Anda di halaman 1dari 25

Kluster

Standardisasi Penghitungan Karbon


(Emisi, Serapan, Stok)

68
3. STANDAR PENGHITUNGAN PENURUNAN EMISI DAN/ATAU
PENINGKATAN SERAPAN GAS RUMAH KACA UNTUK
PELAKSANAAN INDONESIA FOLU NET SINK 2030

A. Latar Belakang

Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan aksi mitigasi bidang kehutanan dan tata guna
lahan dengan pendekatan kebijakan dan insentif positif yang terukur yang menjadi komponen
penting yang berkontribusi dalam pencapaian target Enhanced National Determined
Contribution (ENDC) di sektor kehutanan dan tata guna lahan.Aksi ini juga sejalan dengan
arah Long Term Strategy Low Carbon Climate Resilience2050 dan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development Goals,SDGs).
Kegiatan aksi mitigasi dari Indonesia’s FOLU net sink 2030 meliputi (i) Pelaksanaan kegiatan
pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi bertujuan, (ii) Peningkatan cadangan
karbon, (iii) konservasi dan (iv) pengelolaan gambut berkelanjutan. Kegiatan aksi mitigasi
tersebut ditujuan untuk mengurangi emisi dan atau meningkatkanserapan gas rumah kaca
(GRK) dengan melakukan perbaikan forest governance (pengurusan hutan) dan forest
management (pengelolaan hutan) yang berkelanjutan. Aksi-aksi mitigasi tersebut bersifat
collective action saling melengkapi terkait aspek kebijakan, program, dan tataran
kelembagaan mulai di tingkat nasional, sub nasional dan lapangan. Kinerja aksi mitigasi
secara keseluruhan dapat dibuktikan dengan perubahan tutupan lahan. Untuk menilai
keberhasilan kinerja tersebut diperlukan standar perhitungan penurunan emisi dan atau
peningkatan serapan GRK.

Menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor SK.168/MenLHK/PKTL/PLA.1/2/2022 tentang Indonesia’s Forestry and Land Use
(FOLU) Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim, sasaran Indonesia’s FOLU Net
Sink 2030 meliputi pengurangan laju deforestasi, pengurangan laju degradasi hutan,
pengaturan pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan secara lestari, perhutanan
sosial, rehabilitasi hutan dengan rotasi regular dan simetris,rehabilitasi hutan dengan rotasi
regular dan sistematis, rehabilitasi hutan non rotasi pada kondisi lahan kritis dan menurut
kebutuhan lapangan, tata Kelola rotasi gambut,perbaikan tata air gambut, perbaikan dan
konservasi mangrove, konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta
pengembangan berbagai instrument kebijakan baru, pengendalian system monitoring,
evaluasi dan pelaksanaan komunitaspublic.

B. Ruang Lingkup Standar

Cakupan standar ini meliputi penghitungan historikal emisi, historikal karbon stok atau
peningkatan serapan dan pemantauan penurunan emisi/peningkatan serapan dari
perubahan tutupan lahan di tingkat nasional, subnasional dan lokal. Prinsip perhitungan yang
diperlukan dalam melakukan perhitungan mengacu pada 1st dan 2nd FREL (Tabel 1) yaitu
meliputi: (i) periode referensi, (ii) Pengitungan emisi/serapan, (iii) Aktifitas, (iv) metode
penghitungan emisi, (v) pool dan gas, (vi) perhitungan uncertainty, dan (vii) periode
proyeksi.

69
Tabel 1. Prinsip dalam Perhitungan Penurunan Emisi/Peningkatan Serapan Karbon

Uraian 1st FREL 2nd FREL


Periode Referensi 1990 – 2012 2006 - 2020
Penghitungan Emisi Historical emission Historical emission
Aktivitas REDD+ (1) Deforestasi (1) Deforestasi
(2) Degradasi Hutan (2) Degradasi Hutan
(3) Enhance of
forestcarbon
stock
Metode • Deforestasi: • Deforestasi:
PenghitunganEmisi perbedaan perbedaan
stokkarbon stokkarbon
(gross (nett emission)
emission) • Degradasi
• Degraddasi hutan:perbedaan
hutan:perbedaan stok karbon
stok karbon • Enhance of
forestcarbon
stock:
perbedaan stok
karbon (net removal)
Pool dan gas Pool: AGB (semua Pool: AGB, BGB, DW,
hutan alam) dan soil Litter, Soil carbon
carbon (hanya (gambut dan
gambut) mangrove)
Gas: CO2 Gas: CO2, CH4 dan N2O
Perhitungan Tier 1 (error Tier 2 (montecarlo
Uncertainty propagation) simulation)
Periode Proyeksi 2013 - 2020 2021 - 2030
Sumber: 2nd FREL Indonesia

Metode Perhitungan Stock-Difference

ΔC = [Data Aktivitas] x [Faktor Emisi/Serapan] x GWP

ΔC : annual C-stock change


Data Aktivitas (DA): perubahan luas hutan tahunan dari setiap kegiatan (annual forest
area changes from each activity)
Faktor Emisi/Serapan (FE/S): selisih karbon stok tahunan dari setiap kegiatan (annual
C-stock differences from each activity)
GWP: Potensi Pemanasan Global (Global Warming Potential) (Tabel 2)
Tabel 2. Nilai Potensi Pemanasan Global Relatif terhadap CO2
70
Tipe Gas Rumu Nilai GWP dalam horizon 100 Tahun
sKimia Laporan Laporan Laporan
Asesmen Asesmen Asesmen
ke 2 ke 4 ke 5
Karbon CO2 1 1 1
dioxida
Methane CH4 21 25 28
Nitrous oxide N2O 310 298 265

Penghitungan Data Aktivitas

Data aktivitas diperoleh dengan menganalisis citra satelit melalui overlay peta beberapa
periode pengambilan data yang berbeda sesuai dengan periode waktu dengan
menggunakan data luasan dalam bentuk tabular. Hasil dari penghitungan ini berupa luasan
dalam satuan hektar untuk tiap-tiap kelas penggunaan lahan (23 KelasPenutupan Lahan)
seperti tercantum dalam Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan danTata Lingkungan Nomor.
01/Juknis/IPSDH/2015.
Tabel 3. Klasifikasi 23 kelas penutupan lahan

Kelas Penutupan Kode layer / Definisi


No Toponimi
Lahan
1 Hutan lahan Hp/2001 Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, hutan
keringprimer perbukitan, hutan pegunungan (datarantinggi dan sub-
alpin), hutan kerdil, hutan kerangas, hutan di atas batuan
kapur, hutan di atas batuan ultra basa, hutan daun jarum,
hutan luruh daun dan hutan lumut (ekosistemalami) yang
tidak menampakkan gangguan manusia (bekas
penebangan,bekas kebakaran, jaringan jalan dll.), tidak
termasuk gangguan alam (banjir, tanah longsor, gempa
bumi dll.)
2 Hutan lahan Hs/2002 Hutan lahan kering primer yang mengalamigangguan
keringsekunder manusia (bekas penebangan, bekas kebakaran, jaringan
jalan, dll.) termasuk yang tumbuh kembali dari bekas
tanahterdegradasi

3 Hutan mangrove Hmp/2004 Seluruh kenampakan hutan (bakau, nipah dan nibung)
primer yangberada di lingkungan perairan payau yang tidak
menampakkan gangguan manusia (bekas penebangan,
bekas kebakaran, jaringan jalan dll.), tidak
termasuk gangguan alam (banjir, tanahlongsor, gempa
bumi dll.)

71
Kelas Kode layer / Definisi
No Penutupan Toponimi
Lahan
4 Hutan Hms/20041 Hutan mangrove primer yang mengalami
mangrove gangguan manusia(bekas penebangan,
sekunder bekaskebakaran, jaringan jalan dll.) termasuk
yang
tumbuh/ditanam pada tanah sedimentasi
5 Hutan rawa primer Hrp/2005 Seluruh kenampakan hutan yang berada
padadaerah tergenang air tawar dan di
belakang hutan payau yang
tidakmenampakkan gangguan manusia
(bekas penebangan, bekas kebakaran,
jaringan jalan dll.), tidak termasuk gangguan
alam (banjir, tanah
longsor, gempa bumi dll.)
6 Hutan Hrs/20051 Hutan rawa primer yang mengalami
rawa gangguan manusia (bekas
sekunder penebangan,bekas kebakaran, jaringan
jalan dll.)
7 Hutan tanaman Ht/2006 Seluruh kenampakan hutan yang
seragam(monokultur)yang dapat berasal
dari kegiatan
reboisasi/reklamasi/penghijauan/industri
8 Perkebunan Pk/2010 Seluruh kenampakan hasil budidaya
tanaman keras yangtermasuk
kelompokperkebunan, antara lain sawit,
karet,
kelapa, coklat, kopi, teh
9 Semak belukar B/2007 Seluruh kenampakan areal/kawasan
yangdidominasi olehvegetasi rendah
yang
berada pada lahan kering
10 Semak Br/20071 Seluruh kenampakan areal/kawasan
belukarrawa yangdidominasi olehvegetasi rendah dan
berada pada daerah tergenang air tawar
serta di belakang hutan payau
11 Savanna/padan S/3000 Seluruh kenampakan vegetasi rendah
grumput alami dan permanenyang berupa
padangrumput
12 Pertanian Pt/20091 Seluruh kenampakan hasil budidaya
lahankering tanaman semusim dilahan kering seperti
tegalan dan ladang
13 Pertanian Pc/20092 Seluruh kenampakan yang merupakan
lahankering campuran arealpertanian, perkebunan,
campur
semak, belukar dan hutan
14 Sawah Sw/20093 Seluruh kenampakan hasil budidaya
tanaman semusim dilahan basah
yang
dicirikan oleh pola pematang
15 Tambak Tm/20094 Seluruh kenampakan perikanan darat
(ikan/udang) atau penggaraman yang
tampak dengan pola pematang,
72
biasanya
berada di sekitar pantai
16 Permukiman Pm/2012 Kawasan permukiman, baik
perkotaan,perdesaan, industridan lain-
lain
17 Permukiman Tr/20122 Kawasan permukiman di wilayah
transmigrasi transmigrasi

18 Lahan terbuka T/2014 Seluruh kenampakan lahan terbuka


tanpavegetasi, baik yang terjadi secara
alami maupun akibat aktivitas manusia
(singkapan batuan puncak gunung,
puncak bersalju, kawahvulkan, gosong
pasir, pasir pantai, endapan sungai,
pembukaan lahan serta areal bekas
kebakaran)
19 Pertambangan Tb/20141 Lahan terbuka yang digunakan untuk
aktivitas pertambanganterbuka - open pit
(misalnya: batubara, timah, tembaga dll.),
serta lahan pertambangan tertutup skala
besar yang dapat diidentifikasikan dari
citra berdasar asosiasi kenampakan
objeknya, termasuk tailing ground
(penimbunan limbah penambangan)
20 Tubuh air A/5001 Semua kenampakan perairan, termasuk
laut, sungai, danau,waduk, terumbu
karang, padang lamun dll
21 Rawa Rw/50011 Kenampakan lahan rawa (tergenang air
tawar serta dibelakang hutan payau) yang
sudah tidak berhutan
22 Bandara/ Bdr / Plb / Kenampakan bandara dan pelabuhan
Pelabuhan 20121 yang berukuran besardan
memungkinkan
untuk didelineasi tersendiri
23 Awan Aw/2500 Kenampakan awan dan bayangannya
yang menutupi lahansuatu kawasan

Klasifikasi 23 kelas penutupan lahan tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kategori kelas
penutupan lahan, yaitu kelas hutan dan kelas non-hutan. Kelas hutan meliputi kelas
penutupan lahan hutan alami (lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan
mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer dan hutan rawa sekunder)
dan hutan tanaman. Kelas non hutan meliputi kelas penutupan lahan perkebunan, semak
belukar, semak belukar rawa, savanna/padang rumput, pertanian lahan kering, pertanian
lahan kering campur, sawah, tambak, permukiman, permukiman transmigrasi, lahan terbuka,
pertambangan, tubuh air, rawa, bandara/pelabuhan, dan awan.

C. Batas Areal

Batasan lokasi areal/wilayah untuk dasar analisis dalam administrasi jurisdiksi (local-
sub-nasional dan nasional) di mana kegiatan aksi mitigasi dan penentuan penetapan
baseline akan dilakukan.
73
D. Pool Karbon

Pool Karbon terdiri dari biomass atas permukaan, biomas bawah permukaan, kayu
mati, serasah, dan tanah organik. Pool karbon yang diperhitungkan dalam
penghitungan penurunan emisi dan atau peningkatan serapan GRK disesuaikan
dengan ketersediaan data dan sumberdaya. Penentuan pool karbon dapat terdiri dari:
✓ Biomass atas permukaan (Above Ground Biomass)
✓ Biomas bawah permukaan (Below Ground Biomass)
✓ Kayu mati (Dead Wood and Necromass)
✓ Serasah (Litter)
✓ Tanah (Soil)

E. Jenis GRK

Jenis gas yang tercakup dalam emisi/serapan dari sector FOLU yaitu CO 2, CH4 dan
N2O. Gas yang diperhitungkan dalam penghitungan penurunan emisi dan atau
peningkatan serapan GRK disesuaikan dengan ketersediaan data dan sumberdaya.

F. Cara Perhitungan

Tolok ukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan aksi mitigasi dilihat dari perubahan
kondisi baseline. Istilah baku untuk baseline deforestasi adalah Forest Reference
Emission Level (FREL). Emisi baseline di tingkat sub nasional memperhitungkan emisi
historis dan rasio antara alokasi FREL sub nasional sesuai dengan Peraturan Dirjen PPI
no 8 tahun 2019 dengan rata-rata emisi historis. Periode referensi yang ditetapkan
harus ada konsistensi untuk skala nasional, sub-nasional dan lokal.
𝑝

1
𝐸𝑚𝑖𝑠𝑖 ℎ𝑖𝑠𝑡𝑜𝑟𝑖𝑠 = ∑ 𝐸𝑡
𝑇
𝑡=1
𝐸𝑎𝑙𝑝

𝐸𝑚𝑖𝑠𝑖𝑏 = 𝐸ℎ 𝑥
𝐸ℎ𝑝

74
Di mana:
Eb =Emisi/Serapan baseline (dalam tCO2/th)
Eh = Emisi/Serapan historis wilayah pengukuran (dalam tCO2/th)
E/Serapant = Emisi dari deforestasi/degradasi, Peningkatan Serapan pada tahun ke-t
(dalam tCO2/th)
T = Jumlah tahun dalam periode referensi Ealp
=Alokasi FREL provinsi (dalam tCO2/th)

Nilai Ealp sampai dengan tahun 2020 didasarkan Pada Surat KeputusanDirektur
Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Nomor. 8/PPI/IGAS/PPI.2/3/2019.

Ehp =Emisi historis provinsi (dalam tCO2/th)

Perhitungan Emisi/Serapan Aktual

𝑃𝐸 = 𝐸𝑏 − 𝐸𝑎

Di mana:
PE = Penurunan Emisi/Peningkatan Serapan (tCO2).
Eb = Emisi baseline / emisi rata-rata (dalam tCO2/th)
Ea = Emisi aktual tahunan (dalam tCO2)

Apabila emisi aktual berada di bawah baseline, maka kinerja pelaksanaan kegiatan
dianggapbaik atau berhasil, sebesar selisih antara emisi aktual dengan emisi baseline,seperti
pada gambar di bawah.

𝑵 𝑷

𝑬𝒂 = ∑ ∑ 𝑬𝒊𝒋
𝒊=𝟏 𝒋=𝟏

Di mana:
Ea = Emisi aktual tahunan (dalam tCO2)
Eij = Emisi/Enhancement di area-i dalam kelas hutan-j (dalam tCO2).N =
Jumlah unit areal saat periode t(tanpa satuan)
P = Jumlah kelas hutan alam

44
𝐸𝑖𝑗 = 𝐴𝑖𝑗 × 𝐸𝐹𝑗 ×
12

Di mana :
Aij = Areal ke-i di dalam kelas hutan -j(dalam ha)
EFj = Faktor Emisi/Cadangan Karbon dari hilangnya cadangan karbon kelas hutan -jkarena
deforestasi/degradasi (dalam tC/ha)
44/12 adalah faktor konversi dari C ke CO2

75
Perhitungan Penurunan Emisi
𝑃𝐸 = 𝐸𝑏 − 𝐸𝑎
Di mana:
PE = Penurunan Emisi/Peningkatan Enhancement (tCO2).
Eb = Emisi/Enhancement baseline / emisi/enhancement rata-rata (dalam tCO2/th)
Ea = Emisi/enhancement aktual tahunan (dalam tCO2)

Apabila emisi aktual berada di bawah baseline, maka kinerja pelaksanaan kegiatan
dianggap baik atau berhasil, sebesar selisih antara emisi aktual dengan emisi baseline.

G. Rencana Pemantauan

Rencana pemantauan dilakukan untuk memonitor pelaksanaan aksi mitigasi dan


menjamin bahwa target penurunan emisi/peningkatan serapan tercapai sesuai dengan
yang direncanakan. Pelaksana kegiatan perlu memastikan aksi mitigasi
diimplementasikan secara efektif.
Terdapat dua hal utama yang menjadi fokus dalam pemanatauan. Pertama,
transparansi dan akuntabilitas dalam proses monitoring dan tracking perkembangan
pencapaian target serta aksi-aksi non-carbon benefit yang dilakukan dalam rangka
mendukung pelaksanaan aksi mitigasi Indonesia FoLU Net Sink 2030.
Untuk standar kegiatan pemantauan kegiatan Indonesia FOLU Net Sink 2030 mengacu
pada Standar Pemantauan Evaluasi dan Pelaporan Indonisia FOLU Net Sink 2030.

H. Faktor Emisi/Cadangan Karbon pada Setiap Kelas TutupanLahan Di


Indonesia

Faktor emisi/cadangan karbon pada Setiap Kelas Tutupan Lahan Di Indonesia seperti
tersaji pada Tabel 4 sampai Tabel 10.

Untuk mendapatkan data cadangan karbon berdasarkan pengukuran di lapangan


dapat mengacu pada SNI 7724-2019 tentang pengukuran dan penghitungan cadangan
karbon/pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon berbasis lahan (Land
based carbon accounting) dan 7725-2019 tentang penyusunan persamaan alometrik
biomasa pohon untuk penaksiran cadangan karbon berbasis lahan berdasarkan
pengukuran lapangan (Land based carbon accounting).

76
Tabel 4. Estimasi Cadangan Karbon pada Setiap Kelas Tutupan Lahan Hutan di Indonesia

Pulau Utama Rata-Rata AGB


No Tipe Tutupan Hutan (ForestType) (Mean AGB) Standar Deviasi (Std Tingkat Kepercayaan 95% Interval Uncertainty
(Main Island) (Mg/ha) Dev) (Mg/ha) (95% confidence) (Mg/ha)

1 Hutan Lahan Kering Primer Bali Nusa


Tenggara 278.5 116.29 255.3 301.69 8.3
(Primary Dryland Forest)

Java 345.46 154.05 227.04 463.88 34.3

Kalimantan 323.63 145.58 303.83 343.44 6.1

Maluku 236.2 78.36 195.91 276.49 17.1

Papua 266.7 122.35 248.7 284.69 6.7

Sulawesi 246.55 115.96 231.9 261.21 5.9

Sumatera 338.35 134.98 318.27 358.43 5.9

Indonesia
(Average) 289.21 132.82 280.69 297.74 2.9

2 Hutan Lahan Kering Sekunder Bali Nusa


(Secondary Dryland Forest) Tenggara 133.61 78.58 119.58 147.63 10.5
Java 202.04 122.92 175.69 228.39 13

Kalimantan 214.69 110.34 205.89 223.48 4.1

Maluku 162.59 85.91 145.88 179.3 10.3

Papua 216.48 123.34 194.73 238.22 10

Sulawesi 159.99 83.48 149.24 170.74 6.7

77
Pulau Utama Rata-Rata AGB
Tipe Tutupan Hutan (Forest Standar Deviasi Tingkat Kepercayaan 95%
No (Mean AGB) Interval Uncertainty
Type) (Main Island) (Std Dev) (Mg/ha) (95% confidence) (Mg/ha)
(Mg/ha)

Sumatera 213.28 116.2 201.08 225.48 5.7

Indonesia
(Average) 196.57 109.93 191.23 201.91 2.7

3 Hutan Rawa Primer (Primary Bali Nusa


Swamp Forest) Tenggara nd nd nd nd nd

Java nd nd nd nd nd

Kalimantan 249.92 67.68 193.34 306.5 22.6

Maluku nd nd nd nd nd

Papua 195.37 119.12 167.58 223.16 14.2

Sulawesi nd nd nd nd nd

Sumatera 311.75 139.24 234.65 388.86 24.7

Indonesia
(Average) 218.1 125.76 192.62 243.58 11.7

4 Hutan Rawa Sekunder Bali Nusa


(Secondary Swamp Forest) Tenggara nd nd nd nd nd
Java nd nd nd nd nd

Kalimantan 187.05 98.01 172.6 201.51 7.7

78
Pulau Utama Rata-Rata AGB
Tipe Tutupan Hutan (Forest Standar Deviasi Tingkat Kepercayaan 95%
No (Mean AGB) Interval Uncertainty
Type) (Main Island) (Std Dev) (Mg/ha) (95% confidence) (Mg/ha)
(Mg/ha)

Maluku nd nd nd nd nd

Papua 121.29 82.81 93.27 149.31 23.1

Sulawesi 139.48 nd nd nd nd

Sumatera 179.55 91.85 165.12 193.98 8

Indonesia
(Average) 177.43 95.57 167.71 187.14 5.5

5 Hutan Mangrove Primer Bali Nusa


(Primary Mangrove Forest) Tenggara 174.42 69.17 76.59 272.24 56.1

Java 89.15 123.14 -85 263.3 195.4

Kalimantan nd nd nd nd nd

Maluku 132.42 70.27 51.28 213.55 61.3

Papua 226.7 118.75 142.73 310.67 37

Sulawesi nd nd nd nd nd

Sumatera 202.48 60.59 171.19 233.76 15.5

Indonesia
(Average) 192.05 62.58 169.19 214.9 11.9

6 Hutan Mangrove Sekunder Bali Nusa


(Secondary Mangrove Forest) Tenggara 178.42 59.88 93.74 263.1 47.5

79
Pulau Utama Rata-Rata AGB
Tipe Tutupan Hutan (Forest Standar Deviasi Tingkat Kepercayaan 95%
No (Mean AGB) Interval Uncertainty
Type) (Main Island) (Std Dev) (Mg/ha) (95% confidence) (Mg/ha)
(Mg/ha)

Java 98.31 123.8 .-44.64 241.25 145.4

Kalimantan 155.74 89.73 114.57 196.91 26.4

Maluku 216.99 86.88 94.13 339.85 56.6

Papua 135.52 124.74 .-40.90 311.93 130.2

Sulawesi 124.74 63.41 61.33 188.16 50.8

Sumatera 106.48 64.47 63.5 149.46 40.4

Indonesia
(Average) 141.96 68.76 120.49 163.44 15.1

Sumber: (2nd Indonesia FREL, 2022:14)

Tabel 5. Estimasi Cadangan Karbon pada Setiap Kelas Tutupan Lahan Non-Hutan di Indonesia

No AGB (Mg/ha) BGB (Mg/ha) Total Ecosystem (Mg/ha)


Tipe Tutupan Lahan Non Hutan U (%)
Rata-Rata (Mean) SE Rata-rata (Mean) SE Mean SE

1
Hutan Tanaman (Plantation Forest) 75.78 7.52 24.63 2.44 100.4 7.91 15.44

2
Semak Belukar (Dry Shrub) 60.39 7.22 14.25 1.7 74.64 7.42 19.48

3 Perkebunan (Estate Crop) 48.1 6.9 15.63 2.24 63.74 7.25 22.3

80
No AGB (Mg/ha) BGB (Mg/ha) Total Ecosystem
Tipe Tutupan Lahan Non Hutan (Mg/ha) U (%)
Rata-Rata (Mean) SE Rata-rata (Mean) SE Mean SE

4 Pemukiman (Settlement) 2.17 1.17 0.63 0.34 2.8 1.21 85.18

5
Tanah Kosong (Bare Ground) 2.4 1.36 0.57 0.32 2.97 1.39 92.17

6
Savana dan padang rumput (Savanna and Grasses) 4.06 1.94 0.96 0.46 5.02 2 77.88

7 Perairan (Open Water) 0 0 0 0 0 0 0

8
Semak Belukar Rawa (Wet Shrub) 19.34 3.97 4.56 0.94 23.91 4.08 33.42

9
Pertanian Lahan Kering (Pure Dry Agriculture) 14.08 7.7 2.82 1.54 16.89 7.85 91.1

10 Pertanian Lahan Kering Campur (Mixed Dry Agriculture) 64.64 2.3 12.93 0.46 77.56 2.35 5.93

11 Sawah (Paddy Field) 10 3.88 2.36 0.92 12.36 3.99 63.27

12
Tambak (Fish Pond/Aquaculture) 0 0 0 0 0 0 0

13
Bandara dan Pelabuhan (Port and Harbour) 0 0 0 0 0 0 0

14
Permukiman Transmigrasi (Transmigration Areas) 14.08 7.7 2.82 1.54 16.89 7.85 91.1

15
Pertambangan (Mining Areas) 0 0 0 0 0 0 0

16 Rawa (Open Swamps) 0 0 0 0 0 0 0


Sumber: (2nd Indonesia FREL, 2022:14)

81
Tabel 6. Cadangan Karbon dari Dekomposisi Gambut pada berbagai tipe tutupan lahan

Emission Factors of peat decomposition from Various land cover types

No Rata-rata
95% Interval (Mg Tingkat Kepercayaan Uncertainty
Tutupan Lahan (Land Cover) (Mean) (Mg Co2/ha/tahun) (Confidence) (%)
Co2/ha/tahun)

1 Hutan Lahan Kering Primer (Primary dryland


forest) 0

2
Hutan Lahan Kering Sekunder (Secondary
dryland forest) 32.42 24.85 40 23.38

3 Hutan Mangrove Primer (Primary mangrove


forest) 0

4 Hutan Rawa Primer (Primary Swamp Forest) 0

5 Hutan Tanaman (Plantation Forest) 72.95 50.04 95.87 31.42

6 Semak Belukar (Dry Shrub) 45.04 26.21 63.87 41.81

7 Perkebunan (Estate Crop) 36.63 27.6 45.65 24.62

8 Pemukiman (Settlement areas) 45.04 26.21 63.87 41.81

9 Tanah Kosong (Bare Ground) 63.79 49.61 77.98 22.24

10 Savana dan Padang Rumput (Savanna and


Grasses) 45.04 26.21 63.87 41.81

11 Air (Open Water) 0

82
Emission Factors of peat decomposition from Various land cover types

No Rata-rata
95% Interval (Mg Tingkat Kepercayaan Uncertainty
Tutupan Lahan (Land Cover) (Mean) (Mg Co2/ha/tahun) (Confidence) (%)
Co2/ha/tahun)

12 Hutan Mangrove Sekunder(Secondary


Mangrove Forest) 32.42 24.85 40 23.38

13 Hutan Rawa Sekunder (Secondary swamp


forest) 32.42 0 0 .-100.00

14 Semak Belukar Rawa (Wet shrub) 45.04 26.21 63.87 41.81

15 Pertanian Lahan Kering (pure dry agriculture) 45.42 25.12 65.72 44.69

16 Pertanian Lahan Kering Campur (mixed dry


agriculture) 54.66 30.42 78.91 44.37

17 Sawah (Paddy field) 33.71 .-0.72 68.14 102.14

18 Tambak (Fish pond/aquaculture) 0

19 Pelabuhan dan Bandara (Port and harbor) 0

20 Wilayah Transmigrasi (Transmigration areas) 54.66 30.42 78.91 44.37

21 Mining areas 63.79 49.61 77.98 22.24

22 Open Swamp 0

Sumber: (2nd Indonesia FREL, 2022:14)

83
Tabel 7. Cadangan karbon pada berbagai tipe hutan tingkat nasional

Nilai Minimum Nilai maksimum Median Rerata


Tipe tutupan lahan N Sd SE Keterangan
(ton/ha) (ton/ha) (Ton/ha) (ton/ha)

Hutan lahan kering Dihitung dari berbagai


primer 64.21 323.171 178.4 176.1 25 80.79 16.16 sumber

Hutan lahan kering Dihitung dari berbagai


sekunder 34.99 216.85 87.43 103.59 29 52.79 9.8 sumber

Dihitung dari berbagai


Hutan gambut primer
56.54 200.23 113.33 123.67 8 56.02 19.81 sumber

Dihitung dari berbagai


Hutan gambut sekunder
37.51 142.07 92.32 90.26 13 37.14 10.3 sumber

Dihitung dari berbagai


Hutan mangrove primer
41.8 393.62 162 188.3 5 133.18 59.56 sumber

Hutan mangrove Dihitung dari berbagai


sekunder 37.03 142.9 92.14 94.07 10 45.06 14.25 sumber

Dihitung dari berbagai


Hutan tanaman
29.92 237.52 77.22 98.38 76 56.97 6.54 sumber

Sumber: Rochmayanto, Dkk(2014)

84
Tabel 8. Cadangan Karbon pada Kebakaran Hutan

No Hutan Gambut Hutan tanaman lahangambut (ton/ha)


Kondisi Kebakaran
(ton/ha)
1 Pasca terbakar 1 tahun 7.85 1.3

2 Pasca terbakar 3 tahun 22.15 0

3 Pasca terbakar 8 tahun 33.71 21.42


Sumber: Rochmayanto, Dkk (2014)
Tabel 9. Cadangan Karbon pada Areal Kebakaran Gambut

No. Tingkat Keparahankebakaran di hutanalam gambut Sisa Cadangan C(ton/ha)


1 Aral HA 1 tahun pascakebakaran
1.296

2 Sisa cadangan karbonpada areal bekas kebakaran ringan


65.14 m3/ha
3 Sisa Cadangan Karbonpada areal bekas kebakaran sedang
28.0 m3/ha
4 Sisa cadangan karbonpada areal bekas kebakaran berat
24.7 ton/ha
Sumber: Rochmayanto, Dkk (2014)

85
Tabel 10. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan

Nilai Nilai
Tipe Tutupan Median rerata
minimum maksimum
Bio Region Lahan (ton/ha) (ton/ha) N Sd SE Keterangan
(Ton/ha) (ton/ha)
Hutan lahan Diolah dari
Sumatera kering primer 178.4 310.03 305.73 264.72 3 74.79 43.18 berbagai sumber

Hutan lahan Diolah dari


kering sekunder 71.48 216.85 77.92 111.04 4 70.67 35.34 berbagai sumber

Hutan gambut Rochmayanto et al.


primer .- .- .- 126.01 .- .- .- (2010)
Hutan Gambut Diolah dari
Sekunder 30.95 126.8 91.12 86.75 9 33.77 11.26 berbagai sumber

Hutan
mangrove
primer .- .- .- 227.3 .- .- .- Sadelia et al (2011)

hutan mangrove Diolah dari


sekunder 24.56 96.44 45.46 52.98 4 30.75 15.37 berbagai sumber

Diolah dari
hutan tanaman 35.7 177.2 66.62 76.7 26 46.74 9.17 berbagai sumber

Hutan lahan Diolah dari


Jawa kering primer 78.84 323.171 118.43 144.28 6 91.78 37.47 berbagai sumber

Hutan lahan Diolah dari


kering sekunder 48.43 172.08 95.15 96.28 8 41.35 14.62 berbagai sumber

Hutan gambut tidak terdapat hutan


primer .- .- .- .- .- .- .- gambut

Hutan tidak terdapat hutan


Gambut .- .- .- .- .- .- .- gambut
Sekunder

86
Nilai Nilai
Tipe Tutupan Median rerata
minimum maksimum
Bio Region Lahan (ton/ha) (ton/ha) N Sd SE Keterangan
(Ton/ha) (ton/ha)
Hutan
mangrove
primer .- .- .- 393.62 1 .- .- Hapsari (2011)
hutan mangrove Heriyanto &
sekunder .- .- .- 179 1 .- .- Subiandono (2012)

Diolah dari
hutan tanaman 42.172 144.41 64.15 75.19 10 34.78 11 berbagai sumber
Hutan lahan Krisnawati et al
Kalimantan kering primer .- .- 222 373 138.07 (2014)

Hutan lahan Krisnawati et al


kering sekunder .- .- 178 4,686 72.25 (2014)

Hutan gambut Krisnawati et al


primer .- .- 157 42 64.31 (2014)

Hutan Gambut Krisnawati et al


Sekunder .- .- 140 1,365 33.78 (2014)

Hutan
mangrove Krisnawati et al
primer .- .- 162 30 25.96 (2014)

hutan mangrove Krisnawati et al


sekunder .- .- 116 18 29.87 (2014)

hutan tanaman .- .- 54.7 .- .- Hardjana (2011)


Bali-Nusa Hutan lahan Diolah dari
Tenggara kering primer 64.21 130.58 88.75 93.07 4 30.8 15.4 berbagai sumber

Hutan lahan Diolah dari


kering 34.99 73.55 65.52 59.89 4 17.19 8.6 berbagai sumber
sekunder

87
Nilai Nilai
Tipe Tutupan Median rerata
minimum maksimum
Bio Region Lahan (ton/ha) (ton/ha) N Sd SE Keterangan
(Ton/ha) (ton/ha)
Hutan gambut tidak terdapat hutan
primer .- .- .- .- .- .- .- gambut

Hutan Gambut tidak terdapat hutan


Sekunder .- .- .- .- .- .- .- gambut

Hutan
mangrove
primer .- .- .- .- .- .- .- ND

hutan mangrove
sekunder .- .- .- .- .- .- .- ND

Diolah dari
hutan tanaman 34.96 203.43 110.61 110.79 19 52.27 11.99 berbagai sumber

Hutan lahan Diolah dari


Sulawesi kering primer 148.12 278.29 216.23 214.72 4 53.3 26.65 berbagai sumber

Hutan lahan Diolah dari


kering sekunder 77.19 274.13 118.2 145.08 5 77.21 34.53 berbagai sumber

Hutan gambut Tidak ada hutan


primer .- .- .- .- .- .- .- rawa gambut

Hutan Gambut Tidak ada hutan


Sekunder .- .- .- .- .- .- .- rawa gambut

Hutan
mangrove
primer .- .- .- .- .- .- .- ND

88
Nilai Nilai
Tipe Tutupan Median rerata
minimum maksimum
Bio Region Lahan (ton/ha) (ton/ha) N Sd SE Keterangan
(Ton/ha) (ton/ha)
hutan Diolah dari berbagai
mangrove 86.95 103.6 87.84 92.8 3 9.37 5.41 sumber
sekunder

Diolah dari
hutan tanaman 36.86 237.52 70.1 92.65 15 61.24 15.81 berbagai sumber

Maluku- Hutan lahan Diolah dari


Papua kering primer 73.17 290.73 184.43 179.62 6 71.22 29.08 berbagai sumber

Hutan lahan Diolah dari


kering sekunder 60.19 129.59 89.76 92.38 7 22.44 8.48 berbagai sumber

Hutan gambut Diolah dari


primer 195.88 200.23 .- 198.06 2 .- .- berbagai sumber

Hutan Gambut Diolah dari


Sekunder 92.32 142.07 .- 117.2 2 .- .- berbagai sumber

Hutan
mangrove Prasetyo et al.(2012)
primer .- .- .- 116.79 .- .- .-

hutan mangrove Prasetyo et al.


sekunder .- .- .- 37.03 .- .- .- (2012)

Diolah dari
hutan tanaman 86.7 264.67 164.4 172.5 7 70.07 26.48 berbagai sumber
Sumber: Rochmayanto, Dkk (2014)

89
Daftar Istilah dan Batasan

Baseline Perkiraan tingkat emisi dan proyeksi GRK dengan skenario


tanpa intervensi kebijakan dan teknologi mitigasi dari bidang-
bidang yang telah diidentifikasi dalam kurun waktu yang
disepakati atau disebut juga bussiness as usual baseline (BAU
baseline)
Biomassa total berat kering tanur vegetasi
Biomassa total berat kering tanur vegetasi di atas permukaan tanah
atas yang meliputi seluruh bagian pohon dan tumbuhan bawah
permukaan
Biomassa total berat kering tanur di bawah permukaan tanah yang
bawah meliputi akar vegetasi
permukaan
Karbon pool bagian atau tempat karbon tersimpan yang terdiri dari
biomassa atas permukaan, biomassa bawah
permukaan, nekromas, serasah dan tanah
Diameter diameter pohon yang diukur pada ketinggian 1,3 m di
setinggi dada atas permukaan tanah atau sesuai kaidah
(diameter at pengukuran yang ditentukan
breast
height/dbh)
Data Data aktivitas adalah data kuantitatif perubahan
aktivitas tutupan lahan (ha)

Emisi Lepasnya gas rumah kaca ke atmosfer pada suatu area


tertentu dalam jangka waktu tertentu atau Proses
terbebasnya gas rumah kaca ke atmosfir, melalui
dekomposisi bahan organik oleh mikroba yang menghasilkan
gas CO2 atau CH4, proses terbakarnya bahan organik
menghasilkan gas CO2 dan proses nitrifikasi dan denitrifikasi
yang menghasilkan gas N2O

Serapan Peningkatan stok karbon akibat konversi non-hutan ke dalam


kategori hutan (forest gain). Kategori non-hutan termasuk
pertanian, perkebunan, padang rumput, semak belukar,
pemukiman dan area lainnya, sedangkan kategori hutan yang
digunakan meliputi hutan primer, hutan sekunder dan hutan
tanaman, baik di gambut maupun mineral.
Historis Masa lampau. Rentang waktu yang sudah lampau dan
dijadikan sebagai periode tahun referensi baseline.
Nekromas massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih
tegak (pohon mati) dan yang telah rebah di permukaan tanah
(kayu mati)
Nisbah Perbandingan antara biomassa akar terhadap biomassa atas
akar pucuk permukaan tanah (above ground biomass)
(root shoot
ratio)

90
Pancang Tingkat pertumbuhan vegetasi berkayu berdiameter 2 cm
sampai dengan < 10 cm
Pohon Tingkat pertumbuhan vegetasi berkayu berdiameter ≥ 20
cm
Semai Tingkat pertumbuhan vegetasi berkayu berdiameter < 2 cm

Serasah (litter) Kumpulan bahan organik di lantai hutan yang belum


terdekomposisi secara sempurna yang ditandai
dengan masih utuhnya bentuk jaringan
Tiang Tingkat pertumbuhan vegetasi berkayu berdiameter
10 cm sampai dengan < 20 cm
Tumbuhan Vegetasi yang tumbuh di lantai hutan, dapat berupa herba,
bawah semak, rumput, liana, semai dan anakan vegetasi tidak
berkayu lainnya
Karbon Unsur kimia yang memiliki nomor atom 6 (C6)
Kayu mati Bagian pohon mati (batang, cabang, ranting) yang telah
(dead wood) rebah
Yurisdiksi Wilayah/daerah tempat berlakunya sebuah undang- undang
yang berdasarkan hukum. Dalam hal ini, yurisdiksi diartikan
sebagai wilayah administratif yang diakui negara, yang bisa
dalam bentuk terkecil yaitu desa hingga negara.

91
Daftar Pustaka

MoEF, 2015, National Forest Reference Emission Level for Deforestation and Forest
Degradation: In the Context of Decision 1/CP.16 para 70 UNFCCC (Encourages
developing country Parties to contribute to mitigation actions in the forest sector),
Directorate General of Climate Change. The Ministry of Environment and
Forestry.Indonesia

National Forest Reference Level For Deforestation, Forest Degradation And Enhancement
Of Forest Carbon Stock In the Context of Decision 12/CP.17 para 12 UNFCCC
(Encourages developing country Party to update the forest referenceemission level
and/or forest reference level periodically
https://redd.unfccc.int/files/2nd_frl_indonesia_final_submit.pdf

Rochmayanto, Y., Wibowo, A., Lugina, M., Butarbutar, T., Mulyadin, RM., & Wicaksono,
D. 2014. Cadangan Karbon pada berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di
Indonesia. Ed. Teddy Rusolono. PT. Kanisius. Yogyakarta

Pemerintah Republik Indonesia. 2022. National Forest Reference Level forDeforestation,


Forest Degradation and Enhancement of Forest Carbon Stock: In the Context of
Decision 12/CP.17 para 12 UNFCCC (Encourages developing country Party to
Update the forest reference emission level and/or forestreference level periodically).
Jakarta. Ind

92

Anda mungkin juga menyukai