BAB II Nomophobia
BAB II Nomophobia
Berikut ini merupakan sebuah hasil dari penelitian terdahulu mengenai sebuah sinergi
peran adanya kelurga yang membangun sebuah karakteristik pada anak usia dini yang
menjadikan sebuah acuan referensi dalam skripsi ini, yaitu:
Besse Peran orang 1. Jenis penelitian Toeri peran Peran orang tua
Simpuru tua dalam Bagaimanakah ini adalah dan Teori sangatlah penting
membentuk peran orang tua peneltian Modernisasi dalam
karakter anak dalam lapangan pembentukan
di era milenial membentuk dengan karakter anak,
(studi kasus karakter anak di menggunakan orang tua
kecamatan era milenial di pendekatan merupakan
tempe kecamatan deskriptif pendidik paling
kabupaten Tempe kabupaten kualitatif utama dan
wajo) Wajo? pertama bagi
seorang anak.
2. Implementasi
Orang tua sudah
peran orang tua
sepatutnya
dalam
menerapkan
membentuk
pendidikan
karakter anak di
karakter yang
era milenial
dimulai sejak
kecamatan
dini. Peran dan
Tempe kabupaten
tanggung jawab
Wajo?
yang dimiliki
oleh orang tua
adalah mendidik
anak,
mengajarkan
anak, memberikan
perhatian serta
kasih sayang
kepada anak.
Orang tua
merupakan orang
pertama yang
mengasuh,
membesarkan
pertama yang
mengasuh,
membesarkan,
membimbing dan
mendidik serta
memiliki
pengaruh yang
besar terhadap
pertumbuhan dan
perkembangan
anak.
Dari hasil penelitian yang terdahulu bisa diharapkan menjadi suatu bahan referensi yang
berguna membantu para peneliti saat melakukan penelitian yang berjudul “Peran Pola Asuh
Orang Tua Dalam Mencegah Terjadinya Fenomena Nomophobia Pada Generasi Alpha”.
Walaupun banyaknya penelitian terdahulu membahas mengenai peran orang tua pada anak
tentang penggunaan smartphone tetapi penelitian ini masih perlu dilakukan karena penelitian ini
dilakukan mempunyai sebuah perbedaan dari peneliti terdahulu.
Adapun perbedaanya penelitian ini menjadi tempat penelitian dan permasalahan yang
dianalisis tentang sebuah keluarga yang harus membimbing anaknya agar tidak terkena
nomophobhia yang bisa menjadi permasalahan setiap keluarga yang dimana dalam
permasalahan ini kita lebih memberikan sebuah pedoman bagi orang tua untuk menuntut
anaknya menjadi lebih mengerti mengenai nomophobhia yang berbahaya adapun hal yang
diperbuat oleh orang tua kepada anaknya kita sebagai peneliti harus mencari permasalahan yang
pernah terjadi ketika orang tua yang kerap kali sering mempermasalahkan anaknya.
2.2 Kerangka Berfikir
1. Adaption (Adaptasi)
Teori Struktural 2. Goal
Fungsional Attainment (
Pencapaian
Tujuan)
3. Intergation (Integrasi)
4. Latency(Pemelihara
an Pola)
Menurut toeri sturktural fungsional seperti yang dikemukakan oleh Prasons bahwa
masyarakat akan berada dalam keadaan harmonis dan seimbang apabila lemabaga yang ada
pada masyarakat mampu menjaga stabilitas pada masyarakat tersebut, Teori sturktural
Fungsional disebut dengan skema AGIL, melalui AGIL ini kemudian dikembangkan pemikiran
mengenai struktur dan sistem, menurut parsons fungsi adalah kumpulan kegiatan yang
ditunjukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem, Menurut parson agar
dapat bertahan sebuah sistem harus terdiri dari 4 fungsi yaitu:
1. Adaptation (adaptasi)
Sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal gawat, dan sistem harus menyesuaikan
diri dengan lingkungan
2. Goal attainment (pencapaian tujuan)
Sebuah sistem mendefinisikan dan mencapai tujuannya.
3. Intergation (integrasi)
Sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponenya.
2.3.2 Penggunaan Smartphone
2.3.2.1 Smartphone
Telepon cerdas atau biasa disebut smartphone adalah sebuah teknologi yang memiliki
sistem operasi untuk semua masyarakat, smartphone juga merupakan alat komunikasi
yang memiliki banyak fungsi yaitu kita bisa berkomunikasi, bisa menjadi alat untuk
melakukan pembelajaran dan mncari inforomasi maupun pengetahuan, memang pada
awalnya smartphone ini hanya untuk melakukan komunikasi saja, tetapi masyarakat
sekarang memanfaatkan smartphone dengan hal yang negatif khususnya di kalangan
generasi alpha ini yang sudah lahir dan bertemu dengan teknologi yang canggih rentan
sekali atau mudah mengikuti hal yang negatif dari smartphone tersebut, smartphone ini
di sukai masyarkat karena memiliki fasilitas yang lengkap (Zakri Badriwan, 2010).
Gadget yang bisa digunakan siapa saja dari mulai anak-anak,remaja dan juga para orang
tua pemakaian gadget ini dari tahun ke tahun terus meningkat, pada zaman yang sudah
canggih ini banyak sekali anak-anak yang pintar bermain gadget tetapi mereka sangat
terbatas penggunaannya karna anak yang seharusnya belum cukup umur harus di awasi
orang tua, tetapi ada juga orang tua yang membebaskan anaknya bermain smartphone
sehingga mereka bisa sekali terkena nomophobhia ini, karena ketika mereka sudah
candu dengan gadgetnya maka akan membuat mereka cemas ketika gadget tersebut
dilepaskan dari genggamannya (Yulisa Sawitri, 2019).
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang memiliki hubungan darah, perkawinan,
adopsi, hidup berkeluarga, saling berinteraksi, dan menciptakan serta memelihara
budaya dalam perannya masing-masing (Friedman, 2010). Keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat dan terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang hidup bersama
dalam satu tempat di bawah satu atap secara saling ketergantungan (Kemenkes, 2014).
Anggota keluarga adalah anggota rumah tangga yang terlibat melalui hubungan darah,
adopsi, atau perkawinan (WHO, 2012). Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pengertian
keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal dalam satu rumah dan memiliki ikatan
perkawinan dan ikatan darah.
b. Fungsi Keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih. Solidaritas, emosional, dan setiap
individu memiliki Setiap peran menjadi anggota keluarga (Fatimah, 2010). Menurut
Mubarak (2009), keluarga adalah sekelompok dua orang atau lebih. Perkawinan,
hubungan darah, atau orang yang terhubung Adopsi, dan setiap keluarga berinteraksi
satu sama lain. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009, yang
dimaksud dengan keluarga adalah keluarga. Sebagai unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan Anak atau bapak dan anak atau ibu dan anak
(Wirdhana et al.,. 2012). Keluarga adalah lingkungan pertama dan terpenting Anak telah
tumbuh dan berkembang sejak kecil, begitu juga perkembangan pribadinya Dalam
lingkungan keluarga. Oleh karena itu, peran orang tua menjadi sangat penting Pusat dan
sangat besar untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, baik Secara langsung maupun
tidak langsung (Ariani, 2009).
Disamping itu fungsi keluarga menjadi tempat berlindung, ada juga fungsi keluarga
menurut Davis dalam Murdianto, 2003, (Yunita Hatibie, 2019)adalah :
yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan posisi tertentu. Adapun macam peranan
b. Peran Ibu Sebagai seorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, dimana peran
ibu sangat penting dalam keluarga antara lain sebagai pengasuh 6 dan pendidik anak-
anaknya, sebagai pelindung dari anak-anak saat ayahnya sedang tidak ada dirumah,
mengurus rumah tangga, serta dapat juga berperan sebagai pencari nafkah. Selain itu
ibu juga berperan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosial serta
sebagai anggota masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.
c. Peran Anak Peran anak yaitu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual(Marilyn
M.Friedman, 2010).
A. Pola Asuh
Secara epistimologi kata “pola” yang diartikan sebagai cara kerja dan kata “asuh” berarti
menjaga, dan pola asuh diartikan pola pengasuhan orang tua terhadap anak, yaitu
bagaimana orang tua memperlakukan anak, dan mendidik anak dalam mencapai proses
kedewasaan sampai membentuk perilaku anak sesuai dengan norma – norma yang ada,
definisi pola asuh orang tua bisa disimpulkan bahwa berinteraksi dengan anak dalam
mengadakan kegiatan pengasuhan untuk membentuk perilaku anak yang baik
Hubungan orang tua dan anak memiliki hubungan spesial karena jenis pola asuh ini
sudah terbukti berhubungan dengan perilaku dan kepribadian anak. Ada tiga bagian
polas asuh yaitu Authoritative, authoritarian, dan permissive.
C. Moralitas
Secara etimologis, kata moral berasal dari bahasa latin mos. Bentuk jamaknya adalah
Sitten, yang berarti tata cara atau adat. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592),
akhlak diartikan sebagai akhlak, budi pekerti Kepribadian atau martabat. Secara istilah,
terdapat berbagai rumusan pengertian moral, Bahan mana yang tidak benar-benar
membuat perbedaan, tetapi bentuknya Secara resmi berbeda. Widjaja (1985:154)
menyatakan bahwa akhlak adalah ajaran yang baik. Buruk tentang perbuatan dan
perbuatan (moralitas). Ghazali (1994: 31) Menyajikan konsep moralitas sebagai padanan
kata moralitas sebagai temperamen (Karakter, watak) Ia tetap kokoh dalam jiwa manusia
dan merupakan sumber dari Hasilkan tindakan tertentu dengan mudah dan mudah dari
dirinya sendiri tanpa membutuhkannya Direncanakan dan direncanakan. Sementara itu,
Wila Huky Dikutip oleh Bambang Daroeso (1986:22) merumuskan pengertian moralitas
yang lebih komprehensif. Formulasi formal yang komprehensif:
gambaran Entitas kunci dari tiga batas tidak berbeda dalam hal perilaku Diminta.
Namun, bentuk formal dari ketiga batas tersebut berbeda. Dengan batas pertama
Keduanya hampir sama. Artinya, seperangkat gagasan tentang perilaku dan pengajaran
tentangnya. Tindakan. Kendala ketiga adalah perilaku itu sendiri Pertama, kedua,
moralitas belum menjadi bentuk tindakan, tetapi masih menjadi acuan tindakan.
Dalam kualifikasi pertama, moralitas dapat dipahami sebagai rasa nilai dari
moralitas. Kualifikasi kedua, konsep moral dapat dipahami sebagai nilai moral atau
moral value norma moral. Di sisi lain, moralitas kualifikasi ketiga dapat dipahami
sebagai berikut: Tingkah laku, tingkah laku atau sikap moral. Namun, semua batasan ini
Moralitas sering diartikan dalam bahasa sehari-hari, jadi tidak salah Sebagai seperangkat
ide, nilai, doktrin, prinsip, atau norma. Tapi lebih khusus Oleh karena itu, moralitas
sering diartikan dalam bentuk tindakan, tindakan, sikap. Atau kepribadian berdasarkan
D. Konsep nomophobhia
yang dapat memfasilitasi semua orang yang ada di bumi, dengan kelebihan smartphone
sekarang membuat para penggunannya menjadi cemas ketika jauh dari smartphone
tersebut yang dikenal dengan istilah nomophobhia, nomophobhia ini terdapat pada
generasi Alpha karena kebanyakan dari generasi alpha adalah anak yang berumur 9 – 14
tahu kecil maka teknologi sudah mennjadi bagian hidup dari mereka, apapun yang
berhubungan dengan dengan dunia sehingga mereka sudah terlalu asik dengan perangkat
ponselnya.
Seperti yang kita ketahui generasi alpha mengacu pada anak-anak yang lahir pada tahun
2011-2025, generasi ini lahir ketika teknologi sudah berkembang pesat, generasi alpha
dikatakan sebagai generasi yang akrab dengan teknologi, generasi alpha mempunyai
karakteristik tersendiri:
dampak negatif terhadap kemajuan bangsa. Pendidikan adalah pendidikan peserta didik
dengan jiwa keagamaan, disiplin diri, kepribadian, kecerdasan, kepribadian mulia dan
kemampuan diri, masyarakat, merupakan upaya sadar dan sistematis. untuk menciptakan
lingkungan dan proses belajar sehingga kita dapat secara aktif mengembangkan
lain yang diperlukan. Masalah terbesar yang dihadapi suatu negara, termasuk bangsa
Indonesia, adalah munculnya berbagai macam krisis, antara lain krisis ekonomi, politik,
sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan moral. Namun dari sekian banyak krisis, isu
Adanya krisis moral menimbulkan berbagai krisis lainnya. Ada banyak bukti
rusaknya moral bangsa ditandai dengan maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
pembunuhan, menunjukkan hal tersebut. Di sisi lain, mahasiswa dicirikan oleh seks
bebas, penyalahgunaan zat, penyebaran foto dan video cabul, dan perkelahian. Ketika
era komunikasi dan informasi yang bebas dan terbuka berubah, pesanan murah
ini harus menyemarakkan setiap tindakan rakyat. Namun ketika berselancar di media
sosial, misalnya, terjadi hal sebaliknya seolah-olah ada ambiguitas antara citra
Indonesia di mata
kepada anaknya. Mungkin dalam pengasuhan ayah tidak pandai dalam maengasuh tetapi
ayah juga bertanggung jawab dalam membantu perkembangan anak lebih baik lagi.
Orang tua, kebijaksanaan, Lebih disiplin dan tanggung jawab Terutama dimiliki oleh
ayah Ibu dan anak harus diajari (Anisah, 2004, hal.19). Selain itu, upaya sedang
dilakukan untuk menerima anak Untuk taman kanak-kanak dan sekolah dasar di tempat-
tempat keagamaan Islam itu baik untuk apa artinya Tanamkan agama pada anak dan
biasakan Ada juga doa dan ibadah Pendidikan kepribadian yang mulia, dan itu adalah
Integrasi sekolah dan orang tua, Jangan membuat bingung seorang anak.
a. Faktor Internal : Beberapa faktor yang memiliki risiko paling tinggi dalam menyebabkan
individu menjadi ketergantungan pada smartphone atau mengalami nomophobia antara lain
tingkat keinginan untuk sensasi yang tinggi, rendahnya rasa harga diri, rendahnya kontrol
diri, efek harapan (expentancy effect), kepuasan pribadi, dan tingginya kepribadian
ekstraversi.
kecemasan, kejenuhan dalam belajar, kebosanan rekreasi, yang pada akhirnya dapat
kebutuhan penting untuk berinteraksi dan menjaga hubungan dengan orang lain
meliputi faktor genetik, faktor sosial lingkungan, faktor perilaku, serta faktor
kognitif dan emosional. Faktor ini terjadi sebagai hasil dari paparan media teknologi
berbagai fasilitas yang tersedia, yang mempengaruhi individu untuk memiliki dan
menggunakan smartphone.
e. Faktor Gender : Telah ditemukan hubungan antara gender dan berbagai jenis
f. Faktor Usia : Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bianchi dan Phillips (2005),
ditemukan bahwa kemungkinan penggunaan teknologi baru lebih rendah pada orang
g. Faktor Harga Diri : Harga diri yang rendah dapat mendorong individu untuk
terlibat dalam perilaku yang mengalahkan diri sendiri dan melarikan diri dari
kesadaran diri. Smartphone dapat menjadi sumber ketergantungan dengan cara
penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan dari smartphone oleh individu.
risiko sosial dan fisik, impulsif, dan mencari sensasi yang menyenangkan. Tingkat
ekstraversi yang tinggi dan kecenderungan kecemasan yang tinggi, bersama dengan
ketakutan dan perilaku individu, membuat individu lebih rentan terhadap masalah
hubungan positif yang signifikan antara nomophobia dan kesepian pada remaja.
Oleh karena itu, individu yang kehilangan akses ke smartphone akan merasakan
kesepian karena takut tidak mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang
lain.