DISUSUN OLEH :
KELAS : 64.2E.26
EKONOMI MAKRO
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah kami dengan judul
“Pengangguran, Inflansi Dan Kebijakan Pemerintah”. Makalah ini ditulis dalam rangka untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Makro.
Penyusunan laporan ini bersumber pada informasi internet, diharapkan pembaca dapat
mengetahui tentang Permasalahan dan Pengambilan Keputusan dalam Organisasi serta dapat
memberikan manfaat khususnya bagi para pembaca.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, izinkanlah kami untuk menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berjasa memberikan motivasi dalam rangka menyelesaikan
makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Vicky Windasari S.Ikom selaku dosen
mata kuliah Pengantar Ekonomi Makro dan juga kepada rekan-rekan mahasiswa sekalian.
Demikian makalah ini kami buat. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini. Kami meminta maaf apabila ada kesalahan pada penyusunan kata
dalam penyusunan makalah ini karena pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................
BAB I......................................................................................................................................................
PENDAHULUAN .................................................................................................................................
BAB II....................................................................................................................................................
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................
2.1 Pengangguran...................................................................................................................................
PENDAHULUAN
Dalam indikator ekonomi makro ada tiga hal terutama yang menjadi pokok permasalahan
ekonomi makro. Pertama adalah masalah ketidakefisienan dalam penggunaan faktor-faktor
produksi yang tersedia dalam perekonomian. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah
indikator pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan juga
berkaitan dengan kemampuan daya beli.
Inflasi mencerminkan stabilitas harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti semakin
besar adanya kecenderungan ke arah stabilitas harga. Namun masalah inflasi tidak hanya
berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan jasa. Inflasi juga sangat berkaitan
dengan purchasing power atau daya beli dari masyarakat. Sedangkan daya beli masyarakat
sangat bergantung kepada upah riil. Inflasi sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika kenaikan
harga dibarengi dengan kenaikan upah riil.
Maka dari itu, kami membuat makalah ini dengan bertujuan untuk menunjukkan
keadaan-keadaan yang menimbulkan masalah-masalah itu, bentuk-bentuk dari masalah itu,
dan akibat-akibat buruk dari masalah itu kepada keseluruhan perekonomian dan kepada
perorangan-perorangan dalam perekonomian.
1.2 Rumusan masalah
1. Masalah pengangguran
2. Masalah inflasi
3. Kebijakan fiskal dan masalah pengangguran
4. Kebijakan moneter dan masalah penganggguran
5. Masalah inflasi dan kebijakan pemerintah
6. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
1. 4 Metode Penulisan
Berbagai metode dan teknik penulisan dapat kita gunakan. Namun dalam hal ini metode
penulisan yang kami gunakan dari berbagai referensi misalnya dengan cara browsing
internet dan kajian buku.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengangguran
Menurut Badan Pusat Statistik, Pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja
tetapi sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, merasa tidak mungkin
mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja.
B. Pengangguran Struktural
C. Pengangguran Teknologi
Pengangguran dapat pula disebabkan oleh adanya pergantian tenaga manusia oleh
mesin-mesin atau bahan-bahan kimia. Misalnya : racun lalang dan rumput, telah
mengurangi penggunaan tenaga kerja untuk membersihkan sawah, ladang dan
perkebunan. Begitu juga, mesin telah mengurangi keperluan tenaga kerja untuk mengorek
tanah, memotong rumput, membersihkan hutan untuk ditanami, dsb. Pengangguran yang
ditimbulkan oleh berlakunya pergantian tenaga manusia dengan mesin-mesin yang lebih
modern disebut Pengangguran Teknologi.
D. Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik
turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran
kerja. Contohnya, orang-orang yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Menurut ciri-cirinya, terdiri atas :
A. Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang
lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Efek dari kejadian ini, dalam jangka panjang,
mereka tidak melakukan suatu pekerjaan. Jadi mereka menganggur secara nyata dan tidak
ada pekerjaan sama sekali, oleh karenanya dinamakan pengangguran terbuka. Contohnya,
banyaknya sarjana namun sedikit lapangan pekerjaan.
B. Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran tersembunyi merupakan kondisi dimana jumlah tenaga kerja lebih
banyak dari yang seharusnya diperlukan. Kelebihan jumlah tenaga kerja menyebabkan
kegiatan tidak dapat berjalan dengan merata, sebagian ada yang bekerja dan sebagian ada
yang tidak bekerja.
Sebagai contoh, jumlah pelayan kafe yang terlalu banyak daripada kebutuhan
sebenarnya. Sebagian dari mereka akan bekerja melayani pelanggan, tapi sebagian akan
banyak menganggur karena sudah ada yang melayani pelanggan. Hal ini yang dinamakan
pengangguran tersembunyi.
Contoh lain yang bisa ditemui ada pada masyarakat di pedesaan. Mayoritas
bekerja sebagai petani dengan jumlah yang cukup banyak. Jumlah sawah yang harus
digarap oleh para petani tersebut tidak terlalu luas sehingga jika dikerjakan dengan
jumlah yang banyak tidak semua akan mendapatkan bagian yang sama dalam
mengerjakan.
C. Pengangguran Bermusim
Pengangguran jenis ini dapat ditemui pada mereka yang bekerja di bidang
pertanian atau nelayan. Ketika memasuki musim panen, petani akan bekerja penuh waktu
untuk mendapatkan hasil panen dalam jumlah yang banyak. Namun, apabila suatu masa
hasil pertaniannya tidak maksimal atau terjadi kegagalan panen akan membuat mereka
menjadi pengangguran. Sama halnya dengan mereka yang bekerja sebagai nelayan.
Ketika musim sedang tidak bagus untuk pergi ke laut, nelayan tidak bisa bekerja sehingga
harus menganggur beberapa waktu dan menunggu sampai ada waktu yang tepat untuk
melaut. Hal-hal tersebut yang menyebabkan mereka menjadi pengangguran musiman.
D. Setengah Menganggur
Setengah menganggur merupakan orang yang sebenarnya sudah memiliki
pekerjaan, tetapi jam kerjanya berbeda dengan pekerja pada umumnya. Mereka hanya
bekerja berdasarkan permintaan dari pemberi kerja dalam jangka yang tidak menentu,
mungkin satu sampai dua kali dalam satu minggu atau bekerja kurang dari 7 sampai 8
jam per hari. Orang yang bekerja secara part time atau freelance bisa disebut juga sebagai
setengah menganggur.
2.5 Inflasi
Menurut Badan Pusat Statistik, inflasi adalah presentase tingkat kenaikan harga sejumlah
barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga.
Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia, inflasi sebagai kenaikan harga barang dan jasa
yang terjadi secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.
Kebalikan dari inflasi adalah deflasi. Deflasi bisa diartikan sebagai penurunan harga
barang dan juga jasa yang terjadi secara umum dan terus-menerus.
Teori Philips yang juga dikenal dengan konsep kurva Philips adalah sebuah konsep ekonomi
yang menghubungkan antara inflasi dan tingkat pengangguran.
Teori ini mengasumsikan korelasi negatif (hubungan terbalik) yang berarti ketika tingkat
pengangguran rendah maka tingkat inflasi cenderung tinggi, dan sebaliknya ketika tingkat
pengangguran tinggi maka tingkat inflasi cenderung rendah.
Dalam prakteknya, konsep kurva Philips lebih cenderung menggambarkan hubungan antara
inflasi dan pengagguran dalam jangka pendek.
Tetapi perubahan struktural dalam perekonomian dan faktor-faktor ekonomi lainnya dapat
memengaruhi hubungan ini. Seperti perubahan dalam dinamika pasar tenaga kerja,
perkembangan teknologi, perubahan harga bahan baku, kebijakan perdagangan.
Tahun 2023 merupakan tahun yang berat untuk Provinsi Maluku dimana harus menghadapi
tantangan ekonomi yang kompleks terkait dengan dinamika pengangguran dan inflasi.
Tingkat pengangguran menjadi perhatian utama dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang
inklusif, selain itu inflasi yang tinggi atau tidak dapat terkendali dapat memberikan dampak
negatif terhadap daya beli masyarakat.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku ditemukan bahwa,
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Maluku pada bulan Februari 2023 berada pada
posisi 6,08 persen. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan bulan Februari
2022 (6,44 persen) dan kondisi Agustus 2022 (6,88 persen).
Penurunan angka pengangguran terbuka terjadi secara konsisten baik pada penduduk laki-laki
(dari 5,68 persen pada Februari 2022 menjadi 5,22 persen pada Februari 2023) maupun
penduduk perempuan (dari 7,63 persen menjadi 7,30 persen).
Selain itu, penurunan angka TPT juga terjadi secara konsisten baik di wilayah perkotaan maupun
wilayah pedesaan.
Jika dilihat perkembangan tren 10 tahun terakhir pada kondisi Februari, mulai dari Februari 2013
sampai dengan Februari 2023 angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Maluku
berada pada kisaran 6,08 persen sampai dengan 7,77 persen. Sedangkan untuk rata-rata TPT
Provinsi Maluku selama 10 tahun terakhir berada pada kisaran 6,79 persen.
Dari kondisi tersebut terlihat Provinsi Maluku masih terjebak pada tingkat pengangguran
alamiah, dimana kisaran pengangguran antara 6 – 7 persen.
Pada bulan Agustus 2022, terjadi penurunan sebesar 113.290 orang pada jumlah penduduk usia
kerja yang terdampak COVID-19 di Maluku. Komponen yang paling berpengaruh terhadap
penurunan tersebut adalah pengurangan jam kerja (shorter hour) akibat pandemi COVID-19.
Selain pengangguran, inflasi juga bereran penting terhadap dinamika perekonomian Maluku.
Tingkat Inflasi yang stabil sangat penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas
ekonomi daerah. Tingkat infalasi yang tinggi dapat membawa pengaruh biaya hidup penduduk di
Provinsi Maluku. Jika inflasi tinggi, maka harga barang dan jasa cenderung mengalami kenaikan
dan hal ini akan mengurangi daya beli masyarakat.
Inflasi di Kota Ambon mengalami tren kenaikan yang signifikan mulai dari tahun 2021 hingga
April 2023. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, kenaikan
angka inflasi di Kota Ambon telah terlihat sejak tahun 2021.
Pada tahun 2020, inflasi di Kota Ambon hanya sebesar 0,09 persen, namun meningkat drastis
menjadi 4,05 persen pada tahun 2021. Selanjutnya, angka inflasi terus meningkat secara
beruntun di tahun 2022, mencapai puncaknya pada akhir tahun dengan angka inflasi 6,39 persen.
Hingga bulan April 2023, inflasi di Kota Ambon telah mencapai 4,86 persen, dan perlu diingat
bahwa masih terdapat 8 bulan lagi hingga akhir tahun 2023.
Pergerakan kenaikan angka inflasi di Kota Tual sudah terlihat sejak tahun 2019, mengikuti tren
yang serupa dengan kondisi Kota Ambon.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, inflasi di Kota Tual
pada akhir tahun 2018 hanya 1,62 persen. Namun, angka inflasi tersebut mengalami peningkatan
menjadi 2,34 persen pada akhir tahun 2019, dan terus meningkat hingga menembus angka 4,52
persen pada akhir tahun 2022. Hingga bulan April 2023, inflasi di Kota Tual telah mencapai 6,15
persen dan menjadi angka inflasi tertinggi di kawasan Sulawesi Maluku Papua (SULAMPUA).
Potensi peningkatan inflasi di Kota Ambon dan Kota Tual diperkirakan masih akan terjadi pada
beberapa bulan kedepan. Salah satu penyebabnya adalah faktor musim, dimana dalam beberapa
bulan kedepan akan memasuki musim timur sehingga akan berpengaruh pada supply komoditi
hasil perikanan. Jika berkurangnya supply dari hasil penangkapan ikan dan permintaan dari
konsumen tetap maka secara tidak langsung akan berpotensi menyebabkan kenaikan harga.
Faktor lain yang berpotensi mendorong kenaikan inflasi adalah harga tiket pesawat yang masih
relatif tinggi, dan berdampak pada kelompok pengeluaran transportasi.
Hingga bulan April 2023, inflasi pada komponen ini di Kota Ambon mencapai 13,41 persen,
sedangkan di Kota Tual mencapai 22,36 persen. Oleh karena itu, hal ini menjadi perhatian serius
bagi para pemangku kebijakan.
Dinamika inflasi dan pengangguran di Maluku memiliki hubungan yang sangat kompleks dan
saling memengaruhi dalam konteks perekonomian regional.
Perkembangan inflasi dapat memiliki dampak negatif terhadap pengangguran, sementara tingkat
pengangguran yang tinggi juga dapat berkontribusi pada masalah inflasi.
Ketika inflasi Kota Ambon dan Kota Tual terus meningkat maka biaya hidup akan cenderung
meningkat dan akan mengurangi daya beli masyarakat di Ambon dan Tual. Hal ini menyebabkan
penurunan tingkat konsumsi yang akan berpengaruh menghambat pertumbuhan ekonomi dan
implikasinya pada penurunan permintaan tenaga kerja.
Jika permintaan tenaga kerja menurun maka tingkat pengangguran cenderung meningkat, karena
jumlah pencari kerja melebihi kapasitas lapangan kerja yang tersedia.
Sehingga untuk mengatasi dinamika inflasi dan pengangguran di Maluku, perlu langkah-langkah
strategis yang diambil Pemerintah Daerah. Pemerintah dan pemangku kebijakan perlu
memperhatikan stabilitas harga dan menjaga inflasi pada tingkat yang terkendali melalui
kebijakan moneter dan fiskal yang tepat.
Selain itu, pengembangan sektor ekonomi yang berpotensi menciptakan lapangan kerja baru
perlu didorong seperti sektor pariwisata, pertanian, perikanan dan industri kreatif.
Investasi dalam pendidikan dan pelatihan ketrampilan juga menjadi sangat penting untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja di Maluku.
Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan serta pelatihan teknis akan mengurangi kesenjangan
antara keahlian yang diminta oleh pasar kerja dan ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja di
Maluku. Sehingga hal ini akan meningkatkan peluang kerja dan merupakan salah satu faktor
dalam mengurangi tingkat pengangguran di Maluku.
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat dirasakan
sangat penting untuk menciptakan sinergi yang efektif dalam mengatasi dinamika inflasi dan
pengangguran di Maluku.
Pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan didukung oleh kebijakan yang proaktif dan
inovatif, dapat membantu mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif dan menciptakan lapangan
kerja yang lebih luas bagi masyarakat Maluku.
Penulis : Jefri Tipka, S.Si, M.Si; Statistisi Ahli Muda BPS Provinsi Maluku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas mengenai macam dan sebab tentang pengangguran, inflasi,
dan kebijakan pemerintah dapat bervariasi tergantung pada konteks dan faktor-faktor yang
terlibat. Namun, beberapa kesimpulan umum yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
Pengangguran: Tingkat pengangguran yang tinggi menunjukkan bahwa ada kekurangan
lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pencari kerja. Ini dapat
mengakibatkan konsekuensi negatif, seperti penurunan pendapatan, penurunan standar hidup,
dan ketidakstabilan sosial. Kebijakan pemerintah yang fokus pada menciptakan lapangan kerja,
pelatihan keterampilan, dan mendorong investasi sektor swasta dapat membantu mengurangi
tingkat pengangguran.
Inflasi: Inflasi terjadi ketika harga barang dan jasa secara umum naik secara
berkelanjutan. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mengurangi daya beli masyarakat, menyebabkan
ketidakstabilan ekonomi, dan merugikan kelompok dengan pendapatan tetap. Kebijakan
pemerintah yang berfokus pada pengendalian inflasi melalui kebijakan moneter dan fiskal yang
tepat dapat membantu menjaga stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi yang seimbang.
Kebijakan pemerintah: Kebijakan pemerintah dapat memiliki dampak signifikan terhadap
pengangguran dan inflasi. Kebijakan fiskal, seperti pengeluaran pemerintah dan pajak, dapat
mempengaruhi tingkat permintaan agregat dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter,
seperti tingkat suku bunga dan operasi pasar terbuka, dapat mempengaruhi suplai uang, suku
bunga pinjaman, dan inflasi. Pemerintah juga dapat menerapkan kebijakan pelatihan
keterampilan, insentif investasi, dan perlindungan tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran.
Penting untuk dicatat bahwa efek kebijakan pemerintah terhadap pengangguran dan
inflasi dapat kompleks dan tergantung pada faktor-faktor ekonomi, politik, dan sosial yang
berbeda. Oleh karena itu, analisis yang lebih mendalam dan pertimbangan konteks spesifik
diperlukan untuk mengambil kesimpulan yang lebih tepat dan akurat.
B. Saran
Pemerintah harus mengatasi masalah pengangguran inflasi di Negara ini agar tidak ada
pengangguran yang bertambah semakin banyak. Dengan cara menyediakan lowongan pekerjaan,
meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat, memperbaiki pembagian pendapatan,
meningkatkan kemakmuran keluarga dan kestabilan keluarga, menghindari masalah kejahatan
dan mewujudkan kestabilan politik. Dengan cara ini pemerintah dapat mengatasi masalah
pengangguran walaupun hanya sebagian saja.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/literasi/jenis-pengangguran/#:~:text=atau%20kemerosotan
%20industri.-,3.,sebagian%20ada%20yang%20tidak%20bekerja
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220202114604-537-754013/3-cara-
mengatasi-inflasi-beserta-penjelasannya
https://an-nur.ac.id/pengertian-inflasi-jenis-dampak-buruk-dan-kebijakan-inflasi/
#:~:text=Dampak%20buruk%20inflasi&text=Masyarakat%20akan%20kesulitan
%20untuk%20membeli,harga%20di%20pasar%20sudah%20naik
https://www.tribun-maluku.com/dinamika-inflasi-dan-pengangguran-maluku/05/17/