Disusun Oleh:
Metode ini banyak digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk
bersama. Dasar pikiran metode ini adalah bahwa harga jual suatu produk merupakan
perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Jika salah satu
produk terjual lebih tinggi daripada produk yang lain hal ini karena biaya yang dikeluarkan
untuk produk tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan produk yang lain. Oleh karena
itu menurut metode ini, cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah
berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk bersama yang dihasilkan.
Contoh :
Misalkan biaya bersama produk yang dikeluarkan oleh PT El Sari selama satu periode
akuntansi berjumlah Rp750.000. Jumlah dan harga jual per satuan produk yang dihasilkan
perusahaan tampak pada gambar dibawah.
Alokasi Biaya Bersama dengan Metode Nilai Jual Relatif
Harga Pokok Produk
Persentase Biaya Alokasi Biaya Bersama
Bersama
Jumlah Produk yang Nilai Jual (1)
Produk Bersama Harga Jual/Kg 750.000 : 1.000.000 (3) x (4) (5) : (1)
dihasilkan (Kg) x (2)
1 2 3 4 5 6
A 15,000 Rp10.0 Rp150,000 75% Rp112,500 7.50
B 20,000 Rp17.5 Rp350,000 75% Rp262,500 13.13
C 25,000 Rp12.0 Rp300,000 75% Rp225,000 9.00
D 10,000 Rp20.0 Rp200,000 75% Rp150,000 15.00
70,000 Rp1,000,000 Rp750,000
Metode fisik
Metode satuan fisik mencoba menentukan harga pokok produk bersama sesuai dengan
manfaat yang ditentukan oleh masing-masing produk akhir. Dalam metode ini biaya bersama
dialokasikan kepada produk atas dasar koefisien fisik yaitu kuantitas bahan baku yang terdapat
dalam masing-masing produk. Koefisien fisik ini dinyatakan dalam satuan berat, volume, atau
ukuran lain. Dengan demikian metode ini menghendaki bahwa produk bersama yang
dihasilkan harus dapat diukur dengan satuan ukurnan pokok yang sama. Jika produk bersama
mempunyai mempunyai satuan ukuran yang berbeda, harus ditentukan koefisien ekuavalensi
yang digunakan untuk mengubah berbagai satuan tersebut menjadi satuan ukuran yang sama.
Untuk menggambarkan pemakaian metode ini.
Contoh :
Dari hasil perkebunan yang dikelola oleh PT Fresh Fruit mendapatkan hasil sebanyak 3000
buah selama 1 musim, dan dikurangi dengan kerugian sebanyak 200 buah (karena rusak atau
gagal panen), untuk lebih jelasnya tampak pada gambar dibawah :
Hasil Perkebunan 3000 buah Selama 1 Musim
Jika dalam1 musim tersebut biaya yang digunakan dalam mengelola perkebunan tersebut
sebasar Rp100.000, dengan rincian sebagai berikut :
Jadi untuk alokasi biaya tersebut dilakukan dengan cara mengalikan persentase perbandingan
setiap kuantitas pada total kuantitas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah:
Metode ini hanya dapat digunakan bila produk bersama yang dihasilkan diukur dalam
satuan yag sama. Pada umumnya metode ini digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan
beberapa macam produk yang sama dari satu proses bersama tapi mutunya berlainan. Dalam
metode ini harga pokok masing-masing produk dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas yang
diproduksi. Jalan pikiran yang mendasari pemakaian metode ini adalah karena semua produk
dihasilkan dari proses yang sama, maka tidak mungkin biaya untuk memproduksi satu satuan
produk berbeda satu sama lain.
Contoh :
Perusahaan penggergajian kayu menghasilkan berbagai macam mutu kayu. Data kegiatan
perusahaan selama satu periode akuntansi adalah sebagai berikut ;
Rata-rata biaya per meter kubik digunakan untuk menghitung harga pokok berbagai macam
kayu yang mempunyai mutu yang berbeda sesuai dengan proporsi kuantitasnya. Untuk lebih
lanjut lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah :
Alokasi Biaya Bersama dengan Metode Rata – rata Biaya per Satuan
Jika dalam metode rata-rata biaya per satuan dasar yang dipakai dalam mengalokasikan
biaya bersama adalah kuantitas produksi, maka dalam metode rata-rata tertimbang kuantitas
produksi ini dikalikan dulu dengan angka penimbang dan hasil kalinya baru dipakai sebagai
dasar alokasi. Penentuan angka penimbang untuk tiap-tiap produk didasarkan pada jumlah
bahan yang dipakai, sulinga pembuatan produk, waktu yang dikonsumsi, dan pembedaan jenis
tenaga kerja yang dipakai untuk tiap jenis produk yang dihasilkan. Jika yang dipakai sebagai
angka penimbang adalah harga jual produk maka metode alokasinya disebut metode nilai jual
relatif.
Contoh :
Biaya bersama yang dikeluarkan selama satu periode akuntansi berjumlan Rp64.500.000.
Jumlah produk yang dihasilkan dan angka penimbang tiap produ disajikan dalam Gambar.
Alokasi Biaya Bersama dengan Metode Rata – rata Tertimbang
Setelah diuraikan di muka berbagai metode alokasi biaya bersama kepada berbagai
macam produk bersama, jelas tampak bahwa dasar yang dipakai untuk alokasi tidak
menggambarkan aliran biaya bersama tersebut ke dalam tiap-tiap jenis produk.
Oleh karena itu sckali lagi perlu diperhatikan bahwa tujuan alokasi biaya bersama adalah untuk
penghitungan laba, agar supaya dapat diketahui berapa kontribusi masing-masing produk
bersama terhadap seluruh laba yang diperoleh perusahaan. Harga pokok tiap-tiap produk
bersama yang didapat dari proses alokasi tidak bermanfaat bagi manajemen dalam
pengambilan keputusan, bahan seringkali menyesatkan. Untuk jelasnya disajikan contoh 6
berikut ini:
Perusahaan A misalnya memproduksi dua jenis produk: A dan B, dari satu proses produksi.
Biaya bersama sebesar sebesar R375.000 telah dialokasikan kepada produk A dan B dengan
metode rata-rata biaya per satuan, dan tampak dalam Gambar.
Produk Jumlah Satuan Produk Rata-rata biaya per Kg Alokasi Biaya Bersama
A 15.000 15 225.000
B 10.000 15 150.000
25.000 375.000
Jika semua produk yang dihasilkan tersebut terjual habis dengan harga: produk A Rp16,50 per
kg dan produk B Rp14,50 per kg, maka perhitungan laba rugi tampak dalam Gambar.
Perhitungan Laba Produk Bersama
Apabila manajemen melihat perhitungan tersebut di atas dan salah dalam melakukan
analisis, maka ia akan beranggapan bahwa produk B berhubung mengakibatkan kerugian
Rp5.000 tidak usah dilanjutkan produksinya. Padahal dalam pengolahan produk bersama, pada
umumnya salah satu jenis produk tidak dapat dihindari produksinya. Jadi misalnya karena
produk B menghasilkan rugi Rp5.000, dan kemudian tidak usah dijual, maka kerugian
perusahaan tersebut menjadi sebesar Rp27.500 (Rp247.500 - Rp375.000), karena proses
produksi tetap menghasilkan jenis produk B. Seharusnya dalam hal ini manajemen melihat
berapa kontribusi produk B dalam menghasilkan laba perusahaan. Produk B memberikan
kontribusi Rp145.000 kepada laba perusahaan sehingga total biaya bersama Rp375.000 dapat
ditutup dan menghasilkan laba perusahaan secara keseluruhan sebesar Rp17.500.
Harga pokok per satuan produk bersama juga tidak dapat dipakai sebagai salah satu
bahan pertimbangan dalam memutuskan apakah salah satu produk bersama tersebut perlu
diolah lebih lanjut atau tidak. Misalkan dari contoh di atas produk B dapat diolah lebih lanjut
menjadi produk C dengan biaya tambahan sebesar Rp3 per kg dan dapat laku dijual dengan
harga Rp17,75 per kg. Dalam pengambilan keputusan semacam ini informasi yang relevan
hanyalah tambahan penghasilan dan tambahan biaya saja (diferential revenues dan differential
costs). Jika manajemen membandingkan harga jual dan biaya per kg, maka akan diperoleh rugi
sebesar Rp0,25 per kg dari pengolahan lebih lanjut produk B tersebut (yaitu Rp17,75 - Rp18).
Hal ini keliru karena sebenarnya informasi yang relevan dalam hal ini adalah tambahan
penghasilan dan tambahan biaya akibat pengolahan lebih lanjut produk B tersebut. Ternyata
tambahan pendapatan lebih besar Rp0,25 (Rp3,25 - Rp3) bila dibandingkan dengan tambahan
biaya. Menurut perhitungan terakhir ini maka produk B dapat diolah lebih lanjut menjadi
produk C. Tentu saja hal ini hanya merupakan salah satu pertimbangan. Keputusan apakah
suatu produk diolah lebih lanjut atau tidak ditentukan juga oleh pertimbangan-pertimbangan
lain (misalnya perusahaan tidak ingin memperluas usahanya ke arah pengolahan lebih lanjut
produknya karena tidak tersedianya tenaga kerja atau karena sulitnya memperoleh bahan baku
tambahan).
Akuntansi Produk Sampingan
1. Metode-metode yang tidak mencoba menghitung harga pokok produk sampingan atau
persediaannya, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan sebagai
pendapatan atau pengurang biaya produksi. Metode ini biasa disebut metode-metode
tanpa harga pokok (non-cost methods).
2. Metode-metode yang mencoba mengalokasikan sebagian biaya bersama kepada produk
sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk atas dasar biaya yang
dialokasikan tersebut. Metode-metode ini dikenal dengan nama metode-metode harga
pokok (cost methods).
Berkut ini diuraikan beberapa metode perlakuan terhadap pendapatan penjualan produk :
Contoh
Bentuk laporan laba rugi perusahaan yang menghasilkan produk utama dan produk sampingan,
yang pendapatan penjual produk sampingannya diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha
disajikan dalam Gambar.
(30.000)
Metode ini tidak mencoba menentukan harga pokok produk sampingan. Metode ini
cocok digunakan dalam perusahaan yang:
a. Nilai produk sampingannya tidak begitu penting acau tidak dapat ditentukan. a Penguan
meode yang lebih teli meerukan biaya yang tidak sebanding dengan manfaat yang
diperoleh.
b. Saat terpisanya produk sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan
pembebanan harga pokok produk sampingan kepada produk utama tidat mengakibakan
perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama.
Keberatan penggunaan metode ini adalah:
a. Apabila pada akhir periode akuntansi erdapar persedian produk sampingan, maka imbul
masalah penilian persediaan untuk tujuan pembuatan, neraca perusahaan. Pada
umumnya terhadap persediaan akhir produk sampingan tidak diadakan penilaian
sehingga hal ini mengakibarkan harga pokok persediaan produk utama lebih besar. Bila
metode ini digunakan maka nilai pasar persedian produk sampingan tersebut harus
dilaporkan dalam neraca sebagai catatan kaki.
b. Dapat mengakibatkan penandingan pendapatan dengan biaya tidak dalam periode yang
tepat. Pada saat produk sampingan selesai diproduksi tidak dibuat jurnal pencatatan dan
pencatatan baru dilakukan pada saat dijual. Apabila produksinya tidak dilakukan dalam
periode akuntansi yang sama dengan saat terjadinya penjualan, maka akan
mengakibatkan penghitungan penghasilan dan biaya yang tidak tepat.
c. Tidak adanya pengawasan terhadap persediaan produk sampingan, sehingga hal ini
membuka kesempatan untuk terjadinya penggelapan terhadap produk sampingan
tersebut.
d. Meskipun nilai jual produk sampingan kecil, tetapi kalau pendapatan penjualannya
dilaporkan sebagai penghasilan di luar usaha, maka hal ini akan mengaburkan
gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.
Contoh :
Misalkan biaya administrasi dan umum serta biaya pemasaran yang berhubungan dengan
produk sampingan dalam contoh tersebut di atas ditaksir sebesar Rp500 dan apabila pendapatan
penjualan bersih produk sampingan ini dikurangkan dari total biaya produksi, maka laporan
rugi laba tampak dalam Gambar
Pendapatan Bersih Produk Sampingan Dikurangi dari Total Biaya Produksi
Karena ada sebagian biaya penjualan dan biaya administrasi dan umum yang
dibebankan kepada produk sampingan sebesar Rp500, maka jumlah biaya-biaya tersebut yang
semula Rp30.000 dalam laporan rugi laba di atas tinggal Rp29.500 (Rp30.000 - Rp500).
Contoh :
Biaya bersama yang dikeluarkan untuk memproduksi 40.000 kg produk utama dan 5.000 kg
produk sampingan berjumlah Rp6.400.000. Setelah terpisah dari produk sampingan, produk
utama dapat laku dijual tanpa harus mengalami pengolahan lebih lanjut. Nilai pasar produk
sampingan Rp80 per.kg. Biaya pemasaran produk sampingan ditaksir 5% dari harga jual dan
laba bruto ditaksir 15% dari harga juanya. Biaya-biaya pengolahan produk sampingan yang
dikeluarkan setelah produk sampingan terpisah dari produk utama diperkirakan berjumlah
Rp70.000. Penghitungan harga pokok produk utama dan produk sampingan dicantumkan
dalam Gambar.
Perlakuan Produk Sampingan
taksiran tambahan biaya setelah produk terpisah dari produk utama 70.000
Contoh :