Anda di halaman 1dari 10

Tugas Pengantar Antropologi

“MEREVIEW BUKU PENGANTAR ANTROPOLOGI KARANGAN


KOENTJARANINGRAT PADA BAB KEPRIBADIAN”
Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Ismail, S.Sos., M.SI.

Disusun Oleh
Kerenhapukh L.S
(E041231062)

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
TAHUN AJARAN 2023/2024
Tugas
Mereview Buku Pengantar Antropologi Karangan KOENTJARANINGRAT

Dalam buku ini terdapat bab yang membahas mengenai kepribadian, tepatnya pada bab III.
Dalam bab kepribadian ini memiliki penjelasan mengenai definisi kepribadian, unsur –
unsur kepribadian, materi dari unsur – unsur kepribadian, aneka warna kepribadian,
serta bacaan untuk memperdalam kepribadian, dari point – point tersebut kita akan
mereview agar mengetahui lebih dalam mengenai pemahaman kepribadian.

1.Definisi Kepribadian
Dalam point definisi kepribadian, buku ini memulai dari penjelasan mengenai Para
ahli biologi yang mempelajari dan membuat suatu des- kripsi mengenai sistem organisma
dari suatu jenis atau species binatang, biasanya juga sekaligus mempelajari kelakuan bina-
tang-binatang itu; dan deskripsi mengenai pola-pola kelakuan binatang-binatang itu, yaitu
pola kelakuan mencari makan, menghindari ancaman bahaya, menyerang musuh, beristirahat,
mencari betina pada masa birahi, bersetubuh, mencari tempat untuk melahirkan, memelihara
dan melindungi keturunannya dan sebagainya, biasanya berlaku untuk seluruh species yang
menjadi obyek perhatiannya.
Berbeda halnya dengan makhluk manusia; kalau para ahli biologi, anatomi, fisiologi,
patologi, dan para dokter mempela- jari secara intensif organisma manusia hingga ke detail
yang sekecil-kecilnya, mereka belum banyak mengetahui tentang pola-pola kelakuan
manusia. Pola-pola kelakuan yang berlaku untuk seluruh jenis Homo Sapiens hampir tidak
ada, bahkan untuk semua individu manusia yang termasuk satu ras pun, seperti misalnya ras
Mongoid, ras Kaukasoid, ras Negroid, atau ras Australoid, tidak ada suatu sistem pola
kelakuan yang se- ragam. Ini disebabkan karena kelakuan manusia Homo Sapiens tidak
hanya timbul dari dan ditentukan oleh sistem organik bio- loginya saja, melainkan sangat
dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan jiwanya, sedemikian rupa sehingga variasi pola
kelakuan antara seorang individu Homo Sapiens dengan in- dividu Homo Sapiens lainnya,
dapat sangat besar. Malahan, pola kelakuan tiap manusia secara individual sebenarnya unik
dan berbeda dengan manusia-manusia lain. Karena itu para ahli antropologi, sosiologi, dan
psikologi yang mempelajari pola-pola kelakuan manusia ini juga tidak lagi bicara mengenai
pola-pola kelakuan atau patterns of behavior dari manusia, melainkan mengenai pola-pola
tingkah-laku, atau pola-pola tindakan (patterns of action) dari individu manusia. Apabila
seorang ahli antropologi, sosiologi, atau psikologi berbicara mengenai “pola kelakuan
manusia,” maka yang diamaksudnya adalah kelakuan dalam arti yang sangat khusus, yaitu
kelakuan organisma manusia yang ditentukan oleh naluri, dorongan- dorongan, refleks-
refleks, atau kelakuan manusia yang tidak lagi dipengaruhi dan ditentukan oleh akalnya dan
jiwanya, yaitu
Kelakuan manusia yang membabi-buta. Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang
menentukan per. Bedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia itu,
adalah apa yang disebut “kepribadian” atau personality.

Definisi mengenai kepribadian tersebut sangat kasar sifat- nya, dan tidak banyak berbeda
dengan arti yang diberikan ke- pada konsep itu dalam bahasa sehari-hari. Dalam bahasa
populer, istilah “kepribadian” juga berarti ciri-ciri watak se- seorang individu yang konsisten,
yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Kalau dalam
baha- sa sehari-hari kita anggap bahwa seorang tertentu mempunyai kepribadian, memang
yang biasanya kita maksudkan ialah bahwa orang tersebut mempunyai beberapa ciri watak
yang di- perlihatkannya secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah-lakunya
sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda dari
individu-individu lainnya.

2.Unsur – Unsur Kepribadian


Dalam point ini mengenai unsur – unsur kepribadian membahas unsur – unsur kepribadian
dengan menggolongkan menjadi 3 subpoint
 Pengetahuan
Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar,
secara nyata terkandung da- lam otaknya.Dalam lingkungan individu itu ada
bermacam- macam hal yang dialaminya melalui penerimaan pancaindera- nya serta
alat penerima atau reseptor organismanya yang lain, sebagai getaran eter (cahaya dan
warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan),
tekanan termikal (panas-dingin) dan sebagainya, yang masuk ke dalam sel-sel tertentu
di bagian-bagian tertentu dari otaknya. Di sana berbagai macam proses fisik, fisiologi,
dan psikologi terjadi, yang menyebabkan berbagai macam getaran dan tekanan tadi
diolah menjadi suatu susunan yang dipancarkan atau diproyek- sikan oleh individu
tersebut menjadi suatu penggambaran ten- tang lingkungan tadi. Seluruh proses akal
manusia yang sadar (conscious) tadi, dalam ilmu psikologi disebut “persepsi.”
Penggambaran tentang lingkungan dengan fokus kepada bagian-bagian yang paling
menarik perhatian seorang individu, seringkali juga diolah oleh suatu proses dalam
akalnya yang menghubungkan penggambaran tadi dengan berbagai peng gambaran
lain sejenis yang pernah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya dalam masa yang
lalu, yang timbul kembali seba- gai kenangan atau penggambaran lama dalam
kesadarannya. Dengan demikian diperoleh suatu penggambaran baru dengan lebih
banyak pengertian tentang keadaan lingkungan tadi. Penggambaran baru dengan
pengertian baru seperti itu, dalam ilmu psikologi disebut “apersepsi.”
Seorang individu dapat juga menggabung dan memban- ding-bandingkan bagian-
bagian dari suatu penggambaran de- ngan bagian-bagian dari berbagai penggambaran
lain yang se- jenis, berdasarkan azas-azas tertentu secara konsisten. Dengan demikian
manusia dapat membuat suatu penggambaran tentang tempat-tempat tertentu di muka
bumi ini, bahkan juga di luar bumi ini, padahal ia belum pernah berpengalaman
melihat, atau mempersepsikan tempat-tempat tadi. Penggambaran abstrak tadi dalam
ilmu-ilmu sosial disebut “konsep.”
Dalam usaha pengamatan oleh seorang individu dengan cara seperti terurai di atas,
maka penggambaran tentang ling- kungannya tadi ada yang ditambah-tambah dan
dibesar-besar- kan, dan ada yang dikurangi serta dikecil-kecilkan pada bagian- bagian
tertentu, ada pula yang digabung-gabungkan dengan penggambaran-penggambaran
lain, menjadi penggambaran yang baru samasekali, yang sebenarnya tidak akan
pernah ada dalam kenyataan. Penggambaran baru yang seringkali juga tidak realistik
itu dalam ilmu psikologi disebut “fantasi”.
Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi tadi merupakan
unsur-unsur “pengetahuan” seorang individu yang sadar.
 Perasaan
Kecuali pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai
macam “perasaan”. Kalau orang pada suatu hari yang luar biasa panasnya melihat
papan gam- bar reklame minuman Green Spot berwarna yang tampak segar dan
nikmat, maka persepsi itu menyebabkan seolah-olah terbayang di mukanya suatu
penggambaran segelas Green Spot yang dingin, Apersepsi seorang individu yang
menggam- barkan diri sendiri sedang menikmati segelas Green Spot dingin tadi
menimbulkan dalam kesadarannya suatu “perasaan” yang positif, sebaliknya, kita
dapat juga menggambarkan adanya se- orang individu yang melihat sesuatu hal yang
buruk atau men- dengar suara yang tidak menyenangkan, mencium bau bu- suk dan
sebagainya. Persepsi-persepsi seperti itu dapat menim- bulkan dalam kesadaran
perasaan yang negatif. Dalam kedua contoh tersebut, kita berjumpa dengan suatu
konsep baru, yaitu konsep “perasaan” yang di samping segala macam pengetahuan,
rupa-rupanya juga mengisi penuh alam kesadaran manusia pada tiap saat dalam
hidupnya. Kalau kita perhatikan kedua contoh tadi dengan saksama, maka “pe-
rasaan” adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh
pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif. Suatu perasaan yang
selalu bersifat subyektif karena adanya unsur penilaian tadi, biasanya menimbulkan
suatu “ke- hendak” dalam kesadaran seorang individu. Kehendak itu bisa juga positif
artinya individu tersebut ingin mendapatkan hal yang dirasakannya sebagai suatu hal
yang akan memberi- kan kenikmatan kepadanya, atau bisa juga negatif, artinya ia
hendak menghindari hal yang dirasakannya sebagai hal yang akan membawa perasaan
tidak nikmat kepadanya.
 Dorongan Naluri
Mengenai soal dan macam serta jumlah dorongan naluri yang terkandung
dalam naluri manusia itu, ada berbagai per- bedaan paham antara para ahli psikologi;
namun semua seia- sekata bahwa ada paling sedikit tujuh macam dorongan naluri,
yaitu:’
Dorongan untuk mempertahankan hidup; dorongan seks; dorongan untuk usaha
mencari makan; dorongan untuk bergaul atau berinteraksi; dorongan untuk meniru
tingkah laku sesamanya; dorongan untuk berbakti; serta dorongan akan keindahan.

3. Materi Dari Unsur – Unsur Kepribadian


Dalam point ini membahas mengenai materi dari unsur – unsur kepribadian yang
dikemukakan oleh seorang ahli etnopsikologi, A.F.C. Wallace, beliau ini pernah mem- buat
suatu kerangka di mana terdaftar secara sistematikal selu- ruh materi yang menjadi obyek dan
sasaran unsur-unsur kepriba- dian manusia. Kerangka itu menyebut tiga hal yang pada tahap
pertama merupakan isi kepribadian yang pokok, yaitu:
 I. Aneka warna kebutuhan organik diri sendiri, aneka- warna kebutuhan serta
dorongan psikologi diri sendiri, dan aneka warna kebutuhan serta dorongan organik
maupun psikologi sesama manusia yang lain daripada diri sendiri; sedangkan
kebutuhan-ke- butuhan tadi dapat dipenuhi atau tidak dipenuhi oleh individu yang
bersangkutan, sehingga memuas- kan dan bernilai positif baginya, atau tidak memuas-
kan dan bernilai negatif.
 II. Aneka warna hal yang bersangkutan dengan kesa- daran individu akan identitas
diri sendiri, atau “iden- titas aku”, baik aspek pisik maupun psikologinya, dan segala
hal yang bersangkutan dengan kesadaran individu mengenai bermacam-macam
kategori manu- sia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda, zat, ke- kuatan, dan gejala
alam, baik yang nyata maupun yang gaib dalam lingkungan sekelilingnya.
 III. Berbagai macam cara untuk memenuhi, memperkuat, berhubungan, mendapatkan,
atau mempergunakan, aneka warna kebutuhan dari hal tersebut di atas, sehingga
tercapai keadaan memuaskan dalam kesadar- an individu bersangkutan. Pelaksanaan
berbagai ma- cam cara dan jalan tersebut terwujud dalam aktivitas hidup sehari-hari
dari seorang individu.

4.Aneka Warna Kepribadian


Dalam point mengenai aneka warna kepribadian di awali dengan menyebutkan
mengenai penyebab adanya beraneka macam struktur ke- pribadian pada setiap manusia yang
hidup di muka bumi, dan penyebab dari kepribadian tiap individu itu unik ber- beda dengan
kepribadian individu yang lain materi dari aneka warna dimana menjadi isi dan sasaran dari
pengetahuan, perasaan, kehen- dak, serta keinginan kepribadian serta perbedaan kualitas
hubungan antara berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran individu.
Dalam point ini menjelaskan juga bahwa mempelajari materi yang menjadi isi dari
tiap unsur kepri- badian, baik yang berupa pengetahuan maupun yang berupa perasaan, serta
sasaran dari kehendak, keinginan, dan emosi seseorang individu, adalah tugas ilmu psikologi.
Dalam hal itu diperhatikan satu macam materi yang menyebabkan satu tingkah laku berpola,
yaitu suatu kebiasaan (habit) maupun berbagai macam materi yang menyebabkan timbulnya
kepriba dian (personality), serta segala macam tingkah-laku berpola dari individu
bersangkutan.
Dalam kajian ilmu antropologi, juga ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi, ilmu
ekonomi, ilmu politik dan lain-lain. Tidak mem- pelajari individu, ilmu – ilmu tersebut
mempelajari seluruh penge- tahuan, gagasan, dan konsep yang umum hidup dalam masya-
rakat; artinya ilmu – ilmu tersebut mempelajari sebuah adat istiadat, ilmu-ilmu itu juga
mempe- lajari tingkah-laku umum, yaitu tingkah-laku yang menjadi pola bagi sebagian besar
warga masyarakat yang diatur oleh adat-istiadat tadi
Di sini di jelaskan juga tiap manusia itu sebe- narnya mempunyai kepribadian yang
berbeda. Jika dilihat dari pengetahuan dan perasaan seorang individu itu dengan individu lain,
dan juga karena sifat dan intensitas kaitan antara berbagai macam bentuk pengetahuan dan
perasaan pada seorang individu itu berbeda dengan individu lain, walaupun demikian, hal itu
tidak berarti bahwa ada tiga milyar macam kepribadian di dunia ini, menagapa? Karena,
jumlah aneka warna kepribadian individu yang banyak itu, dapat diringkas menjadi berbagai
macam tipe dan sub-tipe yang walaupun banyak, toh tidak sampai berjuta-juta jumlahnya.
Ilmu antropologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya tadi, sering- kali juga memperhatikan
masalah kepribadian; namun, kalau ilmu-ilmu seperti itu memperhatikan
kepribadian,hanyalah untuk lebih memperdalam dan memahami adat-istiadat serta sistem
sosial dari suatu masyarakat.
Untuk ilmu antropologi sendiri, mempelajari kepribadian yang ada pada sebagian besar
warga suatu masyarakat, yang di sebut kepribadian umum, atau watak umum (modal
personality), masalah kepribadian umum ini ada uraian lebih mendalam dalam sub-point
berikut ini.
A. Kepribadian umum
Penjelasan pada sub – point ini di awali dengan para pengarang etnografi abad
ke-19 tahun 1930 – an dimana mereka sering mencantumkan dalam karangan
etnografi mereka suatu pelukisan tentang watak atau kepribadian umum dari para
warga kebudayaan yang men- jadi topik etnografi mereka. Pelukisan itu biasanya
berdasarkan kesan-kesan saja, yang mereka dapat dari pengalaman-pengalam- an
mereka bergaul dengan para individu warga kebudayaan yang sedang mereka teliti.
Apabila seorang ahli antropologi dari zaman itu mengumpulkan data dan bahan
tentang kebuda- yaan Bali misalnya, dan dalam hal bergaul dengan orang Bali ia
mempunyai pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, maka biasanya
kepribadian orang Bali dilukiskan dalam bukunya se- bagai yang bersifat ramah, setia,
jujur, gembira dan sebagainya. Sebaliknya, apabila pengalaman si peneliti dalam
bergaul dengan orang Bali itu tidak menyenangkan, maka hal itu sering mem- punyai
refleksi dalam buku etnografinya, di mana dapat dibaca bahwa orang Bali itu bersifat
judes, tidak setia, penipu, tidak bermoral dan sebagainya.Ketika metodologi penelitian
di lapangan dalam ilmu antropologi berkembang dan dipertajam sejak abad ke-20 ini,
maka timbul pula keperluan untuk mem- perbaiki cara-cara melukiskan kepribadian
umum warga sesuatu kebudayaan yang tidak bersifat ilmiah dalam buku-buku etno-
grafi kuno itu, dengan metode-metode yang lebih eksak. Karena kesadaran akan
kebutuhan tersebut sekitar tahun 1930-an, ada seorang ahli antropologi, yaitu R.
Linton, yang mengembangkan suatu penelitian terhadap soal kepribadian umum itu.
Ia men- cari hubungan dengan para ahli psikologi untuk memperta- jam
pengertiannya mengenai konsep-konsep psikologi yang menyangkut kepribadian
umum, mereka bersama – sama mencari suatu metode yang eksak untuk
mengukurnya.Seorang ahli psikologi yang menaruh perhatian terhadap proyek Linton
adalah A. Kardiner. Usaha bersama yang pertama antara ke- dua sarjana tadi adalah
suatu penelitian terhadap penduduk Kepulauan Marquesas di bagian timur Polinesia,
dan suku bangsa Tanala di bagian timur Pulau Madagaskar.
Dalam usaha itu Linton mencari bahan etnografinya, sedangkan Kardiner
menerapkan metode-metode psikologinya serta menganalisa data psikologinya.
Hasilnya adalah sebuah buku berjudul The Individual and His Society (1938).Dalam
rangka proyek bersama antara Linton dan Kardiner tersebut, dipertajam konsep
kepribadian umum sehingga timbul konsep “kepribadian dasar”, atau basic
personality structure, yang berarti semua unsur kepribadian yang dimiliki bersama
oleh suatu bagian besar dari warga sesuatu masyarakat itu. Kepribadian dasar itu ada
karena semua individu warga dari suatu masyarakat itu mengalami pengaruh
lingkungan kebuda- yaan yang sama selama masa tumbuhnya. Metodologi untuk
mengumpulkan data mengenai kepribadian bangsa itu adalah dengan mengumpulkan
suatu sampel dari individu-individu warga masyarakat yang menjadi obyek penelitian,
kemudian tiap-tiap individu dalam sampel itu diteliti kepribadiannya dengan test-test
psikologi. Hasilnya tentulah suatu daftar ciri-ciri watak yang secara statistik ada pada
suatu persentase yang besar dari individu-individu dalam sampel tadi.
Dalam penelitian ini memakai pendekatan metode yang berdasar- kan suatu
pendirian dalam ilmu psikologi bahwa ciri-ciri dan unsur watak seorang individu
dewasa sebenarnya sudah di- letakkan benih-benihnya ke dalam jiwa seorang individu
sejak awal yaitu pada waktu ia masih anak-anak. Pembentuk- an watak dalam jiwa
individu banyak dipengaruhi oleh pengala- mannya ketika sebagai anak-anak ia
diasuh orang-orang dalam lingkungannya, yaitu ibunya, ayahnya, kakak-kakanya, dan
individu-individu lain yang biasa mengerumuninya pada waktu itu. Watak juga sangat
ditentukan oleh cara-cara ia sewaktu ke- cil diajar makan, diajar kebersihan, disiplin,
diajar main dan bergaul dengan anak-anak lain dan sebagainya
Berdasarkan konsepsi psikologi tersebut, para ahli antro- pologi berpendirian
bahwa dengan mempelajari adat-istiadat pengasuhan anak yang khas itu akan dapat
diduga adanya berbagai unsur kepribadian yang merupakan akibat dari penga- laman-
pengalaman sejak masa anak-anak pada sebagian besar warga masyarakat yang
bersangkutan. Metode penelitian kepribadian umum dengan cara mempel- ajari adat-
istiadat pengasuhan anak-anak dalam suatu kebuda- yaan, terutama dikembangkan
oleh ahli antropologi terkenal, Margaret Mead, tidak hanya di antara suku-suku
bangsa di dae rah Melanesia, khususnya Papua Niugini, melainkan juga di Bali.
Penelitian pertama mengenai etos kebudayaan dan kepri- badian bangsa yang dimulai
oleh tokoh antropologi seperti R. Benedict, R. Linton, dan M. Mead terurai di atas,
kemudian ditiru dan dikembangkan lebih lanjut oleh banyak ahli antropo- logi lain
sehingga menimbulkan suatu bagian khusus dalam ilmu antropologi yang terkenal
dengan nama penelitian Kepri- badian dan Kebudayaan, atau Personality and Culture.

B. Kepribadian Barat dan Kepribadian Timur


Karena banyaknya tulisan mengenai masalah perbedaan antara kepribadian
manusia yang berasal dari kebudayaan Barat, dengan kepribadian manusia yang
berasal dari kebudayaan Timur. Hal tersebut muncul pada mulanya tercantum dalam
tulisan-tulisan para sarjana sejarah kebudayaan, para pengarang karya kesusasteraan,
serta para penyair Eropa Barat, apabila mereka menyinggung pandangan hidup
manusia yang hidup dalam kebudayaan-kebudayaan Asia, seperti Kebudayaan Islam,
Hindu, Budha, dan Cina yang lokasi geografinya semua me- mang di sebelah timur
Eropa.
Kemudian ketika para pengarang Eropa berkenalan dengan kebudayaan-
kebudayaan lain di Asia seperti Kebudayaan Parsi, Kebudayaan Thai, Kebudayaan
Jepang, atau Kebudayaan Indonesia, maka pandangan hidup serta kepribadian
manusia yang hidup di dalam kebudayaan-kebudayaan tersebut itu di- namakan juga
kepribadian Timur. Suatu langkah lebih lanjut, semua kebudayaan bukan Eropa Barat,
disebut pandangan hidup dan kepribadian Timur. Dengan demikian timbul dua konsep
yang kontras, yaitu Kepribadian Timur, dan Kepriba- dian Barat.
Dalam rangka pemakaian kedua konsep yang kontras itu ada berbagai macam
pandangan di antara para cendekiawan Indonesia, yang sering bersifat kabur. Mereka
yang suka mendiskusikan kontras antara kedua konsep tersebut biasanya menyangka
bahwa kepribadian Timur mempunyai pandangan hidup yang me- mentingkan
kehidupan kerohanian, mistik, pikiran prelogis, ke- ramah-tamahan, dan kehidupan
kolektif, sedangkan kepriba dian Barat mempunyai pandangan hidup yang
mementingkan kehidupan material, pikiran logis, hubungan berdasarkan azas- guna,
dan individualisme
Adapun kontras kolektivisme-individualisme Timur-Ba- rat merupakan
kontras mengenai orientasi nilai-budaya manusia, dan dapat dikaitkan dengan konsep
tentang kepri- badian Timur-Barat yang pernah dikembangkan sarjana Amerika
keturunan Cina, Francis L.K. Hsu, yang mengkombinasikan da- lam dirinya suatu
keahlian dalam ilmu antropologi, ilmu psiko- logi, ilmu filsafat serta kesusasteraan
Cina klasik. Dalam sebuah karangannya berjudul Psychological Homeostasis and Jen,
yang dimuat dalam majalah American Anthropologist jilid 73, tahun 1971 (hlm. 23-
44), Hsu telah menyatakan pendapat – nya bahwa ilmu psikologi yang dikembangkan
di dalam ma- syarakat negara-negara Eropa Barat, di mana konsep individu memang
mengambil tempat yang sangat penting, biasanya menganalisa jiwa manusia dengan
terlampau banyak menekan kepada pembatasan konsep individu sebagai suatu
kesatuan analisa tersendiri. Sampai sekarang, kata Hsu, ilmu psikologi di negara-
negara Barat itu, terutama mengembangkan konsep- konsep dan teori-teori mengenai
aneka warna isi jiwa serta metode-metode dan alat-alat untuk menganalisa dan
mengukur secara detail variasi isi jiwa individu dan lingkungan sosial budayanya.
Dengan demikian untuk menghindari pendekatan terhadap jiwa manusia itu, hanya
sebagai suatu obyek yang terkandung dalam batas individu yang terisolasi, maka Hsu
telah mengembangkan suatu konsepsi bahwa alam jiwa manusia se- bagai mahluk
sosial budaya itu mengandung delapan daerah yang berwujud seolah-olah seperti
lingkaran-lingkaran kon- sentrikal sekitar diri pribadinya. Pada halaman ini terdapat
bagan 9 yang menggambarkan kedelapan daerah lingkaran itu.
Pada tiap lingkaran terdapat penjelasan mengenai hubungan. Berdasarkan
konsepsi terurai di atas, maka Hsu mengusul- kan untuk mengembangkan suatu
konsep kepribadian yang lain sebagai tambahan terhadap konsep personality yang
telah lama dikembangkan para ahli psikologi Barat itu. Konsep kepriba dian yang lain
itu terutama perlu untuk dipakai sebagai konsep guna menganalisa alam jiwa dari
manusia yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang disebutnya masyarakat
Timur, yaitu masyarakat Cina khususnya, masyarakat bangsa-bangsa Asia umumnya,
dan menurut pendirian saya sendiri: masyarakat bangsa Indonesia juga.

Konsep yang dapat dipakai sebagai landasan untuk me- ngembangkan konsep
lain itu menurut Hsu adalah konsep jen dalam kebudayaan Cina. Jen adalah manusia
yang berjiwa selaras, manusia yang berkepribadian.” Dengan demikian usul Hsu
adalah menyatakan agar para ahli psikologi tidak hanya memakai konsep Barat
mengenai kepribadian itu, tetapi juga memperhatikan unsur hubungan mesra dan bakti
itu.
Keterangan psikologi dari Hsu, yang mencoba melihat perbedaan antara
manusia yang hidup dalam lingkungan Kebu- dayaan Timur dan manusia yang hidup
dalam lingkungan Ke- budayaan Barat itu, memang mencoba menyelami sumber-
sumber inti dari perbedaan itu. Semua perbedaan lahiriah an- tara kedua tipe manusia
itu hanyalah akibat dari perbedaan inti itu.

Kelebihan
Setelah kita melihat penjelasan – penjelasan mengenai bab kepribadian ini kita dapat
melihat kelebihan pada bab ini, di mana bab ini menjelaskan dengan jelas dan juga
menggunakan pendekatan dari psikologi, karena untuk membahas kepribadian tidak jauh dari
ilmu psikologi. Pada bab ini juga menjelaskan perbedaan pandangan dari ilmu antropologi
dan ilmu psikologi dalam membahas atau melihat kepribadian. Pada bab ini juga disetiap
point – point yang tertera selalu di sertai dengan pendapat/ pandangan, hasil penelitian, dari
beberapa tokoh. Dalam bab ini juga tertera di akhir point ada bacaan untuk memperdalam
yang di mana pada point itu berisikan sumber dari penjelasan yang telah di berikan pada buku
ini, dan hal itu sangat membantu untuk menguatkan penjelasan pada materi ini. Pada bab ini
juga urutan penulisan point – pointnya rapih, dimulai dari penjelasan kepribadian, di lanjut
unsur – unsur kepribadian, dan lain sebagainya.

Kekurangan
Di balik kelebihan pada bab ini terdapat juga beberapa kekurangan, di mana pemilihan kata
pada materi ini agak kurang jelas, seringkali menggunakan kata imbuan, dan sambung yang
kurang pas, juga pada bab ini sedikit bertele – tele dalam menjelaskan materi. Kurangnya
gambar yang ada juga membuat pembaca kurang berminat/ kurang antusias untuk membaca.

Anda mungkin juga menyukai