68
3. STANDAR PENGHITUNGAN PENURUNAN EMISI DAN/ATAU
PENINGKATAN SERAPAN GAS RUMAH KACA UNTUK
PELAKSANAAN INDONESIA FOLU NET SINK 2030
A. Latar Belakang
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan aksi mitigasi bidang kehutanan dan tata guna
lahan dengan pendekatan kebijakan dan insentif positif yang terukur yang menjadi komponen
penting yang berkontribusi dalam pencapaian target Enhanced National Determined
Contribution (ENDC) di sektor kehutanan dan tata guna lahan.Aksi ini juga sejalan dengan
arah Long Term Strategy Low Carbon Climate Resilience2050 dan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development Goals,SDGs).
Kegiatan aksi mitigasi dari Indonesia’s FOLU net sink 2030 meliputi (i) Pelaksanaan kegiatan
pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi bertujuan, (ii) Peningkatan cadangan
karbon, (iii) konservasi dan (iv) pengelolaan gambut berkelanjutan. Kegiatan aksi mitigasi
tersebut ditujuan untuk mengurangi emisi dan atau meningkatkanserapan gas rumah kaca
(GRK) dengan melakukan perbaikan forest governance (pengurusan hutan) dan forest
management (pengelolaan hutan) yang berkelanjutan. Aksi-aksi mitigasi tersebut bersifat
collective action saling melengkapi terkait aspek kebijakan, program, dan tataran
kelembagaan mulai di tingkat nasional, sub nasional dan lapangan. Kinerja aksi mitigasi
secara keseluruhan dapat dibuktikan dengan perubahan tutupan lahan. Untuk menilai
keberhasilan kinerja tersebut diperlukan standar perhitungan penurunan emisi dan atau
peningkatan serapan GRK.
Menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor SK.168/MenLHK/PKTL/PLA.1/2/2022 tentang Indonesia’s Forestry and Land Use
(FOLU) Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim, sasaran Indonesia’s FOLU Net
Sink 2030 meliputi pengurangan laju deforestasi, pengurangan laju degradasi hutan,
pengaturan pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan secara lestari, perhutanan
sosial, rehabilitasi hutan dengan rotasi regular dan simetris,rehabilitasi hutan dengan rotasi
regular dan sistematis, rehabilitasi hutan non rotasi pada kondisi lahan kritis dan menurut
kebutuhan lapangan, tata Kelola rotasi gambut,perbaikan tata air gambut, perbaikan dan
konservasi mangrove, konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta
pengembangan berbagai instrument kebijakan baru, pengendalian system monitoring,
evaluasi dan pelaksanaan komunitaspublic.
Cakupan standar ini meliputi penghitungan historikal emisi, historikal karbon stok atau
peningkatan serapan dan pemantauan penurunan emisi/peningkatan serapan dari
perubahan tutupan lahan di tingkat nasional, subnasional dan lokal. Prinsip perhitungan yang
diperlukan dalam melakukan perhitungan mengacu pada 1st dan 2nd FREL (Tabel 1) yaitu
meliputi: (i) periode referensi, (ii) Pengitungan emisi/serapan, (iii) Aktifitas, (iv) metode
penghitungan emisi, (v) pool dan gas, (vi) perhitungan uncertainty, dan (vii) periode
proyeksi.
69
Tabel 1. Prinsip dalam Perhitungan Penurunan Emisi/Peningkatan Serapan Karbon
Data aktivitas diperoleh dengan menganalisis citra satelit melalui overlay peta beberapa
periode pengambilan data yang berbeda sesuai dengan periode waktu dengan
menggunakan data luasan dalam bentuk tabular. Hasil dari penghitungan ini berupa luasan
dalam satuan hektar untuk tiap-tiap kelas penggunaan lahan (23 KelasPenutupan Lahan)
seperti tercantum dalam Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan danTata Lingkungan Nomor.
01/Juknis/IPSDH/2015.
Tabel 3. Klasifikasi 23 kelas penutupan lahan
3 Hutan mangrove Hmp/2004 Seluruh kenampakan hutan (bakau, nipah dan nibung)
primer yangberada di lingkungan perairan payau yang tidak
menampakkan gangguan manusia (bekas penebangan,
bekas kebakaran, jaringan jalan dll.), tidak
termasuk gangguan alam (banjir, tanahlongsor, gempa
bumi dll.)
71
Kelas Kode layer / Definisi
No Penutupan Toponimi
Lahan
4 Hutan Hms/20041 Hutan mangrove primer yang mengalami
mangrove gangguan manusia(bekas penebangan,
sekunder bekaskebakaran, jaringan jalan dll.) termasuk
yang
tumbuh/ditanam pada tanah sedimentasi
5 Hutan rawa primer Hrp/2005 Seluruh kenampakan hutan yang berada
padadaerah tergenang air tawar dan di
belakang hutan payau yang
tidakmenampakkan gangguan manusia
(bekas penebangan, bekas kebakaran,
jaringan jalan dll.), tidak termasuk gangguan
alam (banjir, tanah
longsor, gempa bumi dll.)
6 Hutan Hrs/20051 Hutan rawa primer yang mengalami
rawa gangguan manusia (bekas
sekunder penebangan,bekas kebakaran, jaringan
jalan dll.)
7 Hutan tanaman Ht/2006 Seluruh kenampakan hutan yang
seragam(monokultur)yang dapat berasal
dari kegiatan
reboisasi/reklamasi/penghijauan/industri
8 Perkebunan Pk/2010 Seluruh kenampakan hasil budidaya
tanaman keras yangtermasuk
kelompokperkebunan, antara lain sawit,
karet,
kelapa, coklat, kopi, teh
9 Semak belukar B/2007 Seluruh kenampakan areal/kawasan
yangdidominasi olehvegetasi rendah
yang
berada pada lahan kering
10 Semak Br/20071 Seluruh kenampakan areal/kawasan
belukarrawa yangdidominasi olehvegetasi rendah dan
berada pada daerah tergenang air tawar
serta di belakang hutan payau
11 Savanna/padan S/3000 Seluruh kenampakan vegetasi rendah
grumput alami dan permanenyang berupa
padangrumput
12 Pertanian Pt/20091 Seluruh kenampakan hasil budidaya
lahankering tanaman semusim dilahan kering seperti
tegalan dan ladang
13 Pertanian Pc/20092 Seluruh kenampakan yang merupakan
lahankering campuran arealpertanian, perkebunan,
campur
semak, belukar dan hutan
14 Sawah Sw/20093 Seluruh kenampakan hasil budidaya
tanaman semusim dilahan basah
yang
dicirikan oleh pola pematang
15 Tambak Tm/20094 Seluruh kenampakan perikanan darat
(ikan/udang) atau penggaraman yang
tampak dengan pola pematang,
72
biasanya
berada di sekitar pantai
16 Permukiman Pm/2012 Kawasan permukiman, baik
perkotaan,perdesaan, industridan lain-
lain
17 Permukiman Tr/20122 Kawasan permukiman di wilayah
transmigrasi transmigrasi
Klasifikasi 23 kelas penutupan lahan tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kategori kelas
penutupan lahan, yaitu kelas hutan dan kelas non-hutan. Kelas hutan meliputi kelas
penutupan lahan hutan alami (lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan
mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer dan hutan rawa sekunder)
dan hutan tanaman. Kelas non hutan meliputi kelas penutupan lahan perkebunan, semak
belukar, semak belukar rawa, savanna/padang rumput, pertanian lahan kering, pertanian
lahan kering campur, sawah, tambak, permukiman, permukiman transmigrasi, lahan terbuka,
pertambangan, tubuh air, rawa, bandara/pelabuhan, dan awan.
C. Batas Areal
Batasan lokasi areal/wilayah untuk dasar analisis dalam administrasi jurisdiksi (local-
sub-nasional dan nasional) di mana kegiatan aksi mitigasi dan penentuan penetapan
baseline akan dilakukan.
73
D. Pool Karbon
Pool Karbon terdiri dari biomass atas permukaan, biomas bawah permukaan, kayu
mati, serasah, dan tanah organik. Pool karbon yang diperhitungkan dalam
penghitungan penurunan emisi dan atau peningkatan serapan GRK disesuaikan
dengan ketersediaan data dan sumberdaya. Penentuan pool karbon dapat terdiri dari:
✓ Biomass atas permukaan (Above Ground Biomass)
✓ Biomas bawah permukaan (Below Ground Biomass)
✓ Kayu mati (Dead Wood and Necromass)
✓ Serasah (Litter)
✓ Tanah (Soil)
E. Jenis GRK
Jenis gas yang tercakup dalam emisi/serapan dari sector FOLU yaitu CO 2, CH4 dan
N2O. Gas yang diperhitungkan dalam penghitungan penurunan emisi dan atau
peningkatan serapan GRK disesuaikan dengan ketersediaan data dan sumberdaya.
F. Cara Perhitungan
Tolok ukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan aksi mitigasi dilihat dari perubahan
kondisi baseline. Istilah baku untuk baseline deforestasi adalah Forest Reference
Emission Level (FREL). Emisi baseline di tingkat sub nasional memperhitungkan emisi
historis dan rasio antara alokasi FREL sub nasional sesuai dengan Peraturan Dirjen PPI
no 8 tahun 2019 dengan rata-rata emisi historis. Periode referensi yang ditetapkan
harus ada konsistensi untuk skala nasional, sub-nasional dan lokal.
𝑝
1
𝐸𝑚𝑖𝑠𝑖 ℎ𝑖𝑠𝑡𝑜𝑟𝑖𝑠 = ∑ 𝐸𝑡
𝑇
𝑡=1
𝐸𝑎𝑙𝑝
𝐸𝑚𝑖𝑠𝑖𝑏 = 𝐸ℎ 𝑥
𝐸ℎ𝑝
74
Di mana:
Eb =Emisi/Serapan baseline (dalam tCO2/th)
Eh = Emisi/Serapan historis wilayah pengukuran (dalam tCO2/th)
E/Serapant = Emisi dari deforestasi/degradasi, Peningkatan Serapan pada tahun ke-t
(dalam tCO2/th)
T = Jumlah tahun dalam periode referensi Ealp
=Alokasi FREL provinsi (dalam tCO2/th)
Nilai Ealp sampai dengan tahun 2020 didasarkan Pada Surat KeputusanDirektur
Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Nomor. 8/PPI/IGAS/PPI.2/3/2019.
𝑃𝐸 = 𝐸𝑏 − 𝐸𝑎
Di mana:
PE = Penurunan Emisi/Peningkatan Serapan (tCO2).
Eb = Emisi baseline / emisi rata-rata (dalam tCO2/th)
Ea = Emisi aktual tahunan (dalam tCO2)
Apabila emisi aktual berada di bawah baseline, maka kinerja pelaksanaan kegiatan
dianggapbaik atau berhasil, sebesar selisih antara emisi aktual dengan emisi baseline,seperti
pada gambar di bawah.
𝑵 𝑷
𝑬𝒂 = ∑ ∑ 𝑬𝒊𝒋
𝒊=𝟏 𝒋=𝟏
Di mana:
Ea = Emisi aktual tahunan (dalam tCO2)
Eij = Emisi/Enhancement di area-i dalam kelas hutan-j (dalam tCO2).N =
Jumlah unit areal saat periode t(tanpa satuan)
P = Jumlah kelas hutan alam
44
𝐸𝑖𝑗 = 𝐴𝑖𝑗 × 𝐸𝐹𝑗 ×
12
Di mana :
Aij = Areal ke-i di dalam kelas hutan -j(dalam ha)
EFj = Faktor Emisi/Cadangan Karbon dari hilangnya cadangan karbon kelas hutan -jkarena
deforestasi/degradasi (dalam tC/ha)
44/12 adalah faktor konversi dari C ke CO2
75
Perhitungan Penurunan Emisi
𝑃𝐸 = 𝐸𝑏 − 𝐸𝑎
Di mana:
PE = Penurunan Emisi/Peningkatan Enhancement (tCO2).
Eb = Emisi/Enhancement baseline / emisi/enhancement rata-rata (dalam tCO2/th)
Ea = Emisi/enhancement aktual tahunan (dalam tCO2)
Apabila emisi aktual berada di bawah baseline, maka kinerja pelaksanaan kegiatan
dianggap baik atau berhasil, sebesar selisih antara emisi aktual dengan emisi baseline.
G. Rencana Pemantauan
Faktor emisi/cadangan karbon pada Setiap Kelas Tutupan Lahan Di Indonesia seperti
tersaji pada Tabel 4 sampai Tabel 10.
76
Tabel 4. Estimasi Cadangan Karbon pada Setiap Kelas Tutupan Lahan Hutan di Indonesia
Indonesia
(Average) 289.21 132.82 280.69 297.74 2.9
77
Pulau Utama Rata-Rata AGB
Tipe Tutupan Hutan (Forest Standar Deviasi Tingkat Kepercayaan 95%
No (Mean AGB) Interval Uncertainty
Type) (Main Island) (Std Dev) (Mg/ha) (95% confidence) (Mg/ha)
(Mg/ha)
Indonesia
(Average) 196.57 109.93 191.23 201.91 2.7
Java nd nd nd nd nd
Maluku nd nd nd nd nd
Sulawesi nd nd nd nd nd
Indonesia
(Average) 218.1 125.76 192.62 243.58 11.7
78
Pulau Utama Rata-Rata AGB
Tipe Tutupan Hutan (Forest Standar Deviasi Tingkat Kepercayaan 95%
No (Mean AGB) Interval Uncertainty
Type) (Main Island) (Std Dev) (Mg/ha) (95% confidence) (Mg/ha)
(Mg/ha)
Maluku nd nd nd nd nd
Sulawesi 139.48 nd nd nd nd
Indonesia
(Average) 177.43 95.57 167.71 187.14 5.5
Kalimantan nd nd nd nd nd
Sulawesi nd nd nd nd nd
Indonesia
(Average) 192.05 62.58 169.19 214.9 11.9
79
Pulau Utama Rata-Rata AGB
Tipe Tutupan Hutan (Forest Standar Deviasi Tingkat Kepercayaan 95%
No (Mean AGB) Interval Uncertainty
Type) (Main Island) (Std Dev) (Mg/ha) (95% confidence) (Mg/ha)
(Mg/ha)
Indonesia
(Average) 141.96 68.76 120.49 163.44 15.1
Tabel 5. Estimasi Cadangan Karbon pada Setiap Kelas Tutupan Lahan Non-Hutan di Indonesia
1
Hutan Tanaman (Plantation Forest) 75.78 7.52 24.63 2.44 100.4 7.91 15.44
2
Semak Belukar (Dry Shrub) 60.39 7.22 14.25 1.7 74.64 7.42 19.48
3 Perkebunan (Estate Crop) 48.1 6.9 15.63 2.24 63.74 7.25 22.3
80
No AGB (Mg/ha) BGB (Mg/ha) Total Ecosystem
Tipe Tutupan Lahan Non Hutan (Mg/ha) U (%)
Rata-Rata (Mean) SE Rata-rata (Mean) SE Mean SE
5
Tanah Kosong (Bare Ground) 2.4 1.36 0.57 0.32 2.97 1.39 92.17
6
Savana dan padang rumput (Savanna and Grasses) 4.06 1.94 0.96 0.46 5.02 2 77.88
8
Semak Belukar Rawa (Wet Shrub) 19.34 3.97 4.56 0.94 23.91 4.08 33.42
9
Pertanian Lahan Kering (Pure Dry Agriculture) 14.08 7.7 2.82 1.54 16.89 7.85 91.1
10 Pertanian Lahan Kering Campur (Mixed Dry Agriculture) 64.64 2.3 12.93 0.46 77.56 2.35 5.93
12
Tambak (Fish Pond/Aquaculture) 0 0 0 0 0 0 0
13
Bandara dan Pelabuhan (Port and Harbour) 0 0 0 0 0 0 0
14
Permukiman Transmigrasi (Transmigration Areas) 14.08 7.7 2.82 1.54 16.89 7.85 91.1
15
Pertambangan (Mining Areas) 0 0 0 0 0 0 0
81
Tabel 6. Cadangan Karbon dari Dekomposisi Gambut pada berbagai tipe tutupan lahan
No Rata-rata
95% Interval (Mg Tingkat Kepercayaan Uncertainty
Tutupan Lahan (Land Cover) (Mean) (Mg Co2/ha/tahun) (Confidence) (%)
Co2/ha/tahun)
2
Hutan Lahan Kering Sekunder (Secondary
dryland forest) 32.42 24.85 40 23.38
82
Emission Factors of peat decomposition from Various land cover types
No Rata-rata
95% Interval (Mg Tingkat Kepercayaan Uncertainty
Tutupan Lahan (Land Cover) (Mean) (Mg Co2/ha/tahun) (Confidence) (%)
Co2/ha/tahun)
15 Pertanian Lahan Kering (pure dry agriculture) 45.42 25.12 65.72 44.69
22 Open Swamp 0
83
Tabel 7. Cadangan karbon pada berbagai tipe hutan tingkat nasional
84
Tabel 8. Cadangan Karbon pada Kebakaran Hutan
85
Tabel 10. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan
Nilai Nilai
Tipe Tutupan Median rerata
minimum maksimum
Bio Region Lahan (ton/ha) (ton/ha) N Sd SE Keterangan
(Ton/ha) (ton/ha)
Hutan lahan Diolah dari
Sumatera kering primer 178.4 310.03 305.73 264.72 3 74.79 43.18 berbagai sumber
Hutan
mangrove
primer .- .- .- 227.3 .- .- .- Sadelia et al (2011)
Diolah dari
hutan tanaman 35.7 177.2 66.62 76.7 26 46.74 9.17 berbagai sumber
86
Nilai Nilai
Tipe Tutupan Median rerata
minimum maksimum
Bio Region Lahan (ton/ha) (ton/ha) N Sd SE Keterangan
(Ton/ha) (ton/ha)
Hutan
mangrove
primer .- .- .- 393.62 1 .- .- Hapsari (2011)
hutan mangrove Heriyanto &
sekunder .- .- .- 179 1 .- .- Subiandono (2012)
Diolah dari
hutan tanaman 42.172 144.41 64.15 75.19 10 34.78 11 berbagai sumber
Hutan lahan Krisnawati et al
Kalimantan kering primer .- .- 222 373 138.07 (2014)
Hutan
mangrove Krisnawati et al
primer .- .- 162 30 25.96 (2014)
87
Nilai Nilai
Tipe Tutupan Median rerata
minimum maksimum
Bio Region Lahan (ton/ha) (ton/ha) N Sd SE Keterangan
(Ton/ha) (ton/ha)
Hutan gambut tidak terdapat hutan
primer .- .- .- .- .- .- .- gambut
Hutan
mangrove
primer .- .- .- .- .- .- .- ND
hutan mangrove
sekunder .- .- .- .- .- .- .- ND
Diolah dari
hutan tanaman 34.96 203.43 110.61 110.79 19 52.27 11.99 berbagai sumber
Hutan
mangrove
primer .- .- .- .- .- .- .- ND
88
Nilai Nilai
Tipe Tutupan Median rerata
minimum maksimum
Bio Region Lahan (ton/ha) (ton/ha) N Sd SE Keterangan
(Ton/ha) (ton/ha)
hutan Diolah dari berbagai
mangrove 86.95 103.6 87.84 92.8 3 9.37 5.41 sumber
sekunder
Diolah dari
hutan tanaman 36.86 237.52 70.1 92.65 15 61.24 15.81 berbagai sumber
Hutan
mangrove Prasetyo et al.(2012)
primer .- .- .- 116.79 .- .- .-
Diolah dari
hutan tanaman 86.7 264.67 164.4 172.5 7 70.07 26.48 berbagai sumber
Sumber: Rochmayanto, Dkk (2014)
89
Daftar Istilah dan Batasan
90
Pancang Tingkat pertumbuhan vegetasi berkayu berdiameter 2 cm
sampai dengan < 10 cm
Pohon Tingkat pertumbuhan vegetasi berkayu berdiameter ≥ 20
cm
Semai Tingkat pertumbuhan vegetasi berkayu berdiameter < 2 cm
91
Daftar Pustaka
MoEF, 2015, National Forest Reference Emission Level for Deforestation and Forest
Degradation: In the Context of Decision 1/CP.16 para 70 UNFCCC (Encourages
developing country Parties to contribute to mitigation actions in the forest sector),
Directorate General of Climate Change. The Ministry of Environment and
Forestry.Indonesia
National Forest Reference Level For Deforestation, Forest Degradation And Enhancement
Of Forest Carbon Stock In the Context of Decision 12/CP.17 para 12 UNFCCC
(Encourages developing country Party to update the forest referenceemission level
and/or forest reference level periodically
https://redd.unfccc.int/files/2nd_frl_indonesia_final_submit.pdf
Rochmayanto, Y., Wibowo, A., Lugina, M., Butarbutar, T., Mulyadin, RM., & Wicaksono,
D. 2014. Cadangan Karbon pada berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di
Indonesia. Ed. Teddy Rusolono. PT. Kanisius. Yogyakarta
92