Anda di halaman 1dari 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Berikut ini merupakan sebuah hasil dari penelitian terdahulu mengenai sebuah sinergi
peran adanya kelurga yang membangun sebuah karakteristik pada anak usia dini yang
menjadikan sebuah acuan referensi dalam skripsi ini, yaitu:

Tabel 2.1.1 Peneliti terdahulu yang relavan


Temuan dari
Nama Judul Rumusan Metode
Teori masing-masing
penulis Penelitian Masalah Penelitian
rumusan

Ni Dinamika Apakah ada Penelitian Teori Adanya tentang


Nyoman Penderita hubungan antara korelasional korelasi hubungan antara
Indah Nomophobia lingkugan (kuantitatif) lingkungan
Triyani Berat keluarga dengan keluarga dengan
pembentukan membentuk
karakter anak karakter anak
murid yang dapat
kelas V SDN mempengaruhi
No.196 terhadap
Bontomajang pembentukan
kecamatan karakter anak,
Galesong Utara karena tidak
Kabupaten semua faktor
Takalar ? tersebut terdapat
di dalam sebuah
lingkungan
keluarga yang
berperan besar
dalam melakukan
proses
pembentukan
karakter dalam
suatu penunjang
pembinaan
karakter anak,
karena adanya
orang tua dan
masyarakat
maupun guru
bekerja sama
dalam membina
agar anak
memiliki karakter
yang
baik dan akhlak
yang baik

Nurlela Pola Bagaimana pola Metode Teori pola Pola komunikasi


Gustiawati komunikasi komunikasi pendekatan komunikasi permmesive yang
orang tua permmisive kualitatif terad pada orang
terhadap anak diterapkan dalam tua terhadap
nomophobhia komunikasi nomophobhia ini
di kelurahan antara orang tua orang tua
kelapa tiga dengan anak cenderung
permai bandar yang mengalami menuruti anaknya
lampung nomophobhia di untuk
kelurahan terus bermain
kelapa tiga gadget tanpa
batasan waktu
permai bandar yang ditentukan,
lampung? pola komunikasi
authoritarian yang
terjadi
antara orang tua
dnegan anak
yang sudah
terkena
nomophobhia ini
orang tua sudah
memberikan
sebuah batasan
untuk anaknya
dalam bermain
gadget, pola
komunikasi
authotitative orang
tua
terhadap anak
yang terkena
nomophobhia
dalam membuat
sebuah peraturan
dengan cara
berdiskusi dengan
anaknya
yang terkena
nomophobhia.

Besse Peran orang 1. Jenis penelitian Toeri peran Peran orang tua
Simpuru tua dalam Bagaimanakah ini adalah dan Teori sangatlah penting
membentuk peran orang tua peneltian Modernisasi dalam
karakter anak dalam lapangan pembentukan
di era milenial membentuk dengan karakter anak,
(studi kasus karakter anak di menggunakan orang tua
kecamatan era milenial di pendekatan merupakan
tempe kecamatan deskriptif pendidik paling
kabupaten Tempe kabupaten kualitatif utama dan
wajo) Wajo? pertama bagi
seorang anak.
2. Implementasi
Orang tua sudah
peran orang tua
sepatutnya
dalam
menerapkan
membentuk
pendidikan
karakter anak di
karakter yang
era milenial
dimulai sejak
kecamatan
dini. Peran dan
Tempe kabupaten
tanggung jawab
Wajo?
yang dimiliki
oleh orang tua
adalah mendidik
anak,
mengajarkan
anak, memberikan
perhatian serta
kasih sayang
kepada anak.
Orang tua
merupakan orang
pertama yang
mengasuh,
membesarkan
pertama yang
mengasuh,
membesarkan,
membimbing dan
mendidik serta
memiliki
pengaruh yang
besar terhadap
pertumbuhan dan
perkembangan
anak.

Titin Sri Peran orangtua Berdasarkan pada Teknik Keluarga


Wahyuni dalam fokus Analisis Data mempunyai posisi
pembentukan permasalahan di terdepan
karakter anak atas, maka dalam
di kecamatan pertanyaan memberikan
matur penelitian yaitu: pengaruh terhadap
bagaimana peran pembentukan
orangtua karakter anak.
dalam Keluarga adalah
membentuk lingkungan
karakter anak di pertama yang
Kecamatan membina dan
Matur? mengembangkan
pribadi anak.
Pembinaan
karakter dapat
dilakukan dengan
melalui
pembiasaan dan
contoh yang
nyata. Setiap
anak itu unik,
kita tidak perlu
memanding-
bandingkannya
dengan yang lain.
Yang perlu
dilakukan adalah
membantu
mengenali
potensinya dan
mengarahkannya.
Tidak ada
salahnya memberi
reward pada
anak,
seperti pujian,
hadiah dan
sebagainya.

.Syamsul Peranan Orang Bagaimana Penulis Tindakan Peranan orang


Fuad Tua dalam peranan orang menggunakan social Max tua dalam
Menanamkan tua dalam metode Weber menanamkan
Sikap menanamkakn “Deskriptif sikap
Keberagaman sikap Analisis” keberagamaan
Anak keberagamaan melalui anak usia sekolah
Kecamatan pada anak usia penelitian dasar, masih
Limo Kota sekolah dasar di lapangan dan sangat rendah. Hal
Depok lingkungan RT penelitian ini dapat
01/03 Kelurahan kepustakaan dibuktikan dari
meruyung hasil jawaban
kecamatan limo responden berupa
kota depok angket yag
sebagian besar
orang tua
menjawab
kadang-kadang

Risda hubungan pola Apakah ada Metode Toeri Dalam


Marlin asuh orang tua hubungan pola penelitian korelasi menggunakan
Halawa dengan perilaku asuh orang tua kuantitatif smartphone siswa
peggunaan dengan perilaku seharusnya di
smartphone penggunaan damping oleh
pada anak smartphone pada orang tua atau
sekolah dasar anak orang dewasa
katolik asisi sekolah dasar karena siswa
medan tahun katolik asisi terkadang salah
2020 medan tahun dalam
2022 menggunakan
teknologi tersebut.
Selain
itu orang tua
berperan untuk
membatasi
penggunaan
smartphone
apalagi radiasi
gelombang dari
smartphone dapat
menganggu
penglihatasn
siswa. Namun
nyatanya yang
ditemukan peneliti
di
sekolah dasar
Katolik Asisi
Medan meskipun
pola asuh orang
tua sudah baik
tapi tidak
menjamin perilaku
anak
dalam penggunaan
smartphone akan
baik juga.
Peneliti
menemukan
bahwa di sekolah
dasar Katolik
Asisi Medan
masih tergolong
kurang baik
perilaku
penggunaan
smartphone pada
anak dan ini
dipengaruhi karna
siswa
cenderung
menggunakan
smartphone
untuk hal-hal
yang tidak
bermanfaat
contohnya dalam
hal belajar
sehingga prestasi
belajar siswa
menjadi menurun
karena siswa
memanfaatkan
smartphone
sebagai media
hiburan

Dari hasil penelitian yang terdahulu bisa diharapkan menjadi suatu bahan referensi yang
berguna membantu para peneliti saat melakukan penelitian yang berjudul “Peran Pola Asuh
Orang Tua Dalam Mencegah Terjadinya Fenomena Nomophobia Pada Generasi Alpha”.
Walaupun banyaknya penelitian terdahulu membahas mengenai peran orang tua pada anak
tentang penggunaan smartphone tetapi penelitian ini masih perlu dilakukan karena penelitian ini
dilakukan mempunyai sebuah perbedaan dari peneliti terdahulu.

Adapun perbedaanya penelitian ini menjadi tempat penelitian dan permasalahan yang
dianalisis tentang sebuah keluarga yang harus membimbing anaknya agar tidak terkena
nomophobhia yang bisa menjadi permasalahan setiap keluarga yang dimana dalam
permasalahan ini kita lebih memberikan sebuah pedoman bagi orang tua untuk menuntut
anaknya menjadi lebih mengerti mengenai nomophobhia yang berbahaya adapun hal yang
diperbuat oleh orang tua kepada anaknya kita sebagai peneliti harus mencari permasalahan yang
pernah terjadi ketika orang tua yang kerap kali sering mempermasalahkan anaknya.
2.2 Kerangka Berfikir

Peran pola asuh orang tua dalam


mencegah terjadinya fenomena
nomophobhia pada generasi
alpha di cilandak timur

Peran orang tua Fakor-faktor


Nomophobhia

1. Adaption (Adaptasi)
Teori Struktural 2. Goal
Fungsional Attainment (
Pencapaian
Tujuan)
3. Intergation (Integrasi)
4. Latency(Pemelihara
an Pola)

2.3 Kerangka Teori dan Konsep

2.3.1 Konsep Teori


Teori yang saya pakai dalam dalam penelitian yang saya teliti ini menggunakan Teori
Struktural fungsional karena teori ini menekankan kesesimbangan sistem pada keluarga dan
masyarakat, dalam teori ini setiap anggota mempunyai peran masing-masing contohnya ayah
sebagai kepala rumah tangga atau bisa juga sebagai pencari nafkah, dan ibu yang mengurus
anak, memasak, dan merapihkan rumah tetapi peran ibu bisa juga bertukar dengan peran ayah,
Struktural Fungsionalisme lahir sebagai teori evolusionari.
Pendekatan struktural-fungsional merupakan gabungan dari dua pendekatan, dimulai dengan
pendekatan fungsional Durkheim dan digabungkan dengan pendekatan struktural Radcliffe-
Brown.
Memahami pendekatan struktural-fungsional, pertama-tama kita harus melihat sejarah
perkembangan pendekatan fungsional, Durkheim-lah yang membangun dengan kokoh. Peran
Durkheim secara eksplisit diakui oleh R-B. Durkheim menjelaskan bahwa fenomena sosial
harus dijelaskan dengan dua pendekatan utama yang berbeda: historis dan fungsional.
Analisis fungsional mencoba menjawab pertanyaan mengapa faktor-faktor sosial tertentu
memiliki konsekuensi tertentu pada berfungsinya sistem sosial secara keseluruhan.
Sementara itu, analisis sejarah mencoba menjawab mengapa unsur-unsur sosial ini,
daripada unsur-unsur sosial lainnya, secara historis memiliki fungsi pendekatan ini, di sisi lain
harus dimungkinkan untuk menentukan berfungsinya fenomena sosial (pendekatan fungsional).
apakah ada hubungan antara realitas sosial dengan kebutuhan umum organisme sosial (Marzali,
2018) yang ada dalam suatu masyarakat agar negara dapat menjaga stabilitas dalam masyarakat
tersebut. Yang penting adalah struktur komunitas yang memungkinkannya menjalankan
fungsinya dengan baik dengan tetap menjaga nilai dan norma yang dianut komunitas tersebut.

Menurut toeri sturktural fungsional seperti yang dikemukakan oleh Prasons bahwa
masyarakat akan berada dalam keadaan harmonis dan seimbang apabila lemabaga yang ada
pada masyarakat mampu menjaga stabilitas pada masyarakat tersebut, Teori sturktural
Fungsional disebut dengan skema AGIL, melalui AGIL ini kemudian dikembangkan pemikiran
mengenai struktur dan sistem, menurut parsons fungsi adalah kumpulan kegiatan yang
ditunjukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem, Menurut parson agar
dapat bertahan sebuah sistem harus terdiri dari 4 fungsi yaitu:

1. Adaptation (adaptasi)
Sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal gawat, dan sistem harus menyesuaikan
diri dengan lingkungan
2. Goal attainment (pencapaian tujuan)
Sebuah sistem mendefinisikan dan mencapai tujuannya.
3. Intergation (integrasi)
Sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponenya.
2.3.2 Penggunaan Smartphone

2.3.2.1 Smartphone

Telepon cerdas atau biasa disebut smartphone adalah sebuah teknologi yang memiliki
sistem operasi untuk semua masyarakat, smartphone juga merupakan alat komunikasi
yang memiliki banyak fungsi yaitu kita bisa berkomunikasi, bisa menjadi alat untuk
melakukan pembelajaran dan mncari inforomasi maupun pengetahuan, memang pada
awalnya smartphone ini hanya untuk melakukan komunikasi saja, tetapi masyarakat
sekarang memanfaatkan smartphone dengan hal yang negatif khususnya di kalangan
generasi alpha ini yang sudah lahir dan bertemu dengan teknologi yang canggih rentan
sekali atau mudah mengikuti hal yang negatif dari smartphone tersebut, smartphone ini
di sukai masyarkat karena memiliki fasilitas yang lengkap (Zakri Badriwan, 2010).

2.3.2.2 Bentuk Penggunaan Smartphone Pada Anak

Gadget yang bisa digunakan siapa saja dari mulai anak-anak,remaja dan juga para orang
tua pemakaian gadget ini dari tahun ke tahun terus meningkat, pada zaman yang sudah
canggih ini banyak sekali anak-anak yang pintar bermain gadget tetapi mereka sangat
terbatas penggunaannya karna anak yang seharusnya belum cukup umur harus di awasi
orang tua, tetapi ada juga orang tua yang membebaskan anaknya bermain smartphone
sehingga mereka bisa sekali terkena nomophobhia ini, karena ketika mereka sudah
candu dengan gadgetnya maka akan membuat mereka cemas ketika gadget tersebut
dilepaskan dari genggamannya (Yulisa Sawitri, 2019).

2.3.3 Konsep Keluarga


a. Definisi keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang memiliki hubungan darah, perkawinan,
adopsi, hidup berkeluarga, saling berinteraksi, dan menciptakan serta memelihara
budaya dalam perannya masing-masing (Friedman, 2010). Keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat dan terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang hidup bersama
dalam satu tempat di bawah satu atap secara saling ketergantungan (Kemenkes, 2014).
Anggota keluarga adalah anggota rumah tangga yang terlibat melalui hubungan darah,
adopsi, atau perkawinan (WHO, 2012). Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pengertian
keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal dalam satu rumah dan memiliki ikatan
perkawinan dan ikatan darah.

b. Fungsi Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih. Solidaritas, emosional, dan setiap
individu memiliki Setiap peran menjadi anggota keluarga (Fatimah, 2010). Menurut
Mubarak (2009), keluarga adalah sekelompok dua orang atau lebih. Perkawinan,
hubungan darah, atau orang yang terhubung Adopsi, dan setiap keluarga berinteraksi
satu sama lain. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009, yang
dimaksud dengan keluarga adalah keluarga. Sebagai unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan Anak atau bapak dan anak atau ibu dan anak
(Wirdhana et al.,. 2012). Keluarga adalah lingkungan pertama dan terpenting Anak telah
tumbuh dan berkembang sejak kecil, begitu juga perkembangan pribadinya Dalam
lingkungan keluarga. Oleh karena itu, peran orang tua menjadi sangat penting Pusat dan
sangat besar untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, baik Secara langsung maupun
tidak langsung (Ariani, 2009).

Disamping itu fungsi keluarga menjadi tempat berlindung, ada juga fungsi keluarga
menurut Davis dalam Murdianto, 2003, (Yunita Hatibie, 2019)adalah :

a. Reproduction, Sebagai sebagai faktor pengganti atau sebagai system


kelestarian sosial.

b. Maintence, Yaitu merawat dan mengasung anak hingga anak mampu


mandiri.

c. Economics, Dapat mendistribusikan dan memenuhi kebutuhan dalam keluarga.


d. Care Of The Ages, Perawatan anggota keluarga yang lanjut usia.
e. Political Center, Memberikan ruang yang strategis kepada anak artinya
orang tua tidak mendominasi perkembangan anak yang bersifat
demokratis.
f. Physical Protection, Bahwa orang tua mampu menyiapkan kebutuhan
fisik terutama berupa sandang dan pangan dan juga tempat tinggal.
c. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan pola perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan

yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan posisi tertentu. Adapun macam peranan

dalam keluarga antara lain (Istiati, 2010):


a. Peran Ayah Sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, ayah
berperan sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, mencari nafkah, serta
pemberi rasa aman bagi anak dan istrinya dan juga sebagai anggota dari kelompok
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.

b. Peran Ibu Sebagai seorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, dimana peran
ibu sangat penting dalam keluarga antara lain sebagai pengasuh 6 dan pendidik anak-
anaknya, sebagai pelindung dari anak-anak saat ayahnya sedang tidak ada dirumah,
mengurus rumah tangga, serta dapat juga berperan sebagai pencari nafkah. Selain itu
ibu juga berperan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosial serta
sebagai anggota masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.

c. Peran Anak Peran anak yaitu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual(Marilyn
M.Friedman, 2010).

2.3.4 Pola asuh dalam mendukung moralitas generasi alpha untuk


mencegah Nomophobhia

A. Pola Asuh

Secara epistimologi kata “pola” yang diartikan sebagai cara kerja dan kata “asuh” berarti
menjaga, dan pola asuh diartikan pola pengasuhan orang tua terhadap anak, yaitu
bagaimana orang tua memperlakukan anak, dan mendidik anak dalam mencapai proses
kedewasaan sampai membentuk perilaku anak sesuai dengan norma – norma yang ada,
definisi pola asuh orang tua bisa disimpulkan bahwa berinteraksi dengan anak dalam
mengadakan kegiatan pengasuhan untuk membentuk perilaku anak yang baik

B. Jenis Pola Asuh

Hubungan orang tua dan anak memiliki hubungan spesial karena jenis pola asuh ini
sudah terbukti berhubungan dengan perilaku dan kepribadian anak. Ada tiga bagian
polas asuh yaitu Authoritative, authoritarian, dan permissive.

Adapun pemabahasan dari ketiga jenis pola asuh tersebut

1. Pola asuh Authoritative


Pola asuh ini menggambarkan orang tua yang memberikan kebebasan yang memadai
pada anaknya, para orang tua harus memberikan alasan yang jelas dan mau
mendengarkan anaknya untuk memberikan perilaku secara tegas dalam membentuk
batasan, jenis pola ini diyakini menjadi jenis pola yang baik saat ini.
2. Pola asuh Authoritarian
Dikenal sebagai jenis pola otoriter, dalam peraturannya orang tua menerapkan secara
tidak jelas dan kurang dipahami oleh anaknya, pada umumnya kedisiplinan rumah
tangga ini ditegakkan secara kasar karena mereka para anak tidak bisa mengontrol
dirinya terhadap teman sebayanya, tetapi hubungan anak ini cenderung penurut tetapi
tidak memiliki percaya diri.
3. Pola asuh permissive
Orang tua pada pola ini memberikan sebuah kebebasan terhadap anaknya untuk
menampilkan dirinya dan tidak membuat aturan yang jelas.

C. Moralitas

Secara etimologis, kata moral berasal dari bahasa latin mos. Bentuk jamaknya adalah
Sitten, yang berarti tata cara atau adat. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592),
akhlak diartikan sebagai akhlak, budi pekerti Kepribadian atau martabat. Secara istilah,
terdapat berbagai rumusan pengertian moral, Bahan mana yang tidak benar-benar
membuat perbedaan, tetapi bentuknya Secara resmi berbeda. Widjaja (1985:154)
menyatakan bahwa akhlak adalah ajaran yang baik. Buruk tentang perbuatan dan
perbuatan (moralitas). Ghazali (1994: 31) Menyajikan konsep moralitas sebagai padanan
kata moralitas sebagai temperamen (Karakter, watak) Ia tetap kokoh dalam jiwa manusia
dan merupakan sumber dari Hasilkan tindakan tertentu dengan mudah dan mudah dari
dirinya sendiri tanpa membutuhkannya Direncanakan dan direncanakan. Sementara itu,
Wila Huky Dikutip oleh Bambang Daroeso (1986:22) merumuskan pengertian moralitas
yang lebih komprehensif. Formulasi formal yang komprehensif:

1. Moralitas sebagai rangkaian gagasan tentang perilaku hidup dengan


menggunakan warna primer Diadakan oleh sekelompok orang dalam lingkungan
tertentu.

2. Moralitas adalah ajaran tentang perbuatan baik dalam hidup yang


didasarkan pada pandangan hidup. Atau agama tertentu.
3. Moralitas adalah perilaku hidup manusia berdasarkan kesadaran, Bahwa dia
terikat oleh kebutuhan untuk mencapai kebaikan sesuai dengan nilai-nilainya Dan
norma yang tersebar luas di lingkungan.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas, Anda perlu memberikan

gambaran Entitas kunci dari tiga batas tidak berbeda dalam hal perilaku Diminta.

Namun, bentuk formal dari ketiga batas tersebut berbeda. Dengan batas pertama

Keduanya hampir sama. Artinya, seperangkat gagasan tentang perilaku dan pengajaran

tentangnya. Tindakan. Kendala ketiga adalah perilaku itu sendiri Pertama, kedua,

moralitas belum menjadi bentuk tindakan, tetapi masih menjadi acuan tindakan.

Dalam kualifikasi pertama, moralitas dapat dipahami sebagai rasa nilai dari

moralitas. Kualifikasi kedua, konsep moral dapat dipahami sebagai nilai moral atau

moral value norma moral. Di sisi lain, moralitas kualifikasi ketiga dapat dipahami

sebagai berikut: Tingkah laku, tingkah laku atau sikap moral. Namun, semua batasan ini

Moralitas sering diartikan dalam bahasa sehari-hari, jadi tidak salah Sebagai seperangkat

ide, nilai, doktrin, prinsip, atau norma. Tapi lebih khusus Oleh karena itu, moralitas

sering diartikan dalam bentuk tindakan, tindakan, sikap. Atau kepribadian berdasarkan

ajaran, nilai, prinsip, atau norma.

D. Konsep nomophobhia

Perkembangan teknologi yang semakin maju menghasilkan sebuah perangkat pintar

yang dapat memfasilitasi semua orang yang ada di bumi, dengan kelebihan smartphone

sekarang membuat para penggunannya menjadi cemas ketika jauh dari smartphone

tersebut yang dikenal dengan istilah nomophobhia, nomophobhia ini terdapat pada

generasi Alpha karena kebanyakan dari generasi alpha adalah anak yang berumur 9 – 14

tahu kecil maka teknologi sudah mennjadi bagian hidup dari mereka, apapun yang

berhubungan dengan dengan dunia sehingga mereka sudah terlalu asik dengan perangkat

ponselnya.

E. Konsep Generasi Alpha

Seperti yang kita ketahui generasi alpha mengacu pada anak-anak yang lahir pada tahun
2011-2025, generasi ini lahir ketika teknologi sudah berkembang pesat, generasi alpha

dikatakan sebagai generasi yang akrab dengan teknologi, generasi alpha mempunyai

karakteristik tersendiri:

1. Mereka mampu melakukan berbagai kegiatan.


2. Mereka mempunyai komunikasi yang luas
3. Mereka bisa berfikir lebih kritis,terbuka dan inovatif
4. Mengingikan kebebasan yang mutlak
5. Dan mempunyai ambisi yag tinggi

2.3.5Pendidikan keluarga dalam membentuk karakter dan sifat anak dalam


mencegah Nomophobhia

Pendidikan kepribadian dewasa ini merupakan harapan untuk meminimalkan

dampak negatif terhadap kemajuan bangsa. Pendidikan adalah pendidikan peserta didik

dengan jiwa keagamaan, disiplin diri, kepribadian, kecerdasan, kepribadian mulia dan

kemampuan diri, masyarakat, merupakan upaya sadar dan sistematis. untuk menciptakan

lingkungan dan proses belajar sehingga kita dapat secara aktif mengembangkan

kemungkinan-kemungkinan yang di inginkan oleh bangsa dan masyarakat. Persyaratan

lain yang diperlukan. Masalah terbesar yang dihadapi suatu negara, termasuk bangsa

Indonesia, adalah munculnya berbagai macam krisis, antara lain krisis ekonomi, politik,

sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan moral. Namun dari sekian banyak krisis, isu

utamanya adalah krisis moral.

Adanya krisis moral menimbulkan berbagai krisis lainnya. Ada banyak bukti

untuk menjelaskan terjadinya keruntuhan moral dalam masyarakat. Di tingkat elite,

rusaknya moral bangsa ditandai dengan maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme

(KKN). Di sisi lain, di tingkat bawah (rakyat), maraknya berbagai kejahatan di

masyarakat, seperti penipuan, pencurian, perampokan, perampokan, pemerkosaan, dan

pembunuhan, menunjukkan hal tersebut. Di sisi lain, mahasiswa dicirikan oleh seks
bebas, penyalahgunaan zat, penyebaran foto dan video cabul, dan perkelahian. Ketika

era komunikasi dan informasi yang bebas dan terbuka berubah, pesanan murah

dibutuhkan. Salah satunya adalah pengembangan Pancasila dan pengenalan pendidikan

kepribadian, yang diterapkan di lingkungan keluarga. Pancasila sebagai ideologi negara

ini harus menyemarakkan setiap tindakan rakyat. Namun ketika berselancar di media

sosial, misalnya, terjadi hal sebaliknya seolah-olah ada ambiguitas antara citra

Indonesia di mata

Banyak cara untuk menghilangkan Nomophobhia dalam memberikan pola asuh

kepada anaknya. Mungkin dalam pengasuhan ayah tidak pandai dalam maengasuh tetapi

ayah juga bertanggung jawab dalam membantu perkembangan anak lebih baik lagi.

Orang tua, kebijaksanaan, Lebih disiplin dan tanggung jawab Terutama dimiliki oleh

ayah Ibu dan anak harus diajari (Anisah, 2004, hal.19). Selain itu, upaya sedang

dilakukan untuk menerima anak Untuk taman kanak-kanak dan sekolah dasar di tempat-

tempat keagamaan Islam itu baik untuk apa artinya Tanamkan agama pada anak dan

biasakan Ada juga doa dan ibadah Pendidikan kepribadian yang mulia, dan itu adalah

Integrasi sekolah dan orang tua, Jangan membuat bingung seorang anak.

2.3.6 Faktor-faktor penyebab Nomophobia terhadap anak dan remaja

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecenderungan nomophobia, yaitu:

a. Faktor Internal : Beberapa faktor yang memiliki risiko paling tinggi dalam menyebabkan

individu menjadi ketergantungan pada smartphone atau mengalami nomophobia antara lain

tingkat keinginan untuk sensasi yang tinggi, rendahnya rasa harga diri, rendahnya kontrol

diri, efek harapan (expentancy effect), kepuasan pribadi, dan tingginya kepribadian

ekstraversi.

b. Faktor Situasional : Faktor-faktor yang menyebabkan individu menjadi


ketergantungan pada smartphone dan menggunakan smartphone sebagai alat untuk

mengatasi masalah (coping) melibatkan situasi psikologis individu yang

menyebabkan penggunaan smartphone, seperti stres, kekecewaan, kesepian,

kecemasan, kejenuhan dalam belajar, kebosanan rekreasi, yang pada akhirnya dapat

menciptakan rasa kenyamanan ketika menggunakan smartphone dan memicu

ketergantungan pada pengguna.

c. Faktor Sosial : Faktor-faktor yang membuat smartphone menjadi sarana dan

kebutuhan penting untuk berinteraksi dan menjaga hubungan dengan orang lain

dapat memengaruhi individu untuk menggunakan smartphone dengan intensitas

yang lebih tinggi.

d. Faktor Eksternal : Penyebab nomophobia (kecemasan terpisah dari ponsel)

meliputi faktor genetik, faktor sosial lingkungan, faktor perilaku, serta faktor

kognitif dan emosional. Faktor ini terjadi sebagai hasil dari paparan media teknologi

yang menawarkan kecanggihan smartphone, termasuk iklan smartphone dan

berbagai fasilitas yang tersedia, yang mempengaruhi individu untuk memiliki dan

menggunakan smartphone.

e. Faktor Gender : Telah ditemukan hubungan antara gender dan berbagai jenis

kecanduan teknologi, di mana laki-laki lebih banyak mengalami masalah dalam

penggunaan teknologi dibandingkan perempuan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh

faktor sosialisasi dan tingkat akses terhadap perkembangan teknologi.

f. Faktor Usia : Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bianchi dan Phillips (2005),

ditemukan bahwa kemungkinan penggunaan teknologi baru lebih rendah pada orang

tua dibandingkan remaja.

g. Faktor Harga Diri : Harga diri yang rendah dapat mendorong individu untuk

terlibat dalam perilaku yang mengalahkan diri sendiri dan melarikan diri dari
kesadaran diri. Smartphone dapat menjadi sumber ketergantungan dengan cara

melarikan diri dari ketidakpuasan terhadap diri sendiri, yang mengakibatkan

penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan dari smartphone oleh individu.

h. Faktor Kepribadian : (1) kepribadian ekstraversi berperan dalam perilaku adiktif

karena individu dengan tipe kepribadian ekstraversi cenderung suka mengambil

risiko sosial dan fisik, impulsif, dan mencari sensasi yang menyenangkan. Tingkat

ekstraversi yang tinggi dan kecenderungan kecemasan yang tinggi, bersama dengan

ketakutan dan perilaku individu, membuat individu lebih rentan terhadap masalah

penggunaan smartphone. (2) kepribadian neurotis yang tinggi ditandai oleh

kecemasan, kekhawatiran, kemurungan, dan sering kali depresi.

i. Faktor Kesepian : Kesepian mempengaruhi kecenderungan nomophobia. Terdapat

hubungan positif yang signifikan antara nomophobia dan kesepian pada remaja.

Oleh karena itu, individu yang kehilangan akses ke smartphone akan merasakan

kesepian karena takut tidak mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang

lain.

Anda mungkin juga menyukai