas yang mampu memberikan benda yang sama dengan cara yang berbeda-
kesenangan pada manusia dan juga menjadi cara beda. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh
untuk memenuhi kebutuhan dalam menjalankan berbagai faktor, di antaranya adalah pengetahuan,
hidup. Hiburan bisa menjadi wadah pelarian pengalaman, dan karakter berpikir. Persepsi
emosi dari kepenatan aktivitas yang dialami oleh juga bertautan dengan cara pandang seseorang
tiap individu dalam menjalankan kegiatan sehari- terhadap objek tertentu secara berbeda-beda.
hari. Manusia hidup dalam situasi dan kondisi Dengan menggunakan alat indra yang dimiliki,
yang memiliki ruang dan waktu. Kondisi tersebut seseorang berusaha untuk menafsirkan objek
kemudian membentuk karakter pribadi serta tersebut. Persepsi, baik positif maupun negatif,
kemampuan berpikir, berkembang, dan bertahan ibarat sebuah data yang kemudian tersimpan rapi
yang berbeda-beda. Seorang sarjana Amerika di alam pikiran bawah sadar manusia. Kumpulan
Serikat keturunan Cina, yaitu Francis Hsu dalam data tersebut akan segera muncul ketika ada
tulisannya Psychological Homoestatic and Jen stimulus yang memicunya atau ada suatu kondisi
(1971), menguraikan bahwa terdapat struktur yang membukanya. Persepsi merupakan hasil
kepribadian dan jiwa manusia timur digambarkan kerja otak dalam memahami atau menilai suatu
sebagai lingkaran-lingkaran yang konsentris. hal yang terjadi di sekitarnya (Waidi 118).
Tiap lingkaran menggambarkan suatu alam
kehidupan jiwa manusia dengan berbagai macam Dalam ruang dan waktu yang berjalan, terjadi
isinya, yakni persepsi, tanggapan, pengetahuan, begitu banyak peristiwa yang kemudian menjadi
ingatan, sampai pada keinginan-keinginan dan kumpulan informasi yang terekam secara natural
nafsu-nafsu manusia. Konsep kepribadian timur ke dalam otak manusia. Semua informasi
ini bermaksud untuk menganalisis kepribadian tersebut mengalami proses yang akhirnya
jiwa manusia berhubungan dengan lingkungan membentuk persepsi. Persepsi merupakan proses
sosial budayanya. Hal ini menghindari penilaian menginterpretasikan atau menafsir informasi
psikologi barat yang menganalisis kepribadian yang diperoleh melalui sistem alat indra.
manusia bersifat individualistis dan seolah- Bagaimana caranya untuk mengetahui apa yang
olah manusia merupakan mahluk yang berdiri kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui?
sendiri. Maka, teori yang disampaikan Hsu ialah
pendekatan kepribadian lebih ke pendekatan Manusia ibarat kertas putih menurut pemahaman
sosial budaya atau yang disebutnya sebagai tabularasa. Setelah dilahirkan, kemudian tumbuh
homoestatic psikososiogram manusia (Hsu 23-44). dan berkembang, manusia melakukan berbagai
interaksi di lingkungannya.Ada tiga aspek di dalam
Manusia membutuhkan hiburan. Setidaknya persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi
dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia, yaitu pencatatan indra, pengenalan
manusia menghadapi banyak pergolakan, baik pola, dan perhatian manusia (Suharman 23).
secara fisik maupun psikis. Dinamika dalam David Hume (1711-1776), seorang filsuf dari
kegiatan manusia sehari-hari memberikan Inggris, mengatakan bahwa manusia memiliki
reaksi yang berbeda-beda, salah satunya reaksi dua jenis persepsi, yaitu kesan dan gagasan. Yang
yang membuat ketidakstabilan emosi secara dimaksud dengan “kesan” dalam hal ini adalah
psikis. Hiburan kemudian menjadi sarana yang penginderaan langsung atas realitas lahiriah,
membantu atau menjadi obat pelipur lara dan sedangkan “gagasan” adalah ingatan akan kesan-
bahkan bisa menjadi motivasi untuk memberi kesan semacam itu. Jika tangan kita menyentuh
tambahan energi dalam melanjutkan kegiatannya. api, kita akan mendapatkan “kesan” panas dan
segera hindari. Setelah itu kita dapat mengingat
Pembentukan tersebut terjadi oleh sebab bahwa tangan kita terbakar. Kesan lebih kuat dan
berkembangnya pola pikir, teknologi, dan lebih hidup daripada ingatan reflektif tentang
infrastruktur lingkungan yang secara simultan kesan tersebut (gagasan) (Puspitasari 31).
saling menopang satu sama lain. Perkembangan
itu disebabkan oleh setiap individu yang ingin

Hiburan Film yang Mengeksploitasi Kesedihan Sebagai Sarana Eskapisme dalam Realitas Kehidupan Manusia | 85
Kerangka ini memperkuat bahwa realitas melihat pengalaman emosional yang terkait
kehidupan sehari-hari atau realitas lahiriah dengan musik sedih dari 2.436 orang di tiga survei
merupakan bentuk berbagai gagasan kompleks skala besar di Inggris dan Finlandia. Mereka
yang merupakan refleksi dari respons-respons mengidentifikasi alasan mendengarkan musik
indra yang “disimpan” dalam pikiran. Sehingga sedih, dan emosi yang terlibat dalam pengalaman
menurut pandangan ini sesuatu yang kita tak terlupakan terkait dengan mendengarkan
anggap “nyata” atau “real” adalah sesuatu yang musik sedih. Para peneliti mengatakan bahwa
relatif dan bisa dimodifikasi. Wilayah ini yang mayoritas orang yang disurvei menyoroti sifat
kemudian digarap oleh teknologi informasi menyenangkan dari pengalaman semacam itu,
yang menawarkan dan menjual realitas alternatif yang secara umum mengarah pada perbaikan
di samping realitas kehidupan sehari-hari. suasana hati yang jelas.1
Bagaimana pergerakan dan pertumbuhan manusia
pada ekosistem tempat individu dilahirkan, selalu Argumen di atas secara luas dapat dibagi menjadi
memiliki banyak hal menarik untuk diceritakan. kognitivis dan emosionalis. Kognitif seperti Kivy
(2002) berpendapat bahwa kita tidak benar-benar
Gerak manusia dalam pertumbuhannya mengalami emosi seperti yang diekspresikan
memiliki keterkaitan satu sama lain, baik dengan dalam musik, tetapi lebih merasakannya dalam
dirinya sendiri maupun dengan manusia lainnya. struktur musik. Sebaliknya, para emosionalis,
Ilmuwan perkembangan mempelajari tiga domain meskipun berbeda menurut detailnya, setuju
utama atau aspek dari individu yang terdiri dari bahwa ada beberapa hubungan antara emosi yang
perkembangan fisik, perkembangan kognitif, diekspresikan oleh musik dan yang dialami oleh
dan perkembangan psikososial. Perkembangan pendengar (Levinson, 1996; Robinson, 1994).
fisik terkait dengan pertumbuhan badan dan
otak, kapasitas sensoris, keterampilan motorik Apakah hiburan adalah sarana untuk menyalurkan
dan kesehatan. Perkembangan kognitif adalah ”tangisan yang baik”? Tampaknya kontra-intuitif
kemampuan untuk belajar, memperhatikan, bahwa orang akan rela mencari hiburan atau
mengingat, berpikir, penalaran dan kemampuan pengalaman estetika lainnya yang membuat
mencipta. Perkembangan psikososial meliputi mereka menangis, ketika kita melakukan yang
aspek-aspek emosi, kepribadian, dan hubungan terbaik untuk menghindari hal-hal yang membuat
sosial. kita menangis dalam “kehidupan nyata”.
Emosi yang umumnya dianggap “negatif”
Mengenai kaitan antara emosi dan karya seni, biasanya dikaitkan dengan ketidaknyamanan
penelitian kontemporer di bidang emosi dan (Colombetti 12). Ini adalah paradoks yang telah
musik telah dilakukan. Penelitian itu kemudian membingungkan para filsuf setidaknya sejak
memberikan kategori menjadi tiga topik utama, zaman Aristoteles. Namun, meski berdiskusi
seperti: mengeksplorasi bagaimana musik dapat selama berabad-abad, para filsuf hanya
digunakan untuk mengatur diri dan memengaruhi, mencapai sedikit konsensus tentang masalah
membuat studi yang berfokus pada bagaimana ini. Sebagian besar diskusi antara kognitivis
penggambaran musik mempengaruhi, serta studi dan emosionalisme tampaknya bergantung pada
yang menguji bagaimana musik memengaruhi definisi emosi masing-masing yang mengarah
penyampaian. Sedangkan bidang penelitian pada ketidaksepakatan mengenai apakah orang
selanjutnya berpusat pada bidang musik yang benar-benar merasa sedih ketika mendengarkan
lebih luas dan swa-regulasi. musik sedih (Garrido dan Schubert 110).
Mengenai persoalan tersebut mungkin tidak ada
Menarik untuk memahami lebih lanjut jawaban yang tunggal. Sebaliknya, interaksi
berdasarkan hasil penelitian dari Universitas faktor yang kompleks mungkin terlibat dalam
Durham, Inggris, dan Universitas Jyväskylä, kasus setiap individu yang unik.
Finlandia, Tuomas Eerola menyatakan bahwa
temuan mereka dapat berimplikasi pada
bagaimana terapi dan rehabilitasi musik dapat
membantu suasana hati orang. Para ahli musik
1 Penelitian ini didanai oleh Akademi Finlandia.

Hiburan Film yang Mengeksploitasi Kesedihan Sebagai Sarana Eskapisme dalam Realitas Kehidupan Manusia | 86
Hubungan manusia dan hiburan selalu realitas dalam arti sebenarnya. Film menunjukkan
melibatkan banyak aspek yang telah dijelaskan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada
oleh banyak penelitian yang telah dijelaskan di masa film tersebut dibuat. Cerita dalam film
atas. Namun, dalam paparan ini, peneliti ingin terus mengalami perkembangan bukan lagi
untuk berfokus pada hiburan film, sehingga akan sekedar usaha menampilkan citra bergerak,
dibatasi hanya pada dua aspek saja yaitu aspek tetapi diikuti oleh berbagai pencapaian kreatif
kognitif, suatu proses penerimaan informasi dengan mengombinasikan isi cerita dengan isu-
ketika menonton film, dan aspek psikososial yang isu politik, kapitalisme, hak asasi manusia, atau
memberikan reaksi emosional terhadap yang gaya hidup. Konten cerita yang disuguhkan
ditonton. Dari hasil riset yang dilakukan oleh dalam tayangan film bervariasi dari menawarkan
Badan Ekonomi Kreatif mengenai segmentasi cara menghadapi masalah dalam keseharian
penonton, bahwa dalam menggolongkan film, atau mencoba memberikan sebuah proyeksi
penonton membaginya menjadi dua, yaitu mengenai keinginan manusia terhadap masa
film “menghibur” dan “membuat mikir”. Film yang akan datang dalam perkembangannya. Film
menghibur terutama dikaitkan dengan kegiatan telah mengukuhkan diri sebagai anak kandung
sehari-hari yang melelahkan, sedangkan film yang teknologi modern.
membuat merenung dikaitkan dengan kebutuhan
untuk pengayaan pemikiran dan batin. Penulisan Selain sebagai bagian dari medium komunikasi
ini ingin memaparkan kaitan antara karya musik massa, film juga menjadi medium ekspresi artistik
dengan karya film. Bagaimana karya film juga yang menjadi alat bagi seniman film untuk
berpengaruh atas mood individu saat menikmati mengutarakan gagasan dan ide melalui sebuah
karya film yang meneksploitasi drama kesedihan, teknik bercerita dengan menggunakan teknologi
dan membuat film dengan genre tersebut menjadi gambar bergerak (Sani 21).
sangat diminati. Kemudian bagaimana film yang
menawarkan melodrama juga memberikan ‘Kata’ dalam kaidah berbahasa mempunyai
motivasi bagi emosi penontonnya, dan kesamaan fungsi dengan sebuah shot atau sebuah
mekanisme kognitif yang memungkinkan untuk pembingkaian media film melalui proses kerja
menikmati pengalaman emosi negatif dalam fotografi.Dalam media film dengan teknis fotografi
konteks estetika penceritaan dalam film. sebagai dasar kerja penangkapan imaji yang ingin
diciptakan, sebuah gambar mempunyai ruang
bercerita atau sebuah batasan atau pembingkaian.
Bingkai ini menjadi sangat penting untuk
FILM diperhatikan, sebelum kita menyampaikan suatu
pesan tertentu. Pembingkaian sangat kita kenal
Dalam bentuknya sebagai sebuah kesenian, dalam dunia seni lukis, melalui ukuran dimensi
karya film sama dengan media artistik lainnya. kanvas. Teknik bertutur dalam sebuah film adalah
Karena film memiliki sifat-sifat dasar dan tentang bagaimana membuat sebuah representasi
media lain yang terjalin dalam susunannya yang ide dari bentuk tulisan menjadi bentuk visual dan
beragam, seperti halnya seni lukis, pahat, drama, audio yang dapat dirasakan secara fisik oleh mata
musik, puisi, novel. Selain sebagai kesenian, film dan pendengaran manusia, sehingga gagasan atau
juga merupakan salah satu media komunikasi pesan cerita yang disuguhkan dalam media film
massa, di samping surat kabar, majalah, radio, dapat dimengerti oleh penonton.
dan televisi. Sebagai media komunikasi massa,
film dibuat dengan tujuan tertentu kemudian Film pada mulanya adalah sebuah bahan
hasilnya ditayangkan untuk dapat ditonton oleh seluloid yang bisa mereplika realitas imaji dari
masyarakat dengan peralatan teknis. sebuah fenomena yang lahir dari sebuah inovasi
teknologi yang ditemukan dari teknik fotografi,
Karya film mereplika kehidupan sosial dari dan kemudian berkembang menjadi yang
sebuah masyarakat tertentu. Film memiliki dikenal sebagai sebuah ilusi bergerak. Dalam
realitas kelompok masyarakat pendukungnya, Undang-Undang No. 8 Tahun 1992 tentang
baik realitas dalam bentuk imajinasi ataupun Perfilman, pengertian yang paling mendasar

Hiburan Film yang Mengeksploitasi Kesedihan Sebagai Sarana Eskapisme dalam Realitas Kehidupan Manusia | 87
bahwa film adalah karya cipta seni dan budaya dimanfaatkan sebagai medium ekspresi artistik,
yang merupakan media komunikasi massa yaitu menjadi alat bagi seniman-seniman film
pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas untuk mengutarakan gagasan, ide, lewat suatu
sinematografis yang direkam pada pita seluloid, wawasan keindahan.
pita video, piringan video, dan/atau bahan
hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala
bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi,
proses elektronik, atau proses lainnya, dengan Teori manajemen suasana hati
atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan
dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi Teori manajemen suasana hati mengasumsikan
mekanik, elektronik, dan/atau lainnya. Jadi media bahwa individu berusaha untuk mengurangi
perekamannya tidaklah berpengaruh, sebab yang suasana hati yang buruk, dan untuk mengabadikan
dianggap sebagai film adalah hasil karya cipta suasana hati yang baik (Zilmann 328). Jadi
yang terkandung dalam pita seluloid atau video asumsinya adalah bahwa pilihan dalam musik
dan dapat dinikmati oleh setiap orang, sehingga akan mencerminkan niat itu. Namun, ini tidak
karya film adalah sebuah gagasan yang direkam menjelaskan mengapa orang kadang memilih
dalam media yang disebut film. untuk mendengarkan musik sedih atau menonton
film sedih. Teorinya juga mengasumsikan bahwa
Kalau surat kabar bersifat visual, dan radio besifat semua pilihan mendengarkan mencerminkan
audio, maka film merupakan penggabungan metode adaptif regulasi emosional. Namun,
secara serentak dari visual dan audio. Dalam Strizhakova dan Krcmar menyatakan, “…kita
Undang-undang yang baru, yaitu UU No. 33 tidak selalu ingin atau memang berusaha untuk
Tahun 2009 mengenai ketentuan umum tentang menjadi baik, suasana hati yang ceria (110).
film, disebutkan secara lebih sederhana, yaitu:
film merupakan karya seni budaya, dibuat dengan
menggunakan kaidah keilmuan sinematografi,
kemudian dijelaskan bahwa budaya bangsa Prinsip yang mendasari kebangkitan kesedihan
adalah seluruh sistem nilai, gagasan, norma, melalui musik
tindakan, dan hasil karya bangsa Indonesia di
seluruh wilayah nusantara dalam kehidupan Prinsip yang mendasari kebangkitan kesedihan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. melalui musik. Emosi dapat ditimbulkan
oleh musik dengan berbagai cara. Beberapa
Karya film menjadi dokumen kehidupan sosial peneliti (Taruffi dan Koelsch 38–40) secara
sebuah komunitas. Film memiliki realitas teoritis memperkenalkan sejumlah prinsip
kelompok masyarakat pendukungnya, baik yang dengannya musik dapat membangkitkan
realitas dalam bentuk imajinasi ataupun realitas emosi. Prinsip-prinsip yang mendasari respons
dalam arti sebenarnya. Film menunjukkan emosional untuk musik meliputi misalnya:
pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada penilaian, pengkondisian evaluatif, penularan,
masa lampau, cara menghadapi masa kini dan memori, harapan, imajinasi atau citra visual,
keinginan manusia terhadap masa yang akan pemahaman, hiburan ritmik, dan fungsi sosial
datang. Sehingga dalam perkembangannya, film (Taruffi dan Koelsch 39). Sampai saat ini, tidak
bukan lagi sekedar usaha menampilkan “Citra ada bukti yang diterbitkan yang menunjukkan
Bergerak” (moving images), melainkan juga telah prinsip-prinsip paling relevan yang biasanya
diikuti oleh muatan-muatan kepentingan tertentu digunakan untuk membangkitkan kesedihan.
seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia, Selain itu, masih perlu ditentukan apakah tipe
atau gaya hidup. Dalam perkembangannya, kepribadian yang berbeda berkontribusi untuk
film telah mengukuhkan diri sebagai anak menimbulkan kesedihan melalui prinsip-prinsip
kandung teknologi modern. Diawali ketika film tertentu.
diartikan sebagai medium komunikasi massa,
yakni penyampaian berbagai jenis pesan dalam
peradaban modern. Kemudian berlanjut saat film

Hiburan Film yang Mengeksploitasi Kesedihan Sebagai Sarana Eskapisme dalam Realitas Kehidupan Manusia | 88
KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Disrupsi teknologi informasi dan komunikasi Colombetti, Giovanna. Appraising valence. J


telah mendorong tiap individu manusia untuk Consciousness Stud. 2005.
mulai mempertimbangkan alternatif realitas lain
di luar realitas kehidupan sehari-hari. Teknologi Durham University. “Research reveals
informasi multi-media telah memperkenalkan pain, pleasure of sad music.” ScienceDaily.
hiper-realitas, simulasi, dan realitas virtual yang ScienceDaily, 14 June
tidak bisa lagi dilihat hanya sebagai cermin 2016. <www.sciencedaily.com/
dari realitas kehidupan, tapi sebagai the others releases/2016/06/160614155914.htm>.
atau realitas lain yang memiliki level kesadaran
yang sama dengan realitas kehidupan sehari- Garrido, Sandra dan Emery Schubert. “Negative
hari. Teknologi informasi multi-media tersebut Emotion in Music: What is the Attraction?
tidak hanya menyasar indra penglihatan saja, A Qualitative Study.” Empirical Musicology
tetapi lebih dari itu merupakan teknologi yang Review, 6, 2011, pp. 214-230.
memberikan stimulus pada sensasi pendengaran,
penglihatan, dan sentuhan. Dengan begitu, Hsu, Francis. “Psychosocial Homeostasis and Jen:
teknologi ini sudah hampir mendekati stimulus Conceptual Tools for Advancing Psychological
realitas kehidupan sehari-hari. Anthropology.” American Anthropologist,
73, 1971, pp. 23-44.
Di samping itu, masyarakat Indonesia sudah
semakin akrab dengan teknologi multi-media Hume, David dan J. Bennett. Enquiry Concerning
yang hadir sebagai hiper-realitas, meskipun Human Understanding. 2010.
lebih sering gagap dalam menghadapinya.
Sehingga hiper-realitas menjadi pedang bermata Kivy, Peter. Introduction to a philosophy of music.
dua yang bisa dimanfaatkan secara positif atau Clarendon Press, 2002.
sebaliknya justru mencelakakan seperti tokoh
perempuan dalam film-film pada umumnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33
yang “menangkap” gagasan bahwa dia sedang Tahun 2009 tentang Perfilman.
disudutkan dan dihakimi oleh tayangan yang
sedang dia tonton. Komunikasi dalam kehidupan Robinson, Jenefer. “The Expression and Arousal of
kita sehari-hari, memerlukan sebuah konvensi Emotion in Music.” The Journal of Aesthetics
atau sebuah kode yang dikenal secara luas. and Art Criticism, 52, 1994, pp. 13-22.
Konvensi yang dimaksud adalah ‘bahasa’. Setiap
bahasa mempunyai bentuk yang berbeda-beda, Sani, Asrul. Perkembangan film Indonesia dan
baik secara lisan maupun tulisan, dan perbedaan- Kualitas Penonton. Prisma, 1990.
perbedaan tersebut didasari oleh latar belakang
sosial-budaya, letak atau kondisi geografis tempat Suharman. Psikologi Kognitif. Srikandi, 2005.
manusia melakukan sebuah proses kehidupan.
Taruffi, Liila dan S. Koelsch. “The Paradox of Music-
Menikmati tangisan melalui medium seperti film Evoked Sadness: An Online Survey.” PLOS
atau musik, menimbulkan perasaan senang yang ONE, 9, 2014, n. pag.
berhubungan dengan kenikmatan pada beberapa
orang, atau perasaan nyaman yang berasal dari Waidi. Pemahaman dan teori persepsi. Remaja
hiburan film atau musik yang membangkitkan Karya, 2006.
ingatan pada orang lain. Namun, sebagian
besar orang juga melaporkan pengalaman Zillmann, Dolf. “Mood Management Through
menyakitkan saat mendengarkan musik sedih, Communication Choices.” American
yang selalu terkait dengan perasaan kehilangan Behavioral Scientist, 31, 1988, pp. 327-40.
seperti kematian orang yang dicintai, perceraian,
perpisahan, atau kesulitan lainnya dalam hidup.

Hiburan Film yang Mengeksploitasi Kesedihan Sebagai Sarana Eskapisme dalam Realitas Kehidupan Manusia | 89

Anda mungkin juga menyukai