BAGI LESSOR
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Surakarta
Oleh :
SINGGIH SETYARDI
NIM.E. 0001226
FAKULTAS HUKUM
SURAKARTA
2005
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
Leasing sendiri tumbuh dan berkembang dalam praktek dunia usaha, oleh
karena memang dirasakan ada manfaatnya baik bagi pemerintah maupun bagi
pengusaha yang membutuhkannya. Leasing timbul di Indonesia, karena di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku ke III yang mengatur tentang
perikatan menganut sistem terbuka dan asas kebebasan berkontrak, sehingga
dimungkinkan timbulnya suatu perjanjian jenis baru. Perjanjian jenis baru yang
belum diatur dalam dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku ke III
tentang perikatan, dimungkinkan asal memenuhi syarat-syarat seperti, tidak
melanggar undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak
bertentangan dengan kepentingan umum. Pertumbuhan perjanjian jenis baru ini,
seperti perjanjian leasing adalah selaras dengan dinamika masyarakat yang selalu
mencari dan membutuhkan sesuatu yang dapat melayani atau memenuhi segala
kebutuhan hidup serta apa yang diperlukannya. Dan dalam prakteknya, leasing
senantiasa memerlukan adanya perjanjian, yang biasanya berbentuk tertulis. Hal
ini mempunyai maksud untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi masing-
masing pihak yang terikat dalam perjanjian leasing tersebut. Dalam Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1169/KMK.01/1991 tentang
Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) Pasal 9 ayat (1) dinyatakan bahwa, “setiap
transaksi sewa guna usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian sewa guna usaha
(Lease Agreement)”. Tentunya perjanjian ini dibuat antara lessor sebagai penyedia
dana untuk membeli barang modal (pihak kreditur) dan lessee sebagai pihak yang
membutuhkan dana untuk membeli barang modal (pihak debitur).
kehendak yang termuat dalam syarat-syarat baku biasanya dibuat secara tertulis.
Jika lessee bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang diberikan lessor
kepadanya, maka ditandatanganilah perjanjian tersebut. Penandatanganan ini
menunjukkan bahwa lessee bersedia memikul segala tanggung jawab dikemudian
hari walaupun mungkin ia tidak bersalah. Sehingga disini pihak lessee berada
pada posisi yang kurang menguntungkan karena apabila lessee tidak setuju
dengan syarat-syarat yang diberikan lessor maka dia dapat dianggap menolak
perjanjian tersebut.
Seperti juga pada metode pembiayaan lainnya, dalam leasing juga terdapat
kekhawatiran-kekhawatiran pada diri lessor akan kemampuan lessee dalam
mengembalikan barang modal yang telah diberikan kepadanya ataupun
mengembalikan dana yang telah dikeluarkan beserta keuntungan-keuntungan yang
diharapkan dapat diterima kembali oleh lessor. Sebab, pada sistem pendanaan
dalam bentuk leasing, segera setelah barang modal atau dana dicairkan dan
diberikan oleh lessor kepada lessee maka sejak saat itu juga kedudukan lessor
menjadi krusial. Walaupun diharapkan nantinya barang modal itu sendiri (obyek
lease) dan jaminan-jaminan kebendaan yang ada menjadi jaminan yang cukup
efektif bagi lessor, tetapi dalam prakteknya sebelum para pihak sepakat untuk
mengadakan perjanjian leasing, tentunya terdapat rasa kekhawatiran pada diri
lessor. Apalagi dalam perjanjian leasing ini selalu melibatkan dana dalam jumlah
yang besar. Sehingga kekhawatiran akan itikad buruk lessee terhadap apa yang
telah diperjanjikannya tetaplah ada. Kekhawatiran ini meliputi kekhawatiran akan
kemampuan berprestasi lessee dalam melaksanakan perjanjian leasing tersebut.
Hal inilah yang menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian sebagai
bahan penyusunan skripsi dengan judul : “TINJAUAN PERJANJIAN
LEASING TERHADAP KEMAMPUAN BERPRESTASI LESSEE
SEBAGAI JAMINAN UTAMA BAGI LESSOR”.
B. Perumusan Masalah.
7
Suatu rumusan permasalahan yang jelas dan tegas pada sebuah penelitian
akan dapat menghindari kemungkinan adanya data yang tidak diperlukan. Dengan
demikian maka penelitian akan lebih terarah pada tujuan yang ingin dicapai oleh
penulis. Maka dari perumusan masalah dalam kegiatan penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk dan isi perjanjian leasing yang menunjukkan
adanya kemampuan berprestasi lessee sebagai jaminan utama bagi
lessor?
2. Bagaimana aspek kemampuan berprestasi lessee dari jaminan yang
ada dalam perjanjian leasing tersebut?
3. Permasalahan-permasalahan apa yang ada pada kemampuan
berprestasi lessee sebagai jaminan utama bagi lessor?
C. Tujuan Penelitian.
2. Tujuan Subyektif.
a) Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan
skripsi dengan persyaratan wajib bagi setiap mahasiswa dalam
meraih gelar kesarjanaan dibidang Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum UNS.
b) Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan
dan pengalaman penulis, serta pemahaman aspek hukum didalam
teori yang akan bermanfaat bagi penulis dikemudian hari.
c) Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu
pengetahuan hukum khususnya dalam hukum perjanjian, terutama
perjanjian leasing.
D. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Teoritis.
Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya yang terkait
dengan pengelolaan dan pengaturan bisnis leasing di Indonesia.
2. Manfaat Praktis.
a) Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir
dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam
rangka menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan.
b) Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
c) Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan
tambahan pengetahuan dalam hal pelaksanaan perjanjian leasing
bagi para pihak yang terkait.
E. Metode Penelitian.
9
Metodelogi merupakan suatu unsur mutlak yang harus ada dalam suatu
penelitian dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Fungsi metodelogi dalam
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut :
(Soeryono Soekanto, 1986 : 7)
a) menambah kemampuan para ilmuan untuk mengadakan atau
melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap,
b) memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal
yang belum diketahui,
c) memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan
penelitian interdisipliner,
d) memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta
mengintegrasikan pengetahuan mengenai masyarakat.
1. Jenis Penelitian.
10
2. Lokasi Penelitian.
3. Jenis Data.
Dilihat dari sumbernya, jenis data dalam penelitian ini disebut sebagai
data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Data
sekunder tersebut antara lain mencakup dokumen resmi, buku-buku, hasil
penelitian yang berwujud hasil laporan, buku harian, dan seterusnya.
(Soerjono Soekanto, 1986 : 12)
Ciri-ciri umum dari data sekunder adalah : (Soerjono Soekanto & Sri
Mamudji, 2001 : 24)
a) data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat (ready
made),
11
b) bentuk maupun isi data sekunder adalah terbentuk dan diisi oleh
peneliti-peneliti terdahulu,
c) data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu
dan tempat.
4. Sumber Data.
berguna untuk mendapatkan landasan teori yang berupa pendapat para ahli
mengenai hal yang menjadi obyek penelitian. Teknik pengumpulan data
dengan studi pustaka juga berarti suatu pengumpulan data dengan cara
menginventarisasi dan mempelajari peraturan-peraturan perundang-
undangan, buku-buku, tulisan-tulisan, dan dokumen-dokumen lainnya yang
ada hubungannya dengan obyek yang diteliti.
Oleh karena data yang dipergunakan penulis dalam penulisan hukum ini
adalah data sekunder yang berupa dokumen-dokumen, maka teknik analisis
yang digunakan oleh penulis adalah Analisis Isi (Content Analysis), yaitu
teknik analisis data yang dilaksanakan dengan cara melengkapi isi dari suatu
data sekunder, berupa dokumen-dokumen yang merupakan suatu informasi
yang harus kita pahami maksudnya dengan perspektif yang kita pakai sesuai
dengan permasalahan yang diteliti. Sehingga dalam penulisan hukum ini,
analisis isinya adalah mengenai perjanjian leasing dan dasar hukum yang
mengaturnya.
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis berusaha untuk memberikan gambaran awal
tentang penulisan hukum ini, yang meliputi latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian serta sistematika penulisan hukum.
BAB IV : PENUTUP
Akhirnya sebagai penutup dari penelitian ini, maka pada bab ini
penulis mengemukakan penutup yang terdiri dari kesimpulan,
saran-saran maupun implikasi yang diperoleh dari penulisan ini,
yang nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia hukum
pada umumnya, dan obyek penelitian pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori.
Dewasa ini masih banyak para ahli hukum yang masih memperdebatkan
mengenai istilah yang digunakan untuk perjanjian yaitu ”verbintenis” dan
“overeenkomst”. Dan dari dua istilah tersebut para ahli hukum kita
memberikan terjemahan yang berbeda-beda ke dalam bahasa Indonesia.
Misalnya ada yang memakai istilah perikatan untuk “verbintenis” dan
perjanjian untuk “overeenkomst” ataupun sebaliknya, istilah perjanjian untuk
“verbintenis” dan persetujuan untuk “overeenkomst”.
Tetapi walaupun begitu, untuk lebih menyesuaikan dengan penelitian
ini, yang dimaksud penulis dengan istilah perjanjian adalah suatu pengertian
yang terdapat dalam perundang-undangan Hindia Belanda atau Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, terutama Pasal 1313. Jadi penulis memakai
istilah yang ada dalam Buku Ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tentang Perikatan.
a) Pengertian Perjanjian.
Suatu hal tertentu adalah pokok atau obyek perjanjian dan ini
merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yaitu bahwa dalam suatu perjanjian harus
mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya. Menurut Prof. Subekti, S.H, suatu hal tertentu
diartikan sebagai apa yang diperjanjikan, hak-hak dan kewajiban
kedua belah pihak jika timbul perselisihan (Subekti, 2001 :19). Jadi
syarat ketiga ini digunakan untuk menetapkan hak dan kewajiban
kedua belah pihak. Apabila prestasi tidak dapat dilaksanakan, maka
hal ini dianggap tidak ada obyek yang diperjanjikan.
(4) Suatu sebab yang halal.
Arti dari sebab yang halal dalam Pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata adalah sebab dalam arti isi perjanjian yang
diadakan itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang hendak
dicapai, bukan sebab dalam arti yang menyebabkan atau
mendorong orang membuat perjanjian. Menurut undang-undang,
sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang dan
selama tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
e) Macam/Jenis Perjanjian.
f) Berakhirnya Perjanjian.
26
a) Pengertian Leasing.
31
(3) Supplier.
Adalah perusahaan yang menyediakan barang modal atau
obyek leasing, dan akan dileasing sesuai perjanjian antara lessor
dengan lessee. Barang yang dileasing tersebut dibayar oleh lessor
kepada supplier untuk kepentingan lessee.
(4) Assuransi.
a) Financial Lease.
Adalah suatu perjanjian kontrak yang salah satu sifatnya adalah
noncancelable bagi pihak lessee. Perjanjian kontrak tersebut
menyatakan bahwa lessee bersedia melakukan serangkaian
pembayaran uang atas penggunaan suatu asset yang menjadi obyek
lease. Lessee berhak untuk memperoleh manfaat ekonomis dengan
mempergunakan barang tersebut sedang hak kepemilikannya tetap
dipegang oleh lessor.
b) Operating Lease.
Adalah sama seperti transaksi sewa menyewa biasa. Jangka waktu
sewa adalah lebih pendek dari umur ekonomis property dan lessee
biasanya tidak mempunyai hak membeli atau purchase option dan
pada waktu kontrak lease berakhir tidak terjadi pemindahan hak
milik barang. Sifatnya cancelable.
39
Sadar akan resiko yang mungkin akan dihadapi oleh lessor, maka
dalam praktek, dibutuhkan juga berbagai jaminan lainnya sehingga
diharapkan kedudukan lessor benar-benar terjamin. Jaminan-jaminan
hutang untuk leasing yang seringkali dipraktekkan dapat dikategorikan :
(Munir Fuady, 1999:30-34)
B. Kerangka Pemikiran.
Lessor Lessee
Perjanjian Leasing
Jaminan Utama
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam membicarakan bentuk dan isi dari suatu perjanjian tentu tidak
dapat terlepas dari salah satu asas hukum perjanjian, yaitu asas kebebasan
berkontrak. Dimana dalam Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata disebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini
berhubungan dengan bentuk dan isi perjanjian, yaitu kebebasan untuk
menentukan apa dan dengan siapa perjanjian itu diadakan. Artinya setiap
orang bebas untuk mengadakan perjanjian apa saja baik yang sudah diatur
dalam undang-undang maupun yang belum diatur dalam undang-undang.
Begitu juga leasing sebagai kegiatan usaha yang relatif baru, bentuk dan isi
perjanjiannya tentu ditetapkan oleh para pihak secara sah yang sekaligus
memberikan kekuatan hukum mengikat terhadap apa yang mereka perjanjikan
tersebut.
(3)Ketentuan Pembayaran.
51
(4)Asuransi.
Didalam transaksi leasing, hak kepemilikan terhadap
barang yang menjadi obyek lease adalah tetap berada
ditangan lessor sampai akhir masa kontrak leasing. Hak ini
baru berpindah apabila lessee mempergunakan hak opsinya
diakhir masa leasing. Atas barang yang masih menjadi hak
miliknya ini, tentunya lessor menginginkan adanya suatu
perlindungan terhadap keamanan dan keutuhannya. Maka
dari itu, asuransi menjadi salah satu sarana yang bisa
digunakan untuk melindungi kepentingan lessor tersebut.
Dan oleh karena lessee adalah pihak yang menikmati manfaat
dari barang tersebut, maka wajarlah bila lessor
membebankan biaya asuransi itu kepada lessee.
d) Hak Opsi.
Hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik ini antara lain
misalnya adalah pada Pasal 5 dan Pasal 6 Lampiran I Perjanjian
yang memberikan kewajiban bagi lessee untuk melakukan
pembayaran terhadap biaya-biaya dari barang modal kepada lessor
serta kewajiban untuk menjaga dan melakukan pemeliharaan atas
barang modal secara baik dan layak. Sedangkan misalnya pada
Pasal 24 dan 25 memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan
atau melakukan opsi diakhir masa sewa guna usaha.
8 Perjanjian Sewa Guna Usaha. Lebih lanjut lagi hal ini diatur dalam
Lampiran I Perjanjian, Pasal 30 dimana juga menerangkan mengenai
kuasa mutlak yang menyebabkab kedudukan lessor adalah lebih dominan.
Artinya dalam hal ini masing-masing pihak tidak berada dalam keadaan
yang seimbang.
Pada akhirnya mengenai bentuk dan isi perjanjian ini, sebenarnya tidak
ada suatu ketentuan baku bagaimana bentuk dan isi perjanjian leasing yang
dapat menunjukkan kemampuan berprestasi lessee secara pasti. Hanya saja,
56
1. Jaminan Utama.
58
2. Jaminan Pokok.
Dan karena jaminan pokok ini belum tentu aman bagi lessor,
maka dalam prakteknya masih diperlukan pula jaminan-jaminan
tambahan.
3. Jaminan Tambahan.
dibakukan dimana segala klausula yang ada dalam perjanjian ditentukan oleh
lessor.
Dan yang ketiga yang dapat penulis ungkap dari permasalahan yang
terdapat dalam kemampuan berprestasi lessee adalah lessee tidak memberikan
jaminan-jaminan lain kepada lessor, atau jaminan-jaminan yang diberikan
mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada nilai barang modal yang
diberikan lessor kepadanya. Sehingga apabila nantinya lessee wanprestasi
jaminan-jaminan tersebut tidak dapat menutupi harga barang modal beserta
keuntungan-keuntungan yang diharapkan oleh lessor. Hal ini tentunya
berhubungan dengan keyakinannya lessor akan kemampuan lessee
melaksanakan kewajibannya. Sehingga lessor dapat menentukan sendiri
dengan keyakinannya apakah akan memberikan fasilitas leasing atau tidak.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN-SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut diatas, maka dapat diambil suatu
saran-saran antara lain sebagai berikut :
1. Sebelum sampai pada tahap penandatanganan perjanjian, lessor ada
baiknya terlebih dahulu memperhitungkan segala jaminan-jaminan yang
diberikan oleh lessee baik itu berupa jaminan utama dengan menganalisa
kondisi lessee secara hati-hati dan benar. Ataupun dalam jaminan pokok,
lessor sebaiknya memberikan identitas kepemilikan yang sah yang
dilekatkan pada barang modal tersebut, sehingga tidak disalahgunakan oleh
pihak lessee dikemudian hari. Sedangkan untuk jaminan tambahan lessor
sebaiknya memperhitungkan terlebih dahulu secara benar akan nilai
jaminan tersebut. Paling tidak nilai dari jaminan yang diberikan tersebut
66
DAFTAR PUSTAKA
Munir Fuady. 2001. Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek.
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
______________ . 2003. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis).
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
R. Setiawan. 1999. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung : Putra Abardin
R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jakarta : PT. Pradnya Paramita
Richard Burton Simatupang. 2003. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta : Rineka
Cipta
Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta : PT Grasindo
Soeryono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas
Indonesia Press
Soeryono Soekanto & Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Subekti. 2001. Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa
Sutrisno Hadi. 2002. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi
Wiryono Projodikoro. 1973. Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung : Sumur
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945 (Amademen IV)
Keputusan Presiden RI, No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan
Keputusan Menteri Keuangan RI, No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan
Sewa Guna Usaha
68