Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

POLA ASUH ORANG TUA DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP PENDIDIKAN ANAK
(Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten Balangan)

Rabiatul Adawiah
Dosen Program Studi PPKn FKIP ULM Banjarmasin
email: rabiatuladawiah666@yahoo.com

ABSTRAK

Konstitusi negara menegaskan bahwa setiap orang berhak mengecap pendidikan setinggi-tingginya
tanpa kecuali. Namun demikian, masih banyak ditemukan anak yang putus sekolah, termasuk pada
masyarakat dayak di kabupaten Balangan. Masalah ini tentu perlu mendapat perhatian semua pihak.
Karena jika dibiarkan tidak menutup kemungkinan anak-anak di daerah terpencil seperti masyarakat
dayak di Kabupaten Balangan ini selalu mengalami ketertinggalan. Adanya anak yang putus sekolah
atau bahkan tidak bersekolah diduga erat kaitannya dengan pemahaman orang tua tentang
pendidikan, termasuk pemahaman tentang pola pendidikan yang diterapkan. Oleh karena itu pola
pendidikan anak pada masyarakat Dayak di Kabupaten Balangan ini perlu dikaji secara mendalam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) pemahaman orang tua tentang pendidikan anak, (2)
pola yang diterapkan orang tua dalam pendidikan anak, dan (3) faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pola pendidikan anak pada masyarakat Dayak di Kabupaten Balangan. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman orang tua suku dayak di
Kecamatan Halong termasuk kategori baik. Mereka umumnya memahami bahwa pendidikan itu
sangat penting. Hal ini dapat diketahui dari jawaban seluruh informan yang mengatakan bahwa pada
dasarnya mereka ingin agar anak-anaknya bisa bersekolah setinggi-tingginya. Pola pendidikan yang
diterapkan oleh sebagian besar masyarakat suku dayak adalah pola asuh permisif dan pola
demokratis. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pendidikan anak adalah: (1) Tingkat Sosial
Ekonomi Keluarga, (2) tingkat pendidikan orang tua, (3) Jarak tempat tnggal dengan sekolah, (4)
usia, dan (5) jumlah Anak

Kata Kunci: pola asuh, pendidikan, suku dayak

A. Pendahuluan tidak mengenyam bangku pendidikan


Menjadi bangsa yang maju tentu sebagaimana mestinya, sebagaimana
merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh halnya yang terjadi pada anak-anak di
setiap negara di dunia. Sudah menjadi Kabupaten Balangan.
suatu rahasia umum bahwa maju atau Hasil survey tahun 2012 yang
tidaknya suatu negara salah satunya dilakukan ditiga kecamatan yaitu
dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu kecamatan Paringin, Paringin Selatan dan
pentingnya pendidikan, sehingga suatu Halong ditemukan 32 orang siswa tidak
bangsa itu maju atau tidak maka umumnya melanjutkan sekolah lagi atau putus
dilihat dari pendidikan. Apabila output dari sekolah (hanya sampai SD) . Salah satu
proses pendidikan ini gagal maka sulit yang menjadi alasan mereka tidak sekolah
dibayangkan bagaimana suatu bangsa lagi adalah karena bekerja (Hanafi Imam,
dapat mencapai kemajuan. Bagi suatu 2012).
bangsa yang ingin maju, pendidikan harus Adanya anak yang putus sekolah atau
dipandang sebagai sebuah kebutuhan bahkan tidak bersekolah diduga erat
sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan kaitannya dengan pemahaman orang tua
lainnya. tentang pendidikan, termasuk pola
Walaupun pendidikan merupakan hal pendidikan yang diterapkan. Oleh karena
yang sangat penting, tetapi entah mengapa itu pola pendidikan anak pada masyarakat
banyak sekali warga di Indonesia ini yang

33
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

Dayak di Kab. Balangan ini perlu dikaji anggotanya agar dapat menjalankan
secara mendalam. fungsinya di masyarakat dengan baik,
Tujuan penelitain ini adalah (1) serta memberikan kepuasan dan
Mendeskripsikan pemahaman orang tua lingkungan yang sehat guna tercapainy
tentang pendidikan anak, (2) mengetahui a keluarga, sejahtera”.
pola yang diterapkan orang tua dalam Pola asuh merupakan hal yang
pendidikan anak, dan (3) mengungkap fundamental dalam pembentukan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakter. Teladan sikap orang tua
pola pendidikan anak pada masyarakat sangat dibutuhkan bagi perkembangan
Dayak di Kabupaten Balangan. anak-anak karena anak -anak
Hasil kajian ini dapat digunakan melakukan modeling dan imitasi dari
sebagai acuan/pedoman bagi para lingkungan terdekatnya. Keterbukaan
pemangku kepentingan di bidang antara orang tua dan anak menjadi hal
pendidikan dalam rangka pembangunan penting agar dapat menghindarkan
manusia yang berilmu pengetahuan, anak dari pengaruh negatif yang ada di
mampu membangun dan menguasai luar lingkungan keluarga. Orang tua
teknologi, serta berdaya saing tinggi, yang perlu membantu anak dalam
berlandaskan keimanan dan ketaqwaan mendisiplinkan diri (Sochib, 2000).
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atau Selain itu, pengisian waktu luang
menjadi arah kebijakan dan rencana anak dengan kegiatan positif untuk
implementasi bidang pendidikan di engaktualisasikan diri penting
Kabupaten Balangan dilakukan. Pengisian waktu luang juga
merupakan salah satu wadah “katarsis
B. Tinjauan Pustaka emosi”. Di sisi lain, orang tua
a. Konsep Pola Asuh Orang Tua hendaknya kompak dan konsisten
Berdasarkan tata bahasanya, pola dalam menegakkan aturan. Apabila
asuh terdiri dari kata pola dan asuh. ayah dan ibu tidak kompak dan
Menurut Kamus Umum Bahasa konsisten, maka anak akan mengalami
Indonesia, kata pola berarti model, kebingungan dan sulit diajak disiplin.
sistem, cara kerja, bentuk (struktur Era modern yang serba ada dan
yang tetap), sedangkan kata asuh instant ini menyebabkan beberapa
mengandung arti menjaga, merawat, dampak negatif pada generasi muda
mendidik anak agar dapat berdiri diantaranya „agak malas dan kurang
sendiri. tangguh”. Kemampuan remaja untuk
Menurut Petranto (Suarsini, 2013) menulis masih rendah, bahkan mereka
pola asuh orang tua merupakan pola cenderung suka copy paste untuk
perilaku yang diterapkan pada anak menyelesaikan tugas sekolah/kampus.
bersifat relatif konsisten dari waktu ke Bahan atau materi difotokopi, sehingga
waktu. Pola perilaku ini dirasakan oleh kebiasaan mencatat pun semakin
anak, dari segi negatif maupun positif. berkurang. Tugas yang yang banyak
Pola asuh yang ditanamkan tiap apalagi berat membuahkan keluh
keluarga berbeda, hal ini tergantung kesah. Artikel “Perlunya Sekolah Hidup
pandangan dari tiap orang tua. Susah” tampaknya cukup menggelitik
Gunarsa (2002) mengatakan pikiran Generasi muda yang sudah
bahwa pola asuh merupakan cara terbiasa dengan fasilitas serba ada dan
orangtua bertindak sebagai orangtua instant ini bisa saja terlena karena
terhadap anak-anaknya di mana menjadikan dependence semakin tinggi
mereka melakukan serangkaian usaha dan kurang siap untuk “hidup prihatin”,
aktif. Sedangkan menurut resolusi memanfaatkan sesuatu yang ada dan
Majelis Umum PBB (Pamilu, 2007) belajar dalam “keterdesakan”. Orang
fungsi utama keluarga adalah “sebagai tua perlu membentuk karakter anak
wahana untuk mendidik, mengasuh, agar ketahanmalangannya (adversity
dan mensosialisasikan anak, quotient) teruji dengan tidak selalu
mengembangkan kemampuan seluruh

34
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

“mengenakkan” anak, sehingga permissif yang diterapkan orang


mempunyai mental yang tangguh. tua, dapat menjadikan anak kurang
disiplin dengan aturan-aturan sosial
b. Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua yang berlaku. Namun bila anak
Hurlock (1999) membagi pola mampu menggunakan kebebasan
asuh orang tua ke dalam tiga macam secara bertanggung jawab, maka
yaitu: dapat menjadi seorang yang
1. Pola Asuh Permissif mandiri, kreatif, dan mampu
Pola asuh permisif dapat mewujudkan aktualitasnya.
diartikan sebagai pola perilaku
orang tua dalam berinteraksi 2. Pola Asuh Otoriter
dengan anak, yang membebaskan Menurut Gunarsa (2002), pola
anak untuk melakukan apa yang asuh otoriter yaitu pola asuh di
ingin di lakukan tanpa mana orang tua menerapkan
mempertanyakan. Pola asuh ini aturan dan batasan yang mutlak
tidak menggunakan aturan-aturan harus ditaati, tanpa memberi
yang ketat bahkan bimbinganpun kesempatan pada anak untuk
kurang diberikan, sehingga tidak berpendapat, jika anak tidak
ada pengendalian atau mematuhi akan diancam dan
pengontrolan serta tuntutan kepada dihukum. Pola asuh otoriter ini
anak. Kebebasan diberikan penuh dapat menimbulkan akibat
dan anak diijinkan untuk member hilangnya kebebasan pada anak,
keputusan untuk dirinya sendiri, inisiatif dan aktivitasnya menjadi
tanpa pertimbangan orang tua dan kurang, sehingga anak menjadi
berperilaku menurut apa yang tidak percaya diri pada
diinginkannya tanpa ada kontrol kemampuannya.
dari orang tua. Senada dengan Hurlock, Dariyo
Gunarsa (2002) mengemukakan (Anisa, 2005), menyebutkan
bahwa orang tua yang menerapkan bahwa anak yang dididik dalam
pola asuh permissif memberikan pola asuh otoriter, cenderung
kekuasaan penuh pada anak, tanpa memiliki kedisiplinan dan kepatuhan
dituntut kewajiban dan tanggung yang semu.
jawab, kurang kontrol terhadap
perilaku anak dan hanya berperan 3. Pola Asuh Demokratis
sebagai pemberi fasilitas, serta Gunarsa (2000) mengemukakan
kurang berkomunikasi dengan bahwa dalam menanamkan disiplin
anak. Dalam pola asuh ini, kepada anak, orang tua yang
perkembangan kepribadian anak menerapkan pola asuh demokratis
menjadi tidak terarah, dan mudah memperlihatkan dan menghargai
mengalami kesulitan jika harus kebebasan yang tidak mutlak,
menghadapi larangan-larangan dengan bimbingan yang penuh
yang ada di lingkungannya. pengertian antara anak dan orang
Prasetya (Anisa, 2005) tua, memberi penjelasan secara
menjelaskan bahwa pola asuh rasional dan objektif jika keinginan
permissif atau biasa disebut pola dan pendapat anak tidak sesuai.
asuh penelantar yaitu di mana Dalam pola asuh ini, anak tumbuh
orang tua lebih memprioritaskan rasa tanggung jawab, mampu
kepentingannya sendiri, bertindak sesuai dengan norma
perkembangan kepribadian anak yang ada.
terabaikan, dan orang tua tidak Dariyo (Anisa, 2005)
mengetahui apa dan bagaimana mengatakan bahwa pola asuh
kegiatan anak sehari-harinya. demokratis ini, di samping memiliki
Dariyo (Annisa, 2005) juga sisi positif dari anak, terdapat juga
mengatakan bahwa pola asuh sisi negatifnya, di mana anak

35
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

cenderung merongrong Keyakinan yang dimiliki orang


kewibawaan otoritas orang tua, tua mengenai pengasuhan akan
karena segala sesuatu itu harus mempengaruhi nilai dari pola asuh
dipertimbangkan oleh anak kepada dan akan mempengaruhi tingkah
orang tua. lakunya dalam mengasuh anak-
Dalam praktiknya di anaknya.
masyarakat, tidak digunakan pola 3. Persamaan dengan pola asuh yang
asuh yang tunggal, dalam diterima orang tua
kenyataan ketiga pola asuh Bila orang tua merasa bahwa
tersebut digunakan secara orang tua mereka dahulu berhasil
bersamaan di dalam mendidik, menerapkan pola asuhnya pada
membimbing, dan mengarahkan anak dengan baik, maka mereka
anaknya, adakalanya orang tua akan menggunakan teknik serupa
menerapkan pola asuh otoriter, dalam mengasuh anak bila mereka
demokratis dan permissif. Dengan merasa pola asuh yang digunakan
demikian, secara tidak langsung orang tua mereka tidak tepat, maka
tidak ada jenis pola asuh yang orang tua akan beralih ke teknik pola
murni diterapkan dalam keluarga, asuh yang lain:
tetapi orang tua cenderung a) Penyesuaian dengan cara
menggunakan ketiga pola asuh disetujui kelompok
tersebut. Hal ini sejalan dengan apa Orang tua yang baru memiliki
yang dikemukakan oleh Dariyo anak atau yang lebih muda dan
(Anisa, 2005), bahwa pola asuh kurang berpengalaman lebih
yang diterapkan orang tua dipengaruhi oleh apa yang
cenderung mengarah pada pola dianggap anggota kelompok
asuh situasional, di mana orang tua (bisa berupa keluarga besar,
tidak menerapkan salah satu jenis masyarakat) merupakan cara
pola asuh tertentu, tetapi terbaik dalam mendidik anak.
memungkinkan orang tua b) Usia orang tua
menerapkan pola asuh secara Orang tua yang berusia muda
fleksibel, luwes, dan sesuai dengan cenderung lebih demokratis dan
situasi dan kondisi yang permissive bila dibandingkan
berlangsung saat itu. dengan orang tua yang berusia
tua.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi c) Pendidikan orang tua
Pola Asuh Orang Tua Orang tua yang telah
Menurut Hurlock (1999) ada mendapatkan pendidikan yang
beberapa faktor yang dapat tinggi, dan mengikuti kursus
mempengaruhi pola asuh orang tua, dalam mengasuh anak lebih
yaitu karakteristik orang tua yang menggunakan teknik
berupa: pengasuhan authoritative
1. Kepribadian orang tua dibandingkan dengan orang tua
Setiap orang berbeda dalam yang tidak mendapatkan
tingkat energi, kesabaran, pendidikan dan pelatihan dalam
intelegensi, sikap dan mengasuh anak.
kematangannya. Karakteristik d) Jenis kelamin
tersebut akan mempengaruhi Ibu pada umumnya lebih
kemampuan orang tua untuk mengerti anak dan mereka
memenuhi tuntutan peran sebagai cenderung kurang otoriter bila
orang tua dan bagaimana tingkat dibandingkan dengan bapak.
sensifitas orang tua terhadap e) Status sosial ekonomi
kebutuhan anak-anaknya. Orang tua dari kelas menengah
2. Keyakinan dan rendah cenderung lebih
keras, mamaksa dan kurang

36
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

toleran dibandingkan dengan yang dicari atau dikumpulkan bersifat


orang tua dari kelas atas. kualitatif. Penelitian kualitatif di samping
f) Konsep mengenai peran orang dapat mengungkap dan mendeskripsikan
tua dewasa peristiwa-peristiwa riil di lapangan, juga
Orang tua yang dapat mengungkapkan nilai-nilai
mempertahankan konsep tersembunyi (hidden value) dari penelitian
tradisional cenderung lebih ini.
otoriter dibanding orang tua yang Di samping itu penelitian ini juga
menganut konsep modern. peka terhadap informasi-informasi yang
g) Jenis kelamin anak bersifat deskriptif dan berusaha
Orang tua umumnya lebih keras mempertahankan keutuhan objek yang
terhadap anak perempuan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti berada
daripada anak laki-laki. pada posisi sebagai instrumen kunci
h) Usia anak (Lincoln dan Guba, 1985 : 198).
Usia anak dapat mempengaruhi Sesuai dengan sumber data yang
tugas-tugas pengasuhan dan dipilih, maka jenis data dalam penelitian ini
harapan orang tua. meliputi kata-kata atau cerita langsung
i) Temperamen dari para informan penelitian, tindakan
Pola asuh yang diterapkan orang atau pola fikir para orang tua tentang
tua akan sangat mempengaruhi pendidikan anak-anaknya dan data-data
temperamen seorang anak. Anak yang berkaitan dengan pendidikan.
yang menarik dan dapat Keterangan berupa kata-kata atau
beradaptasi akan berbeda cerita langsung dari informan dijadikan
pengasuhannya dibandingkan sebagai data utama (data primer),
dengan anak yang cerewet dan sedangkan tulisan atau data dari berbagai
kaku. dokumen dijadikan sebagai data
j) Kemampuan anak pelengkap (data sekunder).
Orang tua akan membedakan Dalam penelitian kualitatif ini peneliti
perlakuan yang akan diberikan bertindak sebagai instrument utama yang
untuk anak yang berbakat turun ke lapangan serta berusaha sendiri
dengan anak yang memiliki mengumpulkan informasi baik melalui
masalah dalam observasi maupun wawancara.
perkembangannya. Wawancara yang dilakukan bersifat
k) Situasi terbuka dan tak terstruktur. Untuk
Anak yang mengalami rasa takut memudahkan pengumpulan data, peneliti
dan kecemasan biasanya tidak menggunakan alat bantu berupa catatan
diberi hukuman oleh orang tua. lapangan, tape recorder, kamera foto dan
Tetapi sebaliknya, jika anak pedoman wawancara.
menentang dan berperilaku Penelitian ini menggunakan teknis
agresif kemungkinan orang tua analisis model interaktif (interactive model
akan mengasuh dengan pola of analysis) dari Miles dan Huberman.
outhoritatif. Pada model analaisis interaktif ini peneliti
bergerak pada tiga komponen, yaitu
C. Metodologi Penelitian reduksi data (data reduction), penyajian
Tempat penelitian adalah di data (data display) dan penarikan
kecamatan Halong Kabupaten Balanagan. kesimpulan (verification).
Dipilihnya kecamatan Halong sebagai
lokasi penelitian karena di kecamatan ini D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
masyarakat suku Dayak lebih banyak jika a. Pemahaman Orang Tua tentang
dibandingkan dengan di kecamatan Pendidikan Anak
lainnya. Pendidikan merupakan suatu
Metode yang digunakan dalam usaha manusia untuk membina
penelitian ini adalah metode kualitatif, kepribadiannya agar sesuai dengan
karena dari sifat data (jenis informasi) norma-norma atau aturan di dalam

37
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

masyaratakat. Setiap orang dewasa di pendidikan, begitu pula dengan


dalam masyarakat dapat menjadi isterinya Sakau. Namun demikian,
pendidik, sebab pendidik merupakan beliau cukup memahami tentang
suatu perbuatan sosial yang mendasar pentingnya pendidikan bagi anak-
untuk petumbuhan atau anaknya. Beliau berupaya sedapat
perkembangan anak didik menjadi mungkin anak-anaknya bisa
manusia yang mampu berpikir dewasa melanjutkan sekolah. Ini terbukti dari
dan bijak. dua orang anak beliau, tidak ada yang
Walaupun sebagian besar orang putus sekolah, Bahkan salah satu
tua di kecamatan Halong diantaranya beliau sekolahkan di
berpendidikan rendah, namun mereka kabupaten lain, yaitu di Kabupaten
umumnya sangat memahami bahwa Hulu Sungai Tengah (SMA Barabai).
pendidikan bagi anak itu sebenarnya Pernyataan serupa juga
sangat penting. Hal ini terungkap dari dikemukakan oleh informan lainnya
pernyataan salah seorang informan yaitu Yamani yang berusia 30 tahun
yaitu Bapak Rusdiames. Rusdiames dan mempunyai dua orang anak.
adalah seorang Kepala keluarga yang Yamani hanya lulusan SD begitu pula
berusia 34 tahun, dan mempunyai dua dengan isterinya Mariwiyah. Dari dua
orang anak. Beliau menyatakan hanya orang anaknya tersebut, satu orang
berpendidikan SD, begitu pula dengan baru duduk di bangku SD dan yang
isterinya Sariadah yang berusia 31 satunya belum sekolah. Kepada
tahun juga berpendidikan hanya peneliti mengatakan bahwa “anak-
sampai SD. Pekerjaan beliau adalah anak saya nanti kalau bisa sampai
sebagai petani, dan kepada peneliti sarjana, terus sekolah dan jangan
mengatakan bahwa: “menurut saya sampai putus di tengah jalan”
pendidikan anak itu sangat penting Tidak jauh berbeda dengan
sekali. Pendidikan anak harus lebih informan di atas, informan lainnya
maju dibandingkan dengan orang yaitu Rusdi juga sangat memahami
tuanya. Jangan seperti kami ini tentang pentingnya pendidikan. Rusdi
sekolah hanya sampai tingkat SD, dan adalah salah seorang kepala keluarga
anak-anak jangan sampai putus dengan tiga orang anak dan pekerjaan
sekolahnya. Kami berupaya sehari-hari sebagai petani karet.
mencarikan biayanya.” Bapak Rusdi tidak pernah sekolah
Walaupun Rusdiames dan begitu pula dengan isterinya Rusinah.
isterinya hanya berpendidikan SD Bahkan ketika ditanya usia, beliaupun
namun mereka sangat memamahi tidak tau berapa usianya. Walaupun
pentingnya pendidikan. Dari dua orang demikian, beliau sangat
anak yang mereka miliki, keduanya mengharapkan anak-anaknya bisa
tetap bersekolah. sekolah. Kepada peneliti beliau
Pernyataan serupa juga mengatakan: “kalau bisa anak-anak
dikemukakan oleh informan lainnya semua sekolah. Tapi karena tidak ada
yaitu Kutie. Kutie juga seorang kepala uangnya terpaksa hanya satu orang
keluarga yang berusia 40 tahun. yang melanjutkan sekolah, yaitu anak
Pekerjaan sehari-hari adalah sebagai kami yang pertama. Anak kami yang
penyadap karet. Berkaitan dengan kedua dan ketiga hanya bisa sampai
masalah pendidikan anak-anaknya SD tidak melanjutkan lagi. Maunya
kepada peneliti beliau mengatakan: terus sekolah, tapi bagaimana tidak
“anak kami jangan sampai seperti kami ada biayanya.”
ini tidak pernah sekolah. Anak kami Pendapat lainnya juga
bebas saja kemana dia hendak dikemukakan oleh Ilik yang sudah
sekolah asal dia mau, dan kami juga berusia 60 tahun. Ilik juga tidak pernah
menyuruhnya untuk sekolah. mengenyam bangku sekolah begitu
Bapak kutie sebenarnya tidak
pernah mengenyam bangku

38
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

pula dengan isterinya Layun yang terutama untuk keperluan makan,


berusia 55 tahun juga tidak pernah sedangkan untuk keperluan lain belum
mengenyam pendidikan. Bapak Ilik dapat diperhatikan. Sunarto (Helvivito,
juga bekerja sebagai penyadap karet 2012)) juga mengatakan bahwa orang
dan mempunyai tiga orang anak. tua yang latar belakang ekonominya
Semua anaknya tidak ada yang putus rendah akan lebih banyak
sekolah bahkan ada yang melanjutkan mengharapkan bantuan dari anaknya
sampai ke perguruan tinggi. Bapak Ilik jika dibandingkan dengan orang tua
kepada peneliti selanjutnya yang sosial ekonominya tinggi.
mengatakan bahwa “Kami menyuruh Sehingga dengan akibat keadaan yang
anak-anak semua sekolah sesuai demikian dapat menyita waktu belajar
dengan bakatnya masing-masing. anak untuk membantu orang tua
Anak kami semua sekolah, yang sehingga proses belajarnya jadi
pertama lulus SMA, yang kedua juga terganggu.
lulus SMA dan melanjutkan kuliah dan Pernyataan serupa juga
yang ketiga masih sekolah di SD. Kami dikatakan oleh Supriatna (2000)
hanya mencarikan uangnya.” bahwa kemiskinan merupakan situasi
Pernyataan serupa juga serba kekurangan yang terjadi bukan
dikemukakan oleh Bapak Acin, dikehendaki oleh si miskin pada
seorang informan yang sudah berusia umumya ditandai oleh rendahnya
67 tahun. Bapak Acin tidak pernah tingkat pendidikan, produktivitas kerja,
sekolah, sama halnya dengan isterinya pendapatan, kesehatan, dan gizi serta
Sanah yang berusia 50 tahun. Bapak kesejahteraannya sehingga
Acin mempunyai dua orang anak. menunjukkan lingkaran
Berkaitan dengan pendidikan anak, ketidakberdayaan. Selanjutnya
beliau menyatakan bahwa: “kami dikatakan bahwa kemiskinan
mengetahui bahwa sekolah itu penting, disebabkan oleh terbatasnya sumber
tapi bagaimana kalau tidak punya daya manusia yang dimiliki dan
uang. Jadi anak-anak kami suruh dimanfaatkan terutama dari tingkat
bekerja membantu kami.” pendidikan formal maupun nonformal
Dari penjelasan Bapak Acin dan membawa konsekuensi terhadap
terungkap bahwa sebenarnya beliau pendidikan informal yang rendah.
ingin sekali menyekolahkan anak- Pernyataan lainnya
anaknya, namun karena ekonomi tidak dikemukakan oleh Bapak Imis,
memungkinkan maka terpaksa anak- seorang informan berusia 65 tahun.
anaknya diminta untuk membantu Bapak Imis bekerja sebagai penyadap
bekerja di kebun sebagai penyadap karet dan tidak pernah sekolah. Begitu
karet. pula dengan isterinya Masitah yang
Apa yang dilakukan oleh Bapak berusia 50 tahun tidak pernah sekolah.
Acin sesuai dengan apa yang Merka mengakui pendidikan itu sangat
dikemukakan oleh Helvivito (2012) penting bagi anak-anaknya. Namun
bahwa Keadaan ekonomi erat karena keterbatasan biaya, maka
hubungannnya dengan pendidikan hanya satu orang anaknya yang bisa
anak. Apabila anak hidup dalam sampai SMA dan itupun tidak bisa
keluarga miskin maka maka kebutuhan sampai lulus. Berkaitan dengan
pokok anak kurang terpenuhi dan masalah pendidikan kepada peneliti
kebutuhan pendidikannnya juga tidak Bapak Imis selanjutnya mengatakan
terpenuhi sehingga menyebabkan “menurut kami pendidikan itu penting,
anak meninggalkan pendidikannya. tapi kami tidak punya uang
Salim (Helvivito, 2012) menyatakan menyekolahkan anak jauh-jauh, baik
bahwa pada umumnya anak yang bertani saja membantu kami di sini.”
berasal dari keluarga miskin Apa yang dikatakan oleh Bapak
pendapatan hanya digunakan untuk Imis sesuai dengan pendapat yang
memenuhi kebutuhan primer saja dikemukakan oleh Baharudin (2004)

39
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

yang mengatakan bahwa lemahnya gratis melalui bantuan operasional


keadaan ekonomi orang adalah salah sekolah (BOS), namun tentu saja hal
satu penyebab terjadinya anak putus itu belum mampu untuk membantu
sekolah. Apabila keadaan ekonomi biaya pendidikan anak secara
orang tua kurang mampu, maka keseluruhan.
kebutuhan anak dalam bidang Sebagaimana yang dikatakan
pendidikan tidak dapat terpenuhi oleh Mustika, salah seorang informan
dengan baik. Sebaliknya kebutuhan yang sudah lama mengajar di daerah
yang cukup bagi anak hanyalah Halong bahwa: “Anak-anak yang
didasarkan kepada kemampuan sekolah umumnya sore hari di suruh
ekonomi dari orang tuanya, yang dapat mendatangi orang tuanya di kebun
terpenuhinya segala keperluan untuk menurih, dan hasil turihan
kepentingan anak terutama dalam biasanya untuk anak-anaknya.
bidang pendidikan. Umumnya mereka yang sudah
Selanjutnya Baharuddin juga merasakan mendapatkan uang antara
mengatakan bahwa: “Nampaknya di 100 sd 200 perminggu. Jika mereka
negara kita faktor dana merupakan tetap sekolah dia tdk akan
penghambat utama, untuk mengejar mendapatkan uang sebanyak itu, dan
ketinggalan kita dalam dunia akhirnya mereka cenderung untuk
pendidikan. Sudah tidak dapat bekerja dibandingkan sekolah terus.
dipungkiri bahwa tanpa dana yang Itulah salah satu kenapa anak di
cukup, tidak akan dapat diharapkan daerah terpencil banyak yang putus
pendidikan yang sempurna. sekolah”
Memang tidak bisa dipungkiri Dengan alasan ekonomi juga,
bahwa jarak yang terlalu jauh juga maka sebagian orang tua yang ada di
menjadi penyebab adanya anak putus kecamatan Halong lebih cepat
sekolah. Dari penuturan Bapak Imis mengawinkan anak-anaknya
dapat dikehui bahwa mereka khususnya yang perempuan. Bahkan
memandang pendidikan itu sangat tidak jarang ditemui beberapa diantara
penting, namun karena keterbatasan mereka mengawinkan anak di usia
biaya, maka dia hanya bisa yang sangat muda (di bawah 16
menyekolahkan anaknya sampai SMA, tahun). Sebagaimana yang dikatakan
namun tidak sampai tamat karena oleh salah seorang informan yaitu Puli
biaya tidak memungkinkan lagi. Untuk bahwa:” Banyak juga anak-anak itu
melanjutkan ke SLTA memang tidak sekolah karena dikawinkan orang
tidaklah mudah bagi Bapak Imis yang tuanya. Biasanya jika anak sudah bisa
tinggal di desa Mentayan, karena di memegang pisau untuk menyadap
desanya tidak tersedia SMA. Untuk karet, kalau ada yang mau melamar
bisa menyekolahkan anak sampai maka akan dikawinkan.”
tingkat SLTA, maka harus ke ibukota Dari beberapa orang informan
Kabupaten atau bahkan karena yang diwawancarai tersebut dapat
dianggap leboh dekat dibanding ke ditarik suatu kesimpulan bahwa warga
ibukota kabupaten mereka harus dayak di kecamatan Halong umumnya
menyekolahkannya ke Barabai. sudah memahami betapa pentingnya
Hasil penelitian ini sesuai pendidikan bagi anak, baik bagi orang
dengan penelitian yang dilakukan oleh tua yang masih berusia muda atau
Saputro (2011) yang mengatakan sudah berusia tua, baik bagi mereka
bahwa tidak adanya fasilitas yang mempunyai anak sedikit maupun
transportasi yang bisa mengangkut bagi orang tua yang mempunyai anak
anak-anak ke sekolah merupakan banyak, baik mereka yang tidak
salah satu faktor yang menjadi pernah mengenyam pendidikan
penyebab putusnya anak sekolah. maupun bagi mereka yang pernah
Walaupun pemerintah sudah mengenyam pendidikan.
menganggarkan biaya pendidikan

40
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

b. Pola Pendidikan yang Diterapkan struktur dan batasan-batasan yang


Orang Tua dalam Pendidikan Anak tepat bagi anak-anak mereka. Pola
Setiap orang tua selalu asuh permissive merupakan
menginginkan yang terbaik bagi anak- bentuk pengasuhan dimana orang
anak mereka. Perasaan ini kemudian tua memberikan kebebasan
mendorong orang tua untuk memiliki sebanyak mungkin pada anak
perilaku tertentu dalam mengasuh untuk mengatur dirinya. Anak tidak
anak-anak mereka. dituntut untuk bertanggung jawab
Dari penelitian ini terungkap dan tidak banyak dikontrol oleh
bahwa beberapa pola pendidikan yang orang tua.
diterapkan oleh orang tua (suku dayak) Selanjutnya dikatakan bahwa
di kecamatan Halong yaitu: pola asuh permisif memandang
1. Pola asuh permisif anak sebagai seorang pribadi dan
Sebagaimana diketahui bahwa mendorong mereka untuk tidak
pola asuh permisif adalah orang berdisiplin dan anak diperbolehkan
tua yang memberikan kebebasan untuk mengatur tingkah lakunya
secara penuh kepada anak untuk sendiri. Dengan pola asuh seperti
mengambil keputusan dan ini anak mendapat kebebasan
melakukannya serta tidak pernah sebanyak mungkin dari
memberikan penjelasan atau keluarganya. Mereka cenderung
pengarahan kepada anak. tidak menegur atau
Diterapkannya pola asuh memperingatkan anak apabila
permisif terlihat dari beberapa anak sedang dalam bahaya, dan
jawabab informan kepada peneliti. sangat sedikit bimbingan yang
Salah seorang informan yang diberikan oleh mereka.
bernama Kayau berusia 55 tahun Sebagaimana yang dikatakan
dan tidak pernah sekolah oleh salah seorang informan yang
mengatakan kepada peneliti bernama Puli bahwa: “karena
bahwa: “saya menyuruh saja anak- orang tua kebanyakan bagawi
anak itu sekolah, tetapi karena seharian manurih gatah, maka
kami mulai subuh bekerja ke kada tapi taawasi anak-anaknya.
kebun, maka tidak bisa mengawasi Subuh tulak sudah, kamarian
apakah anak-anak benar-benar hanyar datang” (“karen orang tua
sekolah atau tidak. Tetapi pada umumnya bekerja seharian
kelihatannya mereka memang menyadap karet, maka kurang
sekolah saja.” terawasi anak-nakanya. Subuh
Pernyataan senada juga sudah pergi, sore baru datang”)
dikemukakan oleh salah seorang Pernyataan dari Puli juga
respoden lainnya yaitu Ilik mengisyaratkan bahwa orang tua
menjelaskan kepada peneliti umumnya kurang memperhatikan
bahwa: “mengenai pendidikan terhadap pendidikan anak-
anak aku menyerahkan saja anaknya, dan membiarkan apakah
dengan anak, dia hendak sekolah anak sekolah atau tidak.
kupersilahkan, dia tidak mau Pelaksanaan pola asuh
sekolah tidak memaksa juga untuk permisif atau dikenal dengan pola
sekolah. Tidak bisa juga kita asuh serba membiarkan adalah
memaksa sekolah jika dia tidak orang tua yang bersikap mengalah,
mau sekolah.” menuruti semua keinginan, dan
Apa yang dikatakan oleh melindungi secara berlebihan serta
informan tersebut di atas sesuai memberikan atau memenuhi
dengan apa yang dikemukakan semua keinginan anak. Namun
oleh Menurut Baumrin (Mussen, orang tua tipe ini biasanya bersifat
1989) pola asuh keluarga permisif hangat, sehingga seringkali disukai
(permissive) tidak memberikan oleh anak.

41
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

Pola asuh permissive memuat Pola asuh permisif dapat


hubungan antara anak dan diartikan sebagai pola perilaku
orangtua penuh dengan kasih orang tua dalam berinteraksi
sayang, tetapi membuat anak dengan anak, yang membebaskan
menjadi agresife dan suka anak untuk melakukan apa yang
menurutkan kata hatinya. Secara ingin di lakukan tanpa
lebih luas, kelemahan orangtua mempertanyakan. Pola asuh ini
dan tidak konsistennya disiplin tidak menggunakan aturan-aturan
yang diterapkan membuat anak- yang ketat bahkan bimbinganpun
anak tidak terkendali, tidak patuh, kurang diberikan, sehingga tidak
dan tingkah laku agresif di luar ada pengendalian atau
lingkungan keluarga. pengontrolan serta tuntutan
Pola asuh ini membuat remaja kepada anak. Kebebasan diberikan
meghabiskan waktu diluar rumah penuh dan anak diijinkan untuk
dengan teman. Orangtua member keputusan untuk dirinya
permissive adalah orangtua yang sendiri, tanpa pertimbangan orang
kaku dan berfokus pada kebutuhan tua dan berperilaku menurut apa
mereka sendiri. Terutama pada yang diinginkannya tanpa ada
saat anak menjadi lebih dewasa, kontrol dari orang tua. Dengan hal
orangtua gagal mengawasi ini anak berusaha belajar sendiri
mereka, apa yang sedang mereka bagaimana harus berperilaku
lakukan atau siapa teman-teman dalam lingkungan sosial.
mereka. Dalam pola asuh ini orang tua
Selain mewawancari para bersifat permisif (serba
orang tua, peneliti juga membolehkan), tidak
mengadakan wawancara dengan mengendalikan, kurang menuntut.
guru yang mengajar di kecamatan Mereka tidak terorganisasi dengan
Halong. Salah seorang guru yang baik atau tidak efektif dalam
juga menjadi informan kami yaitu menjalankan rumah tangga, lemah
Mustika mengatakan bahwa: dalam mendisiplinkan dan
“terhadap pendidikan anak para mengajar anak-anak, hanya
orang tua umumnya terserah anak, menuntut sedikit dewasa dan
jika anaknya mau sekolah hanya member sedikit perhatian
disekolahkan, tetapi jika anaknya dalam melatih kemandirian dan
tidak mau sekolah orang tua juga kepercayaan diri. Orang tua
tidak memaksa Terhadap dengan pola asuh permisif
pendidikan anak umumnya dibiarkan mengatur tingkah laku
terserah anak, jika anaknya mau mereka sendiri dan membuat
sekolah disekolahkan, tetapi jika keputusan sendiri.
anaknya tidak mau orang tua juga Sebagaimana yang dikatakan
tidak memaksa” Hurlock (1999) bahwa pola asuh
Mustika selanjutnya permisif tidak menggunakan
mengatakan “bahwa rata-rata aturan-aturan ketat bahkan
orang tua bekerja seharian di luar bimbinganpun jarang sekali di
rumah (sebagai penyadap karet). berikan sehingga tidak ada
Agak sulit memberikan bimbingan pengendalian dan pengontrolan
dan pengawasan kepada anak serta tuntutan kepada anak.
kalau seharian bekerja di luar Kebebasan diberikan penuh dan
rumah. Orang tua yang demikian anak diijinkan membuat keputusan
biasanya memang tidak terlalu untuk dirinya sendiri tanpa
memperdulikan akan pendidikan pertimbangan orang tua dan boleh
anak, karena disibukkan oleh berperilaku menurut apa yang
kegiatan mencari nafkah bagi diinginkan tanpa ada kontrol dari
keluarga. orangtua.

42
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

Baumrind (Mussen, 1989) pertama melanjutkan sekolah


menggambarkan 2 jenis keluarga sampai SMA, walaupun harus ke
yang permessive yaitu keluaraga kabupaten lain yaitu ke kabupaten
permisif lunak (memanjakan) dan Hulu Sungai Tengah. Artinya dia
keluarga yang lepas tangan (tidak membebaskan kepada anaknya
peduli). untuk melanjutkan pendidikan ke
2. Pola demokratis jenjang pendidikan yang lebih
Selain tergambar tentang pola tinggi.
asuh permisif, pola pendidikan Tidak jauh berbeda dengan
yang tergambar pada suku dayak pendapat di atas, informan lain
di kecamatan Halong adalah pola yaitu Poli yang bekerja sebagai
asuh demokrastis. Hal ini pegawai negeri sipil mengatakan:
terungkap dari hasil wawancara “menurut saya anak jangan sampai
dengan beberapa orang informan putus sekolah apalagi tidak
penelitian. bersekolah. Saya mengharapkan
Sebagaimana telah anak-anak melanjutkan pendidikan
dikemukakan bahwa orang tua setinggi-tingginya, jangan sampai
yang dikategorikan ke dalam pola putus di tengah jalan. Orang tua
asuh demokratis adalah orang tua akan bangsa jika anaknya bisa
yang berusaha untuk mengarahkan bersekolah dengan setinggi-
anak agar dapat bertingkah laku tingginya”
secara rasional, dengan Salah seorang informan yaitu
memberikan penjelasan terlebih Ilik mengatakan bahwa: “menurut
dahulu pada anak. Orang tua kami anak-anak itu sebaiknya
memberikan penjelasan mengenai sekolah terus, dan anak kami
tuntutan dan disiplin yang seperti itu, kami suruh sekolah
ditetapkan, tetapi tetap sesuai dengan bakatnya.”
menggunakan wewenangnya atau Dari jawaban informan
memberikan hukuman jika tersebut dapat diketahui bahwa
dianggap perlu. Orang tua sebagai orang tua dia berupaya
memberlakukan serangkaian untuk mengarahkan anak-anaknya
standar dan peraturan yang untuk sekolah setinggi-tingginya.
dilakukan secara sungguh – Untuk itu sebagai orang tua
sungguh dan konsisten. Orang tua berupaya semaksimal mungkin
demokratis menggunakan kontrol untuk mencarikan dana sekolah
yang tinggi disertai kehangatan bagi anak-anaknya.
yang tinggi. Orang tua seperti ini bersikap
Salah seorang informan yaitu rasional dan selalu mendasari
Mustika kepada peneliti tindakannya pada pemikiran.
mengatakan bahwa “ada juga Orang tua tipe ini juga bersikap
orang tua yang mengharuskan realistis terhadap kemampuan
anak-anaknya agar tetap sekolah. anak. Mereka tidak berharap lebih
Tetapi biasanya orang tua yang pada kemampuan yang dimiliki
seperti itu mereka sudah anak. Orang tua demokratis juga
berpendidikan juga, seperti kepala memberikan kebebasan kepada
desa anak beliau berpendidikan anak untuk memilih. Mereka juga
semuanya, karena beliau juga membebaskan anak dalam
berpendidikan.” memutuskan suatu tindakan.
Informan lainnya yaitu Rusdi Apabila hendak menasehati,
bahwa dia sebenarnya orangtua demokratis selalu
mempersilahakan kepada anak- melakukannya dengan pendekatan
anaknya untuk melanjutkan yang hangat.
sekolah. Dari tiga orang anaknya, Pola asuh demokratis cocok
salah seorang anaknya yaitu yang diterapkan pada usia 6-12 tahun.

43
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

Pada tahap ini anak mulai mampu mandiri, tapi orang tua tetap
memilih apa yang diminati. Anak menetapkan batas dan kontrol.
juga tertarik pada hal baru, dan Orang tua biasanya bersikap
cenderung bosan pada sesuatu hangat, dan penuh welas asih
yang monoton. Yang lebih penting, kepada anak, bisa menerima
menurut Tika, anak mulai faham alasan dari semua tindakan anak,
hal yang bersifat konseptual seperti mendukung
hak dan kewajiban. "Demokratis
mengharuskan orangtua memberi c. Faktor-Faktor yang Berpengaruh
alasan logis pada tiap aturan yang terhadap Pola Pendidikan Anak
diberikan, jadi tidak asal suruh. pada Masyarakat Dayak di
Pola asuh demokratis Kabupaten Balangan
memungkinkan anak bebas tapi Pola asuh orang tua adalah pola
tetap bisa bertanggungjawab perilaku yang diterapkan pada anak
Jika dibandingkan dari dua dan bersifat relative konsisten dari
pola asuh yang diterapkan oleh waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat
masyarakat, maka yang terbanyak dirasakan oleh anak, dari segi negative
adalah yang menerapkan pola maupun positif.
asuh demokratis. Hal ini sesuai Berbicara mengenai cara orang
dengan hasil penelitian yang tua dalam mendidik anak, tentu saja
dikemukakan oleh Fadillah dkk. tidak dapat terlepas dari pemahaman
(2010) bahwa 51 % orang tua dan pandangan orang tua dalam
menerapkan tipe pola asuh mendidik. Cara-cara mereka dalam
demokratis, 62,7 % orang tua mendidik sangat menentukan corak
berpendidikan perguruan tinggi, kepribadian anak mereka.
dan 90,2 % orang tua dalam Hasil penelitian ini menunjukkan
rentang usia dewasa tengah. Hal tentang adanya beberapa faktor yang
ini terbukti bahwa orang tua berpengaruh terhadap pola pendidikan
dengan pendidikan yang tinggi anak adalah:
lebih memilih tipe pola asuh 1. Status sosial ekonomi
demokratis dan orang tua pada Status sosial ekonomi ternyata
usia dewasa tengah lebih terbuka, sangat mempengaruhi pola
hangat, dan perhatian terhadap pendidikan yang diterapkan oleh
anaknya. orang tua. Salah seorang informan
Menurut Muttaqin (Fadillah yaitu Imis yang sudah berusia 65
dkk., 2010) bahwa pola asuh tahun. Kepada peneliti Imis
demokratis dapat mengakibatkan mengatakan bahwa: “anak kami
anak mandiri, mempunyai kontrol dua, keduanya sekolah. Satu orang
diri dan kepercayaan diri yang lulus SD dan satu orang lagi
kuat, dapat berinteraksi dengan sampai SMA, tetapi tidak sampai
teman sebayanya dengan baik, lulus. Tidak ada uangnya
mampu menghadapi stress, menyekolahkan anak jauh-jauh,
mempunyai minat terhadap hal-hal lebih baik bertani saja membantu
yang baru, kooperatif dengan kami di sini).
orang dewasa, penurut, patuh dan Dari pernyataan informan
berorientasi pada prestasi. tersebut dapat diketahui bahwa
Hasil penelitian Fadillah dkk. karena keterbatasan ekonomilah
(20110) juga menunjukkan bahwa yang menyebabkan menyuruh
tipe pola asuh demokratis anak untuk tidak melanjutkan
merupakan pola asuh yang sekolah.
terbanyak yang diterapkan oleh Pernyataan serupa juga
orang tua kepada anaknya karena dikemukakan oleh informan lainnya
pola asuh demokratis mempunyai yaitu Tirus. Tirus seorang informan
prinsip mendorong anak untuk yang berusia 50 tahun dan tidak

44
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

pernah mengenyam bangku melanjutkan pendidikan setinggi-


pendidikan. Pekerjaan sehari-hari tingginya.”
adalah sebagai petani. Kepada Pernyataan Puli sesuai dengan
peneliti Tirus menjelaskan bahwa: apa yang dikemukakan oleh
“keadaan ekonomi tidak Mustika bahwa: “kalau orang
memungkinkan kalau tuanya ekonominya baik umumnya
menyekolahkan anak tinggi.” selalu menyuruh anak-anaknya
Tirus mempunyai 10 orang untuk sekolah setinggi-tingginya”.
anak. Semua anaknya memang Dari beberapa jawaban
disekolahkan, namun tidak ada informan tersebut, maka dapat
seorangpun yang sampai lulus disimpulkan bahwa apabila orang
SLTA. Dari penuturan informan tuanya memiliki ekonomi yang pas-
juga terungkap bahwa ekonomi pasan umumnya lebih cenderung
merupakan penyebab dia tidak untuk menyuruh anak-anaknya
bisa menyekolahkan anak-anaknya membantu bekerja di kebun.
sampai lulus SMA. Sedangkan jika orang tuanya
Penuturan senada juga ekonominya lebih baik ada
dikemukakan oleh Tiron. Tiron kecenderungan untuk tetap
berusia 60 tahun dan pekerjaan menyuruh anak-anaknya
sehari-hari sebagai petani. Tiron melanjutkan sekolah yang setinggi-
menjelaskan bahwa: “anak-anak tingginya.
kami minta untuk membantu 2. Tingkat Pendidikan Orang Tua
ekonomi keluarga saja. Bekerja Faktor lainnya yang
saja, tidak usah sekolah. Lebih berpengaruh terhadap pola
baik mencari uang membantu ayah pendidikan anak adalah Tingkat
dan ibu.” pendidikan orang tua. Latar
Apa yang dikemukakan oleh belakang pendidikan orang tua
Tiron juga sama dengan apa yang dapat mempengaruhi pola pikir
dikemukakan oleh Kayau. Kayau orang tua dalam mendidik anak-
adalah seorang informan yang anaknya.
berusia 55 tahun dan mempunyai Sebagaimana yang
anak delapan orang. Dari delapan dikemukakan oleh salah seorang
orang anak tersebut, hanya satu informan yaitu Ancun. Ancun
orang yang berhasil sampai lulus berpendidikan sampai dengan
SMA. Sedangkan yang lainnya SMP, sedangkan isterinya hanya
rata-rata hanya sampai lulus SD. sampai SD. Ancun hanya
Kepada peneliti selanjutnya Tiron mempunyai dua orang anak, salah
menjelaskan bahwa karena faktor satu anaknya bahkan saat ini
ekonomi, maka anak-anaknya sedang melanjutkan kuliah.
hampir semuanya putus sekolah. Pernyataan serupa juga
Anak yang sosial ekonaminya dikemukakan oleh Rusdianus.
rendah cenderung tidak Menurut Rusdianus bahwa:
melanjutkan pendidikan ke jenjang “pendidikan anak harus lebih maju
yang lebih tinggi atau bahkan tidak dari orang tuanya, jangan hanya
pernah mengenal bangku sampai SD. Kami akan
pendidikan sama sekali karena mengusahakan mencari biaya
terkendala oleh status ekonomi. untuk mereka”
Namun berbeda halnya Hal senada juga dikemukakan
dengan informan lainnya yaitu Puli. oleh Mustika yang juga sudah
Puli adalah seorang pegawai berpendidikan S1. Mustika
negeri sipil (guru) di kecamatan selanjutnya mengatakan: “kalau
Halong. Menurut Puli bahwa: orang tuanya berpendidikan,
“ kedepannya anak-anak terus biasanya anak-anaknya dilarang
untuk ikut ke kebun. Jadi biasanya

45
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

mereka akan mengutamakan ekonomi orang tua tergolong


pendidikan anak-anaknya” rendah. Sebagaimana yang
Berbeda dengan orang tua dikatakan oleh salah seorang
yang tidak pernah mengenyam informan yaitu Layai. Layai adalah
bangku pendidikan. Seperti yang salah seorang informan yang
dikemukakan oleh Mundi. Mundi tinggal di desa Urin, namun tempat
tidak pernah mengenyam bangku tinggalnya jauh dari desa Urin
pendidikan, begitu pula dengan walaupun masih termasuk desa
isterinya Atung. Kepada peneliti Urin. Dari tiga orang anaknya,
Mundi mengatakan bahwa: “saya hanya satu orang yang bersekolah
mempunyai empat orang anak, dan sampai SD, sedangkan dua orang
semuanya tidak ada yang tamat lainnya tidak bersekolah. Ketika
SD. Pendapat saya lebih baik anak ditanya mengapa dia tidak
membantu orang tuanya bekerja” menyekolahkan anaknya Layai
Pernyataan serupa juga berujar “anak kami suruh bekerja
disampaikan oleh Adun. Adun tidak saja mencari duit, tempat tinggal
pernah bersekolah dan begitu pula kami jauh di gunung. Ke sekolah
dengan isterinya Mawar. Adun SD saja jauh apalagi ke sekolah
mengatakan: “menurut saya lebih SMP atau SMA. Makanya salah
baik anak membantu orang tua seorang saja yang sekolah, dua
bekerja sebagai penyadap karet.” anak lainnya tidak sekolah.”
Dari beberapa pernyataan 4. Jumlah Anak
informan tersebut di atas, maka Walaupun program keluarga
dapat disimpulkan bahwa orang berencana sudah lama dikenal
yang berpendidikan ternyata lebih oleh masyarakat Indonesia,
memperhatikan tentang pendidikan termasuk oleh warga dayak di
anak-anaknya dibanding dengan kecamatan Halong, namun sampai
orang tua yang tidak sekarang masih banyak ditemukan
berpendidikan. warga yang mempunyai anak lebih
3. Jarak tempat tinggal dengan dari tiga orang.
Sekolah Perhatian orang tua terhadap
Untuk warga dayak yang ada satu atau dua orang anak tentu
di kecamatan Halong, saat ini yang sangat berbeda jika dibandingkan
tersedia hanya sampai tingkat SD, dengan keluarga yang mempunyai
jika ingin melanjutkan ke sekolah banyak anak. Begitu pula
lanjutan tingkat atas, maka mereka perhatiannya dalam hal
harus menempuh perjalanan yang pendidikan, terlebih jika keluarga
tentu saja memerlukan waktu tersebut ekonominya pas-pasan.
berjam-jam jika naik sepeda. Bagi Berkaitan dengan jumlah anak
sebagian warga dayak yang ada di ini salah seorang informan yang
kecamatan Halong mereka bernama Tirus mengatakan bahwa:
mengatakan merasa lebih dekat “jumlah anak kami 10 orang.
menyekolahkan anak di Barabai Semuanya pernah saja sekolah,
dibanding dengan ke ibu kota tetapi tidak ada yang bisa sampai
Kabupaten Balangan. Oleh karena tamat SMA, karena biayanya tidak
itu dari beberapa informan yang sanggup lagi membiayai banyak
diwawanacarai, beberapa orang anak.”
diantaranya mengatakan Pernyataan lainnya
menyekolahkan anaknya ke dikemukakan oleh Mundi bahwa:
Barabai (HST). anak-anak kami semuanya tidak
Jarak tempat tinggal dengan ada yang tamat SD.”
sekolah juga mempengaruhi pola Berbeda dengan informan
fikir orang tua tentang pendidikan lainnya yaitu Ilik, semua anaknya
anak-anaknya, terlebih jika kondisi sekolah. Dari tiga orang anaknya,

46
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

dua orang lulus SMA, dan bahkan lulus, tetapi mereka bertekat untuk
satu orang diantaranya bisa menyekolahkan anak-anaknya
meneruskan kuliah. Sedangkan sampai sarjana. Sebagainya yang
yang bungsu masih TK. dikatakan oleh Yamani bahwa:
Hasil penelitian ini sesuai “kami mau anak-anak kami
dengan apa yang dikemukakan nantinya bisa melanjutakan
oleh Okta Sofia, (2009) bahwa sekolahnya sampai sarjana, terus
jumlah anak yang dimiliki keluarga sekolah jangan sampai putus di
akan mempengaruhi pola asuh tengah jalan.”
yang diterapkan orang tua. Namun pernyataan berbeda
Semakin banyak jumlah anak yang disampaikan oleh informan
dalam keluarga, maka ada yang usianya di atas 50 tahun.
kecenderungan bahwa orang tua Mereka lebih menginginkan anak-
tidak begitu menerapkan pola anakanya bisa membantu ekonomi
pengasuhan secara maksimal keluarga. Sebagaimana yang
pada anak karena perhatian dan dikemukakan oleh salah seorang
waktunya terbagi antara anak yang informan yang bernama Kayau.
satu dengan anak yang lainnya Kayau berusia 55 tahun, dan
mempunyai delapan orang anak.
5. Usia Namun dia mengatakan bahwa
Usia seseorang ternyata juga anak-anak harus bisa membantu
memberikan pengaruh terhadap ekonomi keluarga. Oleh karena itu
pola pendidikan anak-anaknya. sekolah dinomorduakan.
Dari seluruh informan yang Hal senada juga dikemukakan
diwawancarai, bagi yang berusia di oleh informan lainnya yaitu Acin.
bawah 50 tahun ternyata lebih Saat wawancara dilakukan usia
memperhatikan pendidikan anak- Acin 67 tahun. Pekerjaan sehari-
anaknya dibanding dengan harinya adalah bertani. Kepada
informan yang berusia di atas 50 peneliti, Acin mengatakan bahwa:
tahun. “anak kami suruh untuk bekerja
Sebagaimana yang saja karena keadaan ekonomi
dikemukakan oleh informan yang keluarga susah.”
bernama Kutie yang berusia 36
tahun. Kutie mempunyai dua orang E. Kesimpulan dan Saran
anak, dan keduanya bersekolah. a. Kesimpulan
Walaupun Kutie dan isterinya tidak Dari penelitian ini dapat
pernah mengenyam pendidikan, disimpulkan:
tetapi Kutie bertekat untuk 1. Pemahaman orang tua tentang
menyekolahkan anaknya setinggi- pendidikan bagi masyarakat
tingginya. Bahkan karena di suku dayak di Kecamatan
Halong tidak ada SMA, maka dia Halong termasuk kategori baik.
menyekolahkan anaknya ke SMA Mereka umumnya memahami
Barabai. Kepada peneliti, Kutie bahwa pendidikan itu sangat
mengatakan: “anak kami jangan penting. Hal ini dapat
sampai seperti kami, tidak sekolah. diketahui dari jawaban seluruh
Anak-anak bebas mau sekolah informan yang mengatakan
kemana saja, asal dia mau dan bahwa pada dasarnya mereka
kami meyuruh dia sekolah terus.” ingin agar anak-anaknya bisa
Hal senada juga dikatakan bersekolah setinggi-tingginya
oleh Yamani. Yamani salah 2. Pola asuh yang diterapkan
seorang informan yang berusia 30 orang tua dalam pendidikan
tahun. Walaupun dia dan isterinya anak adalah: (a) Pola Asuh
hanya mengenyam pendidikan Permisif dan Pola Asuh
sekolah dasar dan tidak sampai demokratis

47
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 1, Mei 2017

3. Faktor-faktor yang (http://helvivito.blogspot.com,


mempengaruhi pola diakses 3 Januari 2014).
pendidikan anak adalah: (a)
Tingkat Sosial Ekonomi Hurlock, E.B. 1999. Chlid Development
Keluarga, (b) tingkat Jilid II, terjemahan Tjandrasa,
Pendidikan orang tua, (c) jarak Jakarta: Erlangga.
tempat tInggal dengan
sekolah, (d) usia dan (e) Fadillah, Ika dkk. 2010 . Hubungan Tipe
jumlah Anak Pola Asuh Orang Tua dengan
Emotional Quotient pada Anak
b. Saran Usia Prasekolah di TK Islam Al-
1. Penyuluhan tentang pendidikan Fatihah Sumampir Purwokwrto
hendaknya secara kuntinu Utara. Jurnal Keperawatan
dilaksanakan, agar masyarakat Soedirman (The Soedirman
semakin memahami tentang Journal of Nursing), Volume 5,
arti pentingnya pendidikan No.1, Maret 2010.
2. Instansi terkait hendaknya
menyediakan fasilitas Lincoln, Ys dan Guba, FG. 1985.
pendidikan yang mudah Naturalistik Inguiry. Beverly. Hill
terjangkau oleh masyarakat Sage Publication.
(sesuai SPM Pendidikan)
3. Akses jalan untuk menuju ke Mussen, P. H. 1989. Pengembangan
sekolah saat ini terlihat banyak dan Kepribadian Anak. Jakarta: Arcan
yang sangat memprihatinkan,
untuk itu perlu mendapat Pamilu, Anik. 2007. Mendidik Anak
perhatian bagi instansi terkait Sejak Dalam Kandungan.
Panduan Lengkap Cara
Mendidik Anak Untuk Orang
DAFTAR PUSTAKA
Tua. Citra Media: Yogyakarta
Anisa, Siti. 2005. Kontribusi Pola Asuh
Saputro, Adi Purnomo. 2011. Faktor-
Orang tua terhadap
faktor Penyebab, Anak Usia
Kemandirian Siswa Kelas II
Sekolah, Pendidikan Dasar,
SMA Negeri 1 Balapulang
Skripsi (onlile)
Kabupaten Tegal Tahun
(http://lib.unnes.ac.id/855/,
Pelajaran 2004/2005. Skripsi.
diakses 27 Desember 2013).
Universitas Negeri Semarang.
Suarsini, Desy. 2013. Pola Asuh Orang
Sochib, Moch. 2000. Pola Asuh Orang
Tua, Artikel
Tua. Dalam Membantu Anak
(online)(http;//desysuar.blogspot
Mengembangkan Disiplin Diri.
.com, diakses 10 Desember
Rineka Cipta: Jakarta.
2013)
Baharuddin, M. 2004. Putus Sekolah
dan Masalah
Penanggulangannya.Jakarta:
Yayasan Kesejahteraan
Keluarga Pemuda 66.

Gunarsa, Singgih. 2002, Psikologi


Perkembangan Anak dan
Remaja, Jakarta: Gunung Mulia.

Helvivito. 2012. Faktor Penyebab Putus


Sekolah. Artikel (online)

48
Rabiatul Adawiah, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak: Studi pada Masyarakat Dayak di Kecamatan Halong Kabupaten
Balangan

Anda mungkin juga menyukai