Anda di halaman 1dari 28

PERAN KHALIFAH FIL ARD’ DAN TARBIYAH JINSIYYAH DALAM UPAYA

MEMPERTAHANKAN FITRAH SEKSUAL ANAK

JUDUL

Oleh :

MUHAMAD SOFYAN, S.Pd

NIM : 230401042

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2023

1
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................................2
B. Rumusan masalah.........................................................................................................9
C. Tujuan dan Manfaat.....................................................................................................9
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan............................................................................12
E. Kerangka Teori...........................................................................................................13
F. Metode Penelitian..........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................24

2
A. PERAN KHALIFAH FIL ARD’ DAN TARBIYAH JINSIYYAH DALAM UPAYA
MEMPERTAHANKAN FITRAH SEKSUAL ANAK

B. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi masyarakat. Dengan
pendidikan kita bisa meningkatkan potensi diri serta mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan agar menjadi manusia yang berkualitas. Ki Hajar
Dewantara menjelaskan tentang definisi pendidikan bahwa pendidikan bukan hanya
sekedar pengajaran di dalam kelas, melainkan proses yang holistik yang melibatkan
pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotor.1 Pendidikan juga dapat diartikan
proses pengalaman belajar yang berlangsung sepanjang hayat yang diartikan
pendidikan adalah bagian dari kehidupan individu yang memiliki pengalaman
belajar di segala lingkungan dan terjadi sepanjang hayat.2
Tujuan pendidikan yang dijelaskan pada UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlakul karimah, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga diharapkan
dapat membentuk dan menghasilkan pribadi yang lebih baik sebagai hasil dari proses
pendidikan.3
Dalam terminologi Islam, ada istilah yang familiar tentang pribadi yang baik
yang dikenal dengan istilah insan kamil. Insan kamil dalam pandangan Islam merujuk
pada manusia yang paripurna dalam segi IQ, EQ dan SQ. Menjadi manusia yang
habluminallah, habluminannas dan habluminal alam, diperkuat oleh Abudinata dalam
mendafinisikan pendidikan Islam, bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.4
Tujuan pendidikan tentunya perlu dipandang dalam perspektif keislaman oleh
masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim terbesar di dunia. Mengapa demikian,
sebab Al Quran ataupun hadits banyak menjelaskan tentang betapa pentingnya suatu
pendidikan. Firman Allah dalam QS. Al Hujarat : 11 menyatakan bahwa Allah akan
mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. 5 Banyak istilah
yang Allah gunakan dalam Al Quran yang menggambarkan tentang tujuan pendidikan.
Salah satu istilah yang Allah gunakan adalah khalifah fil ardh. Sebagaimana yang
tertuang dalam firman Allah dalam QS. Al Baqarah 2 : 30, QS dan QS. Shad 38 : 26.6

1
Ki Hadjar Dewantara, (2004)Bagian Pertama Pendidikan, Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa,
2
Soyomukti, N. (2015) Teori-teori Pendidikan: Tradisional, (Neo)libe ral , Marxis- sosialis, Postmodern.
Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
3
Depdiknas. (2003). Undang-undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diunduh
dari https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wpcontent/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf pada 25
November 2023
4
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
5
Yayasan Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata (Bandung: Semesta
Qur’an,2013),
6
Yayasan Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata (Bandung: Semesta
Qur’an,2013)

3
Berkaitan dengan istilah khalifah tersebut, di abad 4.0 ini, banyak sekali
dikalangan umat Islam sendiri yang memiliki pandangan bahwa khalifah hanya di
hubungkan dengan khilafah. Khalifah dipandang sebagai bagian dari agama Islam yang
hanya berfokus pada urusan pemerintahan dan politik. Hal tersebut dapat dipahami
karena adanya bukti sejarah bahwa khalifah merupakan seorang pemimpin dari
khilafah, seperti khilafah Abbasiyah, Utsmaniyah, Fathimiyah dan lain sebagainya.
Sehingga tidak jarang, ada yang memandang khilafah dengan dikepalai seorang
khalifah sebagai gerakan radikal yang dapat mengganggu keamanan. Sungguh telah
menjadi penyempitan makna di kalangan masyarakat awam.
Apabila dikaji lebih mendalam, konsep khalifah ini merupakan penjabaran
Allah SWT dalam membentuk akhlakul karimah yang mampu memberikan
kemaslahtan bersama. Konsep khalifah perlu dikembalikan pada hakikat dasarnya yang
menyangkut kemampuan individu sebagai manusia yang telah dianugerahi akal, hati,
dan panca indera untuk menjadi manusia unggul. Menjadi khalifah berarti menjadi
tangan kanan Tuhan di muka bumi yang siap menyiarkan dan menerapkan hukum-
hukum serta ketentuan Islam, mengurus, mengelola dan memakmurkan bumi sesuai
dengan kehendak Tuhan.
Khalifah dalam dunia pendidikan formal yakni seorang guru sedangkan
nonformal adalah orangtua. Khalifah (Guru dan orangtua) memiliki peran yang sangat
penting di dalam proses transfer of knowlarge , transfer of value dan transfer of
metodologi dalam proses pendidikan dan perkembangan anak. Tugas guru dan
orangtua tentunya mampu merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang
memungkinkan anak dapat memperoleh pengalaman yang bermakna dan berguna bagi
kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan oleh guru dan orangtua hendaknya adalah pembelajaran yang efektif
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pembelajaran yang efektif tidak hanya
terfokus pada hasil evaluasi yang dicapai oleh anak, melainkan juga mampu
memberikan pemahaman yang baik, ketekunan, kedisiplinan, semangat, dan rasa
senang saat belajar. Pembelajaran formal dan nonformal menjadi efektif jika guru dan
orangtua memilih pendekatan pembelajaran yang tepat.
Dalam menjelaskan tentang Tarbiyah Jinsiyyahual tentunya orangtua menjadi
sumber informasi awal bagi anak . Dirumah anak diajarkan tentang kebersihan dirinya,
dikenalkan tentang organ-organ tubuhnya dan dijelaskan terkait alat kelamin berfungsi
tidak hanya untuk buang air kecil dan air besar saja tetapi sebagai salah satu alat untuk
reproduksi.7 Orangtua juga memberikan penjelasan kepada anak untuk tidak
semabarangan mengizinkan orang lain untuk memegang atau membersikan alat
kelaminnya.8 Tarbiyah Jinsiyyahual yang telah diajarkan dirumah, dilanjutkan oleh
guru di sekolah. Peran guru sangat berarti dalam proses pembelajaran, dimana guru
tidak hanya sebagai pengajar akan tetapi sebagai motivator, pengarah, fasilitator dan
evaluator. Tarbiyah Jinsiyyahual di sekolah disampaikan dalam tema Aku dan tubuhku,

7
Abduh, M. dan Wulandari, M. D. (2018) ‘Model Pendidikan Seks Pada Anak Sekolah Dasar Berbasis Teori
Perkembangan Anak’, The Progressive and Fun Education Seminar MODEL, (January), pp. 403–411.
8
Solehati, T. et al. 2021 “The psychological and sleep-related impact of coronavirus disease 2019 (covid-19):
A systematic review,” Kesmas, 16(1), hal. 65–74. doi: 10.21109/kesmas.v0i0.5037.

4
aku dan pakaianku, keluarga dan orang disekitarku dan cara merawat dan menjaga
tubuh. Tujuan pembelajaran ini adalah melatih kepekaan anak atas perilaku yang
menjadi faktor kejahatan seksual.9
Konsep khalifah fil ardh dalam QS. Al Baqarah 2 : 30 - 36 dan QS. Shad 38 :
17 – 26 dalam pandangan tujuan pendidikan Islam menarik untuk dikaji secara lebih
mendalam. Istilah khalifah dalam ayat tersebut mempunyai makna bahwa Allah
menjadikan manusia sebagai wakil tuhan atau pemegang kekuasaan-Nya untuk
mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala apa yang diridhoi-Nya. Secara
eksplisit ayat tersebut mengisyaratkan bahwa manusia yang mampu mejadi khalifah
hendaknya memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan kedewasaan dalam
segala hal, dan hal-hal tersebutlah didapat melalui jalan pendidikan.10
Perkembangan suatu pendidikan tentu tidak terlepas dari peradaban manusia
terus berubah dan berkembang dan ketika memasuki zaman modernisasi yang sangat
cepat tentu akan mendapatkan konsekuensi yang mau tidak mau harus dihadapi.
Pengaruh budaya materialisme dan konsumerisme yang siap menerjang akan merubah
pola pikir dan pola tindak masyarakat yang mulanya agrarism people beralih ke
industrialism people dengan tehnologi- teknologi canggih. Thomas Robert Marcuse,
seorang filosof Amerika di abad 20, menjelaskan tentang hal ini, sebagaimana dikutip
oleh Ibn Musthafa dalam bukunya “Keluarga Islam Menyongsong Abad 21”
menggambarkan kondisi manusia global sebagai ‘one dimension men’, manusia 1(satu)
dimensi. Menurut Marcuse, manusia masa kini telah terjebak pada kebutuhan-
kebutuhan semu yang diciptakan oleh kecenderungan dalam budaya konsumtif dan
politik kapitalism.11
Dampak dari hal tersebut sudah menjadi momok dalam kehidupan manusia dan
mengikat manusia secara libidinal (yaitu dalam memuaskan kebutuhannya, manusia
semata-mata hanya bersandar pada dorongan nafsu). Dalam aspek kehidupan personal
misalnya, kebutuhan ini tampak dalam hasrat untuk memenuhi kebutuhan biologisnya
(nafsu seksual). Di dalam melampiaskan kebutuhan biologisnya, tidak sedikit manusia
yang cenderung mencari kepuasan atau kenikmatan semu atau sesaat daripada
menyalurkannya secara alamiah dalam ranah pernikahan. Dengan itu nilai-nilai
tradisional dalam Ikatan Suci berupa perkawinan sudah tidak lagi dipedulikan bahkan
banyak sekali penyimpangan-penyimpangan dalam menyalurkan kebutuhan seksual ini
, diantaranya penyimpangan-penyimpangan seksual berupa free sex, homoseks,
lesbian, bestiality, masokisme, sadisme, dan masih banyak lagi sarana pemuas nafsu
liarnya.
Ukasyah menyebutkan bahwa dalam Islam, homoseksual dipandang sebagai
perbuatan keji (fahisyah), hal ini dijelaskan dalam QS. Al-A;raf: 80 tentang zina.12

9
Jatmikowati, T. E., Angin, R., & Ernawati. (2015). Model dan Materi Pendidikan Seks Anak Usia Dini
Perspektif Gender Untuk Menghindarkan Sexual Abuse. Cakrawala Pendidikan, 24(3)
10
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur,an; Kajian Tematik Ayat-ayat Hukum dalam AlQur‟an, (Jakarta,
Penamadani, 2005), h. 121
11
Ibn Musthafa, Keluarga Islam Menyongsong Abad 21, (Bandung: AlBayan, 1993) h. 19
12
Anang Harris Hermawan, Bukan Salh Tuhan Mengazab: Ketika Perzinaan Menjadi Berhala Kehidupan,
(Solo: Tiga Serangkai. 2007), hlm. 72.

5
Menurut Ukasyah perbuatan keji (al-fahisyah) adalah perbuatan yang mencapai tingkat
paling kotor dan hina, sangat terkutuk, dan tercela. Jiwa yang masih suci dan perasaan
yang masih murni tidak akan bisa menerimanya.13 Oleh sebab itu Allah SWT
memperingatkan supaya manusia jangan menghampiri perbuatan hina tersebut, baik
yang nyata maupun yang tersembunyi. Menurut Ibn Majah, At-Tirmidzi dan Al-
Hakim, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Perkara yang paling aku takuti
menimpa kepadamu adalah perbuatan kaum Nabi Luth. Dilaknat mereka yang
melakukan perbuatan seumpama kaum Luth”.14 Karena sedemikian menjijikannya
perbuatan tersebut Rasulullah SAW.pun mengharamkannya dan menetapkan hukum
mati bagi para pelakunya. Sebagaimana sabda beliau, “Apabila seorang pria
mendatangi (berhubungan badan) dengan pria maka keduanya berzina. Dan apabila
seorang perempuan mendatangi (berhubungan badan) dengan perempuan, keduanya
pun berzina. Barangsiapa kamu dapati melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah
pelaku dan penerima perlakuannya. (HR. Turmudzi dan Nasa’i).15
Di Indonesia, penyimpangan seksual berupa seks bebas, homoseks, lesbian dan
sebagainya semakin memprihatinkan. Remaja putri yang hamil di luar nikah sudah
bukan berita baru lagi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KemenPPPA) mencatat, jumlah kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak
di Indonesia mencapai 9.645 kasus. Itu terjadi sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023
dan kasus kekerasan seksual terhadap anak menduduki peringkat pertama dengan 4.280
kasus.
Salah satu berita yang pernah terjadi ditahun 2021misalnya,tentang
latarbelakang penyebab meninggalnya seorang mahasiswi disalah satu perguruan tinggi
kota Malang. Perempuan berinisial NW yang diduga bunuh diri dengan meminum
racun di samping makam almarhum ayahnya karena depresi. Dilansir dari
liputan6.com, NW disebut mengakhiri hidupnya setelah diperkosa, hamil, dan dipaksa
menggugurkan kandungan. Ia juga mendapat tekanan dari sejumlah pihak terkait
kondisinya. Hal ini diperkuat dari jejak yang ditinggalkan NW di media sosial, yang
berisi sejumlah kisah pilunya.16
Kemudian kasus dua orang anak perempuan di Aceh disekap dan diperkosa
sejumlah laki-laki pada 2022 lalu. Salah satunya bersedia menceritakan pengalaman
pilu itu kepada BBC Indonesia. Kasus ini membuka tabir kasus kekerasan seksual pada
anak di Aceh dan peliknya regulasi penanganan terhadap pelaku dan korban. 17 Menurut
dr. Biran Affandi, dokter ahli kandungan di Jakarta, sebagaimana dikutip oleh Abu al-
Gihfari dalam bukunya “Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern”, dari 285

13
Ukasyah Athibi. Terj. Chairul Halim. Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, (Jakarta: Gema Insani Press,
1998), hlm. 371.
14
Danial Zainal Abidin. Perubatan Islam dan Bukti Sains Modern, (Selangor, Malaysia : PTS Millennia SDN.
BHD. 2015), hlm. 345.
15
Danial Zainal Abidin. Perubatan Islam dan Bukti Sains Modern, (Selangor, Malaysia : PTS Millennia SDN.
BHD. 2015), hlm. 346.
16
BBC News Indonesia 6 Desember 2021 https://www.bbc.com/indonesia/dunia-59541021, diakses tanggal
28 November 2023
17
Kompas.com, 25 Juli 2023 https://regional.kompas.com/read/2023/07/25/061600978/ kisah-anak-
perempuan-di-aceh-yang-disekap-dan-diperkosa-sejumlah-lelaki, diakses tanggal 28 November 2023

6
pemudi hamil yang memeriksakan diri kepadanya, 80% responden melakukan seks
bebas di rumah, 11,2% di hotel, dan 5% di tempat wisata.18
Selanjutnya ada lagi kasus, Salah satu mahasiswa Teknik Informatika
Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Jawa Timur diduga melakukan pelecehan
seksual terhadap mahasiswi di lingkungan kampus tersebut. Peristiwa tak mengenakan
tersebut dialami oleh D (22) ketika ia sedang mengawasi mahasiswa baru dalam
simulasi Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) di depan
Gedung Rektorat unesa. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
"Kronologi Mahasiswi Unesa Diduga Alami Pelecehan Seksual, Pelaku Bilang Hanya
Bercanda dan Ancam Lapor Balik".19
Kasus pencabulan yang terjadi pada awal 2023 menimpa seorang bocah tiga
tahun berinisial AN di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, Kamis (12/1/2023).
Kepolisian Sektor (Polsek) Kebon Jeruk menangkap satu pelaku berinisial JI
(45) yang diduga mencabuli anak perempuan pada Rabu (18/1/2023).
Kasus pencabulan terhadap anak juga menimpa anak laki-laki berusia 11 tahun
di Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pelaku pencabulan berinisial AA
menjalankan aksinya dengan mengaku sebagai salah satu relawan ambulans.
Perkenalan pelaku dengan korban berlangsung pada Minggu (15/1/2023).
Kasus kekerasan seksual terhadap anak kali ini dilakukan oleh seorang guru
agama berinisial M alias A. Polres Metro Tangerang Kota menangkap M yang
mencabuli tujuh orang anak di Koang Jaya, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang.
Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Zain Dwi Nugroho mengatakan,
pencabulan tersebut terjadi dalam kurun Desember 2022 hingga Januari 2023. "Dalam
laporan tersebut, orangtua korban mengaku anaknya telah menjadi korban pencabulan
saat belajar agama di rumah M," ujar Zain, Kamis (9/2/2023). Dan masih banyak lagi
kasus pelecehan dan penyimpangan seksual diIndonesia yang tidak bisa peneliti
jelaskan satu persatu.
Dalam perspektif agama Islam, seks merupakan sesuatu yang fitrah (suci).
Maka, penyaluran terhadap hasrat seksual harus melalui jalan yang suci pula, yaitu
berupa ikatan perkawinan. Seks hadir sebab diciptakannya segala sesuatu di dunia ini
dengan berpasang-pasangan. Al-Qur’ān sendiri menyebutkan bahwa perbedaan jenis
kelamin adalah sebuah hukum universal. Pernyataan ini tertuang antara lain pada: Q., s.
al-Dzāriyāt/51: 49, Q., s. al-Rūm/30: 21, Q., s. al-Nahl/16: 72, Q., s. al-Syurā/42: 11,
Q., s. al-Naba’/78:8.20 Oleh karena itu, penyimpangan seks yang terjadi di tengan
masyarakat merupakan satu kasus khusus yang perlu diperhatikan bersama . Dalam Al
Qur’anul karim telah dijabarkan mengenai hal ini secara khusus. Al-Qur’ān juga
memperkenalkan dan menuntut konsep ihsân (kesucian), yaitu suatu kondisi

18
3Abu al-Ghifari, Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern, (Bandung: Mujahid Press, 2001), h. 50
19
: Kompas.com, 25 Agustus 2023 https://www.kompas.com/tren/read/2023/11/16/110000565/kronologi-
mahasiswi-unesa-diduga-alami-pelecehan-seksual-pelaku-bilang. Di akses tanggal 26 tahun November 2023
20
Yayasan Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata (Bandung: Semesta
Qur’an,2013),

7
“keterjagaan” seksual yang harus dimiliki setiap insan atau manusia melalui ikatan
pernikahan yang sah.21
Urgensi tentang Tarbiyah Jinsiyyah pada anak menjadi salah satu fokus
orangtua dalam pengasuhan dan juga peran pendidik di sekolah sebagai pemberi ilmu
Tarbiyah Jinsiyyah yang benar. Maraknya kasus kejahatan seksual yang terjadi
menjadi momok tersendiri bagi orangtua. Hanya saja banyak sekali orangtua yang
merasa tabu membahas seksualitas pada anak. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang
mendalam dalam Tarbiyah Jinsiyyah pada anak. Dalam konsep islam Tarbiyah
Jinsiyyah dikenal dengan istilah Tarbiyyah Jinsiyyah fil Islami.
Tarbiyyah Jinsiyyah fil Islami merupakan solusi terbaik dari penyimpangan
seksual. Penyimpangan seksual tentu tidak terlepas dari nafsu seksual itu sendiri. Nafsu
seks akan mulai ada dalam diri anak pada usia puber. Oleh karena itu, seorang anak
sejak usia dini harus diberi Tarbiyah Jinsiyyah agar ia tidak merasa bingung dan
tersesat ketika menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya, baik
perubahan secara fisik maupun mental. Yang lebih penting lagi, Tarbiyah Jinsiyyah
usia dini harus diberikan kepada anak agar ia tidak menjadi korban “predator-predator”
seksual yang mungkin tanpa kita sadari akan mengintai ditempat-tempat yang tak
terduga. Tentu saja, Tarbiyah Jinsiyyah yang diberikan harus sesuai dengan tingakatan
umur dan intelegensi si anak, dan terus ditingkatkan seiring berjalannya waktu menuju
kedewasaannya.
Tarbiyah Jinsiyyah yang sebenarnya harus dimulai ketika anak-anak telah
mencapai usia baligh, sekitar usia belasan tahun. Tujuan Tarbiyah Jinsiyyah pada tahap
ini ialah untuk membantu mereka mengerti bahwa mereka bertanggung jawab atas
penggunaan alat kelaminnya. Mereka harus diajari bagaimana menanggulangi
rangsangan seksual. Sedangkan bagi anak yang belum baligh, Tarbiyah Jinsiyyah
diberikan dengan tujuan mendidik mereka tentang bagaimana melindungi diri dari
penyalahgunaan seks, dan juga pengenalan hukum-hukum syariat yang berkaitan
dengan masalah seks.22
Pengetahuan seputar seks sangat diperlukan oleh anak-anak supaya tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan pada mereka dimasa yang akan datang. Banyak sekali
masalah-masalah yang timbul dikalangan remaja yang berkaitan dengan
kekurangtahuan mereka mengenai seks. Dan masalah - masalah seks pun dapat timbul
dikalangan orang dewasa baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah.
Untuk mencegah timbulnya masalah- masalah tersebut maka sebaiknya anak diberi
penjelasan mengenai seksualitas sedini mungkin.Tarbiyah Jinsiyyah bagi anak yang
benar menurut kaidah-kaidah Islam dijelaskan oleh Profesor Yusuf Madani dalam
bukunya mengungkap ajaran Islam tentang Tarbiyah Jinsiyyah bagi anak. Meski sudah
ada rambu-rambu dalam Islam untuk masalah seksual namun ada saja penyimpangan-
penyimpangan seksual yang terjadi dan manusia yang memiliki perilaku abnormal,
seperti santer atau marak dibicarakan belakangan ini di tanah air perihal kelompok-

21
Fazlur Rahman, Etika Pengobatan Islam; Penjelajahan Seorang Neomodernis, terj. Jaziar Radianti,
(Bandung: Mizan, 1999), h. 160
22
Yusuf Madani, Tarbiyah Jinsiyyah Usia Dini bagi Anak Muslim, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2014), hal. 06.

8
kelompok yang mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk melegitimasi
keberadaan lesbian, gay, biseksual, dan trans-gender (LGBT).
Sesuai uraian pada atas, ada banyak sekali perseteruan yang dapat penulis
kemukakan berkaitan dengan sikap menyimpang seksual anak. Hal tadi tentunya akan
berimbas pada serta akhlak di sekolah maupun pada lingkungan daerah anak berada,
mengingat betapa pentingnya peranan generasi belia bagi masa depan bangsa.
persoalan tadi mendorong penulis buat melakukan penelitian terhadap anak. Peran
Khalifah Fil Ard’ Dan starategi pengajaran Tarbiyah Jansiyyah tergagas dengan
mampu menyampaikan solusi atas permasalah seksual anak serta bagi masyarakat pada
umumnya. Maka penulis tertarik buat membuat penelitian yang berjudul “PERAN
KHALIFAH FIL ARD’ DAN TARBIYAH JINSIYYAH DALAM UPAYA
MEMPERTAHANKAN FITRAH SEKSUAL ANAK”.

C. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana peran Khalifah fil ard’ (Guru dan Orangtua) dalam mempertahankan
fitrah seksual anak ?
2. Bagaimana penerapan Pengajaran Tarbiyah Jinsiyyah mampu mempertahankan
fitrah seksual anak ?
3. Bagaimana seorang anak mampu mempertahankan fitrah seksualnya setelah
diterapkannya Pengajaran Tarbiyah Jinsiyyah?
4. Bagaimana gambaran perilaku seksual anak dan faktor yang mempengaruhinya?

D. Tujuan dan Manfaat


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan peran Khalifah fil ard’ (Guru dan Orangtua) dalam
mempertahankan fitrah seksual anak.
2. Mendeskripsikan penerapan Pengajaran Tarbiyah Jinsiyyah mampu
mempertahankan fitrah seksual anak.
3. Mendeskripsikan seorang anak mampu mempertahankan fitrah seksualnya setelah
diterapkannya pengajaran Tarbiyah Jinsiyyah.
4. Mendeskripsikan gambaran perilaku seksual anak dan faktor yang
mempengaruhinya.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak diantaranya:


1. Bagi guru dan orangtua yaitu dapat digunakan sebagai referensi untuk pengajaran
Tarbiyah Jinsiyyah kepada anak.
2. Bagi siswa yakni agar mampu mempertahankan fitrah seksualnya setelah
diterapkan pengajaran Tarbiyah Jinsiyyah.
3. Bagi Masyarakat yakni agar mampu menanggulangi perilaku penyimpangan
seksual pada anak.

9
4. Bagi dunia pendidikan yaitu memberikan konstribusi dalam peningkatan kualitas
pendidikan baik di sekolah maupun di rumah.

E. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan antara lain sebagai berikut:
1. Khalifah fil ard’
Istilah Khalifah awalnya disebut yang menggantikan atau yang datang
sesudah siapa yang datang pada mulanya. Al-Qur’an menjelaskan dengan dua kata
yakni khulafa dan khala’if yang diambil dari istilah khalf yang pada awalnya berarti
yang ada lebih dulu. Sering juga dimaknai dengan kata penganti. Penganti dari
suatu generasi ke generasi lain, untuk meneruskan ajaran dan hukum yang berasal
dari Allah Swt.23
‫َو ِإْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم َلٰٓـِئَك ِة ِإِّنى َج اِع ٌۭل ِفى ٱَأْلْر ِض َخ ِليَفًۭة ۖ َقاُلٓو ۟ا َأَتْج َع ُل ِفيَها َم ن ُيْفِس ُد ِفيَها َو َيْس ِفُك ٱلِّد َم ٓاَء َو َنْح ُن‬
٣٠ ‫ُنَس ِّبُح ِبَحْمِد َك َو ُنَقِّدُس َلَك ۖ َقاَل ِإِّنٓى َأْعَلُم َم ا اَل َتْع َلُم وَن‬
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(30.)24
Dalam ayat ini Allâh menjelaskan rencanaNya kepada para Malaikat
(termasuk kepada bangsa Jin, sebagaimana dijelaskan dalam ayat 34-nya) hendak
menjadikan seorang khalifah di bumi milikNya, yakni wakil-Nya Tuhan dari
bangsa Manusia. Dalam ayat ini para Malaikat berkeberatan, karena setahu mereka
bangsa Manusia itu selalu membuat kerusakan di muka bumi dan selalu
menumpahkan darah, sehingga tidak layak menjadi khalifahNya.

Yang kedua dalam surat shaad ayat 26, tentang Allah menentukan Nabi
Daud As. menjadi khalifah di muka bumi, dan Allah memerintahkan kepada beliau
agar menghukum dintara manusia dengan benar, dan jangan mengikuti kehendak
hawa nafsu, jika hawa nafsu diturutkan maka akan sesatlah manusia dari jalan
Allah SWT. Manusia memiliki potensi lebih dari makhluk hidup lainnya. Allah
mengAnugrahkan manusia dengan segala potensi yang lebih diunggulkan dari
makhluk manapun, bahkan Malaikat sekalipun. Maka manusia mengemban tugas
berat agar mampu menjaga kelestarian alam ini. Akan tetapi, kenyataan yang
dihadapi bahwa manusia masih belum memiliki kesadaran sepenuhnya akan tugas
dan tanggung jawabnya sebagai khalifah fil ardhi. 25

23
Yesi Lisnawati, Aam Abdussalam, and Wahyu Wibisana, ‘Konsep Khalīfah Dalam Al-Qur`Ᾱn Dan
Implikasinya Terhadap Tujuan Pendidikan Islam (Studi Maudu’I Terhadap Konsep Khalīfah Dalam Tafsir
AlMisbah)’, TARBAWY : Indonesian Journal of Islamic Education, 2.1 (2015), 47 (p. 51).
24
Yayasan Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata (Bandung: Semesta
Qur’an,2013),hal. 6
25
Hamka. (2015). Tafsir Al-Azhar (Cet. 1). Jakarta: Gema Insani. 101

10
2. Tarbiyah Jinsiyyah
Adapun yang berkenaan dengan Tarbiyah Jinsiyyah akan dikemukakan oleh
pendapat beberapa tokoh pendidikan berikut ini, diantaranya adalah:
a. Nawita menerangkan Tarbiyah Jinsiyyah tidak lain adalah penyampaian
informasi mengenai pengenalan (nama dan fungsi) anggota tubuh, pemahaman
perbedaan jenis kelamin, penjabaran perilaku (hubungan dan keintiman) seks,
serta pengetahuan tentang nilai dan norma yang ada di masyarakat berkaitan
dengan gender.26
b. Menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Tarbiyah Jinsiyyah adalah salah satu
cara untuk mengurangi atau mencegah dampak negatif yang tidak
direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa.27
c. Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz Elqusi, Tarbiyah Jinsiyyah ialah pemberian
pengalaman yang benar kepada anak, agar dapat membantunya dalam
menyesuaikan diri dalam kehidupannya dimasa depan sebagai hasil dari
pemberian pengalaman kepada si anak, dan si anak akan memperoleh sikap
mental yang baik terhadap masalah seks dan masalah keturunan.28
3. Fitrah Seksual Anak
Fitrah berarti suci (al thuhr); dalam QS. Al-Rum ayat 30 :

‫َفَأِقْم َو ْج َهَك ِللِّديِن َحِنيًفاۚ ِفْطَر َت ِهَّللا اَّلِتي َفَطَر الَّناَس َع َلْيَهاۚ اَل َتْبِد يَل‬
‫ِلَخ ْلِق ِهَّللاۚ َٰذ ِلَك الِّديُن اْلَقِّيُم َو َٰل ِكَّن َأْكَثَر الَّناِس اَل َيْع َلُم وَن‬

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Al-rum: 30).
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa pada asal kejadian yang
pertama-pertama diciptakan oleh Allah adalah agama (Islam) sebagai pedoman
atau acuan, di mana berdasarkan acuan inilah manusia diciptakan dalam kondisi
fitrah.29
Al-Qurthubi ketika menafsirkan ayat tersebut mengatakan, bahwa fitrah
bermakna kesucian, yaitu kesucian jiwa dan rohani. Fitrah di sini adalah fitrah
26
Nawita, Muslik, Bunda Seks itu Apa? Bagaimana Menjelaskan Seks pada Anak, (Bandung: Yrama Widya,
2003), hal. 05.
27
Sarlito Wirawan Sarwono, Peranan Orang Dalam Tarbiyah Jinsiyyah, (Jakarta: Rajawali, 1986), Cet.ke-1,
hal. 183.
28
Abdul Aziz, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa /Mental II, Terjemah Zakiah Darajat, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), Cet. Ke-1, hal. 281.
29
Fathorrahman, “Konsep Fitrah Dalam Pendidikan Islam,” Tafhim Al-’Ilmi 11, no. 1 (29 November 2023):
34–46, https://doi.org/10.37459/TAFHIM.V11I1.3553

11
Allah yang ditetapkan kepada manusia, yaitu bahwa manusia sejak lahir dalam
keadaan suci, dalam artian tidak mempunyai dosa. Oleh karena aneka ragam
faktor negatif yang mempengaruhinya, maka posisi manusia dapat “bergeser”
dari kondisi fitrah-nya, untuk itulah selalu diperlukan petunjuk, peringatan dan
bimbingan dari Allah yang disampaikan-Nya melalui utusannya (Rasul-Nya).
Fitrah berarti mengakui ke-Esa-an Allah (at-tauhid).
Pengertian seks adalah perbedaan badani atau biologis seseorang yang
lazim disebut jenis kelamin. Hal ini senada dengan pendapat Handayani, dimana
seks secara umum adalah jenis kelamin yang membedakan secara biologis dan ada
dua macam seks (jenis kelamin), yaitu laki-laki dan perempuan .30 Dalam arti yang
sempit seks berarti kelamin. Sedangkan seks dalam arti yang luas, yaitu segala hal
yang terjadi sebagai akibat (konsekuensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin.31
Masa usia dini sering disebut juga dengan masa keemasan (golden age).
Masa keemasan adalah masa dimana anak usia dini mampu menerima informasi
dengan cepat. The National for Education of Young Children (NAEYC)
mendefinisikan anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0
(sejak usia lahir) sampai usia 8 tahun. Sedangkan menurut Nurhasmah menjelaskan
bahwa: Anak usia dini adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang memiliki
karakteristik tertentu yang khas, tidak sama dengan orang dewasa dan bersifat
egosentris, memiliki rasa ingin tahu yang ilmiah, unik, kaya imajinasi dan
merupakan masa yang paling potensial untuk belajar.32
Sujiono menjelaskan bahwa anak usia dini adalah sosok individu yang
sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi
kehidupan selanjutnya. Hal ini senada dengan pendapat Semiawan yang
menjelaskan bahwa pada masa usia lima tahun pertama, perkembangan otak
seorang anak sangatlah pesat, terlebih lagi pada usia 2-5 tahun yang sering disebut
masa kritis pertama.33

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Berdasarkan ppenelitian terdahulu yang relevan dengan judul yang penulis
ajukan, di antaranya :
1. “Sikap defleksi Seksual dan Upaya Pencegahannya di Kabupaten Jombang.” oleh
Achmad Anwar Abidin (2018). persamaan antara tesis menggunakan jurnal ini
ialah buat melakuakn pencegahan dan penanggulangan persoalan seksual dengan
menyampaikan edukasi seksual. Adapun perbedaannya ialah cara penanggulangan
jurnal ini pada dukung menggunakan 5 pilar krusial yg masing-masing berperan
aktif yaitu: pemerintah, masyarakat, media, keluarga serta individu.
30
Handayani, Alva dan Aam Amirudin, Anak Anda Bertanya Seks?: Langkah Mudah Menjawab Pertanyaan
Anak tentang Seks, (Bandung: Khazanah, 2008), hal. 90.
31
Sarlito Wirawan Sarwono dan Ami Siasidar, Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks,
(Jakarta: CV. Rajawali,1986), hal. 7-8.
32
Nurhasmah, Wini, Implementasi Pendidikan Seksual untuk Anak Usia Dini: Skripsi, (Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2015), hal. 15
33
Semiawan, Conny R, Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini, (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2002),
hal. 49.

12
2. “Tarbiyah Jinsiyyah Pada Anak Usia Dini: Kajian Terjemahan Kitab Al-Tarbiyah
Al-Jinsiyyah li Al-Athfal wa Al- Balighin”. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Dr. H. Abdul
Malik Karim Amrullah, M.Pd.I. Nabella, Nova Salma. 2018. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui: (1) konsep Tarbiyah Jinsiyyah bagi anak usia dini
perspektif Yusuf Madani (2) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual (3)
peran pendidik Islam dalam proses Tarbiyah Jinsiyyah. Adapun persamaan dari
penelitian ini adalah metode dalam pembelajaran seksual yakni menggunakan
pembelajaran seksual yang dikenal dengan Tarbiyah Jinsiyyah. Sedangka
perbedaannya terletak pada variable x nya dan tujuan dari penelitian itu sendiri.
3. “Penerapan Tarbiyah Jinsiyyah Anak Usia Dini Menurut Perspektif Islam”.
penelitian ini dilakukan oleh Lely Camelia dan Ine Nirmala. 2018. Persamaan
dengan penetian ini adalah tentang penerapan Tarbiyah Jinsiyyah anak usia dini
menurut perspektif Islam. Dan perbedannya adalah metode yang digunakan.
4. “Kajian Tentang Komunikasi Orang Tua Dalam Tarbiyah Jinsiyyah Untuk Anak
Sekolah Dasar” oleh Nisa Syarifatul Insiyah, Syarip Hidayat. Persamaannya adalah
pembahasan tentang Tarbiyah Jinsiyyah yang bertujuan untuk memberikan anak
pemahaman akan segala sesuatu yang berhubungan dengan seksualitas dalam
dirinya, agar ia bisa menjalani kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pemahaman
yang baik dan benar berdasarkan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan
perbedaan terletak pada metode yang digunakan. yaitu penerapan Tarbiyah
Jinsiyyah untuk anak, khususnya anak sekolah Dasar (SD) dibutuhkan komunikasi
yang baik.

F. Kerangka Teori
1. Khalifah Fil Ard’
Istilah Khalifah dapat diartikan menggantikan atau yang datang sesudah
siapa yang datang pada mulanya. Al-Qur’an menjelaskan dengan dua kata yakni
khulafa dan khala’if yang diambil dari istilah khalf yang pada awalnya berarti yang
ada lebih dulu. Sering juga dimaknai dengan kata penganti. Penganti dari suatu

13
generasi ke generasi lain, untuk meneruskan ajaran dan hukum yang berasal dari
Allah Swt.34

‫َو ِإْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم َلٰٓـِئَك ِة ِإِّنى َج اِع ٌۭل ِفى ٱَأْلْر ِض َخ ِليَفًۭة ۖ َقاُلٓو ۟ا َأَتْج َع ُل ِفيَها َم ن ُيْفِس ُد ِفيَها َو َيْس ِفُك ٱلِّد َم ٓاَء‬
٣٠ ‫َو َنْح ُن ُنَس ِّبُح ِبَحْمِد َك َو ُنَقِّدُس َلَك ۖ َقاَل ِإِّنٓى َأْعَلُم َم ا اَل َتْع َلُم وَن‬
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(30.) 35
Dalam ayat ini Allâh menjelaskan rencanaNya kepada para Malaikat
(termasuk kepada bangsa Jin, sebagaimana dijelaskan dalam ayat 34-nya) hendak
menjadikan seorang khalifah di bumi milikNya, yakni wakil-Nya Tuhan dari
bangsa Manusia. Dalam ayat ini para Malaikat berkeberatan, karena mereka tahu
Manusia itu selalu membuat kerusakan di muka bumi dan selalu menumpahkan
darah, sehingga tidak layak menjadi khalifahNya.
Selanjutnya surat shaad ayat 26, tentang Allah menentukan Nabi Daud As.
menjadi khalifah di muka bumi, dan Allah memerintahkan kepada beliau agar
menghukum dintara manusia dengan benar, dan jangan mengikuti kehendak hawa
nafsu, jika hawa nafsu diturutkan maka akan sesatlah manusia dari jalan Allah
SWT. Manusia memiliki potensi lebih dari makhluk hidup lainnya. Allah
mengAnugrahkan manusia dengan segala potensi yang lebih diunggulkan dari
makhluk manapun, bahkan Malaikat sekalipun. Maka manusia mengemban tugas
berat agar mampu menjaga kelestarian alam ini. Akan tetapi, kenyataan yang
dihadapi bahwa manusia masih belum memiliki kesadaran sepenuhnya akan tugas
dan tanggung jawabnya sebagai khalifah fil ardhi.36
Secara terminologi, guru sering diartikan sebagai orang yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan siswa dengan mengupayakan
perkembangan seluruh potensi (fithrah) siswa, baik potensi kognitif, potensi afektif,
maupun potensi psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa yang bertanggung
jawab memberikan pertolongan pada siswa dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri memenuhi
tugasnya sebagai hamba (‘abd) dan khalifah Allah (khalifatullah) dan mampu
sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individual yang mandiri 37 Selain itu
juga Orang tua atau ayah dan ibu adalah figur Khalifah fil Ard’ yang akan dicontoh

34
Yesi Lisnawati, Aam Abdussalam, and Wahyu Wibisana, ‘Konsep Khalīfah Dalam Al-Qur`Ᾱn Dan
Implikasinya Terhadap Tujuan Pendidikan Islam (Studi Maudu’I Terhadap Konsep Khalīfah Dalam Tafsir
AlMisbah)’, TARBAWY : Indonesian Journal of Islamic Education, 2.1 (2015), 47 (p. 51).
Yayasan Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata (Bandung: Semesta
Qur’an,2013),hal.
35
6
36
Abdul Aziz, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa /Mental II, Terjemah Zakiah Darajat, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), Cet. Ke-1, hal. 281.
37
Ahmad Tafsir, Dr. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya

14
dan ditiru oleh anak-anaknya. Orang tua dibagi menjadi dua yaitu orang tua dari
hubungan biologis dan sosial. Orang tua hubungan biologis merupakan orang tua
(ayah dan ibu) yang melahirkan anaknya dan sekaligus mengasuhnya (orang tua
kandung) sedangkan orang tua sosial merupakan orang tua yang bukan dari ayah
dan ibu yang melahirkannya contohnya orang tua angkat
Peran Orang Tua sangat penting dalam mendidik anaknya. Menurut
BKKBN peran keluarga dibagi menjadi tujuh peran yaitu:
a. Peran sebagai pendidik
b. Peran sebagai pendorong
c. Peran sebagai panutan
d. Peran sebagai pengawas
e. Peran sebagai teman
f. Peran sebagai konselor
g. Peran sebagai komunikator

2. Tarbiyah Jinsiyyah (Pendidikan Seksual)


a. Pengertian Tarbiyah Jinsiyyah
Pandangan pro-kontra Tarbiyah Jinsiyyah ini pada hakikatnya tergantung
pada bagaimana kita pengertian Tarbiyah Jinsiyyah itu sendiri. Jika Tarbiyah
Jinsiyyah diartikan sebagai penjelasan tentang seluk-beluk anatomi (struktur organ
tubuh normal) dan proses faal (munculnya tanda-tanda pertumbuhan dan
perkembangan) dari reproduksi manusia semata ditambah dengan teknik
pencegahannya, kecemasan yang disebutkan diatas memang beralasan.38
Penelasan yang berkaitan dengan pengertian Tarbiyah Jinsiyyah akan
dikemukakan oleh pendapat beberapa tokoh pendidikan berikut ini:
a. Nawita menjelaskan bahwa Tarbiyah Jinsiyyah tidak lain adalah
penyampaian informasi mengenai pengenalan (nama dan fungsi) anggota
tubuh, pemahaman perbedaan jenis kelamin, penjabaran perilaku (hubungan
dan keintiman) seks, serta pengetahuan tentang nilai dan norma yang ada di
masyarakat berkaitan dengan gender.39
b. Menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Tarbiyah Jinsiyyah adalah suatu cara
untuk mengurangi atau mencegah dampak negatif yang tidak direncanakan,
penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa.40
c. Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz Elqusi, Tarbiyah Jinsiyyah ialah suatu
pelajaran pengalaman untuk anak, agar dapat membantunya dalam
menyesuaikan diri dalam kehidupannya dimasa depan dan anak akan

38
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 182-183.
39
Nawita, Muslik, Bunda Seks itu Apa? Bagaimana Menjelaskan Seks pada Anak, (Bandung: Yrama Widya,
2003), hal. 05.
40
Sarlito Wirawan Sarwono, Peranan Orang Dalam Tarbiyah Jinsiyyah, (Jakarta: Rajawali, 1986), Cet.ke-1,
hal. 183.

15
memperoleh sikap mental yang tangguh terhadap masalah seks dan masalah
keturunan.41
d. Sedangkan menurut Salim Sahli yang dimaksud dengan seks adalah cahaya
yang membimbing serta mengasuh manusia sejak dari anak-anak sampai
anak-anak dewasa, yang berkaitan dengan pergaulan antar lawan jenis dan
kehidupan seksual. Khususnya agar mereka dapat melakukan sebagaimana
mestinya sehingga kehidupan yang akan datang menjadi abhagia dan
sejahtera42
Dengan melihat definisi-definisi di atas para ahli menjelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar untuk bimbingan serta arahan untuk dapat
memberikan pengertian hakikat tentang seks yang benar dan baik serta tidak
menyalahgunakannya dengan tujuan untuk mencapai kehidupan yang teratur dan
harmonis serta diridhoi oleh Allah SWT dan diperlukan metode yang tepat dalam
menanggulangi dampak dari penyimpangan seksual di masyarakat yang disebabkan
karena kurangnya pemahaman tentang Pendidikan seksual sejak dini.
b. Tarbiyah Jinsiyyah fil Islami (Pendidikan Seksual menurut Syari’at Islam)
Tarbiyah Jinsiyyah dalam Islam merupakan bagian integral dari pendidikan
akidah, akhlak dan ibadah, Tarbiyah Jinsiyyah tidak bisa lepas dari tiga unsur
diatas, jika Tarbiyah Jinsiyyah jauh dari tiga unsur tersebut maka akan mengalami
ketidakjelasan arah dan menimbulkan kesesatan dan penyimpangan dari tujuan asal
dan hanya akan berdasarkan hawa nafsu manusia semata. Ali Akbar mengaitkan
Tarbiyah Jinsiyyah dengan akidah dan menegaskan bahwa sex education apapun
macamnya dan isinya tidak akan mengurangi kejahatan seksual tanpa diserta-kan
dan didasarkan iman, bahwa Tuhan memberikan bimbingan tentang kehidupan
seksual serta mengadakan pengawasan yangsangat teliti terhadap pelanggaran dan
akan memberikan hukuman yang setimpal dan adil.43
Penjelasan tentang Tarbiyah Jinsiyyah menurut syari’at Islam, sebagaimana
dijelaskan oleh Ayip Syafruddin, berisi nilai-nilai seperti menanamkan jiwa
maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan,
mengenalkan mahramnya, mendidik agar selalu menjaga pandangan mata,
mendidik agar tidak melakukan ikhtilat, mendidik agar tidak melakukan jabatan
tangan atau bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, Mendidik
agar tidak melakukan khalwat, Mendidik etika berhias, Mendidik cara berpakaian
islami.44 Sehingga dalam Pendidikan seksual anak diperlukan strategi ataupun
metode yang efektif dalam menangkal dampak yang ditimbulkan dari kurangnya
pemahaman tentang Pendidikan seksual pada anak.
Di dalam Islam Pendidikan seksual diajarkan melalui Metode Tarbiyah
Jinsiyyah. Berbicara masalah metode Tarbiyah Jinsiyyah menurut syariat Islam

41
Abdul Aziz, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa /Mental II, Terjemah Zakiah Darajat, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), Cet. Ke-1, hal. 281.
42
Salim Sahli, Sex Education, (Semarang: Yayasan Arafah Abadi dan Yayasan Sejahtera, 1995), hal.227
43
Akhmad Azhar Abu Miqdad, 2001. Pendidikan Seks Bagi Remaja. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
44
Aip Syarifuddin dan Muhadi 1992/1993. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Jakarta: Depdikbud.

16
harus harus juga sesuai dengan tujuan manusia hidup menurut ajaran Allah SWT,
untuk mencapai tujuan itu dibutuhkan metode atau cara yang dapat menghantarkan
kepada arah tujuannya. Metode Tarbiyah Jinsiyyah menurut syariat Islam tidak bisa
lepas dengan metode pendidikan Islam sebab Tarbiyah Jinsiyyah dalam syariat
Islam merupakan bagian dari pendidikan akhlak, sedangkan pembentukan manusia
berahlak mulia merupakan sebagian dari tujuan pendidikan dalam Islam. 45
Adapun Tarbiyah Jinsiyyah pada anak adalah:
a. Metode ceramah digunakan untuk menjelaskan semua materi Tarbiyah
Jinsiyyahdengan kata-kata yang jelas dan kekinian sehingga dapat dipahami
oleh para remaja.
b. Metode tanya jawab atau metode bertanya dengan maksud mengajar,
Adapun tujuanumum dari penggunaan metode ini adalahmemberikan
stimulus kepada anak untukberfikir dan berusaha mencari jawabandari
pertanyaan atau mengingat kembaliapa yang dipelajari.
c. Metode dengan memberikan keteladanan, Metode ini digunakan untuk
mengajarkan Tarbiyah Jinsiyyah dengan cara mengaitkan Tarbiyah
Jinsiyyah dengan pendidikan akhlak. Pelaksanaan dari metode keteladanan
ini adalah seorang guru/pendidik memberikan penjelasan tentang syari’at
yang mengatur hubungan antara laik-laki dan perempuan, misalnya materi
menjaga pandangan mata, larangan agara tidakmelakukan khalwat, cara
berpakaiansecara islami dan materi tentang khalwat.
d. Metode dengan mau’idhah yaitu suatu teknik mendidik dengan memberikan
nasihat-nasihat baik kepada anak didik, misalnya nasihat untuk tidak
melakukan penyimpangan seksual seperti homo seks, lesbian, onani dan
masturbasi. Kemudian memberikan nasihat tentang larangan zina dan
larangan berpacaran.
e. Metode melatih diri untuk mengamalkan, Metode ini menitik tekankan pada
upayamelatih diri dan pembiasaan dengan per-lahan dan bertahap dengan
penuh kesa-daran. Metode ini dapat diterapkan pada Tarbiyah Jinsiyyah
dalam latihan menjagapandangan, tidak berjabat tangan denganyang bukan
mahramnya dan melatih agar tidak berkhalwat dengan lawan jenis yang
bukan mahram.46
Tarbiyah Jinsiyyah juga harus dimulai dari rumah-rumah atau sekolah-
sekolah), kapan pun memungkinkan Tarbiyah Jinsiyyah harus didukung secara
aktif oleh para orang tua dan saudara-saudara yang lebih tua. Ustadz-ustadz dan
dokter-dokter Muslim harus aktif berpartisipasi dan mengisi kevakuman yang telah
berlangsung selama ini.47
Islam sebagai sebuah agama yang menjunjung nilai-nilai pendidikan
sangatlah menganjurkan kepada orang tuanya untuk senantiasa memberikan bekal
pendidikan pada anaknya mulai dari dalam kandungan sampai anak mencapai usia
akil-baligh (akalnya sampai). Salah satu pendidikan yang wajib diberikan oleh
45
Akhmad Azhar Abu Miqdad, 2001. Pendidikan Seks Bagi Remaja. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Hal 23
46
Akhmad Azhar Abu Miqdad, 2001. Pendidikan Seks Bagi Remaja. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
47
Hassan Hathout, Panduan Seks Islami, hal. 113.

17
seorang pendidik (orang tua dan guru) adalah Tarbiyah Jinsiyyah. Hal ini perlu
dilakukan karena akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku anak
dikemudian hari dan dapat dijadikan bekal pendidikan agar tidak terjerat dalam
pergaulan bebas di lingkungan sekitar. Pada hakikatnya Tarbiyah Jinsiyyah harus
diberikan kepada anak-anak dengan cara bertahap, dimulai dari dengan hal-hal
yang sangat mendasar, dan dilanjutkan pada tahap berikutnya.48
Sesungguhnya Tarbiyah Jinsiyyah untuk anak adalah tindakan preventif.
Namun arah pendidikan bagi mereka diposisikan berbeda dengan bimbingan
seksual bagi usia baligh. Pada fase baligh, aktivitas seksual adalah realita yang
tidak bisa dihindari. Aktivitas seks pada usia baligh bukan lagi sebagai aktivitas
yang kosong dari rasa lezat. Berbeda dengan aktivitas seksual pada masa anak-
anak. Sehubungan dengan itu, Islam meletakkan etika-etika yang sempurna untuk
mengarahkan potensi seksual kita. Etika-etika dalam hal aktivitas seks mencakup
hukum-hukum taklif yang haram, sunnah, dan makruh. Adapun pada masa anak-
anak, karena kondisi tertentu, perilaku seksual pada diri mereka menampakkan
suatu peniruan atau keingintahuan belaka. Perilaku seks mereka tidak disertai
dengan rangsangan hasrat seksual yang sejatinya sebagaimana biasa melanda usia
baligh karena telah mencapai kematangan seks. Dengan demikian, langkah-langkah
penataan yang diberikan Islam pada fase ini hanya berupa tuntunan yang bersifat
preventif untuk menyongsong perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada
masa pertumbuhan berikutnya.49
3. Fitrah Seksul Anak
a. Konsep Fitrah
Fitrah berarti suci (al thuhr); dalam QS. Al-Rum ayat 30 :

َ‫َفَأِقْم َو ْج َهَك ِللِّديِن َح ِنيًفاۚ ِفْطَر َت ِهَّللا اَّلِتي َفَطَر الَّناَس َع َلْيَهاۚ اَل َتْبِد يل‬
‫ِلَخ ْلِق ِهَّللاۚ َٰذ ِلَك الِّديُن اْلَقِّيُم َو َٰل ِكَّن َأْك َثَر الَّناِس اَل َيْع َلُم وَن‬

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Al-rum: 30).50
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa pada asal kejadian yang
pertama-pertama diciptakan oleh Allah adalah agama (Islam) sebagai pedoman
atau acuan, di mana berdasarkan acuan inilah manusia diciptakan dalam kondisi
fitrah (Fathorrahman, 2019). Al-Qurthubi ketika menafsirkan ayat tersebut
mengatakan, bahwa fitrah bermakna kesucian, yaitu kesucian jiwa dan
rohani. Fitrah di sini adalah fitrah Allah yang ditetapkan kepada manusia, yaitu
bahwa manusia sejak lahir dalam keadaan suci, dalam artian tidak

48
Muhammad Syarif Al Shawwaf, Abg Islami: Kiat-kiat Efektif Mendidik Anak dan Remaja,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), hal. 210.
49
Depag RI, Al-Qur‟an dan Tarjamah, (QS. An-Nur : 58), hal. 554
50
Yayasan Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata (Bandung: Semesta
Qur’an,2013),hal. 6

18
mempunyai dosa. Oleh karena aneka ragam faktor negatif yang
mempengaruhinya, maka posisi manusia dapat “bergeser” dari kondisi fitrah-
nya, untuk itulah selalu diperlukan petunjuk, peringatan dan bimbingan dari
Allah yang disampaikan-Nya melalui utusannya (Rasul-Nya)51
Fitrah berarti mengakui ke-Esa-an Allah (at-tauhid).
Ibnu Katsir mengartikan fitrah dengan mengakui ke-Esa-an Allah atau
tauhid. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Katsir bahwa manusia sejak
lahir telah membawa tauhid, atau paling tidak ia berkecenderungan untuk meng-
Esa-kan Tuhannya, dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan
tersebut, (Ibnu Katsir, 1981) sebagaimana di dalam QS. Al-A’raf ayat 172:

‫َو ِإْذ َأَخ َذ َر ُّبَك ِم ْن َبِني آَد َم ِم ْن ُظُهوِر ِهْم ُذ ِّر َّيَتُهْم َو َأْش َهَدُهْم َع َلٰى َأْنُفِس ِهْم َأَلْسُت ِبَر ِّبُك ْم ۖ َقاُلوا َبَلٰى ۛ َش ِهْد َناۛ َأْن‬
‫َتُقوُلوا َيْو َم اْلِقَياَم ِة ِإَّنا ُكَّنا َعْن َٰه َذ ا َغ اِفِليَن‬

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak


Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)", Fitrah berarti kondisi selamat (al-salamah) dan kontinutas
(al-istiqamah).52

Fitrah secara potensial berarti keselamatan dalam proses penciptaan,


watak dan strukturnya. Iman dan kufurnya baru tumbuh setelah manusia
mencapai akil baligh, sebab ketika masih bayi atau anak anak mereka
belum mampu berfikir sebagaimana dalam QS. An-Nahl Ayat 78:53

‫َو ٱُهَّلل َأْخ َر َج ُك م ِّم ۢن ُبُطوِن ُأَّم َٰه ِتُك ْم اَل َتْع َلُم وَن َش ْئًـا َو َج َعَل َلُك ُم ٱلَّس ْم َع َو ٱَأْلْبَٰص َر َو ٱَأْلْفِٔـَد َةۙ َلَعَّلُك ْم َتْش ُك ُروَن‬

Fitrah seksual adalah kodrat yang ada pada setiap manusia. Fitrah seksual
pada dasarnya bukan hanya karunia dan nikmat yang Allah berikan kepada
manusia tapi juga amanah yang harus dijaga, dibimbing, dan butuh pengetahuan
serta pendidikan agar dorongan seksual dapat sesuai dengan fitrah kemanusiaan
dan akal sehat, dalam artian tersalurkan pada dan dengan cara yang benar dan
sesuai ajaran agama Islam. Dengan demikian seksual bukan hanya semata
untuk memperoleh kepuasan semata tapi maknanya lebih dari itu yakni

51
Al Qurtubi, S. I. 2009. Tafsir Al-Qurtubi, Jakarta: Pustaka Azzam. hal. 12
52
Yayasan Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata (Bandung: Semesta
Qur’an,2013).
53
Yayasan Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata (Bandung: Semesta
Qur’an,2013). Hal. 23

19
berkaitan dengan kebutuhan manusia untuk berkembang biak dan menghasilkan
keturunan54
Hasrat seksual pasti ada dalam diri laki-laki maupun perempuan dan ini
menjadi rahasia illahi mengapa Allah titipkan rasa ini dalam diri manusia,
berketurunan hanya salah satu dari sekian banyak rahasia hikmah mengapa
hasrat seksual ada dalam diri manusia. Agar dorongan seksual ini harus
tersalurkan dengan baik dan benar maka dalam Islam mensyariatkan nikah dan
menganjurkannya, serta memudahkan jalannya, agar dapat menjadi jalan yang
halal untuk melampiaskan syahwatnya ini agar tercipta kebahagian, stabilitas
mental, dan ketenangan bagi suami istri. Juga agar jiwa bersih dari kotoranya,
menjaganya dari berbagai penyakit, dan meningkatkan kesucinya supaya
mencapai derajat ihsan55

b. Seksualitas
Pengertian seksualitas adalah sebuah bentuk perilaku yang didasari oleh
faktor fisiologis tubuh. Istilah seks dan seksualitas adalah suatu hal yang
berbeda. Kata seks sering digunakan dalam dua cara. Paling umum seks
digunakan untuk mengacu pada bagian fisik dari berhubungan, yaitu aktivitas
seksual genital. Seks juga digunakan untuk memberi label jender, baik
seseorang itu pria atau wanita56
Seksualitas adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui
interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan
mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi.
Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa tentang diri
mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada
lawan jenis melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman,
pelukan, dan senggama seksual, dan melalui perilaku yang lebih halus, seperti
isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata.57
Pada masa remaja pekembangan seksualitas diawali ketika terjalinnya
interaksi antar lawan jenis, baik itu interaksi antar teman atau interaksi ketika
berkencan. Dalam berkencan dengan pasangannya, remaja melibatkan aspek
emosi yang diekspresikan dalam berbagai cara, seperti memberikan bunga,
tanda mata, mengirim surat, bergandengan tangan, berciuman dan lain
sebagainya. Atas dasar dorongan-dorongan seksual dan rasa ketertarikan
terhadap lawan jenisnya, perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik
perhatian lawan jenis. Dalam rangka mencari pengetahuan tentang seks, ada
remaja yang melakukan secara terbuka mengadakan percobaan dalam
kehidupan seksual. Misalnya, dalam berpacaran mereka mengekspesikan
perasaannya dalam bentuk perilaku yang menuntut keintiman secara fisik

54
Abu al-Ghifari, Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern, (Bandung: Mujahid Press, 2001), h. 50
55

56
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika, hal 5
57
otter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika, hal 5

20
dengan pasangannya, seperti berpelukan, berciuman hingga melakukan
hubungan seksual58
c. Perilaku Seksual anak dan Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Seksual
Seksualitas anak merujuk kepada perasaan seksual, perilaku dan
perkembangan pada remaja dan merupakan tahap seksualitas manusia
Seksualitas sering merupakan aspek yang sangat penting dari kehidupan remaja.
Perilaku seksual remaja adalah, pada banyak kasus, dipengaruhi oleh norma-
norma budaya dan adat istiadat, orientasi seksual mereka, dan isu-isu kontrol
sosial, seperti hukum umur dewasa.
Pada manusia, hasrat seksual dewasa biasanya mulai muncul dengan
masa pubertas. Ekspresi seksual dapat mengambil bentuk masturbasi atau seks
dengan pasangan. Minat seksual di kalangan remaja, seperti orang dewasa,
dapat sangat bervariasi. Aktivitas seksual secara umum dikaitkan dengan
sejumlah risiko, termasuk penyakit menular seksual (termasuk HIV/AIDS) dan
kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini dianggap sangat benar untuk remaja
muda, karena otak remaja tidak memiliki saraf yang matang (daerah beberapa
otak lobes frontal cortex dan di hypothalamus) penting untuk kontrol diri,
penundaan kepuasan, dan analisis resiko dan penghargaan yang tidak
sepenuhnya matang sampai usia 25-30). Karena sebagian hal ini, kebanyakan
remaja dianggap secara emosional kurang matang dan tidak mandiri secara
finansial.
Perkembangan fisik, kognitif, sosioemosional remaja pastinya berkaitan
dengan sikap da perilaku seksual remaja. Rasa ingin tahu dan fantasi seksual
menyebabkan remaja ingin mempraktekan apa yang orang dewasa lakukan.
Belum lagi tingkah bermasalah, toleransi terhadap devian, alienasi, konflik
keluarga merupakan masalah umum yang berkaitan dengan sikap dan perilaku
seksual (Jessor & Jessor, 1977). Teman sebaya (peer group) juga memainkan
peranan yang sangat kuat terhadap sikap dan perilaku seksual remaja. Zastrow
berpendapat bahwa secara psikologis pada fase remaja ada dua aspek penting
yang dipersiapkan, antara lain: a. Orientasi seksual. Pada masa ini remaja
diharapkan sudah menemukan orientasi seksualitasnya atau arah ketertarikan
seksualnya (heteroseksualitas atau homoseksualitas).59
Norma umum yang berlaku lebih menyukai jika seseorang menyukai
orientasi seksualitas ke arah heteroseksualitas. Namun, tidak dipungkiri ada
remaja yang memilih orientasi seksualitas homoseksualitas. Orientasi ini
dipengaruhi oleh penghayatan terhadap jenis kelamin. Faktor individu (fisik
atau psikologis), keluarga dan lingkungan ikut mendorong dan berperan dalam
menguatkan identitas ini. b. Peran seks. Peran seks adalah menerima dan
mengembangkan peran serta kemampuan tertentu selaras dengan jenis

58
Azwar, Saifuddin. 1999. Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
59
Zastrow H. Charles and Kirst Ashman Karen K. (2004). Understanding human behavior and the social
environment. USA. Thomson Learning Inc.

21
kelaminnya. Laki-laki akan dekat dengan sifat-sifat sebagaimana laki-laki,
demikian pula perempuan akan dekat dengan sifat-sifat sebagaimana
perempuan. Peran seks ini sangat penting pada tahap pembentukan identitas
diri, apakah seseorang itu berhasil mengidentifikasi dirinya atau justru
melakukan transfer pada identitas yang lain (transsexual).
Sikap terhadap seks dan juga seks pra nikah diyakini oleh para ahli
mengalami perubahan dari waktu ke waktu.60 Saat ini diyakini sikap terhadap
seks dan juga seks pra nikah lebih liberal jika dibandingkan dengan dekade
sebelumnya. Remaja kini lebih toleran dengan hubungan seks pra nikah, dan
ketika menjadi orang dewasa mereka juga lebih permisif terhadap seks pra
nikah.61 Perubahan sikap remaja ini diduga juga terjadi pada masyarakat pada
umumnya. Masyarakat cenderung permisif dengan hubungan seks pra nikah.
Kontrol sosial dan kepedulian masyarakat terhadap perilaku seks remaja tidak
seperti sebelumnya. Perilaku seks remaja secara umum bermula dari perilaku
otoerotik (autoerotic behavior), dimana perilaku ini dimulai dari rasa ingin tahu
dan menikmati pengalaman seks sendirian. Perilaku ini juga selalu berkaitan
dengan fantasi erotis.
Banyak hasil penelitian menunjukkan remaja baik lelaki maupun
perempuan melakuan masturbasi. Namun demikian setelah remaja beranjak
dewasa terutama ketika berada di sekolah menengah mereka mengalami
pergeseran dari otoerotik kepada perilaku sosioseksual (sociosexual behavior).
Perilaku sosioseksual remaja ini telah melibatkan orang lain yang umumnya
adalah teman-teman sebaya mereka. Remaja lebih intim dengan lawan jenisnya
bahkan dengan sesama jenisnya (homosexsuality). Perilaku necking dan petting
merupakan aktivitas umum disamping kontak genital atau intercourse. Remaja
juga lebih sering melakukan oral seks karena dirasa lebih aman dan
menghindari kehamilan di luar nikah.62
Selain itu hubungan seks pra nikah juga menjadi ciri khas perilaku seks
remaja. Bahkan tidak jarang terjadi perkosaan dan perlakuan salah seksual (rape
and sexual abuse) semasa berkencan baik ketika berkencan dengan pacar
maupun dalam keluarga sendiri. Perkosaan semasa berkencan sering terjadi dan
menjadi masalah yang serius di kalangan remaja. Pola hubungan seks pra nikah
juga mengalami perubahan. Kini dengan tersedianya secara bebas berbagai alat
kontrasepsi juga telah merubah pola hubungan seks pra nikah remaja.
Hubungan seks pra nikah sudah jarang berakhir dengan kehamilan di luar nikah
(unwanted pregnant). Hal ini karena pengetahuan tentang seks di kalangan
remaja sudah semakin meningkat.

60
Taufik, dan Nisa Rachmah N.A. 2005. Kajian Kependudukan : Perilaku Seksual Pranikah Di Kalangan
Remaja SMU Surakarta. Laporan Penelitian. Edisi April 2005, Halaman 16 & 40. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
61
Steinberg, Laurence D. Adolecent. Third Edition 1993.Ruttle, Shaw & wetheril, Inc North American
62
Zastrow H. Charles and Kirst Ashman Karen K. (2004). Understanding human behavior and the social
environment. USA. Thomson Learning Inc.

22
Namun demikian pengaruh berbagai media informasi selain
meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks, juga memberi implikasi
kepada kebebasan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan. Lebih parah
lagi, jika kebebasan seks ini diikuti dengan penyalahgunaan narkotika
menggunakan jarum suntik. Hal ini akan menyebabkan penularan penyakit
menular seksual dan HIV/AIDS.

F. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif
kuantitatif dengan metode eksperimen yang menguji pengaruh variabel-variabel tertentu
dalam kelompok yang dikontrol ketat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kuantitatif.
Sugiono mengatakan penelitian deskriptif yaitu, penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa
membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain. 63 Sedangkan
menurut Ali Maksum penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
menggambarkan gejala, fenomena atau peristiwa tertentu. Pengumpulan data dilakukan
untuk mendapatkan informasi terkait dengan fenomena kondisi, atau variabel tertentu dan
tidak dimaksudkan untuk melakukan pengujian hipotesis.64
Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik itu
satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara satu
variabel dengan variabel yang lain. 65 Penelitian deskriptif ini meliputi penyajian
kesimpulan melalui pemaparan statistik. Tujuan utama analisis tersebut adalah untuk
memberikan gambaran ilustrasi dan/atau ringkasan yang dapat membantu pembaca
memahami jenis variabel dan keterkaitannya
Metode penelitian kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono yaitu
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian66, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan eksperiment
pada Santri SMPIT Insan Kamil Kota Bima dengan hasil berupa deskripsi kompetensi-
kompetensi apa saja yang lebih diutamakan untuk dikuasai yang berbentuk angka
kemudian dianalisis secara kuantitatif.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi Penelitian Menurut Sugiyono Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
63
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. hal. 15
64
Ali Maksum. (2012). Metodologi Penelitian dalam Olahraga. Surabaya: Unesa University Press. hal.13
65
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. hal. 11
66
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. hal. 61

23
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut
Ridwan Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang
menjadi objek penelitian.67 Melihat pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi
syarat-syarat tertentu berkaitan masalah penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah seluruh Santri Kelas 9 di SMPIT Insan Kamil Kota Bima yaitu
sebanyak 30 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu
yang akan diteliti Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu .Alasan meggunakan teknik purposive sampling ini karena sesuai untuk
digunakan untuk penelitian kuantitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan
generalisasi Metode penetuan sampel jenuh atau total sampling adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. 68 Sampel
yang diambil dalam penelitian ini adalah Ssiwa SMPIT Insan Kamil Kota Bima.
Alasan menggunakan seluruh populasi menjadi sampel adalah dikarenakan mewakili
seluruh populasi karena jika kurang dari 100 populasi, maka dijadikan sampel
penelitian semuanya, oleh karena itu peneliti mengambil 30 sampel yang diambil dari
kelas 9 tersebut.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data primer adalah
sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya berupa
wawancara, kuesioner, atau Angket dan jejak pendapat dari individu atau kelompok
serta hasil observasi dari suatu objek, kejadian atau hasil pengujian.69
F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul.
Pengolahan data dilakukan dengan cara data yang telah dikumpulkan, diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert
didalam kuesioner. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala Likert yang
diukur, kemudian dijabarkan menjadi indikator variabel dan dijadikan sebagai titik
tolak untuk menyusun item instrumen yang berupa pernyataan. Jawaban setiap item
instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai skor mulai dari angka 5-4-3-2-
1, berikut ini adalah kriteria penilaian yang digunakan pada Skala Likert :

67
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. hal. 61
68
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. hal. 85
69
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. hal. 162

24
Tabel 3.4 Skala Likert70

Jawaban Pertanyaan Skor

Sangat Setuju 5

Setuju 4

Kurang Setuju 3

Tidak Setuju 2

Sangat Tidak Setuju 1

Jawaban dari setiap item instrumen yang menggunakan skala likert


mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif. Mengacu
pada ketentuan tersebut, maka dilakukan pengolahan data yaitu kuesioner, disajikan
dalam bentuk tabel dan dianalisis menggunakan analisis deskriptif yang selanjutnya
dilakukan pengklasifikasian terhadap jumlah total skor responden kemudian skor
tersebut digunakan untuk menghitung validitasnya dan realibitasnya.
G. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi dan waktu penelitian ini di SMPIT Insan Kamil Kota Bima , Pada
tanggal Sekian sampai dengan tanggal Sekian 2025
H. Jadwal Penelitian

Bulan
No. Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

1. Penyusunan Proposal 

2. Seminar Proposal 

3. Riset  

Menyusun draf
4.
laporan 

5. Diskusi draf laporan 

Penyempurnaan
6.
Laporan 

70
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. hal. 133

25
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, M. (2018) ‘Model Pendidikan Seks Pada Anak Sekolah Dasar Berbasis Teori
Perkembangan Anak’, The Progressive and Fun Education Seminar MODEL,
(January).

Remaja Modern, (Bandung: Mujahid Press, 2001).

Aziz, Abdul Pokok-pokok Kesehatan Jiwa /Mental II, Terjemah Zakiah Darajat, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), Cet. Ke-1.

Depag RI, Al-Qur‟an dan Tarjamah, (QS. An-Nur : 58).

Depdiknas. (2003). Undang-undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional.
https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wpcontent/uploads/2016/08/UU_no_20_th_20
03.pdf pada 25 November 2023

Dewantara, Ki Hadjar (2004)Bagian Pertama Pendidikan, Majelis Luhur Persatuan


Tamansiswa,

Fathorrahman, “Konsep Fitrah Dalam Pendidikan Islam,” Tafhim Al-’Ilmi 11, no. 1 (29
November 2023): 34–46, https://doi.org/10.37459/TAFHIM.V11I1.3553

Hamka. (2015). Tafsir Al-Azhar (Cet. 1). Jakarta: Gema Insani.

Handayani, Alva dan Aam Amirudin, Anak Anda Bertanya Seks?: Langkah Mudah
Menjawab Pertanyaan Anak tentang Seks, (Bandung: Khazanah, 2008).

Harris, Anang. Bukan Salh Tuhan Mengazab: Ketika Perzinaan Menjadi Berhala
Kehidupan, (Solo: Tiga Serangkai. 2007), hlm. 72.

Hathout, Hassan. Panduan Seks Islami.

Ihsan, Fuad. Dasar-dasar Ilmu Kependidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996).

Jatmikowati, T. E. (2015). Model dan Materi Pendidikan Seks Anak Usia Dini Perspektif
Gender Untuk Menghindarkan Sexual Abuse. Cakrawala Pendidikan, 24(3)

Kompas.com, 25 Juli 2023 https://regional.kompas.com/read/2023/07/25/061600978/


kisah-anak-perempuan-di-aceh-yang-disekap-dan-diperkosa-sejumlah-lelaki,
diakses tanggal 28 November 2023

Lisnawati, Yesi ‘Konsep Khalīfah Dalam Al-Qur`Ᾱn Dan Implikasinya Terhadap Tujuan
Pendidikan Islam (Studi Maudu’I Terhadap Konsep Khalīfah Dalam Tafsir
AlMisbah)’, TARBAWY : Indonesian Journal of Islamic Education, 2.1 (2015).

M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2003).

26
Madani, Yusuf. Tarbiyah Jinsiyyah Usia Dini bagi Anak Muslim, (Jakarta: Pustaka Zahra,
2014).

Maksum. Ali (2012). Metodologi Penelitian dalam Olahraga. Surabaya: Unesa


UniversityPress.

Muslik, Nawita, Bunda Seks itu Apa? Bagaimana Menjelaskan Seks pada Anak,
(Bandung: Yrama Widya, 2003).

Musthafa, Ibn. Keluarga Islam Menyongsong Abad 21, (Bandung: AlBayan, 1993) h. 19

Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Nawita, Muslik, Bunda Seks itu Apa? Bagaimana Menjelaskan Seks pada Anak,
(Bandung: Yrama Widya, 2003).

News Indonesia, BBC. 6 Desember 2021 https://www.bbc.com/indonesia/dunia-59541021,


diakses tanggal 28 November 2023

Nurhasmah, Wini, Implementasi untuk Anak Usia Dini: Skripsi, (Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2015).

Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Yayasan. Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata


(Bandung: Semesta Qur’an,2013).

Rahman, Fazlur Etika Pengobatan Islam; Penjelajahan Seorang Neomodernis, terj. Jaziar
Radianti, (Bandung: Mizan, 1999).

Riduwan. 2015. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sahli, Salim Sex Education, (Semarang: Yayasan Arafah Abadi dan Yayasan Sejahtera,
1995).
Sarlito Wirawan Sarwono dan Ami Siasidar, Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks,
(Jakarta: CV. Rajawali,1986).

Semiawan, Conny R, Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini, (Jakarta: Ikrar
Mandiri Abadi, 2002).

Shihab, Umar Kontekstualitas Al-Qur,an; Kajian Tematik Ayat-ayat Hukum dalam


AlQur‟an, (Jakarta, Penamadani, 2005).

Solehati, T. et al. 2021 “The psychological and sleep-related impact of coronavirus disease
2019 (covid-19): A systematic review,” Kesmas, 16(1), hal. 65–74. doi:
10.21109/kesmas.v0i0.5037.

Soyomukti, N. (2015) Teori-teori Pendidikan: Tradisional, (Neo)libe ral , Marxis- sosialis,


Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

27
Syari, Muhammad. Abg Islami: Kiat-kiat Efektif Mendidik Anak dan Remaja, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 2003).

Thaha, Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).

Ukasyah Athibi. Terj. Chairul Halim. Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1998), hlm. 371.

Wirawan, Sarlito, Peranan Orang Dalam Tarbiyah Jinsiyyah, (Jakarta: Rajawali, 1986),
Cet.ke-1.

Yayasan Penyelenggara/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata


(Bandung: Semesta Qur’an,2013).

Yesi Lisnawati, Aam Abdussalam, and Wahyu Wibisana, ‘Konsep Khalīfah Dalam Al-
Qur`Ᾱn Dan Implikasinya Terhadap Tujuan Pendidikan Islam (Studi Maudu’I
Terhadap Konsep Khalīfah Dalam Tafsir AlMisbah)’, TARBAWY : Indonesian
Journal of Islamic Education, 2.1 (2015).

Zainal A, Danial. Perubatan Islam dan Bukti Sains Modern, (Selangor, Malaysia : PTS
Millennia SDN. BHD. 2015).

28

Anda mungkin juga menyukai