Anda di halaman 1dari 3

TRADISI DI LOMBOK

Oleh : Syirazi Zaid Ghifari


 Nyongkolan
Nyongkolan adalah sebuah tradisi lokal di Lombok, dimana sepasang pengantin di arak
beramai-ramai seperti seorang raja menuju rumah / kediaman sang pengantin wanita. Arak-
arakan ini selalu diiringi dan diramaikan dengan beraneka tetabuhan alat musik tradisional
dan kesenian khas suku Sasak. Tujuannya agar para warga sekitar mengetahui bahwa
pasangan pengantin tersebut sudah menjadi sepasang suami istri yang sah.

Saat pelaksanaan ini, arak-arakan pasangan pengantin didampingi oleh dedare dedare dan
terune terune sasak, juga ditemani oleh para tokoh agama, tokoh masyarakat, atau pemuka
adat beserta sanak saudara berjalan mengelilingi desa. Peserta iring-iringan tersebut haruslah
mengenakan pakaian khas adat suku Sasak, untuk peserta wanita menggunakan baju
Lambung (kadang-kadang juga menggunakan baju kebaya), kereng nine / kain
songket (sarung khas Lombok), sanggul (penghias kepala), anting dan asesoris lainnya. Bagi
pengiring laki-laki menggunakan baju model jas berwarna hitam (atau variasi) yang
dijuluki tegodek nongkeq, kereng selewoq poto (sarung tenun panjang khas Lombok)
dan capuk (ikat kepala khas Lombok).

Dalam tradisi nyongkolan, kedua pengantin diibaratkan seperti seorang raja dengan pasangan
permaisuri-nya yang diiringi oleh para pengawal dan dayang-dayang istana. Beberapa dari
mereka biasanya membawa sebuah hantaran seperti hasil kebun, sayur mayur, ataupun jenis
buah-buahan yang akan dibagikan pada penonton, kerabat dan tetangga mempelai perempuan
nantinya. Dalam ritual khas pernikahan suku Sasak Lombok, nyongkolan merupakan bagian
kecil ritual yang harus dilakukan oleh kedua mempelai.

Untuk memeriahkan acara nyongkolan, biasanya diiringi dengan tabuhan tabuhan gendang
beleq khas Lombok, atau sejenis musik rebana dengan lagu lagu daerah Lombok disertai
penari dengan pakaian khas tari. Jika sang pengantin merupakan kaum ningrat atau
bangsawan, iring-iringan nyongkolan pastinya dilengkapi dengan gendang beleq dan pasukan
berani mati yang berkostum seperti prajurit jaman dulu kala. Tidak hanya itu, rudat sebagai
kesenian dari Timur Tengah dengan menampilkan berbagai gerakan pencak silat juga ikut
meramaikan tradisi nyongkolan khas Sasak ini.

 Bau Nyale

Bau Nyale merupakan tradisi turun-menurun yang bertahan hingga saat ini. Dalam tradisi ini,
ribuan orang menangkap cacing laut di sepanjang pantai Pulau Lombok. Cacing-cacing laut
ini dikenal dengan sebutan nyale ini dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika. Dikutip dari
laman kebudayaan.kemendikbud, Mandalika dikenal sebagai putri cantik yang memilih
menceburkan diri ke laut lepas, demi menghindari peperangan antar pangeran yang
memperebutkan dirinya. Legenda Putri Mandalika ini dikenal hampir di seluruh penjuru
Pulau Lombok. Meskipun belum ada catatan resmi yang ditemukan mengenai Mandalika
yang melegenda tersebut.
Penduduk setempat percaya nyale memiliki tuah yang dapat mendatangkan kesejahteraan.
Apabila ada banyak nyale yang berhasil ditangkap, pertanda hasil pertanian akan melimpah.
Masyarakat Lombok juga sengaja membuang daun bekas pembungkus nyale ke sawah,
supaya hasil tanaman padi akan melimpah ruah.

Cara memburu nyale atau cacing laut dalam tradisi ini juga tak kalah unik. Jaring-jaring
harus disebar mengikuti arah air laut dan angin, agar cacing laut berwarna-warni dapat
tersangkut di jaring. Masyarakat yang ikut dalam kemeriahan tradisi Bau Nyale berasal dari
berbagai usia. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, laki-laki maupun perempuan, tak ada
batasan. Mereka memiliki hasrat yang sama, menemukan jelmaan Putri Mandalika itu.

 Muludan
Tradisi Maulid Nabi ala adat Bayan ini berjalan selama dua hari. Hari pertama adalah
persiapan bahan makanan dan piranti upacara lainnya yang disebut “kayu aiq”, sementara
hari kedua adalah do’a dan makan bersama yang dipusatkan di masjid kuno Bayan. Para
pelaksana prosesi ‘Mulud Adat Bayan” terdiri dari warga Desa Loloan, Desa Anyar,Desa
Sukadana, Desa Senaru, Desa Karang Bajo dan Desa Bayan, yang semua Desa tersebut
merupakan kesatuan wilayah Adat yang disebut Komunitas Masyarakat Adat Bayan.
Perhitungan berdasarkan ‘Sereat’ (Syari’at) Adat Gama di Bayan “Mulud Adat Bayan”
dilaksanakan pada dua hari setelah ketepan Kalender Islam Maulid Nabi tgl.12 Rabi’ul Awal
tepatnya dimulai pada tanggal 14-15 Rabi’ul Awal yang tahun 2011 ini jatuh pada tanggal
18-19 Februari, Komunitas Masyarakat Adat Sasak Karang Bajo, Kecamatan Bayan,
Lombok Utara, sejumlah masyarakat adat bersiap-siap melakukan rangkaian acara perayaan
Maulid Nabi yang digelar secara adat,masyarakat adat setempat biasa menyebutnya dengan
“Mulud Adat”.
Sejak pagi hari Masyarakat Adat Bayan berbondong-bondong menuju "Kampu" yaitu desa
asli atau area yang pertama didiami oleh suku sasak Islam Bayan, mereka menyerahkan
sebagian sumber penghasilannya dari hasil bumi seperti, padi, beras, ketan, kelapa, sayur-
sayuran, buah-buahan,dan hewan ternak beserta “batun dupa” (uang) dan menyatakan
nadzarnya kepada “Inan Menik” yaitu seorang perempuan yang menerima hasil bumi dari
para warga nantinya hasil bumi tersebut akan diolah menjadi hidangan (sajian) untuk
dihaturkan kepada ulama dan tokoh adat sasak Bayan dikeesokan hari pada hari ke dua
Mulud Adat, hal ini adalah bentuk rasa syukur warga atas penghasilannya, kemudian “Inan
Menik” memberikan tanda di dahi warga adat dengan “mamaq” dari sirih sebagai ritual
penandaan anak adat yang disebut “Menyembeq".
Selanjutnya Masyarakat Adat Bayan bahu membahu membersihkan tempat yang disebut
Balen Unggun (tempat sekam/dedak), Balen Tempan (Tempat alat-alat penumbuk padi),
membersihkan Rantok (tempat menumbuk padi), membersihkan tempat Gendang gerantung,
selanjutnya sebagian dari kelompok masyarakat Adat menjemput gamelan Gendang
Gerantung, setibanya Gendang Gerantung di tempat yang sudah disediakan dilakukan acara
ritual selamatan penyambutan dan serah terima dengan ngaturan Lekes Buaq (sirih dan
pinang), kemudian acara ritual “Taikan Mulud” (Rangkaian Mulud Adat dimulai).
Perkiraan waktu ‘gugur kembang waru’ (sekitar jam 15.30 waktu setempat) Para wanita
memulai “Menutu Pare” (menumbuk padi) bersama-sama secara berirama dengan
menggunakan Tempan terbuat dari bambu panjang ditempat menumbuk padi yang berbentuk
seperti lesung perahu yang disebut “Menutu” (menumbuk). Di saat yang bersamaan diiringi
dengan gamelan Gendang Gerantung khas Desa Bayan, sebagian kaum laki-laki mencari
bambu tutul untuk dijadikan sebagai umbul-umbul yang akan dipajang pada setiap pojok
masjid kuno Bayan acara ini disebut “Tunggul” yang dipimpin oleh seorang pemangku yang
disebut “Melokaq Penguban” setelah mendapat restu dengan pemberian lekoq buaq (sirih dan
pinang) oleh “Inan Menik”, lekoq buaq inilah yang dijadikan sebagai media bertabiq
(permisi) kepada pohon bambu yang akan ditebang.
Malam harinya bertepatan dengan bulan purnama dimana tunggul (umbul-umbul) sudah
terpasang pada setiap pojok masjid Kuno, para pemimpin Adat dan Agama mulai
“Ngengelat” yaitu mendandani dalam ruangan Masjid Kuno dengan symbol-simbol sarat
makna, dan setelah itu disaat para pemain gamelan sudah memasuki halaman Masjid Kuno
Bayan pertanda acara bertarungnya dua orang warga pria dengan menggunakan rotan
(Temetian) sebagai alat pemukul dan perisai sebagai pelindungnya yang terbuat dari kulit
sapi, akan segera dimulai, permainan yang biasa disebut “Presean” ini biasa dilakukan oleh
para “Pepadu” atau orang yang dihandalkan dalam permainan ini, namun pada acara Mulud
Adat ini siapa saja yang ingin dipersilahkan, atau warga yang bernadzar bahwa ketika Mulud
Adat dia akan bertarung. Permainan yang dihelat tepat didepan Masjid Kuno Bayan ini, tidak
didasari rasa dendam dan merasa jagoan namun bagian dari ritual dan hiburan dan apabila
salah satu pemain terluka, atau mengundurkan diri keduanya harus meminta maaf dengan
bersalaman seusai permainan. Ini merupakan tradisi ritual dan hiburan Mulud Adat yang
dilakukan sejak berabad-abad lamanya.
Seusai acara “Temetian” atau “Presean” para pemimpin Adat, pemimpin Agama besrta
tokoh-tokoh masyarakat lainnya dan terbuka bagi siapapun yang ingin ikut serta pada
berkumpul di “Berugaq Agung” untuk saling bercerita lepas dan berdiskusi serta berwacana
tentang segala hal.

Anda mungkin juga menyukai