Anda di halaman 1dari 10

Nama :Yoga Zakha Pratama

Npm :23430084

DAKWAH ISLAM
Pesantren Plus Pusat Kajian
Pesantren yang santrinya para mahasiswa dan alumnus SI; yang getol mengembangkan
penelitian dan kajian kajian keagamaan.
Pesantren yang satu ini tidak hanya kuat dalam tradisi keilmuannya, melainkan unik
dalm hal lainnya. Mengapa unik? Pesantren yang didirikan Gus Dur --panggilan akrab KH
Abdurrahman Wahid-- ini dihuni para santri yang notabene para mahasiswa (atau lulusan
S1) yang eksis dan getol mengem- bangkan penelitian, kajian serta diskusi ilmu-ilmu agama
dan umum. Lebih dari itu santri memiliki ruang gerak untuk mewarnai tema-tema penilitian
dan kajian.
Tak salah, jika Muhammad -mantan lurah Pesantren Ciganjur periode lalu
mengungkapkan, "Tak jarang, setiap lurah pondok memiliki visi dan misi yang bisa lain dari
lurah sebelumnya. Karena lurah bisa mengajukan tema kajian.

Sejarah Pondok Pesantren


Pesantren Ciganjur ini resmi berdiri pertengahan Juli 2003. Tetapi, jauh sebe- lum
tahun 2003, bangunan pesantren yang diprakarsai Gus Dur ini sudah dirintis sejak 1999.
Bahkan, jauh sebelum itu, sekitar 1970-an, Gus Dur sudah mendengung-den- gungkan nama
Pesantren Ciganjur melalui tulisan-tulisan di berbagai media cetak dan ceramah-ceramah.
Hanya saja, bangunan Pesantren Ciganjur -yang terletak di kom- plek Wahid Hasyim, JI.
Warung Sila No. 10, Ciganjur Jakarta Selatan- ini baru selesai dan bisa ditempati pada 2003.
Keberadaan Pesantren Ciganjur sendiri tidak lepas dari amanah Ibu Hj Sholehah -ibu
kandung Gus Dur yang dari dulu mengharap Gus Dur memiliki pesantren.
Untuk mendukung kegiatan pesantren, ditunjuklah Gus Muh -panggilan akrab KH
Muhammad Musthofa—sebagai pemangku. Sejak awal, Gus Dur memang mengharap
pesantren yang dibangun itu tak sekedar pesantren biasa-biasa saja Tak salah, jika Pesantren
Ciganjur menjadi tempat para santri yang sudah mumpuni -dengan latar belakang minimal
berstatus sebagai mahasiswa senior program $1 (semua jurusan).
santri di Pesantren Ciganjur sebagian besar datang dari berb- agai daerah dan latar
belakang pendidikan Meski kriteria dan syarat untuk masuk ke Pesantren Ciganjur tergolong
ketat, tetapi pemangku pesantren tak bisa menolak santri yang beragam itu. Tak dimungkiri
jika pesantren memberi peluang santri yang ingin menghafal al-Qur'an. Pada sisi lain,
program-program yang direncanakan pun kemudian disesuaikan dengan kecenderungan dan
minat santri.
Kegiatan Harian
Sedari awal, pesantren ini dibangun sebagai wadah untuk menggali potensi kearifan
lokal dengan pendekatan budaya yang tak meninggalkan akar tradisi pesant- ren. Apalagi
Gus Dur melihat pesantren sebagai sub-kultur, unik, independen akan bisa mempengaruhi
kultur. Model seperti itulah yang akan diwujudkan oleh Gus Dur dengan keberadaan
Pesantren Ciganjur. Tak salah, jika Gus Dur sendiri rela turun gunung untuk mengajar. Tahun
awal (2003), dalam rangka pengajian Ramadhan, Gus Dur mengajar kitab Qotrun Nada.
Selanjutnya, setiap tahun, pengajian itu ber- langsung terus dengan kitab yang berbeda.
Hal menjadikan para santri seakan-akan merasa jadi anak didik Gus Dur. Apalagi,
selain Gus Dur masih ada beberapa pen- gajar yang tak sembaran- gan. Hampir setiap hari
kegiatan pengajian dan dis- kusi di Pesantren Ciganjur hidup. Pengajian rutin yang tetap
berjalan adalah pengajian bersama Dr. Lukman Hakiem, dua minggu sekali setiap senin pukul
20.00 WIB dengan Kitab al-Hikam al-Syahrastani. Juga, pengajian ber- sama KH Prof dr. Said
Agil Siradj yang sebelumnya mengajar Misykat al-Anwar kini mengajar kitab al-Milal wa al-
Nihal.
Setiap malam Jum'at, santri menggelar tahlil dan musyawarah. Sedang pengajian
Qur'an bersama Dr Liliek Umi Kultsum den- berlangsung dari Minggu sampai Rabu pukul
17.00 WIB. Pengajian Bersama Gus Dur digelar Sabtu pagi. Dimulai pukul 07.00 WIB.
Pengajian bisa diikuti masyarakat umum kemudian diteruskan Pengajian Tafsir bersama KH
Dr. Muhammad Khusnul Hakim MA. Dan pada hari sabtu malam pukul 20.00 WIB, santri
mengikuti briefing dengan materi Logika dan Filsafat. Minggu paginya, pukul 08.30 WIB
diskusi dengan materi Logika dan Filsafat.

Pesantren Sekaligus Pusat Kajian


Sejak awal, Pesantren Ciganjur me- mang diproyeksikan menjadi pusat kajian dan
penelitian. Tak salah, jika tahun 2013 kelak, Pesantren Ciganjur dipersiapkan jadi pusat kajian
Islam tradisional. "Gus Dur memiliki visi seperti itu. Maka, mulai sekarang visi dan misi pe-
santren disiapkan untuk menjemput terwujudnya pusat kajian tersebut," ujar Budi
Suharyanto -lurah Pesantren Ciganjur peri- ode sekarang ini. Dengan keberadaan pusat
Kajian Islam Tradis- ional itu, diharapkan kelak peneliti asing yang meneliti Islam klasik bisa
ke pondok pesantren.

USTADZ DHIYAUDDIN HS:

Nadzar Orangtua Mengantarnya Menjadi Dai


Ia tidak hanya aktif berdakwah melalui layar kaca, tapi juga mengadakan majlis
pengajian di dunia maya.
Sedari kecil, ia tidak pernah terbesit keinginan menjadi dai atau mub- aligh. Maklum,
sejak kecil hingga beranjak remaja, cita-citanya hanya ingin menjadi direktur atau manager
di sebuah perusahaan. Harapannya klise: bahwa jadi seorang manager perusahaan itu akan
membuat masa depannya terjamin. Lebih dari itu, dia akan menjalani hidup eksklusif -
memakai dasi dan naik mobil mewah
Tetapi, cita-cita itu runtuh ketika sang ayah bercerita nadzar yang dulu pernah
diucapkan pada waktu menikah. "Orang yang berjuang di jalan Allah, pasti Allah akan
memberi keberkahan dan menaikkan derajatnya. Saya ingin engkau jadi seorang dai dan
berjuang di jalan Allah karena itulah memang nadzar yang dulu saya ucapkan waktu
menikahi ibumu," demikian cerita Ustadz Dhiyauddin HS menirukan pesan ayahnya.
Dari nadzar itulah, ia kemudian mem benamkan cita-cita untuk menjadi seorang
manager. Lalu, ia bersumpah menuru kehendak orang tua; menjadi dai. Nadrat orangtuanya
itu kini sudah terwujud: Ustad Dhiyauddin benar-benar menjadi dai.

Diajar Kitab Kuning Sejak Kecil


Dhiyauddin kecil memang tak pernah mendengar nadzar itu diucapkan sang ayah.
Maklum, waktu itu ia belum lahir. Bahkan setelah lahir, selama duduk di bangku Seko- lah
Dasar sampai Aliyah [setingkat SMU], ia pun tidak tahu. Tak mustahil, sebuah keinginan
menjadi seorang dai tak terbersit sedikitpun di benaknya.
Sepanjang pengetahuannya, sejak duduk di bangsu Sekolah Dasar (lulus 1985) ia
sudah digembleng mendalami ilmu agama oleh orang tuanya. "Waktu masih SD, saya sudah
diajari orangtua mengaji dan belajar kitab kuning. Saya diajari ilmu Nahwu, Sharaf dan
bahkan mengahapal surat-surat pendek al-Qur'an. Memang, saya tidak belajar di pesantren
tapi orangtua saya memiliki majlis taklim; dan di tempat itulah saya digembleng ayah dengan
di- siplin dan waktu belajar yang ketat," kisah Ustadz Belajar agama dengan disiplin yang
ketat itu digambarkan Dhiyauddin dengan cara yang tidak urnum bagi anak Ia harus bangun
di pagi masih buta. Bayangkan, ia pukul 03.00 dini hari, lalu diajari mengaji kitab kuning
sampai waktu Subuh. Habis Subuh, pen- gajian masih berlanjut. Setelah itu ia baru
berangkat ke sekolah. Jika anak-anak seusianya pulang sekolah bisa bermain, Dhiyauddin
kecil pulang seko- lah tidak memiliki waktu banyak untuk ber- main-karena habis Asar dia
diajarkan sang ayah kembali belajar kitab kuning hingga menjelang Maghrib. Selepas
maghrib pun, dia mendapat tugas mengajar anak-anak kecil yang hampir seusianya.
Kehidupan yang diisi dengan belajar kitab kuning dimana malamnya ia harus
mengajar anak-anak di rumah itu dijalani Ustadz Dhiyauddin tanpa beban, meski dia tidak
tahu di balik gemblengan orangtua itu ada sebuah misi dan keinginan.
Terucap Sebuah Nadzar
Tapi, semua itu baru terkuak saat Dhiyauddin menjelang lulus Aliyah. la yang semula
bercita- cita melanjutkan kuliah. Di luar dugaan Dhiyauddin, sang ayah bercerita bahwa
waktu menikah dulu da bernadzar jika kelak ia memiliki anak pertama laki-laki, maka dia
akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan anaknya itu sebagai seorang dai. Ceritanya,
waku Muhammad Sanusi menikahi Hj. Rusy. dah dihadiri oleh sejumlah ulama besar Jakarta.

Terucap Sebuah Sumpah


Nasehat bijak sang ayah itu, ternyata, cukup kuat menelusup ke dalam relung hati
Dhiyauddin. Dengan yakinnya, ia pun bersumpah untuk bisa mewujudkan nadzar itu. Maka,
ia yang semula ingin kuliah di Fakultas lalu banting setir. Ia kuliah di IAIN Jurusan Dakwah.
Tetapi, jarak kampus IAIN yang cukup jauh dari rumah Dhiyauddin di Klender menjadi
sebuah halangan. Karena Dhiyaud- din tak diizinkan kost di sekitar kampus dan harus pulang
ke rumah, sebab setiap malamnya ia memiliki tugas mengajar di majlis taklim milik ayahnya,
Majlis Taklim Al-Wathaniyah. Alasan jarak yang jauh dan demi memenuhi tugas itulah yang
kemu- dian membuatnya lantas pindah kuliah ke Universitas Islam As-Syafi'iyah pada Fakul-
tas Agama Islam Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
"Di kampus As-Syafi'iyah itu, penge- tahuan dan talenta ceramah saya semakin
terasah," tegas Ustadz Dhiyauddin, pem- bimbing Ibadah Haji Dan Umroh KBIH Ar- rusydah
dan pelaksana Harian Ponpes Al- Qur'an Fathimiyah Jatiranggon Bekasi ini.
Keinginan untuk menjadi dai saba- gaimana nadzar yang pernah diucapkan sang ayah
sekarang ini bisa terwujud. "Saya merasa berhutang pada ayah saya, karena saya sadar
bahwa saya bisa seperti seka- rang ini tidak lain berkat nadzar orangtua saya," ucap ayah dari
Nadya Hurriyati Zahra' (9 tahun) dan Muhammad Rusydi Haykal (4 tahun) H

Al-Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN),


Islam dan Ambisi Sukses Nuu Waar
Secercah harapan kini hadir di bumi Nuu Waar (Irian). Masyarakatnya yang terbelakang
perlahan-lahan bangkit meraih peradaban.

Nuu Waar (nama Irian pertama: Nuu berarti cahaya dan Waar itu menyimpan rahasia
alam) meru- pakan daerah yang menyimpan sumber daya alam yang luar biasa. Berba- gai
hasil tambang, seperti nikel, emas, dan perak ada di sana. Sayangnya, hasil bumi it dinikmati
oleh orang lain, bukan warga aslinya. Mereka tetap miskin dan terting- gal Sebagian besar
masyarakatnya masih tetap tanpa busana karena menganggap berpakaian koteka adalah
budaya.
Sungguh ironis, tatkala orang lain me- nikmati kekayaan alam yang tak terhingga di
bumi Nuu Waar, penduduk asli-yang seharusnya hidup berkecukupan dari hasil burninya-
justru masih banyak yang hidup secara nomaden (berpindah-pindah) serta masih banyak
yang jauh dari peradaban.
“Ini jelas suatu kebodohan. Jika kita tidak mampu keluar dari permasalahan itu,
mustahil generasi penerus Nuu Waar mampu mengolah kekayaan alam yang dianugerahkan
Tuhan kepada daerah tersebut,” kata Ust. Fadzlan Garamatan, Ketua Jenderal AFKN, kepada
Hidayah di Markas AFKN Bekasi, J. Anyelir Barat I Blok J4 No. 10- Pondok Hijau Permai –
Pengasinan Rawa Lumbu-Bekasi.
Parahnya lagi, pembodohan itu ternyata sengaja dipelihara. Dengan alasan meles-
tarikan budaya, masyarakat Nuu Waar yang ada di pedalaman diajarkan agar tetap
menggunakan koteka dan mandi dengan lemak babi. Tak cuma itu, realitanya, dimana pun
budaya Nuu Waar diperkenalkan, baik dalam atau luar negeri, budaya koteka se- lalu
ditampilkan.
Bebarapa alasan inilah yang mela- tarbelakangi berdirinya Yayasan Al-Fatih Kaaffah
Nusantara (AFKN) pada tahun 1980 di Nuu Waar, tepatnya di Desa Patipi Pulau Kecamatan
Kokas Kabupaten Fakfak yang diprakarsai oleh Machmud bin Abu Bakar ibnu Husein ibnu
Puar bin Suar Garamatan Lembaga ini fokus pada ak- tivitas sosial, dakwah, dan
pengembangan masyarakat Nuu War. Jargon yang diusung AFKN adalah mencerahkan,
mencerdaskan, memberdayakan, mengkaryakan, memban- gun dan peduli umat.

Pendidikan dan Pengembangan SDM


Menyadari betapa terbelakangnya masyarakat Nuu Waar -dan akan terus terbelakang
jika tak segera mendapatkan pemahaman yang sesungguhnya--, maka AFKN tergugah
berada di garda depan un- tuk menyelamatkan generasi mendatang.
Memang tidak mudah, tetapi AFKN bertekad untuk tidak sedikit pun mundur dari
niat mulia tersebut. Langkah pertama yang mesti dilakukan adalah pendekatan dari hati ke
hati.
Membaur dengan penduduk lokal seka- ligus menyelami kebiasaan mereka meru-
pakan cara jitu untuk mengubah pandangan lama mereka. Sebab akan sia-sia belaka jika
mengubah secara frontal kebiasaan lama yang telah mendarah daging di masyarakat- nya;
sebaliknya malah bisa jadi penolakan keras yang akan diterima. Contohnya adalah
mengenalkan cara hidup bersih --dimana masyarakat pedalaman sebelumnya hanya
Mengetahui minyak babi untuk membersihkan tubuh atau mengajarkan tentang
tauhid, tidak bisa dilakukan hanya dengan pendekatan dogmatis saja.
“Selain mengenalkan Islam kepada masyarakat, kami juga membangun dan
mengembangkan sumber daya manusia dan sumber daya alam Nuu Waar,” kata Fadzlan
Garamatan.
“Pendidikan menjadi syarat utama untuk memajukan generasi Nuu Waar,” tambah
Fadzlan. Tanpa pendidikan, menurut Fadzlan, mustahil rasanya masyarakat bisa maju. Karena
itu, langkah kongkrt AFKN adalah menyekolahkan anak-anak dhuafa, fakir miskin, dan mualaf
ke lembaga pendidikan di luar pulau Nuu Waar.
Setidaknya kini, AFKN telah berha- sil membina 115 sentra pemberdayaan ekonomi
masyarakat di beberapa daerah binaan AFKN. Pemberdayaan ekonomi it di antaranya
berupa manisan pala, sirup pala, kerupuk, abon ikan, ikan asin, selsi pala, terasi udang,
kerupuk urat saqu, sagu buah merah, dan sarang semut. Upaya selanjutnya adalah menjajaki
usaha rumpur laut dan abon rusa
Tidak cukup di situ, AFKN juga buka pasar-pasar potensial di luar Nuu Waar untuk
penjualan hasil pemberdayaan ekonomi masyarakat Muslim Nuu Waar. Setidaknya, saat ini
telah ada 316 outlet yang menjual hasil pemberdayaan ekonomi. Semua kerja keras yang
sifatnya pember- dayaan ekonomi ini adalah bagian upaya AFKN untuk meningkatkan taraf
kesejahter- aan masyarakat Nuu Waar yang selama ini terus dibodohi orang-orang luar agar
keluar dari keterbelakangan dan kemiskinan.

Dakwah dan Sosial


AFKN sadar bahwa dakwah tidaklah efektif hanya dengan retorika belaka. Jauh lebih
mengena bila dibarengi dengan program-program sosial yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat. Karena itu, selain penyuluhan dan pembinaan berke- sinambungan di daerah-
daerah pedalaman dimana masyarakatnya belum mengenal Islam, AFKN aktif merespon
kebutuhan- kebutuhan masyarakat.
AFKN memfasilitasi pembangunan rumah, air bersih, dan listrik bagi perkam- pungan-
perkampungan Muslim yang masih tertinggal. Kemudian bekerja sama dengan Badan Wakaf
al-Qur'an untuk membangun pembangkit listrik tenaga air sungai (mik- rohidro) di
perkampungan yang belum dimasuki aliran listrik.
Kini hampir seluruh provinsi di Indone sia telah ada perwakilan AFKN, seperti Aceh.
Sabang, Banjarmasin, Jakarta, Jawa Barat, Surabaya, Makassar, Tidore, Yogyakarta, dan di
seluruh daerah Nuu War. Sementara di luar negeri, perwakilan AFKN ada di Malay- sia dan
Jepang. Semua perwakilan tersebut saling menyokong demi membangun bumi Nuu Waar,
baik fisik maupun mental, untuk meraih kejayaan.

MASJID AL-FALAK BOGOR DAN


Jejak Peninggalan Seorang Syekh
Sebuah masjid tua peninggalan seorang syekh yang mencetak santri-santrinya menjadi
pendakwah dari pelbagai daerah.

Masjid Al-Falak di Pagentongan, Loji, Bogor Barat merupakan salah satu masjid tua di
Bogor. Sejak berdiri, tahun 1901, hingga sekarang, usia masjid ini sudah sekitar 108 tahun
(seabad lebih). Masjid Al-Falak merupakan jejak pen- inggalan Syekh Falak, seorang ulama
besar di masa itu. Letaknya nyaris tak ter- lihat oleh pandangan publik. Di samping jauh dari
jalan utama, posisinya diapit oleh rumah-rumah penduduk. Pada saat yang sama, di sebelah
kiri masjid terdapat tanah pemakaman warga. Namun begitu, untuk menuju lokasi ini, kita
disuguhkan panorama alam pedesaan yang bersih, nyaman dan ramah.
Nama asli KH. Falak sendiri adalah KH. Tubagus Muhammad bin Tubagus Abas. la
lahir di Pondok Pesantren Tabi Banten, pada 1842 Masehi. Se jak kecil, beliau diasuh dan
dibimbing oleh ayahandanya, KH. TB Abas dan ibundanya Ratu Kuraisin. Nama Syekh Falak
sejak kecil sebenarnya Tubagus Muhammad Sedangkan gelar falak itu sendiri diberikan oleh
Syekh Sayyid Afandi Turqi.
Ayahnya dikenal sebagai seorang ulama besar di Banten. Ia seorang pendiri dan
pemimpin Pondok Pesantren Sabi dimana hampir separuh usianya dihabiskan untuk
mendidik santri-santrinya. Dari beliaulah kali Syekh Falak mendapat pen- didikan baca tulis
al-Qur'an, tasawuf dan terutama pemantapan akidah Islam. karena cintanya kepada ilmu, di
usianya yang masih muda, KH. Falak sem- pat mengembara selama 15 tahun untuk menggali
dan menuntut ilmu ke beberapa ulama besar yang ada di daerah Banten dan Cirebon.
KH. Falak merupakan keturunan kelu- arga besar kes- ultanan Banten. Bahkan,
merujuk ke silsilah keluar- ganya, beliau ter- masuk keturunan salah seorang walisongo yang
bernama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gu- nung Djati.
Pada tahun 1857, KH. Falak diberangkatkan oleh ayahnya ke Mekkah. Selama di sana,
beliau beguru kepada Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Abdul Karim, Syekh Sayyid Afandi
Turqi dan beberapa ulama besar lainnya yang ada di Jazirah Arab. Dari Syekh Nawawi, beliau
mendapatkan kedala- man ilmu hadits; dari Syekh Sayyid Afandi ia mendapatkan ilmu khasaf
dan falak, dan dari Syekh Karim, ia mendapatkan kedala- man ilmu tarekat dan tasawuf.
Pada tahun 1878, KH. Falak kembali ke tanah air, di Pandeglang, Banten. Selama be-
berapa saat dia dipercaya untuk memimpin Pesantren Sabi yang ditinggalkan oleh ayahnya.
Semasa hidup- nya, KH. Falak dike- nal sebagai seorang ulama karismatik yang
memiliki keda- laman ilmu dan pen- garuh yang sangat luas. Beliau menjadi salah satu pusat
kun- jungan berbagai ka- masyarakat, termasuk ulama dan umara (pemerin- tah). Konon,
mantan Presiden pertama RI, Soekarno, pun se- cara khusus pernah berkunjung ke sana.

Renovasi Total
Masjid Al-Falak sebagai salah satu warisan berharga dari Syekh Falak telah lama menjadi
media dakwah di masyarakat Pagentongan.
Menurut KH. Qomar, ada beberapa alasan kenapa masjid ini harus direnovasi total.
Pertama, bangunan fisik masjid yang tampak usang dan karatan. Jika dibiarkan, kondisi majid
seperti ini akan berbahaya untuk jamaah. "Beberapa bagian atap majid sudah pada bocor,"
tegas lelaki yang juga staf pengajar di Pesantren Al-Falak ini.
Kedua, agar masjid baru nanti terlihat lebih nyaman, kokoh dan indah dipandang Efek
dari renovasi total ini, menurut KH. Qo mar, tidak lain supaya masjid menjadi lebih nyaman
saat dipakai jamaah, juga lebih kokoh untuk tahun-tahun ke depan Lainnya agar masjid
tampak indah dipandang mata Karena itu, dalam renovasi masjid kali ini tidak tanggung-
tanggung dibuat semegah mungkin. "Biaya yang dibutuhkan sekitar 2milyar," ujar lelaki
berusia 50-an tahun ini.
memperluas area masjid, bangunan 'masjid juga rencananya ditingkatkan.
Rencananya, luas bangunan atas adalah 143.90 meter dan luas bangunan lantai bawah
adalah 543.50 meter. Luas halaman diperkirakan 343.00 meter dan luas taman diper- kirakan
51.50 meter.
Di depan masjid, nan- ti akan dibangun sebuah bangunan untuk sekretariat masjid,
aula serba guna dan aula IRMA (Ikatan Remaja Masjid). Dari semua bangunan masjid yang
direnovasi, tampaknya yang akan dipertahankan utuh hanyalah menara masjid yang
menjulang cukup tinggi.
Setelah panitia dibentuk, penggalangan dana dimulai. Dalam rentang waktu dua bu-
lan, dana terkumpul sekitar Rp. 60 juta. Setelah terkumpul dana sebesar itu, maka dimu-
lailah renovasi. "Meski dana awal hanya segini, tapi kami yakin bahwa pembangunan akan
berjalan sesuai ren-cana," ujar KH.Qomar Sistem renovasi tidak berbentuk pugar langsung.
Artinya, meski nantinya dipugar total, namun bangunan masjid dipu- gar secara bertahap.
Jadi, pemugaran dan pembangunan dilakukan secara beriringan Semoga saja, pasca renovasi
kelak masjid ini kian semarak sebagai tempat ibadah dan berdakwah. Amin. H

Bangladesh, Islam dan Cahaya Kemakmuran


Jutaan muslim di Bangladesh berkutat dalam kemiskinan akut. Namun, secercah harapan ke-
makmuran yang mulai timbul membuat mereka bisa ajaran Islam dengan lebih baik.
Bangladesh kini berbenah. Seka- lipun belum bisa lepas dari jeratan kemiskinan yang
membuat negeri ini dijuluki "simbol kemiskinan Asia", secercah harapan kemakmuran te- lah
terbit. Ya, pandangan dunia yang miris terhadap negara yang penduduknya hanya hidup
kurang dari 2 dollar perhari ini beralih menjadi gembira setelah konsep ekonomi dari
Muhammad Yunus berhasil mem- buat jutaan warga muslim di sana ke- luar dari jerat
kemiskinan.
Kiprah Muhammad Yunus sudah mend unia. Tahun 2006 lalu Muhammad Yunus
meraih Nobel Perdamaian atas jerih payah nya mendirikan Grameen Bank, sebuah bank
yang banyak membantu kaum miskin di negerinya. Itulah untuk pertama kali sebuah usaha
pemberan- tasan kemiskinan mendapat- kan apresiasi yang tinggi.
Kini, kisah Yunus dan harapan kemak- muran seperti tak habis diceritakan dan
menjadi semacam identitas tersendiri bagi bangsa Bangladesh. Dimulai sejak tahun 1974,
saat ia menjadi guru besar ekonomi di Universitas Yunus memimpin para mahasiswanya
untuk berkunjung ke desa-desa miskin di Bangladesh. Ia begitu kaget saat menyaksikan
warga miskin di desa-desa berjuang mati-matian dari ke- laparan yang melanda negeri itu,
dimana telah menewaskan ratusan ribu orang. Se- bagai ahli ekonomi, tercabik-cabik melihat
realita itu. Ia merasa berdosa karenanya.
Awalnya Yunus merogoh koceknya sendiri sebesar 27 dollar AS untuk memberi
pinjaman usaha. Saat itu, dia begitu yakin bahwa jika orang miskin diberi akses kredit seperti
yang diberikan kepada orang kaya mereka pasti bisa mengelolanya dengan baik Keyakinan
yang kemudian terbukti kebenarannya.

Dua tahun kemudian, Yunus mulai mengembangkan program kredit mikro tanpa
agunan untuk kaum papa yang tidak dapat mengakses pinjaman bank. Yunus ke mudian
mentransformasi lembaga kreditnya menjadi sebuah bank formal dengan aturan khusus
bernama Grameen Bank, atau Bank Desa dalam bahasa Bengali. Kini, Bankin memiliki 2.226
cabang di 71.371 desa. Ada hampir 7 juta penduduk Bangladesh yang menjadi nasabah Bank
ini.
Sistem solidaritas menjadi inti aturan kredit. Seorang anggota sebuah grup petani,
misalnya, akan menjadi penjamin bagi temannya yang meminjam. Dana yang dikelola dan
berhasil dikembalikan akan digunakan untuk anggota lainnya.
Gerakan Yunus ini kini diadopsi lem- baga-lembaga pemberdayaan masyarakat miskin
di seluruh dunia. Bahkan, Bank Dunia yang sebelumnya memandang program ini secara
sebelah mata kini mengadopsi gagasan kredit mikro. Lebih dari 17 juta orang di seluruh
dunia telah terbantu dengan program kredit mikro ini.
Apa yang dilakukan Yunus mengangkat derajat Bangladesh dan dengan sendirinya
mengangkat nama Islam, karena ia adalah muslim yang menolong saudara muslimnya yang
lain. kemakmuran itu juga bermakna ganda karena bisa menjadi senjata ampuh menangkal
isu pemurtadan yang marak di Bangladesh yang masuk lewat jalur kemiskinan.

Dari Budha Menuju Islam


Islam adalah agama terbesar Bangla- desh. Populasi muslim di negeri Hindustan ini
mencapai 130 juta (88 persen total penduduk), terbesar keempat di dunia setelah Indonesia,
India, dan Pakistan. Fakta ini membuktikan bahwa Islam merupakan identitas penting dalam
masyarakat Ban- gladesh.
Mayoritas Muslim Bangladesh beraliran Sunni dan memakai Mazhab Hanafi. Selain
itu, kehidupan sufi juga cukup marak di beberapa lapisan masyarakat sebagai fondasi
keislaman yang berakar kuat. Ada beberapa golongan muslim yang tercatat beraliran
Ahmadiyah dan Syiah, namun jumlahnya sangat sedikit dan hanya terpusat di perkotaan.
Islam diperkirakan datang ke Bangla- desh pada abad ke-13 lewat ekspedisi pedagang
Arab. Islam pun menyebar ke wilayah pesisir dan mulai menyentuh organ- isasi sosial resmi
lewat kerajaan. Salah satu bukti kiprah para pedagang Arab ini adalah tulisan arkeologis
tentang geografi tanah Arab yang ada di dekat Sungai Meghna Sandwip, di Teluk Benggala.
Para penulis Arab juga mengetahui tentang Kerajaan Samrup dan Ruhmi yang terkait dengan
Dinasti Pala yang berkuasa di Bangladesh. Jejak atas jalan dakwah ini bisa dilihat di masjid
kuno di Bagerhat yang berada di selatan Dhaka, ibukota Bangladesh.
Salah satu pendakwah Islam terkemuka di awal era Islam Bangladesh adalah Shah
Jalal. tahun 1303, ia datang dari Delhi India, ke Sylhet di Timur Bangladesh den- gan
membawa 360 murid untuk berkhut- bah Islam dan mengalahkan Raja Gour Gobinda yang
memerintah saat itu. Sylhet kemudian berkembang menjadi daerah ulama dimana para
pendakwah Islam yang alim bermukim
Menurut cerita, Shah Jalal mendapat in- struksi pamannya, Syekh Kabir, yang pada
suatu ketika memberikan dia segeng- gam tanah. Syekh Kabir menitahkan agar Shah Jalal
pergi dan hanya boleh berhenti jika menemukan tempat yang cocok dengan bau dan warna
tanah tersebut.
Dalam perjalanan, Shah Jalal bertemu dengan banyak ulama seperti Pir Khawaja
Gharibnawaz Muinuddin Hasan, salah seorang tokoh penting pengembara Islam di tanah
Hindustan dan Nizam Uddin Au- lia, seorang sufi terkemuka di India.
hidupnya, Shah Jalal mengab dikan dirinya menyebarkan Islam kepada masyarakat. Di
bawah bimbingannya, ribuan orang Hindu dan Budha masuk Islam. Shah Jalal menjadi begitu
terkenal yang membuat Ibnu Batutah, penjelajah muslim termasyhur, yang tengah dalam
ekspedisi ke Chittagong (daerah pesisir Bangladesh tempat kelahiran Muhammad Yunus)
diminta mengubah rencananya dan pergi ke Sylhet untuk mengunjungi Shah Jalal
Dalam perjalanan ke Sylhet, Ibnu Batutah disambut oleh beberapa murid Shah Jalal
yang datang untuk memban- furya dalam perjalanan beberapa hari sebelum ia Setelah di
hadapan Shah Ibnu Batutah mencatat bahwa Jalal itu tinggi, ramping dan hidup di antara
masjid dan gua tempat tinggal- nya. Satu-satunya barang berharga milik Shah Jalal adalah
seekor kambing yang dimanfaatkan susunya untuk membuat
mentega dan yoghurt. Ibnu Batutah juga melaporkan bahwa para murid dan sahabat
syekh terkenal memiliki keberanian dan semangat tinggi. Hampir setiap hari banyak orang
menemui Shah Jalal untuk minta bimbingan. Karena itulah sangat wajar jika Shah Jalal
menjadi tokoh penting penyebaran Islam di seluruh Timur Laut India.

Anda mungkin juga menyukai