Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN

STROKE

DIBUAT OLEH :
NETTI YUNITA
NPM 2022207209120

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN STROKE

A. Pengertian

Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah

otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa deficit

neurologis dan bukan sebagai akiat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf

pusat.

Stroke adalah hilangnya sebagian fungsi otak yang terjadi secara

mendadak atau tiba-tiba akibat dari sumbatan atau pecahnya pembuluh darah

otak. Tanpa oksigen dan nutrisi penting yang dialirkan bersama dengan darah,

sel otak akan rusak atau mati dalam beberapa menit.

Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan

otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas), utama

pada kelompok usia diatas 45 tahun.

Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah

suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak

(Gilroy, 2000).

B. Klasifikasi Stroke

Stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke iskemik dan stroke hemorargik.

Stroke iskemik dibagi lagi berdasarkan waktunya terdiri atas :

1. Transient Ischaemis Attack (TIA)

Jika deficit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30 menit

2. Reversible Ischaemic Neurogical Deficit (RIND)

Jika deficit neurologis membaik kurang dari 1 minggu

Stroke hemorargik terbagi atas


1. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan primer yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak.

2. Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Keadaan terdapatnya atau masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid

karena pecahnya aneurisma, AVM, atau sekunder dari PIS.

C. SKORING UNTUK STROKE


Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:

1. Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik


Tanda/Gejala Skor Skor
1. Tia sebelum serangan 1
2. Permulaan serangan
Sangat mendadak (1-2 menit) 6,5
Mendadak (beberapa menit-1 jam) 6,5
Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3. Waktu serangan
Waktu kerja (aktivitas) 6,5
Waktu istirahat/duduk/tidur 1
Waktu bangun tidur 1
4. Sakit kepala waktu serangan
Sangat hebat 10
Hebat 7,5
Ringan 1
Tak ada 0
5. Muntah
Langsung habis serangan 10
Mendadak (beberapa menit-jam) 7,5
Pelan-pelan (1 hari atau lebih) 1
Tak ada 0
6. Kesadaran
Hilang waktu serangan (langsung) 10
Hilang mendadak (beberapa menit-jam 10

2. Guy's Hospital Score


Gejala/Tanda Klinis dan Skor
1. Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS
Mengantuk + 7.3
Tak dapat dibangunkan + 14.6
2. Babinski bilateral + 7.1
3. Permulaan serangan
Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan atau kaku kuduk: + 21.9
4. Tekanan darah diastolik setelah 24 jam + (tekanan darah diastolik x 0.17)
5. Penyakit katub aorta/mitral -4.3
6. Gagal jantung - 4.3
7. Kardiomiopati - 4.3
8. Fibrilasi atrial - 4.3
9. Rasio kardio-torasik > 0.5 (pada x-foto toraks) - 4.3
10. Infark jantung (dalam 6 bulan) - 4.3
11. Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7
12. TIA atau stroke sebelumnya - 6.7
13. Anemnesis adanya hipertensi - 4.1

Pembacaan:
Skor : < + 25: Infark (stroke non hemoragik)
> + - 5: Perdarahan (stroke hemoragik)
+ 14: Kemungkinan infark dan perdarahan 1 : 1
< + 4: Kemungkinan perdarahan 10%
Sensivitas: Untuk stroke hemoragik: 81-88%; stroke non hemoragik (infark) 76-82%.
Ketetapan keseluruhan: 76-82%

3. Siriraj Hospital Score


Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan
darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) – (3 x atheroma) – 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah:
tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam:
tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma:
tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostik: 90.3%.

D. Etiologi

1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak

2. Pecahnya pmbuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak

3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak

E. Faktor Risiko

1. Hipertensi atau tekanan darah tinggi

2. Hipotensi atau tekanan darah rendah

3. Obesitas atau kegemukan


4. Kolesterol darah tinggi

5. Riwayat Penyakit Jantung

6. Riwayat penyakit diabetes mellitus

7. Merokok

8. Stress, dll

F. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke.

1. Gejala klinis pada stroke hemorargik berupa:

a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi

pada saat istirahat atau bangun pagi

b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran

c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun

d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya

gangguan pembuluh darah dan okasinya.

2. Gejala klinis pada stroke iskemik berupa:

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang

timbul mendadak,

b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan

hemisensorik)

c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi,

stupor, atau koma)

d. Afasia (tidak lancar atau tidak dapat berbicara)

e. Disatria (bicara pelo atau cadel)

f. Ataksia ( tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)

g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala)


Gejala dan Tanda Struktur otak yang terkena
 Dapat terjadi kebutaan satu mata  Arteri karotis interna (sirkulasi
(episodik dan disebut amaurosis anterior: gejala biasanya unilateral).
fugaks) di sisi arteri karotis yang Lokasi tersering lesi adalah
terkena, akibat insufisiensi arteri bifurkasio arteri karotis komunis ke
retinalis. dalam arteri karotis interna dan
 Gejala sensorik dan motorik di eksterna. Cabang-cabang arteri
ekstremitas kontralateral karena karotis interna adalah arteri
insufisiensi arteri serebri media oftalmika, arteri komunikan
 Lesi dapat terjadi di daerah antara posterior, arteri koroidalis anterior,
arteri serebri anterior dan media arteri serebri anterior, dan arteri
atau ateri serebri media. Gejala serebri media.
mulamula timbul di ekstremitas
atas dan mungkin mengenai wajah.
Apabila lesi di hemisfer dominan,
maka terjadi afasia ekspresif karena
keterlibatan daerah bicara-motorik
Broca
 Hemiparesis atau monoparesis  Arteri Serebri media (tersering)
kontralateral (biasanya mengenai
lengan)
 Kadang-kadang hemianopsia
(kebutaan) kontralteral
 Afasia global (apabila hemisfer
dominan terkena); gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan
bicara dan komunikasi.
 Kelumpuhan di satu sampai empat  Sistem vertrebrobasilar (sirkulasi
ekstremitas posterior; manifestasi biasanya
 Meningkatnya refleks tendon bilateral)
 Ataksia
 Tanda-tanda babinski bilateral
 Gejala-gejala serebelum seperti
tremor intention, vertigo
 Disfagia
 Disartria
 Sinkop, stupor, koma, pusing,
gangguan daya ingat, disorientasi
 Gangguan penglihatan (diplopia,
nigtagmus, ptosis, paralisis satu
gerakan mata, hemianopsia
homonium)
 Tinitus, gangguan pendengaran
G. Patofisiologi

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak

akan menyebabkan keadaan hipoksis. Hopoksis yang berlangsung lama dapat

menyebabkan keadaan hipoksis. Hipoksis yang berlangsung lama akan

menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat

kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan

deficit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat

menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.

Setiap deficit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana

yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah

otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik

adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna, deficit fokal permanen

dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang

dapat teratasi.

Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena thrombus atau

emboi, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak.

Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat

pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam

waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron.

Area yang mengalami nekrosis disebut infark.

Gangguan perdarahan daerah otak akan menimbulkan gangguan paa

metabolism sel-sel neuron, di mana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan

glikogen sehingga kebutuhan metabolism tergantung dari glukosa dan oksigen

yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.


Perdarahan intracranial termasuk perdarahan ke dalam ruang

subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan

timbulnya penebalan dan degenerative pembuluh darah yang dapat

menyebabkakn rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan

cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah

otak.

Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan thrombus oleh fibrin

trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 mingg, darah mulai direabsorbsi.

Rupture ulangan merupakan risiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah

perdarahan pertama.

Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian

tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut

dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan

cairan cerebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah

sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak

jaringan otak.

Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat

meningkatkan tekanan intracranial yang membahayakan jiwa dengan cepat,

peningkatan tekanan intracranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi

unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi bradikardia, hipertensi sistemik,

dan gangguan pernapasan.

Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa

darah dapat mengiritasi pembuluh darah meningen,, dan otak. Darah dan

vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya

perfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke 4
sampai ke 10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi arteri

otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya

penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark.


PATHWAY STROKE HEMORAGI Hipertensi

Ruptur pembuluh darah serebral

Hemoragik serebral

Penambahan massa

Kompresi
Edema TIK ↑

Menekan jar. otak

Iskemia-hipoksia jar. serebral


Pada cerebelum Pada batang otak Pada serebrum
(ggn. perfusi serebral)

Defisit motorik Oblongata Kesadaran ↓ Refleks Ggn. fungsi Ggn. pusat Ggn. persepsi
batuk ↓ Metabolisme anaerob↑
tertekan motorik bicara sensori

Gerakan inkoordinasi
Apatis - Asam laktat ↑ Kelemahan Ggn. bicara Penglihatan ↓
Ggn. pola koma Ggn. bersihan anggota
Ggn. mobilitas fisik nafas jalan nafas gerak Peraba ↓
Nyeri Disfasia
Kematian Hemiplegi
Pendengaran ↓
disartria
Ggn. ADL Tirah
baring lama Ggn. rasa nyaman Ggn. Perubahan
Gg mobilitas
komunikasi nutrisi:
Dekubitus fisik
verbal kurang dari
kebutuhan
Ggn. integritas kulit
H. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan klinis melalui anamnesis dan pengkajian fisik

1. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan,

gejala yang timbul).

2. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, Diabetes mellitus,

disritmia, ginjal, pernah mengalami trauma kepala)

3. Riwayat penyyakit keluarga (hipertensi, jantung, Diabetes

mellitus)

4. Aktivitas (sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan,

gangguan tonus otot, gangguan tingkat kesadaran)

5. Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, gagal ginjal kronis)

6. Makanan/cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase

akut, hilang sensasi pengecapan pada lidah, obesitas sebagai faktor

risiko).

7. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala,

penglihatan berkurang atau ganda, hilang rasa sensorik

kontralateral,afasia motoric, reaksi pupil tidak sama)

8. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda,

tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan otot).

9. Pernapasan (merokok sebagai faktor risiko, tidak mampu menelan

karena batuk).

10. Interaksi sosial (masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi)

Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke

secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.

2. Computer Tomography scan (CT Scan). Membantu mengetahui

adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral,

dan tekanan intracranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang

mengandung darah menunjukan adanya perdarahan subarachnoid

dan perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat,

beberapa kasus thrombosis disertai proses inflamasi.

3. Magnetic Resomance Imaging (MRI). Menunjukan daerah infark,

perdarahan, malformasi arteriovena (MAV)

4. Ultrasonografi doppler (USG Doppler). Mengidentifikasi penyakit

arteriovena (masalah sistem arteri karotis, airan darah atau

timbulnya plak) dan arteriosclerosis.

5. Electroencephalogram (EEG). Mengidentifikasi masalah pada

gelombang otak dan memperihatkan daerah lesi yang spesifik.

6. Sinar Tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng

pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi

karotis interna terdapat pada thrombosis serebral, klasifikasi parsial

dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah rutin

2. Gula darah

3. Urine rutin

4. Cairan serebrospinal
5. Analisa Gas darah (AGD)

6. Biokimia darah

7. Elektrolit

I. Komplikasi

1. Gangguan otak yang berat

2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernapasan atau

kardiovaskular

J. Pencegahan

1. Hindari merokok, kopi, dan alcohol

2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah

kegemukan)

3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi

4. Batasi makan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat,

keju, dan lainnya)

5. Pertahankan diet dan gizi seimbang (9banyak makan buah dan

sayuran)

6. Olahraga yang teratur.

K. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis

1. Terapi stroke hemoragik pada serangan akut

a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan

b. Masukka kle=ien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di

bagian bedah saraf

c. Penatalaksanaan umum di bagian saraf


d. Neurologis

 Pengawasan tekanan daran dan konsentrasinya

 Control adanya edema yang dapat menyebabkan

kematian jaringan otak

e. Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah

 Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi

dosis kecil

- Aminocaproic acid 100-150 ml% dalam cairan

isotonic 2 kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali

selama 1-3 hari

- Antagonis untuk pencegahan permanen: gordox

dosis pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4x

perhari IV; Contrical dosis pertama 30.000 ATU,

kemudian 10.000 ATU x 2 per hari selama 5-10

hari.

 Natrii etamsylatc (Dynonc) 250 mgx 4 hari IV sampai

10 hari

 Kalsium mengandung obat, rutinium, vicasolum,

ascorbicum,

 Profilaksis Vasospasme

- Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml [10

mg per hari IV diberikan 2 mg per jam selama 10

– 14 hari)
- Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-

20 mg, koreksi gangguan irama jantung, terapi

penyakit jantung komorbid

- Profilaksis hipostatik pneumonia, emboli arteri

pulmonal, luka tekan, cairan purulen pada luka

kornea, kontraksi otot dini. Lakukan perawatan

repirasi, jantung, penatalaksanaan cairan dan

elektrolit, control terhadap tekanan edema

jaringan otak dan peningkatan TIK, perawatan

klien secara umum, dan penatalaksanaan

pencegahan komplikasi.

- Terapi infus, pemantauan AGD,

tromboembolisme artei pulmonal, keseimbangan

asam basa, osmolaritas darah dan urine,

pemeriksaan biokimia darah.

- Berikan dexason 8+ 4+4+4 mg IV (pada kasus

tanpa DM, perdarahan internal, hipertensi,

maligna) atau osmotik diuretic (dua hari sekali

ribeugloman (Manitol0 15% 200 ml IV diikuti

oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian)

f. Control adanya edema yang dapat menyebabkan kematian

jaringan otak

g. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya

2. Perawatan Umum Klien dengan Serangan Stroke akut


a. Pengaturan suhu atur suhu ruangan menjadi 18-20oC

b. Pemantauan keadaan umum klien (EKG, nadi, saturasi O 2,

PO2, PCO2.)

c. Pengukuran suhu tubuh tiap 2 jam

Terapi Obat

Nama obat Dosis Rute Jenis obat Indikasi


pemberian
Cefotaxim 2x 1gr IV Antibiotic mengobati
bermacam-macam
infeksi bakteri
seperti infeksi
saluran pernapasan
atas, infeksi saluran
bawah, infeksi
saluran kemih,
meningitis, dan
gonorrhea.
Manitol 100-100- Infus Diuretik Sebagai diuretik
20% 100-100 untuk memelihara
(4x fungsi ginjal pada
pemberian kasus gagal ginjal
per 6 jam) akut, untuk
mengurangi
tekanan
intrakranial,
memperlancar
diuresis dan
ekskresi material
toksik dalam urin,
massa pada otak,
dan TIO yang
tinggi (IAI, 2014).

Citikolin 2x 1gr IV Neurotonik/Neurotropik Merupakan obat


vasodilator perifer dan yang berguna untuk
aktivator serebral memperbaiki
sirkulasi darah otak
dan melindungi
saraf pada pasien
stroke
Ramipril 1 x 5 mg PO ACE Inhibitor Mencegah
kerusakan ginjal
dan pembuluh
darah misalnya
akibat DM
Concor 1x 5 mg PO Beta blocker
Candesartan 2x 8mg IV Penghambat pompa Mengurangi
proton produksi asam
lambung
Aspar- K 2x 1 PO Membantu
meningkatkan
kadar ion kalium
dalam darah yang
kurang /
hipokalemia.
Seperti yang
diketahui, kalium
merupakan mineral
yang memiliki
peran penting
dalam tubuh.

L. Manajemen Nyeri pada Pasien Paska Stroke

Langkah pertama untuk menemukan bantuan untuk rasa sakit


adalah mengidentifikasi apakah bagian tubuh menjadi sumber rasa sakit
atau tidak. Hal ini penting untuk memperhatikan kapan dan di mana
rasa sakit terjadi. Perhatikan apakah itu tampaknya disebabkan oleh
sesuatu atau saat seseorang menyentuh pasien. Langkah berikutnya
adalah untuk melaporkan gejala pada dokter. Dengan bantuan dokter,
pilihan pengobatan terbaik, seperti obat resep atau terapi fisik, dapat
ditentukan. Beberapa pasien ragu-ragu untuk membicarakan rasa sakit
dengan dokter mereka karena mereka takut terkesanlemah.

Para ahli merekomendasikan pasien menyimpan buku harian


rasa sakit untuk merekam di mana rasa sakit berasal dan seberapa sering
nyeri yang dirasakan. Juga, panduan kenyamanan pasien dapat
membantu menilai nyeri. Alat-alat ini dapat dibuat lebih mudah untuk
membahas rincian dengan dokter saat konsultasi.

Solusi saat di rumah:

1. Hindari hal-hal yang bisa menyebabkan nyeri, seperti mandi air hangat,
menggunakan pakaian ketat atau mudah berkeringat, dan tekanan pada
sisi tubuh yang terkena stroke.
2. Posisi atau belat melemah atau lumpuh lengan atau kaki untuk
mengurangi ketidaknyamanan.
3. Melakukan latihan-latihan sederhana yang ditentukan oleh terapis fisik
Anda.
4. Sambil duduk atau berbaring, sandarkan lengan yang lemah pada
sandaran tangan atau bantal untuk meredakan nyeri bahu akibat berat
lengan.
5. Gunakan dukungan bahu sambil berjalan untuk mengurangi nyeri bahu.

Perawatan medis

Secara tradisional, resep obat-obatan untuk mengontrol rasa


sakit kronis tidak akan sangat sukses dalam populasi korban stroke. Ada
beberapa obat-obatan farmasi yang disetujui oleh Federal Drug
Administration (FDA) untuk nyeri mekanik, tetapi tidak ada obat-
obatan saat ini disetujui oleh FDA untuk nyeri neuropatik.

Contoh obat ini termasuk aspirin, asetaminofen (Tylenol ®) dan


ibuprofen (Advil ®). Obat-obatan resep umum yang membantu
mengobati nyeri termasuk antidepresan seperti amitriptyline (Elavil)
dan fluvoxamine (Luvox) dan obat anti-kejang seperti lamotrigin
(Lamictal) dan gabapentin (Neurontin). Konsultasi dengan dokter dan
tim kesehatan untuk menentukan perawatan yang tepat dan paling
cocok untuk pasien sangat dianjurkan.

Pengobatan psikologis

Penelitian telah menunjukkan bahwa depresi dan kecemasan


membuat rasa sakit lebih buruk, namun rasa sakit itu sendiri dapat
membuat pasien depresi dan cemas. Untuk mencapai keringanan
nyeri, adalah penting bahwa pasien juga berkonsultasi dengan
penyedia kesehatan mental yang memiliki pengalaman menyediakan
perawatan untuk pasien dengan nyeri kronis.

Pengobatan lain yang dapat membantu


a. Antidepresan dan obat anti-kejang.
b. Pengobatan dengan terapi fisik.
c. Suntikan kortison (steroid).
d. Latihan peregangan (untuk nyeri bahu).
e. Stimulasi listrik saraf, atau penerapan arus listrik untuk kulit, dapat
merangsang saraf dan serat otot serta meningkatkan kekuatan otot
mengurangi rasa sakit.

Tips lain untuk mengatasi masalah nyeri :

a. Cobalah relaksasi dan meditasi untuk mengatasi rasa sakit Anda.


b. Jangan biarkan rasa sakit mengganggu dari kegiatan yang aktif,
karena tidak menggunakan otot dapat menyebabkan kejang otot
dan / atau atrofi otot.
c. Depresi adalah umum di antara mereka yang menderita nyeri
kronis. Mencari bantuan melalui dokter atau konsultan jika pasien
mengalami depresi. Konseling dan / atau obat-obatan
antidepresan juga dapat membantu.
d. Bicara jujur dengan konsultan tentang masalah nyeri.
M. Fase Paliative
Kubler Ross menyatakan bahwa individu akan mengalami
beberapa tahapan dalam menghadapi penderitaan yang dinamakan proses
berduka diantaranya tahap denial (penolakan), anger (marah), bargaining
(tawar-menawar), depression (depresi) dan acceptance (penerimaan) (Ross,
1969). Respon berduka yang ditunjukkan dengan penolakan merupakan
tahap pertama yang dialui. Rasa ketidakpercayaan ketika didiagnosis
penyakit gagal ginjal kronik dan keharusan dalam melakukan terapi dialisis
membuat pasien tidak siap menghadapi masalah-masalah yang akan terjadi
selanjutnya. Reaksi ini berlangsung sampai 24 jam setelah diagnosa pertama
diutarakan dan dapat memanjang tergantung pada koping yang dimiliki
individu (Asti, Hamid & Putri, 2014). Selanjutnya tahapan marah (anger)
dimana suatu keadaan individu merasa marah atas takdir mengapa harus
dirinya yang diberi kesakitan dan ditujukan pada Tuhan atau petugas
kesehatan. Rasa marah muncul jika terdapat perasaan atau pemikiran bahwa
semua upaya yang dilakukan sia-sia. Respon ini biasanya dimulai sejak dua
hari setelah kejadian dan akan berhenti atau memanjang tergantung pada
kemampuan adaptasi individu (Asti, Hamid, & Putri, 2014).
Fase selanjutnya adalah bargaining atau nama lainnya tawar-
menawar, dimana individu cenderung untuk memohon kemurahan Tuhan
agar kejadian yang sedang terjadi tidak menimpa dirinya Selanjutnya
memasuki fase depresi dimana individu memiliki sikap menarik diikuti
dengan seringnya menyatakan perasaan keputusasaan (Yosep & Sutini,
2007, pp. 181-182). Lalu fase penerimaan (acceptance) merupakan respons
terakhir dari tahapan respon berduka, dimana individu menerima arti
kehilangan. Kesadaran akan realita dan menerima kondisi yang ada
membuat individu dapat melanjutkan fungsi dan perannya (Kozier, Erb dan
Synder, 2004).

N. Aspek Psikologis Pada Pasien Stroke


Dampak psikologis penderita stroke adalah perubahan mental.
Setelah stroke memang dapat terjadi gangguan pada daya pikir, kesadaran,
konsentrasi, kemampuan belajar, dan fungsi intelektual lainnya. Semua hal
tersebut dengan sendirinya memengaruhi kondisi psikologis penderita.
Marah, sedih, dan tidak berdaya seringkali menurunkan semangat
hidupnya sehingga muncul dampak emosional berupa kecemasan yang
lebih berbahaya. Pada umumnya pasien stroke tidak mampu mandiri lagi,
sebagian besar mengalami kesulitan mengendalikan emosi. Penderita
mudah merasa takut, gelisah, marah, dan sedih atas kekurangan fi sik dan
mental yang mereka alami. Keadaan tersebut berupa emosi yang kurang
menyenangkan yang dialami oleh pasien stroke karena merasa khawatir
berlebihan tentang kemungkinan hal buruk yang akan terjadi. Hal ini
didukung oleh teori Spielberger, Liebert, dan Morris dalam (Elliot, 1999);
Jeslid dalam Hunsley (1985);
Gonzales, Tayler, dan Anton dalam Guyton (1999). Mereka telah
mengadakan percobaan untuk mengukur kecemasan yang dialami individu
selanjutnya kecemasan tersebut didefi nisikan sebagai konsep yang terdiri
dari dua dimensi utama, yaitu kekhawatiran dan emosionalitas (Hawari,
2008). Gangguan emosional dan perubahan kepribadian tersebut bisa juga
disebabkan oleh pengaruh kerusakan otak secara fi sik. Penderitaan yang
sangat umum pada pasien stroke adalah depresi. Tanda depresi klinis
antara lain: sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau ingin makan terus,
lesu, menarik diri dari pergaulan, mudah tersinggung, cepat letih,
membenci diri sendiri, dan berfi kir untuk bunuh diri. Depresi seperti ini
dapat menghalangi penyembuhan/rehabilitasi, bahkan dapat mengarah
kepada kematian akibat bunuh diri. Depresi pascastroke, selayaknya
ditangani seperti depresi lain yaitu dengan obat antidepresan dan konseling
psikologis (Sustrani, L., et al., 2004).
O. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Data dasar

Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara

anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang

Data pasien

Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak,

agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir. Usia merupakan

salah satu risiko dari penyakit stroke

Keluhan utama

Pasien biasanya datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak,

atau nyeri kepala hebat.

Riwayat penyakit sekarang


Biasanya klien mengalami kelemahan anggota gerak, bicara menjadi

rero, dengan nyeri kepala.

Riwayat penyakit sebelumnya

Biasanya erat kaitannya dengan riwayat hipertensi, diabetes mellitus,

kolesterol, dan lain sebagainya.

Riwayat psikososial spiritual

a) Konsep Diri
- Body image /gambaran diri
Penyakit stroke memiliki berbagai dampak fisik maupun psikologis

bagi klien. Kehilangan fungsi anggota tubuh atau wajah yang

asimetris dapat menjadi sumber dari gangguan body image.

- Peran Diri
Peran diri pasien stroke biasanya terganggu karena mereka merasa

tidak mampu melakukan kegiatan secara mandiri

- Harga diri
Menurut penelitian penderita stroke pada umumnya memandang

negatif terhadap dirinya sendiri dan hal tersebut akan mempengaruhi

pandangannya terhadap peranan dan mereka beranggapan bahwa

dirinya akan membebani keluarganya.

b) Kecemasan
Klien yang mengalami stroke dapat diiringi dengan rasa sakit dan

nyeri yang terjadi akibat perdarahan di otak yang dapat memicu

ketakutan dan kecemasan.


c) Spiritual
Pemenuhan kebutuhan spiritual sangat penting bagi pasien stroke,

Spiritualitas menurut Puchalski (2001) dapat digunakan sebagai salah

satu sumber koping.

d) Status Sosial Ekonomi Keluarga

- Hubungan Dengan Orang Lain


Dukungan sosial sangat penting untuk pasien stroke, awalnya pasien

akan mengalami emosi yang negatif dan merasa membebani orang-

orang disekitarnya namun seiring berjalannya waktu mereka akan

mengembangkan diri menuju perubahan psikologis yang lebih baik

- Keadaan Ekonomi
Stroke dapat memberikan dampak yang besar dalam masalah ekonomi

pada pasien maupun keluarga pasien. Jika stroke mempengaruhi

kemampuan kerja seseorang, maka penghasilan dalam keluarga

tersebut akan menurun dan hal ini dapat mempengaruhi tingkat stress

seseorang terhadap masalah keuangan (IOM, 2017)

2. Pengkajian Fisik

1) Kesadaran

Dapat terjadi penuran kesadaran

GCS : biasanya ada yang dapat tak terkaji karena kelemahan atau hal

yang lain.

2) Penampilan umum

Pasien tampak lemas

3) TTV
Tekanan darah biasanya tinggi

4) Antropometri

Obesitas menjadi salah satu faktor risiko stroke

5) Pemeriksaan Head To Toe

1. Pemeriksaan kepala

a) Inspeksi: Bentuk Simetris, Kulit kepala Berminyak, Rambut tidak

rontok, terdapat lesi

b) Palpasi: Terdapat nyeri tekan

2. Wajah

a) Inspeksi: Bentuk Simetris, Lesi tidak ada

b) Palpasi: Nyeri tekan tidak ada

3. Mata

a) Inspeksi: Mata simetris, Tidak ada Kelopak mata/ palpebral oedem,

tidak ada Lesi, Konjugtiva anemis, Warna iris hitam.

b) Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada keluaran dari kelenjar

lakrimalis

4. Hidung

a) Inspeksi: Tidak ada lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada

pembengkakan atau polip, Tidak ada pernapasan cuping hidung.

Terpasang alat bantu napas, Jenis : nasal canul

b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

5. Mulut
a) Inspeksi: Tidak ada lesi, Mukosa Bibir kering, terdapat lesi, Warna

Lidah Putih, Tidak ada gigi karies, terdapat mukositis, bengkak pada

gusi dan palatum.

6. Telinga

a) Inspeksi: Tidak ada lesi, Tidak ada peradangan, Tidak ada sekret

b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

7. Leher

a) Inspeksi: Bentuk leher simetris, tidak ada lesi, tidak ada peradangan

b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

8. Dada/ Thoraks

a) Inspeksi : Bentuk Simetris, Retraksi otot bantu nafas tidak ada,

Susunan ruas tulang normal, Tidak ada Deformitas

b) Palpasi : Taktil vremitus getaran antara kanan dan kiri tidak

simetris

c) Perkusi : Suara Lapang Paru kanan resonan, kiri dullness

d) Auskultasi : Suara Napas ronchi

9. Payudara

a) Inspeksi: Bentuk tidak simetris, Warna Areola coklat kehitaman

b) Palpasi Nodus Limfa: Ada Nyeri Tekan, Terdapat Massa Abnormal

10. Jantung

a) Inspeksi: Palpitasi tidak ada

b) Perkusi: Pembesaran Jantung tidak ada

c) Auskultasi: Irama reguler, Bunyi Jantung normal

11. Abdomen
a) Inspeksi: Bentuk simetris, Striae tidak ada, Lesi tidak ada

b) Auskultasi: Bising usus 14 x/menit

c) Palpasi: Nyeri tekan ada, Kandung Kemih distensi tidak ada, terdapat

acites

12. Ekstremitas

a) Inspeksi: Lesi tidak ada, Edema tidak ada, Deformitas tidak ada,

Clubbing Finger tidak ada, Sianosis tidak ada, Nadi perifer kuat.

Pergerakan: normal

b) Kekuatan otot : 5 5

5 5

c) Palpasi: CRT <2 detik

d) Homan’s sign: (-)

13. Genitalia & Anus

a) Inspeksi: Lesi tidak ada, Hemoroid tidak ada, Keluaran dari vagina

tidak ada, ada Pembesaran Limfa

14. Kulit

a) Inspeksi: kondisi kulit bersih, Warna normal, Turgor normal,

HIperpigmentasi tidak ada

15. Kelenjar Getah bening

a) Inspeksi: ada pembesarah KGB di aksila

b) Palpasi: terdapat Nyeri tekan

Pengkajian 12 saraf kranial

Pemeriksaan Saraf Kranial Keterangan

Nervus I Pasien dapat mencium bau kayu putih dan kopi


Olfactorius

Nervus II Pasien dapat membaca buku dengan bantuan kacamata, lapang


Opticus pandang masih dalam batas normal

Nervus III, IV dan VI Gerakan bola mata pasien normal dapat mengikuti gerakan jari
Okulomotorius, Trochlearis dan pemeriksa, ukuran pupil dalam batas normal 3 mm, reflek
Abdusen cahaya baik, pasien dapat menggerakan mata ke bawah,
kedalam dan kesisi luar, dapat membuka dan menutup mata.

Nervus V Pasien dapat menggerakkan rahang ke semua arah, saat pasien


Trigeminus memejamkan mata dan diberi sentuhan kapas pasien dapat
merasakannya,

Nervus VII Wajah simetris, pasien mampu mengerutkan dahi,


Fascialis tersenyum,pasien bisa bersiul, menutup kelopak mata, namun
tidak dapat mengangkat alis. Lidah pasien masih dalam batas
normal, bisa merasakan rasa manis, asin

Nervus VIII Tidak ada gangguan pendengaran, pasien masih mendengar


Vestibularis suara detik jam. Saat diperiksa “past pointing test” pasien
dapat menyentuh ujung jari kanan dan kiri dengan mata
tertutup.

Nervus IX Pasien dapat membedakan rasa manis dan asin, pasien dapat
Glosofaringeus menggerakkan lidah ke atas, ke bawah dan ke samping.

Nervus X Pasien mampu menelan makanan dengan baik tanpa tersedak


Vagus

Nervus XI Pasien dapat mengangkat bahu


Aksesorius

Nervus XII Lidah pasien simetris, bisa digerakan dari sisi satu ke sisi yang
Hipoglosus satu lagi
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DS: Pasien mengeluh Nyeri akut
Hipertensi
nyeri di bagian kepala
DO: TD tinggi
Ruptur pembuluh darah serebral
Terdapat perdarahan pada
area karotis
Hemoragik serebral

Penambahan massa

Iskemia-hipoksia jar. Serebral (ggn. perfusi serebral)

Metabolisme anaerob↑

Asam laktat ↑

Nyeri

2 DS: klien mengeluh Gg mobilitas


Hipertensi
tidak bisa menggerakan fisik
anggota gerak
Ruptur pembuluh darah serebral

DO: kekuatan otot 5/0 Hemoragik serebral

Penambahan massa

Edema
Pada cerebelum

Defisit motorik

Gerakan inkoordinasi

Ggn. mobilitas fisik


3 DS: Defisit
 Keluarga Pengetahuan
menyatakan
minum obat HT
hanya saat TD
tinggi
 Keluarga takut
bila pasien
bergerak lalu
jatuh
DO: -
4 DS: Klien dan keluarga Kecemasan
menyatakan takut dengan
pengalaman ibu klien
yang meninggal karena
stroke
DO: -

Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan perdarahan otak


2. Gg. Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
3. Defisit pengetahuan
4. Kecemasan
Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil/ Tujuan Intervensi

1 Nyeri Akut b.d NOC: NIC: Manajemen Nyeri, Pemberian Analgesik, Peningkatan Koping,
perdarahan otak - Tingkat Nyeri Relaksasi otot Progresif, Monitor TTV, Pengetahuan: Manajemen
- Comfort Level Nyeri (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013)
- Nyeri: Respon Psikologis Tambahan
- Nyeri: Efek yang mengganggu
- Tanda-tanda vital
1) Lakukan pengkajian secara komprehensif (lokasi, karakteristik,
(Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2013)
durasi, frekuensi, kualitas dan factor pencetus, factor yang
memeprberat dan menurunkan nyeri )
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 x 2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
24 jam, nyeri kronis pasien berkurang dengan 3) Kolaborasi analgetik untuk mengurangi nyeri: Parasetamol 3x500
kriteria hasil: mg
1) Menyatakan rasa nyaman meningkat 4) Gunakan strategi komunikasi terapeutik
2) Deviasi ringan dari kisaran nadi, frekuensi 5) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien tentang nyeri
pernapasan, suhu, tekanan darah normal (Nadi: 6) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
60-100 x/menit, RR: 12-20 x/menit, Suhu: pasien terhadap ketidaknyamanan
36.5-37.5, TD: 100-130/70-90) 7) Dukung istirahat/ tidur yang adekuat
3) Tidak ada gangguan tidur 8) Monitor TTV
4) Tidak ada gangguan konsentrasi 9) Ajarkan teknik non farmakologi (biofeedback, relaksasi, apliaksi
5) Tidak ada gangguan hubungan interpersonal panas/ dingin, pijatan, terapi aktivitas, distraksi)
6) Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan
ungkapan secara verbal
2 Gangguan mobilitas NOC : NIC :
fisik
§ Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
Berhubungan
dengan kelemahan § Mobility Level § Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
anggota gerak pasien saat latihan
§ Self care : ADLs
§ Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
§ Transfer performance
sesuai dengan kebutuhan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
§ Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan
cegah terhadap cedera
kriteria hasil:
§ Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
§ Klien meningkat dalam aktivitas fisik
ambulasi
§ Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
§ Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
§ Memverbalisasikan perasaan dalam
§ Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
meningkatkan kekuatan dan kemampuan
sesuai kemampuan
berpindah
§ Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
§ Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk
kebutuhan ADLs ps.
mobilisasi (walker)
§ Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

§ Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan


jika diperlukan

3 Defisit Pengetahuan NOC NIC

· Knowledge : Disease Process Teaching : Disease Proses

· Knowledge : Health Hehavior · Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
Kriteria Hasil :
· Jelaskan patofisiologidari penyakit dan bagaimana hal ini
· Pasien dan keluarga menyatakan berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
pemahaman tentang penyakit, kondisi, tepat.
prognosis, dan program pengobatan
· Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
· Pasien dan keluarga mampu melaksakan dengan cara yang tepat
prosedur yang dijelaskan secara benar
· Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
· Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim · Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara
kesehatan lainnya yang tepat

· Hindari jaminan yang kosong

· Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan


pasien dengan cara yang tepat

· Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan


untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan ata
proses pengontrolan penyakit

· Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

· Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan


second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

· Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan


cara yang tepat

· Intruksikan pasien mengenal tanda dan gejala untuk


melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara
yang tepat

4 Kecemasan NOC : NIC :

- Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

- Koping - Gunakan pendekatan yang menenangkan

Setelah dilakukan asuhan selama …7 hari klien - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
§ Klien mampu mengidentifikasi dan prosedur
mengungkapkan gejala cemas
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
§ Mengidentifikasi, mengungkapkan dan takut
menunjukkan tehnik untuk mengontol
- Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
prognosis

- Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

- Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi

- Dengarkan dengan penuh perhatian

- Identifikasi tingkat kecemasan


cemas
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
§ Vital sign dalam batas normal
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
§ Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh
persepsi
dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan - Kelola pemberian obat anti cemas
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem

persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Dewanto, G., Suwono, W. J., & Taruna, B. R. (2007). Panduan Praktis Diagnosi dan Tata

Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.

Dourman. (2013). Waspadai Stroke usia muda. Cerdas Sehat.

Ginsberg, L. (2005). Lecture Notes : Neurology. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gilroy, J., 2000.Basic Neurology 3 rd ed. New York : McGraw-Hill.

Harsono, 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press

Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai ancamannya. Jakarta: andi Publisher.

Lestari, H., & dkk. (2013). Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Barat 2013. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Lippincott,William. 2012. Medical Surgical Nursing Certification. Wilkins. China

Long C, Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Smeltzer, S. C. (2017). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart Edisi 12. Jakarta:

EGC.

Anda mungkin juga menyukai