Anda di halaman 1dari 3

SEJARAH TERBENTUKNYA KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA

ATAU MURATARA

Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) merupakan satu dari 17 kabupaten kota di
Sumatera Selatan (Sumsel). Kabupaten paling barat di Sumsel ini ditetapkan sebagai Daerah
Otonomi Baru (DOB) tanggal 11 Juni 2013. Daerah yang dijuluki Bumi Beselang Serundingan
ini adalah pemekaran dari kabupaten induk Musi Rawas. Terbentuknya Kabupaten Muratara
memiliki sejarah yang memilukan hingga menelan korban jiwa dan beberapa fasilitas umum
hancur. Sejarah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) bermula dari keinginan masyarakat
untuk membentuk kabuapten yang sebenarnya sudah mulai digaungkan sejak tahun 1960 an.
Masyarakat Rupit Rawas, atau Kawedanan Rawas, kala itu menggebu-gebu ingin memisakan
diri dari Kabupaten Musi Rawas. Keinginan tersebut banyak menemui hambatan dan kendala,
tetapi masyarakat terus memperjuangkannya. Hingga pada tahun 2004 dibentuklah Presidium
Persiapan Kabupaten Musi Rawas Utara (PPK Muratara). Bulan April 2005, lebih kurang 3.000
orang dari 7 kecamatan di wilayah Muratara menggelar demonstrasi menuntut pemekaran.
Massa menyampaikan aspirasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Rawas. Massa diterima Ketua DPRD Musi Rawas HA
Karim AR, Bupati Musi Rawas Ibnu Amin, dan Sekretaris Daerah Musi Rawas Syarif Hidayat.
Akhirnya, disepakati Bupati dan Ketua DPRD, dengan menugaskan Sekretaris Daerah Syarif
Hidayat sebagai ketua tim persiapan pemekaran. Syarif Hidayat, Bupati Muratara saat ini
ditugaskan memperbaharui semua administrasi dan kelengkapan pemekaran Kabupaten Musi
Rawas. Dalam tempo 15 hari, hasil kerja tim telah disampaikan kepada DPRD Kabupaten Musi
Rawas. Setelah itu dibentuklah panitia khusus (Pansus) untuk melakukan pembahasan
pemekaran Kabupaten Musi Rawas. Terlalu lama menunggu, tahun 2007 masyarakat kembali
melakukan demonstrasi dengan jumlah yang lebih besar dari aksi tahun 2005. Sekitar 7.000
massa mendatangi kantor DPRD dan kantor Bupati Musi Rawas. Masyarakat diterima oleh
Bupati Musi Rawas, Ridwan Mukti dan Ketua beserta anggota DPRD Kabupaten Musi Rawas.
Masyarakat menuntut agar Bupati Ridwan Mukti segera menyetujui pembentukan
Kabupaten Muratara. Pada saat demontrasi tersebut massa terpancing emosi, sehingga melempari
kaca gedung DPRD Musi Rawas.
Massa merasa dilecehkan oleh orasi Bupati Ridwan Mukti saat menemui pendemo,
sehingga situasi menjadi panas. Tak sampai di situ, ribuan massa bergerak menuju ke perbatasan
Muratara dengan Kabupaten Musi Rawas dekat jembatan Air Dulu. Masyarakat menutup Jalan
Lintas Tengah Sumatera (Jalinsum) dan tetap menuntut pemekaran. Jalinsum akhirnya dibuka
setelah ada kesepatan berupa surat perjanjian yang ditulis tangan oleh anggota DPRD Musi
Rawas Arjuna Jipri. Surat itu ditandatangani oleh perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Musi
Rawas, Unsur Muspida, Ketua DPRD dan Ketua Presidium. Usaha tersebut belum juga berhasil,
sehingga Presidium menemui Gubernur Sumsel, Kapolda dan Pangdam. Sementara tokoh-tokoh
Muratara mendatangi Bupati Musi Rawas di rumah dinasnya agar menandatangani
persetujuan pemekaran. Pembentukan Kabupaten Muratara terus diperjuangkan dengan rentetan
waktu yang begitu panjang. Keputusan DPRD Musi Rawas Nomor : 12/KPT/DPRD/2005
tanggal 3 September 2005 tentang persetujuan usul pemekaran Kabupaten Muratara tak ada
cerita lagi. Masyarakat terus menunggu dan menanti kapan DOB Muratara disetujui dan
disahkan Pemerintah Republik Indonesia bersama DPR RI. Rancangan Undang-Undang (RUU)
DOB Kabupaten Muratara untuk disahkan menjadi Undang-Undang tak kunjung ada kepastian.
Di tengah ketidakpastian serta minimnya komunikasi pemerintah kepada masyarakat,
maka terjadi lagi pemblokadean Jalinsum tanggal 29 April 2013. Pendemo membakar ban-ban
bekas sebagai bentuk tuntutan dan protes agar Kabupaten Muratara segera lahir dan disahkan.
Dalam waktu singkat, aksi pada hari itu menutup total jalan negara, yaitu jalur yang
menghubungkan Jambi, Palembang dan Bengkulu. Bahkan keinginan polisi agar warga
membuka jalan pun justru dibalas dengan lemparan batu secara massal dan menyatu. Hingga
menjelang sore, aksi masyarakat di simpang 4 Karang Dapo tersebut masih berlangsung.
Pendemo akan membuka blokade jalan apabila Gubernur Sumsel dan Menteri Dalam Negeri RI
datang menemui mereka. Perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Musi Rawas yang datang
membujuk warga untuk membuka blokade jalan tidak digubris. Satu tuntutan warga yang sudah
larut dalam semangat dan emosi kala itu adalah Kabupaten Muratara harus lahir. Aksi tetap
berlangsung hingga malam hari sekitar pukul 21:00 WIB, Kapolres Musi Rawas kembali
meminta massa membubarkan diri. Namun ribuan warga tidak mau bubar, bahkan merapat
dalam posisi berhadap-hadapan dengan polisi. Letusan yang diduga berasal dari senjata api
terdengar, sehingga aksi sempat mereda. Namun satu jam kemudian, massa dengan beringas
kembali melempari petugas, hingga bentrokan tak dapat dihindari. Amarah warga sudah tidak
terkendali lagi setelah mengetahui ada empat orang meninggal saat bentrokan tersebut.
Empat warga meninggal itu diyakini terkena peluru dari pihak aparat, hingga membuat
massa semakin marah. Kemudian massa merusak dan membakar markas Polsek Muara Rupit.
Massa juga membakar dua mobil patrol polisi, satu sepeda motor dan sejumlah rumah di asrama
polisi pun dihancurkan. Dalam kejadian itu puluhan warga mengalami luka-luka, 4 orang
meninggal dunia, dan 6 polisi mengalami cedera. Warga yang meninggal adalah Mikson (35),
Apriyanto (18), Suharto (18) dan Fadilah (40), semuanya warga Muratara. Sementara belasan
warga luka-luka lainnya dirawat di rumah sakit di Lubuk Linggau dan Puskesmas terdekat.
Tanggal 30 April 2013, Jalinsum dan dua jembatan di Muara Rupit masih ditutup oleh pendemo.
Gubernur Sumsel, Alex Noerdin saat itu masih berada di Jakarta mengikuti acara Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas).
Sang Gubernur terpaksa meminta izin kepada Presiden untuk pulang ke Sumsel guna menemui
massa. Pukul 16:00 WIB sore, rombongan Gubernur Alex Noerdin mendarat di Bandara
Silampari Lubuk Linggau.
Alex Noerdin didampingi Pangdam II Sriwijaya, Mayjen TNI Nugroho Widyotomo
langsung menuju Muara Rupit. Situasi Muara Rupit saat itu masih mencekam, Alex Noerdin dan
rombongan langsung menemui salah satu keluarga korban tewas. Alex memberikan bantuan
kepada korban, lalu menemui pendemo di simpang Jalinsum Muara Rupit atau simpang 4
Karang Dapo. Di hadapan ribuan pendemo, Alex Noerdin meminta jalan lintas dibuka demi
kemaslahatan orang banyak. Alex menjamin dan bertanggungjawab bahwa Kabupaten Muratara
akan menjadi DOB. Ribuan masyarakat menyambut baik dan meneriakkan yel-yel 'Hidup
Gubernur' dan 'Hidup Pangdam'. Pukul 18:30 WIB, Alex Noerdin beserta rombongan pulang ke
Palembang. Situasi Muara Rupit mulai kondusif, Jalinsum dibuka oleh pendemo dan arus lalu
lintas kembali normal. Hari ketiga setelah itu, Kapolda Sumsel Irjen Saud Usman Nasution
datang ke Muara Rupit dan menyembelih seekor Kerbau sebagai tanda perdamaian. Perjalanan
panjang pembentukan DOB Muratara akhirnya mencapai titik terang, namun masih terkendala
soal tapal batas. Pembahasan peta batas Muratara dengan Musi Rawas dan Provinsi Jambi yang
difasilitasi Menteri Dalam Negeri berjalan lancar dan tepat waktu. Sedangkan sengketa Suban IV
menjadikan pembentukan Kabupaten Muratara kembali terhambat. DPR RI mengusulkan
permasalahan itu harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum Muratara terbentuk. Blok Suban IV
berada di antara perbatasan Kabupaten Musi Banyuasin dengan Kabupaten Musi Rawas. Dalam
Permendagri Nomor 63 Tahun 2007 dimasukkan ke wilayah Kabupaten Musi Rawas, yang
sekarang masuk wilayah Muratara.
Terkait permasalahan batas wilayah antara Kabupaten Musi Banyuasin dengan Musi
Rawas itu menjadi penghalang pembentukan Kabupaten Muratara. Melalui negosiasi yang ulet,
akhirnya disepakati batas kedua wilayah tersebut. Komisi II DPR RI memasukkan agenda
pembahasan DOB Kabupaten Muratara pada masa sidang DPR RI tanggal 13 Mei sampai Juli
2013. Selanjutnya diagendakan untuk disahkan dalam sidang paripurna DPR RI.
Rapat Komisi II DPR RI yang dipimpin Ketua Komisi Agun Gunandjar Sudarsah dengan
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi dan Komite I DPD, di Gedung DPR RI Senayan Jakarta.
Keputusan pengesahan RUU tentang pembentukan DOB Kabupaten Muratara menjadi Undang-
Undang diambil setelah seluruh fraksi menyetujui. DOB Kabupaten Muratara akhirnya disahkan
dalam sidang paripurna pada tanggal 11 Juni 2013. Pada tanggal 10 Juli 2013
Kabupaten Muratara resmi terbentuk dan berdiri serta disahkan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2013. Pembentukan Kabupaten Muratara Provinsi Sumsel termuat dalam
lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2013.

Anda mungkin juga menyukai