Anda di halaman 1dari 14

jaringan perifer termasu

k oleh sel otot dan


sel
lemak
serta
k
etidakmampuan
menyimpan glukosa sebagai glikogen
dalam otot dan hati dan
terjadi stimulasi
gluk
agon
pa
da
sel
hati
untuk
gluko
neogenisis
menyeba
bkan
semakin
naiknya kadar glukosa darah. Pada
keadaan dimana insulin tidak tercukupi
,
maka besarnya kenaikan kadar glukosa
darah juga
dipengaruhi oleh
status hidrasi
dan masukan karbohidrat oral.
3,7
Adanya
hiperglikemi
mengakibatkan timbulnya diuresis os
motik,
dan mengakibatkan menurunnya cairan
tubuh total. D
alam ruang vascular, dimana
gluk
oneogenesis dan masukan makanan
terus menambah glukosa, kehilangan
cairan akan
menambah
hiperglikemi dan
hil
angnya volume sirkulasi. H
iperglikemia
dan
peningkatan
kons
entrasi
protein
plasma yang mengikuti hilangnya cairan
intravascular
menyebabkan
keadaan
hiperosmolar.
Adanya
keadaan
hi
perosmolar
akan
memi
cu
sekresi
hormone anti diuretik
dan timbul rasa haus.
3,7
Apab
ila keadaan hiperglikemia dan
hi
perosmolar
yang
menye
babkan
kehilangan
cairan ini tidak di
atasi
,
maka
akan timbul dehidrasi dan kemudian
menjadi
hipovolemia. Hipovolemia akan
menyebabkan
hipotensi
dan
akan
mengakibatkan gangguan pada perfusi
jaringan. Keadaan koma merup
akan suatu
stadium terakhir dari
proses
hiperglikemik
ini,
karena
telah
terjadi
gangguan elektrolit
berat
dan
hipotensi

Makrovaskuler

1. Penyakit Kardiovaskuler
Definisi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung
akibat otot jantung kekurangan darah karena penyumbatan atau penyempitan pada
pembuluh darah koroner akibat kerusakan lapisan dinding pembuluh darah berupa
aterosklerosis yang dapat terjadi akibat diabetes melitus yang dimana hiperglikemia
merusak pembuluh darah hingga penyumbatan, sehingga dari penyumbatan arteri
ini dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke seluruh tubuh dan dapat
menyebabkan beberapa penyakit hingga kematian.
Patofisiologi
Diabetes, Hiperglikemia dan Nitrit Oxide (NO)
Pada keadaan normal sel endotel secara aktif mengeluarkan bahan aktif
Nitric Oxide (NO), zat ini secara simultan dihasilkan oleh Endothelial NO synthase
(eNOS) dengan mengoksidasi 5 elektron dari guanidine-nitrogen L-arginine.
Ketersediaan NO secara terus menerus merupakan kunci dari pembuluh darah yang
normal. NO bekerja sebagai vasodilator pembuluh darah dan melindungi endothel
pembuluh darah dari kerusakan endogen seperti, aterosklerosis dengan memberikan
signal untuk mencegah interaksi platelet dan leukosit dengan dinding pembuluh
darah, juga mencegah proliferasi dan migrasi otot polos pembuluh darah. Sebaliknya
pada keadaan NO yang berkurang akan meningkatkan aktifitas transkripsi
proinflamasi faktor yaitu Nuclear Factor kappa B (NF-κB), yang menyebabkan
terpaparnya melekul adhesi leukosit dan mensekresi kemokin dan sitokin, keadaan
ini akan menimbulkan migrasi dari monosit dan sel otot polos pembuluh darah ke
bagian intima dan membentuk sel busa (foam cells) , yang mendasari awal
perubahan morfologi terjadinya aterosklerosis. Ketersediaan NO Sangat bergantung
pada keseimbangan antara produksi oleh eNOS dan pemecahannya yang
disebabkan radikal bebas.
Konsentarsi glukosa intrasel dari sel endotel dicerminkan oleh glukosa
ekstrasel. Bukti dari banyak penelitian menunjukkan bahwa keadaan hiperglikemia
akan menurunkan NO endotel, yang mengakibatkan penurunan efek vasodilatasi
pembuluh darah. Hiperglikemia akan meningkatkan produksi beberapa zat reaktif
oksigen (anion superoxide) yang akan menginaktifkan NO ke bentuk peroxynitrite.
Hiperglikemia awalnya akan meningkatkan produksi anion superoxide melalui
transfer oksigen dari mitokondria. Superoxide anion ini kemudian merangsang
endotel membentuk elemen-elemen sel yang nantinya akan menghasilkan radikal
bebas. Sebagai contoh aktifitas anion seperoxide terhadap Protein C Kinase (PCK),
dan sebaliknya juga, aktifitas dari PCK ini juga akan merangsang pembentukan
anion superoxide berikutnya. Aktifitas PKC berakibat pada regulasi dan aktifasi pada
NAD(P)H yang berikutnya menghasilkan anion superoxide, anion superoxide akan
mengaktifkan jalar hexosamine yang akan menurunkan aktifitas NOS dan akhirnya
akan mengganggu keseimbangan NO dan menginaktifkan efeknya. Peningkatan
anion superoxide dari mitokondria juga akan meningkatkan produksi Advanced
Glycation End Products (AGEs) intraseluler. Protein ini akan berefek pada fungsi
seluler dimana AGEs akan meningkatkan produksi radikal bebas. AGEs di bagian
lain juga akan merangsang Receptor AGEs (R-AGEs) , keadaan ini juga akan
meningkatkan produksi anion superoxide. Hiperglikemia juga merangsang molekul
stres oksidatif melalui peningkatan dimethylarginine yang merupakan zat kompetitif
dari NOS. Hipeglikemia juga meningkatkan produksi “second messenger
diacylglycerol “dari lipid yang akan mengaktifasi PCK, aktifasi jalur ini akan
menginhibisi jalur phosphatidylinositol 3 kinase, dengan demikian akan mengurangi
aktifitas Akt kinase dan aktifitas “ phosporilasi” pada NOS, sehingga produksi NO
berkurang. Suatu enogenous kompetitor terhadap NO telah diketahui yang nantinya
memperantarai suatu kerusakan fungsi vasodilator endothel yaitu Asimetrical
Dimethilarginin (ADMA). Peningkatan secara langsung disebabkan oleh adanya
resistensi insulin. Akumulasi dari ADMA ini akan membuat kerja NO melemah.

Gambar 1. Efek hiperglikemia pada endotel pembuluh darah

Diabetes, Asam Lemak Bebas dan Gangguan Endothel

Jumlah asam lemak bebas / Free Fatty Acid (FFA) dalam sirkulasi pasien diabetes
meningkat disebabkan pelepasan dari jaringan adiposa dan menurunnya pengambilan dari
otot skeletal. Peninggian dari FFA bebas ini menyebabkan gangguan pada endothel melalui
beberapa mekanisme termasuk peninggian produksi radikal bebas, aktifitas PKC dan
dislipidemia itu sendiri. Hal ini telah dibuktikan dengan memberi FFA melalui infus pada
binatang percobaan yang berakibat menurunnya vasodilatasi pembuluh darah, dan dengan
menginfus kembali dengan anti oxidan membuat vasodilatasi kembali. FFA akan
mengaktifasi sumber enzimatik oxidan intraselular, termasuk Pkc, NADPH oxidase dan
eNOS yang menghasilkan peningkatan dari superoxide yang akhirnya menurunkan aktifitas
dari NOS. Respon dari liver terhadap meningkatnya FFA dengan meningkatkan produksi
VLDL dan ester colesterol dan akhirnya akan meningkatkan trigliserida dan berkurangnya
aktifitas lipoprotein lipase sehingga menimbulkan hipertrigliserida yang khas pada penderita
diabetes. Gangguan dari lipid ini menyebabkan perubahan pada morfologi dari LDL yang
sangat aterogenik (small dense LDL). Hipertrigliserida, rendahnya HDL dan tingginya LDL
berhubungan dengan ganguan fungsí dari endotel.

Diabetes, Endotel dan Vasokontriktor

Pada penderita diabetes disfungsi endotel tidak hanya disebabkan oleh menurunnya
NO saja, tetapi juga disebabkan oleh meningkatnya sintesa zat-zat vasokontriksi
prostanoids dan endotelin. Pada keadaan hiperglikemia ekspresi dan jumlah
siklooksigenase-2 mRNA meningkat dan keadaan ini telah dibuktikan pada beberapa
penelitian. Pada keadan produksi endotelin yang berlebihan akan merangsang proses
inflamasi yang menyebabkan vasokontriksi dan proliferasi otot polos pembuluh darah.

Diabetes dan Otot polos pembuluh darah

Disregulasi dari fungsi otot polos pembuluh darah disebabkan kerusakan pada fungsi syaraf
simpatis, meningkatnya aktifitas PKC, produksi NF-κB dan radikal bebas. Lebih lanjut
diabetes juga akan mempertinggi migrasi sel otot polos pembuluh darah ke dalam lesi
atherosklerosis, sel tersebut akan melakukan replikasi dan menghasilkan matriks
ekstraselular dan akhirnya lesi tersebut menjadi matur. Pada lesi aterosklerosis proses
apoptosis juga meningkat. Kolaborasi dari sitokin akan merangsang síntesis kolagen dari
otot polos pembuluh darah dan meningkatkan produksi matriks metaloproteinase dan hal ini
akan meningkatkan tendensi terjadinya ketidakstabilan plak dan ruptur.

Gambar 2 : Efek dari abnormalitas metabolik pada penderita diabetes.

Diabetes, Trombosis dan Koagulasi

Seperti yang telah diketahui bahwa pada penderita diabetes terjadi ganguan fungsi
trombosit, selain itu terjadi peningkatan ekspresi glikoprotein Ib dan IIb/IIIa, meningkatnya
adhesi trombosit dengan vWF dan interaksi trombosit. Hiperglikemia lebih lanjut merubah
fungsi trombosit melalui gangguan pada homeostasis Ca, dan juga pelepasan berbagai
mediator-mediator sehingga agregasi trombosit meningkat. Pada penderita diabetes juga
terjadi peningkatan koagulasi ( faktor VII dan trombin ), tissue faktor, penurunan dari anti
koagulan endogen ( trombomodulin), dan juga terjadi peningkatan produksi Plasminogen
Activator Inhibitor-I (PAI-I). yang merupakan inhibitor fibrinolisis. Keadaan tersebut diatas
akan meningkakan resiko terjadinya trombosis dan rupturnya status plak pada pasien
diabetes.
Gambar 3: Gangguan fungsi trombosis dan koagulasi pada diabetes.

Manifestasi Klinis

Angina pektoris stabil merupakan manifestasi awal dari 50% pasien dengan PJK. 25 Hal ini
biasanya disebabkan oleh terhalangnya minimal 1 arteri koroner oleh plak ateromatosa
sehingga menyebabkan ketidaksesuaian antara kebutuhan dan suplai oksigen pada
miokard, yang menyebabkan iskemia miokard. Angina pektoris ditandai dengan
ketidaknyamanan substernal, rasa berat, atau perasaan seperti tekanan, yang dapat
menjalar ke rahang, bahu, punggung, atau lengan dan biasanya berlangsung selama
beberapa menit. Gejala ini biasanya disebabkan oleh aktivitas, stres emosional, kedinginan,
atau makanan berat dan hilang dengan istirahat atau nitrogliserin dalam beberapa menit.
PJK bisa juga asimptomatik atau bergejala dengan komplikasi yaitu Sindroma Koronari Akut
(SKA) yang berupa angina pektoris tidak stabil atau infark miokard, congestive heart failure,
aritmia jantung atau meninggal secara tiba-tiba.

Tatalaksana

Intervensi terhadap Life-Style


Managemen Lifestyle seperti Diet dan latihan terbukti dapat menurunkan faktor risiko
terhadap penyakit kardio vaskular, seperti lipid, tekanan darah, berat badan dan
mengontrol glukosa. Selama ini intervensi terapi hanya berfokus kepada penurunan
berat badan, sekarang fokus utama managemen life-style adalah mengontrol
glukosa darah dan faktor resiko yang lain. Target yang ingin di capai disini adalah
penurunan konsumsi lemak, dan meningkatkan aktifitas fisik secara regular.
Pelaksanaan manejemen life-style harus meliputi peningkatan dari aktifitas fisik dan
diikuti penurunan berat badan, yang didasari dengan pembatasan pada intake kalori
dan lemak. Rekomendasi terhadap aktifitas fisik adalah melakukan olah raga selama
30 mnt paling kurang 5 kali seminggu. Penurunan intake kalori sampai 1500 kal/hari,
pengurangan intake lemak sampai 30-35% dari total energi (10% monounsaturated)
dan hindari lemak trans, peningkatan up-take jenis fiber sampai 30 g/hari dan hindari
jenis mono dan polisakarida. Semua pasien diabetes juga diarahkan untuk tidak
merokok, harus selalu ditanyakan tentang status merokok setiap kunjungan, dan jika
tidak bisa menghentikan harus dikonsulkan ke ahlinya. Beberapa penelitian
menunjukkan perobahan gaya hidup dapat menurunkan risiko terhadap
kardiovaskular dan diabetes. Penurunan sekitar 7 % dari berat badan selama satu
tahun menunjukkan penurunan yang bermakna terhadap kejadian CVD. Guidelines
merekomendasi aktifitas fisik yang regular dan intensitas sedang. Aktifitas fisik
tersebut juga mengurangi semua faktor resiko kardiometabolik. Edukasi dan non
farmakologi life-style dapat memperbaiki kontrol metabolik dan tekanan darah pada
pasien diabetes seperti yang telah direkomendasikan.

Intervensi terhadap Hipertensi


Prevalensi penderita diabetes tinggi pada penderita hipertensi dibandingkan
populasi normal, dan penurunan tekanan darah akan menurunkan resiko PJK.
Diabetes dan hipertensi secara bersama-sama merupakan resiko terhadap
atheroslerosis. Hipertensi secara langsung akan meningkatkan tekanan dan
kerusakan pada endotel pembuluh darah. Penelitian epidemiologi dan studi klinik
telah membuktikan peninggian TD pada penderita diabetes merupakan faktor risiko
untuk terjadinya komplikasi makro dan mikrovaskular. Penurunan tekanan darah
harus dilakukan secara agresif. Pada penelitian UKPDS dan The Hypertension
Optimal Treadment (HOT) melaporkan bahwa terapi terhadap tekanan darah yang
agresif akan menurunkan insiden CVD. Pada studi ACCORD yang melakukan
penelitian untuk melihat efek pada TD S < 140 mmHg, yang membagi kelompok TD
S < 120 mmHg dan TD S < 140 mmHG, didapatkan bahwa pada penurunan TD S <
120 menurunkan ”CVD events” lebih bermakna di bandingkan kelompok dengan TD
S < 140 mmHg. Penelitian lain juga menunjukkan pengunaan thiazid, ACE inhibitor,
ARBs, Beta Blocker dan Calsium channel blocker, menunjukkan perbaikan dan
mencegah komplikasi diabetes dan CVD events. Pada pasien DM dengan hipertensi
diharapkan tekanan darah bisa terkontrol dibawah 130/80 mmHg. Dan penggunaan
obat ACE inhibitor merupakan bahagian yang penting dalam terapi. Rekomendasi
target tekanan darah pasien diabetes adalah dibawah 130/80 mmHg. Jika dapat
ditoleransi dengan baik pasien diabetes dengan nefropathi harus diterapi dengan
target TD yang lebih rendah.

Intervensi terhadap Lipid


Dalam pencegahan terhadap risiko CVD sangat diperlukan perhatian terhadap efek
atherogenik dari dislipidemia, termasuk peningkatan dari trigliserida, randahnya
HDL, meningkatnya LDL small dense dan peningkatan dari kadar apolipoprotein B,
semua perubahan itu berhubungan dengan peningkatan resiko atherosklerosis.
Pada pasien DM tipe 2, Trigliserida biasanya meningkat, HDL secara umum
menurun dan LDL meningkat. Evaluasi terhadap LDL merupakan sasaran primer
dari terapi lipid, fokus terhadap LDL ini telah dibuktikan pada penelitian klinik, bahwa
dengan menurunkan LDL dengan statin menurunkan resiko mayor ”CVD events”
pada penderita diabetes. Data studi observasi dari UKPDS menunjukkan bahwa
peningkatan 38,7 mg/dl dari LDL kolesterol akan meningkatkan ”CVD endpoints”
sebesar 57%. Dan meningkatnya HDL sebesar 4 mg/dl akan menurunkan ”CVD
endpoints” sebesar 15%. Pada penelitian The Heart Protection Study menunjukkan
bahwa pasien-pasien diabetes Tipe 2 yang diterapi dengan statin menunjukkkan
penurunan resiko terhadap kejadian koroner sebesar 27%, dan penununan ini
menunjukkkan tidak ada perbedaan resiko pasien diabetes dengan non diabetes.
Pada Scandinavian Sinvastatin Survival Study (4S), yang dilakukan terhadap 2200
penderita dengan PJK, didapatkan bahwa penurunan kolesterol berhubungan
dengan penurunan angka mortalitas kardiovaskular 42% dan total mortalitas30%.
Sekitar 5 % dari pasien penelitian tersebut juga penderita diabetes, dan pada
kelompok ini terjadi penurunan sekitar 55% terhadap kejadian koroner. Pada
penelitian lain, Colesterol and Recurrent Events Trial (CARE), sekitar 14% pasien
penelitian penderita diabetes dan setelah dilakukan intervensi terjadi penurunan
kejadian koroner sekitar 25%. Pada penelitian Pravastatin Atorvastatin Evaluation
and Infection Therapy (PROVE-IT) didapatkan penurunan yang signifikan sekitar
16% terhadap kejadian kardiovaskular dengan menurunkan serum LDL secara
intensif. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Treat to New Target Trial
(TNT) dapat menurunkan resiko sekitar 22% dibandingkan terapi standar. 4,15,16
Trigleserida yang meningkat merupakan hal yang sering dijumpai pada penderita
diabetes, dan hal ini merupakan target kedua setelah LDL pada pengobatan
dislipidemia. Pada Helsinki Heart Study dilakukan pada 135 pasien DM tanpa
kelainan CV dan diberikan 600 mg gemfribrozil 2 x 1 dibandingkan dengan kelompok
lain yang mendapat placebo, hasilnya dapat menurunkan rasiko relativ terhadap
kematian akibat serangan jantung dan infark jantung sebanyak 68 %. Pada Study
FIELD yang dilakukan terhadap 9795 pasien diabetes type 2, juga menurunkan 19
% total kematian ”CVD events ”dan ”non fatal infark miokard”. The National
Cholesterol education Program (NCEP) dan Adult Treatment Panel III (ATP-III) juga
merekomendasikan bahwa orang-orang dengan diabetes tanpa penyakit
kardiovaskular harus diterapi sama dengan orang orang-orang non diabetes yang
punya penyakit kardiovaskular. Diabetes dianggap penyakit yang sepadan dengan
PJK. Rekomendasi target terapi dari total kholesterol adalah < 174 mg/dl, dan LDL <
97 mg/dl. Untuk penderita dengan resiko sangat tinggi target LDL < 70 mg/dl.

Intervensi terhadap Agregasi Platelet


Penurunan agregasi platelet dengan pemberian aspirin sangat efektif dan murah
untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pasien dengan PJK.
Keuntungan pemberian aspirin pada penderita diabetes telah banyak diketahui.
Pada meta analisis dari 145 penelitian menunjukkan pemberian aspirin telah
menurunkan angka
moikard infark dan stroke. Setelah pemberian aspilet didapatkan resiko kearah PJK
sama dengan penderita yang non-diabetes. Pada Studi ”Early Treatment of Diabetic
Retinopathy ” yang memberikan aspirin pada 3711 orang pasien DM didapatkan
penurunan ”relativ risk untuk non fatal dan fatal infark miokard” sebesar 0.83.
Penelitian terhadap terapi anti-thrombotic menunjukkkan bahwa dosis efektif optimal
terapi aspirin dengan dosis 75 sampai 150 mg perhari, dengan loading dose 150-
300 mg dapat diberikan jika menginginkan efek yang lebih cepat. Aspirin juga
digunakan untuk mencegah risiko penyakit kardiovaskular pada pasien DM dengan
risiko tinggi yang lain seperti riwayat keluarga, hipertensi, perokok, dislipidemia atau
albuminuria. Penambahan suatu Thienopiridines (Ticlopidine, Clopidrogrel) yang
bekerja dengan inhibisi tehadap reseptor adenosin diphospat menguntungkan pada
pasien unstable angina dan infark non-ST elevasi. Penelitian CURE
merekomendasikan penggunaan clopidrogrel 75 mg perhari yang dikombinasikan
dengan 75-150 mg aspirin selama 9-12 bulan paska sindroma koroner akut. Pada
penelitian CAPRIE juga menunjukkan penambahan clopidogrel memberikan proteksi
yang lebih baik dari kematian akibat penyakit pembuluh darah, reinfark, stroke dan
kejadian iskemia pada pasien diabetes dan penyakit pembuluh darah.

Intervensi terhadap Hiperglikemia


Target faktor resiko lain yang perlu dilakukan dalam mencegah PJK adalah terapi terhadap
glukosanya. Kontrol glukosa darah secara jelas terbukti menurunkan komplikasi pada
penderita diabetes. Dari berbagai studi epidemiologi yang mendasari rekomendasi target
glukosa darah didapatkan kesimpulan, dengan peningkatan 1% dari A1c akan meningkatkan
”risiko relatif dari CVD” sekitar 15% pada DM tipe 1 dan 18% pada DM tipe 2. Pada
penelitian ”ACCORD” terhadap 10.000 pasien DM type 2 merekomendasikan nilai A1c yang
harus dicapai adalah ≈ 6 sampai 7.5 %. Pada penelitian the Diabetes Mellitus Insulin
Glukosa Infusion Acut Myocardial Infarction (DIGAMI) pemberian insulin infus selama
rawatan dan diikuti selama 3 bulan dengan terapa intensif insulin, menurunkan angka
kematian kardiovaskular sekitar 29% dalam 1 tahun. Data tersebut mendukung bahwa
kontrol terhadap glukosa darah akan menurunkan resiko PJK. Pada penelitian the Second
DIGAMI yang membandingkan tiga jenis kelompok terapi pemberian insulin pada pasien
diabetes yang menderita IMA, menunjukkan kelompok terapi insulin infus lebih superior
dibandingkan konvensional. Dan hasil DIGAMI 2 juga menguatkan bahwa kadar glokosa
darah merupakan prediktor independent dalam mortalitas jangka panjang dari miokard infark
pada pasien diabetes, peningkatan sekitar 20% angka kematian jangka panjang terjadi
setiap kenaikan plasma glukosa 3 mmol/l. Berdasarkan penilitian yang sudah dilakukan
didapatkan keuntungan dengan memberian insulin infus pada pasien yang menderita IMA
dengan diabetes, dimana kontrol glukosa akan didapatkan segera. Pada pasien-pasien yang
dirawat dengan glukosa yang relatif normal, dapat kita tangani dengan memberikan obat anti
glukosa oral. International Diabetes Association dan American Association of Clinical
Endocrinology merekomendasikan HbA1c ≤ 6,5, sedangkan American Diabetic Association
HbA1c ≤ 7.

Gambar 4. Pendektan terapi diabetes dengan panyakit kardiovaskular.


Cerebral Vascular Accident

Stroke Iskemik

Definisi

Stroke iskemik atau disebut juga dengan stroke non hemoragik merupakan kumpulan dari
beberapa gejala defisit neurologis yang diakibatkan oleh penyumbatan pada pembuluh
darah di otak baik berasal dari arteri ataupun vena sehingga menyebabkan penurunan
pasokan aliran darah menuju ke jaringan otak.

Patofisiologi

Pada umumnya, stroke iskemik dapat diakibatkan adanya sumbatan yang ada di
dalam pembuluh darah otak (aterosklerosis), peningkatan pembekuan darah
(hiperkoagulasi), dan peningkatan kekentalan (hiperviskositas) darah. Akibat dari
terbentuknya adanya bekuan di pembuluh otak atau di organ distal, maka akan
menyebabkan terjadinya sumbatan. Apabila trombus yang terjadi pada pembuluh
darah distal, bisa menyebabkan bekuan terlepas atau bekuan tersebut masuk ke
dalam organ misalnya pada jantung, selanjutnya bekuan tersebut akan masuk ke
dalam arteri yang ada di otak atau yang disebut sebagai embolus (Ganong, 2016).
Obstruksi pada stroke iskemik diakibatkan oleh suatu trombosis atau embolus
karena adanya suatu plak aterosklerosis. Defisiensi insulin merupakan salah satu
penyebab dari plak aterosklerosis. Defisiensi insulin itu sendiri diartikan sebagai
ketidakmampuan pankreas dalam mengeluarkan insulin ke dalam tubuh saat gula
darah meningkat. Akibat dari defisiensi insulin menyebabkan gula darah yang ada di
dalam tubuh berlebih. Sebagai akibat dari terlalu lamanya glukosa darah yang
mengalami peningkatan di dalam tubuh, berhubungan dengan terjadinya disfungsi
endotel, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pembentukan plak aterosklerosis.
Terdapat adanya ketidakseimbangan dari komponen metabolisme pada pasien
diabetes melitus atau yang disebut keadaan protrombik. Hal tersebut dapat
menyebabkan kadar jumlah PAI-1 (plasminogen activator inhibitor-1) dapat
mengalami peningkatan, akibatnya akan mempercepat terbentuknya bekuan yang
abnormal di dalam pembuluh darah, sehingga semakin meningkatkan pembekuan di
dalam pembuluh darah (Lakso, 2019).

Disebutkan bahwa peningkatan glukosa darah yang terlalu ekstrem dapat


menyebabkan lesi stroke mengalami perburukan, akibatnya juga akan memperparah
dari status neurologis seseorang. Pada mereka yang berisiko emboli tinggi salah
satunya terkena diabetes melitus (Ganong, 2016). Pada keadaan gula darah yang
berlebihan di dalam tubuh maka dapat menyebabkan peningkatan radikal bebas
atau ROS (Reactive Oxigen Species). Peningkatan jumlah ROS (Reactive Oxigen
Species) menyebabkan kerusakan untai DNA di dalam sel sehingga mengakibatkan
pengaktifan enzim PARP (Poli ADP-Ribosa Polimerase). PARP akan menghambat
enzim GADPH (gliseraldehida 3 – fosfat dehidrogenase) sehingga menyebabkan
penumpukan gula darah di pembuluh darah. Penumpukan gula darah di pembuluh
darah mengakibatkan 5 proses, diantaraanya peningkatan jalur poliol, peningkatan
pembentukan AGEs (advanced glycation end productions), peningkatan ekspresi
reseptor AGEs, aktivasi protein kinase C, dan peningkatan jalur hexosamine. Dari
proses tersebut menyebabkan disfungsi endotel dan mengakibatkan terbentuknya
trombus. Apabila trombus lepas dapat menyebabkan embolus dan dapat masuk ke
pembuluh darah otak sehingga akan menghambat alirah darah menuju otak.
Akibatnya otak kekurangan pasokan oksigen dan glukosa sehingga sel-sel yang ada
di otak tidak dapat menghasilkan energi (ATP). Apabila otak kekurangan energi
maka terjadi kematian sel (apoptosis) yang menyebabkan kematian di dalam otak
(Ganong, 2016).

Manifestasi Klinis

Tanda defisit fokal pada stroke iskemik terdiri dari gejala


motorik, sensorik, visual, bahasa, kognitif dan vestibular. Berikut
tanda defisit neurologis fokal pada stroke iskemik (Sitorus, 2017) :
1. Gejala Motorik :
a) Kelemahan yang terjadi di salah satu sisi tubuh, baik
seluruhnya maupun sebagian (hemiparesis, monoparesis,
dan terkadang hanya pada tangan)
b) Lemahnya kedua anggota gerak tubuh secara simultan
c) Sulitnya pada proses menelan
d) Tidak seimbangnya gerak tubuh
2. Gangguan Bicara/Bahasa
a) Sulitnya dalam memahami atau mengekspresikan bahasa
secara lisan
b) Sulitnya dalam membaca (diseleksia) atau menulis
c) Sulitnya dalam menghitung
d) Berbicara pelo
3. Gejala Sensorik
a) Mati rasa pada salah satu tubuh, baik sebagian ataupun
seluruhnya
4. Gejala Visual
a) Penglihatan pada satu mata mengalami gangguan, baik
sebagian ataupun seluruhnya
b) Penglihatan pada separuh atau seperempat lapang pandang
mengalami gangguan
c) Anopsia bilateral
d) Diplopia
5. Gejala Vestibular
a) Terdapat adanya sensasi gerakan
6. Gejala perilaku/kognitif
a) Kesulitan dalam beraktivitas sehari-hari
b) Lupa

Tatalaksana

● Pertahankan fungsi vital seperti pernafasan dan aliran darah (sirkulasi)


● Pencegahan peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial/ tekanan dalam rongga
kepala) dengan meninggikan kepala 15-30 derajat
● Pemberian obat anti peradangan (contoh: dexamethason)
● Mengurangi edema/ pembengkakan otak dengan obat diuretik (contoh: manitol)
● Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur sedikit ditinggikan sampai tekanan pembuluh darah vena otak
berkurang
● Program fisioterapi
● Penanganan masalah psikologis pasien

Peripheral Vascular Disease

Penyakit arteri perifer atau peripheral arterial disease terkadang tidak menimbulkan gejala dan
berkembang secara perlahan. Jika dibiarkan tidak tertangani, penyakit ini bisa memburuk dan
menyebabkan kematian jaringan (gangrene) sehingga berisiko untuk diamputasi.

Patogenesis d

Patogenesis

Patogenesis terjadinya aterosklerosis pada PAP sama seperti yang terjadi pada
arteri koroner. Lesi segmental yang menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya
terjadi pada pembuluh darah berukuran besar atau sedang. Pada lesi tersebut
terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan kalsium, penipisan tunika media,
destruksi otot dan serat elastis, fragmentasi lamina elastika interna, dan dapat terjadi
trombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Aterogenesis dimulai dengan lesi di
dinding pembuluh darah dan pembentukan plak aterosklerotik. Proses ini dikuasai
oleh leokocyte-mediated inflammation lokal dan oxidized lipoprotein species
terutama low-density lipoproteins (LDL). Merokok, hiperkolesterolemia, diabetes, dan
hipertensi menurut beberapa penelitian mempercepat pembentukan aterosklerosis.
Lesi awal (tipe I) terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan dan terdiri dari akumulasi
lipoprotein intima dan beberapa makrofag yang berisi lipid. Makrofag tersebut
bermigrasi sebagai monosit dari sirkulasi ke lapisan intima subendotel. Kemudian
lesi ini berkembang menjadi lesi awal atau "fatty-streak" (tipe II), yang ditandai
dengan banyaknya "foam cell". Foam cell memiliki vakuola yang dominan berisi
cholesteryl oleate dan dilokalisir di intima mendasari endotel. Lesi tipe II dapat
dengan cepat berkembang menjadi lesi preatheromic (tipe III), yang didefinisikan
dengan peningkatan jumlah lipid ekstraseluler dan kerusakan kecil jaringan lokal.
Ateroma (tipe IV) menunjukkan kerusakan struktural yang luas pada intima dan
dapat muncul atau silent. Perkembangan lesi selanjutnya adalah lesi berkembang
atau fibroateroma (tipe V), secara makroskopis terlihat sebagai bentuk kubah, tegas,
dan terlihat plak putih mutiara. Fibroateroma terdiri dari inti nekrotik yang biasanya
terlokalisasi di dasar lesi dekat dengan lamina elastik interna, terdiri dari lipid
ekstraseluler dan sel debris dan fibrotic cap, yang terdiri dari kolagen dan sel otot
polos di sekitarnya. Ruptur plak memperburuk lesi karena akan menyebabkan
agregasi platelet dan aktivasi fibrinogen, namun tidak menyebabkan oklusi arteri
atau manifestasi klinis.
Gambar 4. Patogenesis PAD

Manifestasi klinis

Pada sebagian besar kasus, penderita penyakit arteri perifer tidak mengalami gejala apa pun
atau hanya merasakan gejala ringan. Sebagian lain merasakan kram atau nyeri otot di tungkai
yang memburuk ketika beraktivitas dan reda setelah beristirahat. Kondisi demikian disebut
dengan klaudikasio.

Lokasi nyeri klaudikasio tergantung pada bagian arteri yang tersumbat, tetapi umumnya
terjadi di betis. Tingkat keparahan nyerinya juga bisa ringan sampai berat dan membuat
penderitanya kesulitan berjalan dan beraktivitas.

Gejala lain yang dapat terjadi akibat penyakit arteri perifer adalah:

 Kaki lemah atau mati rasa


 Bulu kaki rontok atau lambat tumbuh
 Pertumbuhan kuku kaki yang lambat
 Disfungsi ereksi pada pria

Tatalaksana

Pengobatan penyakit arteri perifer bertujuan untuk mengatasi gejala, agar pasien dapat
kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Pengobatan juga dilakukan untuk mencegah
perburukan aterosklerosis sehingga pasien terhindar dari serangan jantung dan stroke.

Pasien akan dianjurkan untuk berolahraga rutin, mengonsumsi makanan sehat bergizi
seimbang, dan berhenti merokok. Upaya tersebut akan dikombinasikan dengan:

Obat-obatan
Ada sejumlah obat yang dapat diresepkan dokter untuk menangani penyakit arteri perifer,
yaitu:

 Obat penurun kolesterol, misalnya simvastatin


 Obat penurun tekanan darah, seperti ACE inhibitor
 Obat antidiabetes, misalnya metformin.
 Obat pengencer darah, contohnya aspirin atau clopidogrel
 Obat untuk melebarkan pembuluh darah, seperti cilostazol, pentoxifylline,
atau naftidrofuryl oxalate

Operasi

Jika obat-obatan tidak efektif dan nyeri sudah sangat parah, operasi akan dilakukan untuk
memulihkan peredaran darah di kaki. Jenis operasi yang dapat dilakukan adalah:

 Angioplasti
Angioplasti dilakukan dengan memasukkan balon kecil bersama kateter, untuk
melebarkan arteri yang menyempit.
 Operasi bypass pembuluh darah
Operasi bypass pembuluh darah dilakukan dengan mengambil pembuluh darah dari
bagian tubuh lain, agar darah mengalir melalui pembuluh darah tersebut.
 Terapi trombolitik
Terapi trombolitik dilakukan dengan menyuntikkan obat pelarut gumpalan darah
langsung ke arteri yang menyempit.

Anda mungkin juga menyukai