Anda di halaman 1dari 15

FENOMENA

STRATIFIKASI SOSIAL
KELOMPOK 6
Anggota Kelompok

Astrid Risma Yani


Chayati A'malin
Muhammad Dhifa
Muhammad Rafly
Fenomena stratifikasi sosial adalah hasil dari proses
di mana masyarakat mengalami differensiasi dan
pembagian peran berdasarkan faktor-faktor
tertentu.

Fenomena stratifikasi sosial seringkali menciptakan


ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Kajian
dan pemahaman terhadap fenomena ini penting untuk
mencari cara-cara yang lebih adil dan inklusif dalam
mengorganisasi struktur sosial.
Fenomena stratifikasi sosial
Kelas Sosial: Pembagian masyarakat berdasarkan Status Sosial: Pembagian masyarakat
1 faktor ekonomi, seperti kekayaan, pekerjaan, dan 4 berdasarkan status sosial, yang dapat
pendapatan. Kelas sosial biasanya terdiri dari melibatkan faktor-faktor seperti
pendidikan, pekerjaan, atau prestasi dalam
kelompok-kelompok yang memiliki akses yang
bidang tertentu.
berbeda terhadap sumber daya ekonomi.

Gender: Stratifikasi sosial juga dapat


Kasta: Beberapa masyarakat mengalami 5
2 stratifikasi sosial berdasarkan kasta, yang dapat
terjadi berdasarkan jenis kelamin.
Sebagai contoh, pada beberapa
ditentukan oleh kelahiran atau keturunan. masyarakat, perempuan mungkin
Anggota kasta memiliki peran dan hak-hak mengalami keterbatasan akses
tertentu dalam masyarakat dan seringkali sulit terhadap pendidikan dan pekerjaan
untuk bergerak antar kasta dibandingkan dengan laki-laki.

Ras: Stratifikasi sosial berdasarkan ras


6 adalah sistem pengelompokan
masyarakat berdasarkan ras atau
warna kulit. Sistem ini menekankan
pada aspek ras manusia sebagai dasar
untuk membentuk struktur masyarakat
CONTOH FENOMENA STRATIFIKASI
SOSIAL
Stratifikasi Sosial: Sistem kasta di India & Sistem Ras di Bolivia

Kasta di India adalah sistem sosial


yang telah ada selama ribuan tahun.
Sistem ini membagi masyarakat India
menjadi kelompok-kelompok yang
disebut kasta, yang menentukan status
sosial seseorang sejak lahir. Dalam
kasus India, pengaruh kultur Aryan dan
agama Hindu membentuk 5 kelas,
yaitu : Brahmana, Ksatria, Waisya,
Sudra, dan Pariya/Dalit (The
Untouchables).
Dalam kasus India, pembentukan kelas-kelas yang seringkali disebut
kasta terbagi menjadi dua konsep, yaitu Varna dan Jati. Konsep
Varna merupakan konsep kelas yang membagi masyarakat India
menjadi Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra dan satu kelompok
masyarakat yang sering disebut “The Untouchables” atau Dalit.
Sedangkan Jati, merupakan kasta yang mengacu kepada kelahiran.
Pengelompokan ini mendapatkan banyak perkembangan dengan
adanya intervensi Inggris yang melakukan kolonialisasi di India.
Inggris membagi India berdasarkan kasta dan memberikan perlakuan
yang berbeda disetiap kastanya dalam bidang politik maupun
ekonomi. Dari kelima kasta tersebut, Kasta Brahmana, Ksatria, dan
Waisya memiliki kecenderungan sebagai Ruling Class, sementara
Kasta Sudra dan Kasta Dalit sebagai ruled class. Ironisnya, Kasta
Dalit seringkali tidak dianggap sebagai manusia dan diekslusi oleh
kultur masyarakat India.
Sementara itu, Sistem Ras di Bolivia
terbagi menjadi tiga kelas, yaitu : Ras
kulit putih (Keturunan Spanyol),
Mestizo, dan kaum Indian. Yang
menjadi pembeda antara Bolivia dan
India dengan negara-negara lain yang
memiliki kesenjangan sosial tinggi
adalah pertentangan kelas yang terjadi
di kedua negara ini tidak hanya
didasarkan pada ekonomi. Pertentangan
kelas di kedua negara ini diperuncing
oleh kebudayaan kedua negara yang
membentuk model kelas tersendiri
disamping pembentukan kelas yang
didasarkan pada relasi ekonomi.
Dalam kasus Bolivia, sistem stratifikasi sosial didasarkan ras terbagi
menjadi Ras Arya (Keturunan Spanyol), Mestizo, dan Indian.
Munculnya sistem kelas sosial berdasarkan ras ini disebabkan oleh
kolonialisme Bangsa Spanyol atas masyarakat Indian yang menetap
disekitar Pegunungan Andean. Penaklukan yang dilakukan Spanyol
terhadap suku Indian telah menyebabkan pengurangan jumlah suku
Indian secara signifikan yang disebabkan oleh kematian karena
penyakit, perang, dan pembantaian. Tercatat, satu pertiga jumlah
penduduk mati pada tahun 1530-1560 (Rivera, 1991). Pasca-
kemerdekaan Bolivia, situasi tidak pernah berubah, Suku Indian
sebagai warga pribumi tetap menjadi warga negara kelas tiga yang
diperlakukan tidak sebagai manusia dan akses-akses terhadap
kekuasaan, ekonomi, politik, dan bidang-bidang lain tetap dikuasai
oleh ras kulit putih dan Mestizo sebagai ruling class.
Pembagian kelas yang didasarkan pada kasta dan
ras menjadi polemik tersendiri?
Pembagian kelas yang didasarkan pada kasta dan ras menjadi polemik
tersendiri, sebab kelas sebagai identitas diri mereka tidak akan pernah
lepas sejak kelahiran hingga kematian. Padahal, masyarakat yang terlahir
di Bolivia dan India tidak akan pernah bisa memilih untuk terlahir dari
seorang ibu yang menjadi ruling class ataupun ruled class. Hal inilah yang
menjadi penghambat seseorang untuk melakukan mobilitas sosial,
menciptakan kesenjangan sosial yang tinggi di kedua negara, dan
memperuncing pertentangan kelas di kedua negara. Pertentangan kelas
inilah yang menjadi akar dari permasalahan kesenjangan sosial dan
kesenjangan ekonomi yang tinggi yang terjadi di Bolivia dan India.
Menurut Karl Marx konflik pertentangan kelas disebabkan
hubungan ekonomi antara ruling class dan ruled class yang
saling berkonflik satu sama lain untuk mempertahankan
kekuasaan kelasnya atas kelas lain. Dalam zaman kapitalisme
saat ini, ruling class adalah kaum borjuis yang memiliki alat
produksi dan menguasai sumber daya, sementara ruled class
adalah mereka yang tidak memiliki modal dan bekerja pada
minoritas orang yang menguasai sumber daya. Dalam
mempertahankan hegemoni satu kelas terhadap kelas lain,
suatu kelas akan saling bersaing untuk memperebutkan negara
beserta instrumen-instrumen negara yang bisa menjadi alat
pemaksa kepentingan kelas. Dengan begitu, kelas yang
berkuasa akan melakukan penutupan-penutupan akses sosial
dan ekonomi terhadap kelas yang dikuasai.
Dalam konflik kelas tersebut menurut Frank Parkin terdapat
dimensi penutupan-penutupan sosial dan ekonomi oleh kelas
yang berkuasa terhadap kelas yang dikuasai. Penutupan sosial
ini bisa berupa pengucilan yang dilakukan suatu kelompok
masyarakat secara tersistematis dengan membatasi akses-
akses dan kesempatan kelompok lain atas sumber daya.
Jika mengacu pada Max Webber penutupan sosial ini dilakukan
oleh suatu kelompok etnik, ras, agama, gender, dan kelompok-
kelompok horizontal lainnya yang disebabkan oleh perasaan
memiliki hak atas privilege suatu kelompok terhadap kelompok
lain sehingga terciptalah suatu monopoli sumber daya oleh
suatu kelompok. Namun, Webber tidak menjabarkan bahwa
sebenarnya penutupan sosial yang terjadi atas dasar perbedaan
horizontal pada hakikatnya disebabkan oleh konflik-konflik
kelas yang diciptakan atas relasi ekonomi. Padahal Webber
telah mengatakan bahwa yang diperebutkan oleh suatu
kelompok gender, etnik, ras, dan agama adalah monopoli
terhadap akses-akses sumber daya.
Gerakan Perlawanan dari Ruled Class

Di India terdapat Gerakan Naxalit yang rata-rata didominasi oleh ruled


class yang bermula pada tahun 1967 di desa Naxalbari, Benggala Barat,
India. Gerakan ini juga didukung oleh Partai Komunis Maois yang berada
di India. Gerakan ini melakukan tuntutan hak atas tanah, gaji minimum,
sumber daya milik umum, dan perumahan. Gerakan Naxalit ini juga
melakukan penyitaan tanah tuan tanah yang berasal dari ruling class lalu
membagi-bagikannya pada rakyat tidak bertanah yang merupakan ruled
class. Di Negara Bagian Kerala, Partai Komunis India (Marxis) yang anti
kasta berhasil menguasai negara bagian tersebut bertahun-tahun dan
berhasil membawa prestasi tersendiri terhadap negara bagian tersebut.
Human Development Index di Kerala merupakan yang paling tinggi
diantara negara bagian India yang lain dengan angka 0,625. Kesenjangan
sosial di Kerala merupakan yang terendah di India dengan 17% dan Kerala
juga menempati tempat tertinggi dalam pelayanan kesehatan terbaik di
India dengan angka 0,854.

Sementara itu, di Bolivia gerakan kaum tertindas termanifestasi dalam


gerakan masyarakat Indian (pribumi) dan gerakan petani koka (Chocaleros)
, selain itu kaum Indian juga membentuk partai politik yang bernama
Movimiento al Socialismo (MAS) atau Gerakan untuk Sosialisme yang
didirikan pada tahun 1995 oleh Evo Morales .
Pada pemilu 2006 MAS berhasil memenangi suara di parlemen sebesar
53,7% suara dan unggul jauh atas Podemos di posisi kedua yang hanya
mendapat 28,6% suara. Keberhasilan ini juga diikuti oleh keberhasilan
Suku Indian mengantarkan Evo Morales yang merupakan Suku Indian asli
campuran suku mayoritas Quechua dan Aymara menjadi presiden pertama
non-kulit putih dan non-Mestizo.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai