Kalimat merupakan bentuk bahasa yang diawali dan diakhiri kesenyapan bunyi, sehingga
memiliki informasi yang lengkap. Kesenyapan bunyi pada awal kalimat biasanya berupa
penggunaan huruf kapital. Sedangkan kesenyapan bunyi di akhir kalimat dapat berupa tanda
titik (.), tanda seru (!), tanda tanya (?), dan lain sebagainya (baca juga Penggunaan tanda
baca). Dalam dunia kepenulisan, sering kali terjadi ketidakhematan kalimat, yang biasa
disebut kalimat tidak efektif. Lalu apakah yang dimaksud dengan kalimat tidak efektif itu?
Bagaimana pula kalimat efektif?
Contoh :
Taman itu adalah merupakan tempat kesukaannya.
Kalimat tersebut merupakan kalimat tidak langsung karena menggunakan dua kata yang
maknanya sama. Kedua kata tersebut adalah kata merupakan dan adalah. Bagaimana agar
kalimat tersebut menjadi kalimat efektif? Cukup hilangkan salah satu kata tersebut, sehingga
akan menjadi kalimat berikut.
Taman itu adalah tempat kesukaannya.
Taman itu merupakan tempat kesukaannya.
Untuk lebih memahami kalimat tidak efektif berikut cara memperbaikinya, perhatikan contoh
berikut ini.
Kalimat tersebut tidak memiliki subjek. Hal ini dikarenakan setelah kata kepada selalu
kata keterangan. karenanya pada kalimat tersebut kata kepada perlu dihilangkan. Sehingga
kalimat tersebut akan seperti berikut.
Para peserta diskusi dipersilakan masuk. (subjeknya para peserta diskusi)
Pada kalimat tersebut tidak ada kejelasan mana subjek dan predikatnya. Agar kalimat
tersebut memiliki kejelasan struktur, perlu dianalisis maksud dari kalimatnya. Secara harfiah
kalimat tersebut ingin menyampaikan bahwasannya “saya dibantu oleh dosen saat
melaksanakan penelitian”. Jika diuraikan dalam bentuk kalimat, maka:
kata saya adalah subjek,
kata dibantu adalah predikat,
kata dosen adalah objek, dan
kata penelitian itu adalah keterangan.
Untuk memperjelas fungsi keterangan pada kalimat tersebut, makan perlu ditambahkan
kata penunjuk keterangan. Perhatikan kalimat berikut.
Dalam penelitian itu, saya dibantu dosen.
Kata dalam selalu diikuti oleh keterangan.
2. Kesamaan bentuk
Kesamaan bentuk dapat pula disebut kepararelan bentuk. Jadi antara satu bentuk kata atau
frasa satu dengan lainnya dalam kalimat harus sama. Perhatikan kalimat berikut!
Tahapan penelitian meliputi pengumpulan data, menganalisis data, dan menyimpulkan
hasil analisis.
Pada kata yang digaris bawahi, kita dapat menguraikannya sebagai berikut.
1. pengumpulan = pe + kumpul + an
2. menganalisis = me + analisis
3. menyimpulkan = me + simpul + kan
Ketiga kata tersebut memiliki imbuhan yang berbeda-beda. Dalam ciri kesamaan
bentuk, bentuk dari kata yang pararel (disatukan oleh tanda koma [,]) harus disamakan
bentuknya. Kalimat tersebut berhubungan dengan bentuk kata berimbuhan. Karenanya
terdapat dua pilihan untuk mengefektifkan kalimat tersebut. Pilihan pertama yaitu
menyamakan imbuhannya dengan pe – an atau dengan me-.
3. Ketegasan Makna
Ketegasan makna, dapat dilakukan dengan meletakkan bagian yang dipentingkan di bagian
awal kalimat. Hal ini dilakukan untuk memberikan penekanan pada hal yang dimaksud.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini!
(1) Pergi kamu!
(2) Kamu pergi!
Jika dilihat, kedua kalimat tersebut tidak ada bedanya. Namun berdasarkan makna dan
tujuan, kedua kalimat tersebut memiliki perbedaan yang nyata. Pada kalimat (1)
penekanannya terletak pada kata pergi. Hal ini memiliki maksud, bahwasannya harus
segera pergi dengan cepat. Sedangkan kalimat (2) penekanannya terletak pada
kata kamu. Hal ini memiliki maksud, bahwasannya yang harus pergi adalah kamu bukan
yang lain.
4. Kehematan kata
Kehematan kata bisa dilakukan dengan menghindari pengulangan subjek, serta dengan
menghindari penggunaan superordinat dan hiponim secara bersamaan. Hiponim adalah
hubungan antara makna spesifik dan makna generik atau antara anggota taksonomi dan
nama taksonomi (KBBI). Perhatikan bagan berikut!
Superordinat Hiponim
Pada kalimat kedua, memiliki konteks ‘seorang adik yang memesan sesuatu ketika ke toko
buah’. Sudah pasti ‘jeruk’ yang dimaksud adalah ‘buah jeruk’, bukan ‘pohon jeruk’ atau
‘daun jeruk’. Karenanya cukup menggunakan kata ‘jeruk’.
Cawan petri digunakan untuk penelitian di lab biologi, fisika, atau kimia.
Kata lihatlah kurang tepat untuk kalimat tersebut, karena dalam percobaan perlu lebih dari
sekedar melihat. Kata yang lebih tepat adalah amatilah yang memiliki makna melihat
dengan lebih. Pada kalimat selanjutnya, kata menjinjing biasa digunakan untuk membawa
barang atau sesuatu dengan posisi tangan kebawah. Tidaklah tepat jika kata tersebut
digunakan untuk menggambarkan seseorang yang membawa adiknya. Maka
kata menggendong, yakni membawa dengan mendukung di pinggang lebih tepat untuk
menggambarkan seorang kakak yang membawa adiknya.
Kesantunan dapat dilakukan dengan memilih kata-kata yang bermakna netral atau
denotasi. Penggunaan kata dalam teori kesantunan dibagi menjadi beberapa kelas.
perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.
(1) Maaf bapak, anak bapak kurang mampu sehingga kami terpaksa tidak menaikkan
kelas.
(2) Maaf bapak, anak bapak bodoh sehingga kami terpaksa tidak menaikkan kelas.
(3) Maaf bapak, anak bapak dungu sehingga kami terpaksa tidak menaikkan kelas.
Pada kalimat (1) merupakan kelas paling santun yakni menggunakan konotasi positif.
Kalimat (2) merupakan kelas yang umum dan efektif, namun dirasa kurang sopan. Kalimat
tersebut menggunakan makna netral (makna sesungguhnya atau denotasi). Sedangkan
kalimat (3) merupakan kelas terendah yakni menggunakan konotasi negatif. Ada baiknya
menggunakan konotasi positif, namun alangkah lebih baik dalam kondisi tertentu kejujuran
diperlukan. Hal ini akan menjadikan pembicara dan pendengar memaknai hal dengan sama.
6. Kepaduan makna
Kepaduan makna dapat dicapai dengan terpenuhinya kepaduan bentuk. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan penggunaan Aspek dan Agen yang benar. Aspek merupakan keterangan
petunjuk. Perhatikan pola berikut.
Aspek + Agen +Verba
Contoh aspek, misalnya : sudah, sedang, akan, dll.
7. Kelogisan Makna
Kelogisan merupakan sesuatu yang bernalar atau masuk akal. Suatu kalimat haruslah
masuk akal. Perhatikan kalimat-kalimat berikut!
(1) Ibunya Dina masih gadis.
(2) untuk mempersingkat waktu diskusi kita mulai.
Pada kalimat (1), tentulah tidak logis. Seorang ibu tentulah bukan gadis lagi. Sedangkan
pada kalimat (2), waktu tidak dapat disingkat. Waktu berjalan sesuai dengan apa adanya.
Kesalahan penggunaan kata ini sering terjadi dalam acara-acara umum. Kedua kalimat
tersebut seharusnya dirubah menjadi berikut.
(1) Ibunya Dina masih muda.
(2) untuk mengefisienkan waktu diskusi kita mulai.
Sumber : https://dosenbahasa.com/contoh-kalimat-efektif-dan-kalimat-tidak-efektif