Anda di halaman 1dari 7

HASIL REVIEW JURNAL

Oleh : Mahardika Putera Emas (230401038)

Artikel 1
IMAM ZARKASYI’S MODERNIZATION OF PESANTREN IN INDONESIA (A Case
Study of Darussalam Gontor)
Qudus International Journal of Islamic Studies (QIJIS) Volume 8, Number 1, 2020. ISSN: 2355-
1895; E-ISSN:2476-9304. http://dx.doi.org/10.21043/qijis.v8i1 (terakreditasi Scopus- Q1)
Oleh : Hamid Fahmy Zarkasyi
a) Konteks :
Penelitian mengenai modernisasi pesantren, khususnya Pesantren Modern Darussalam Gontor
Ponorogo, selama ini belum dilakukan secara komprehensif. Sebagian peneliti ketika
menjelaskan aspek modernisasi, tidak melibatkan pemikiran dan praktek dari KH. Imam
Zarkasyi selaku tokoh utama di balik kecermelangan gagasan modernisasi pesantren. Sebagian
peneliti lain, yang telah melibatkan pemikiran dan praktek KH. Imam Zarkasyi, hanya
menjelaskannya dalam bentuk yang ringkas dan parsial serta belum menjelaskan ketiga aspek
utama dari modernisasi pesantren yang dirintis oleh KH. Imam Zarkasyi, yakni : filosofi
pendidikan, kurikulum, dan sistem institusi pesantren.
b) Tujuan :
Menjelaskan secara rinci perintisan dan pelaksanaan gagasan modernisasi pesantren di
Pesantren Modern Darussalam Gontor, melalui penjabaran pemikiran dan praktek KH Imam
Zarkasyi yang difokuskan pada tiga aspek utama : filosofi pendidikan, kurikulum dan sistem
institusi pesantren.
c) Signifikansi :
Melalui penjelasan yang rinci terhadap gagasan modernisasi pesantren dengan cara menelaah
pemikiran dan praktek dari pelopornya secara langsung, dapat diketahui aspek-aspek
kepesantrenan apa saja yang menjadi target utama modernisasi dan bagaimana elaborasi pada
masing-masing aspek tersebut. Dengan begitu praktek modernisasi Pesantren Modern
Darussalam Gontor, dapat dijadikan model atau inspirasi bagi pesantren lainnya dalam rangka
evaluasi sekaligus pengembangan pendidikan agama Islam agar dapat mengatasi persoalan-
persoalan kontemporer tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisional yang patut dipertahankan.
d) Pembahasan :
Penjelasan mengenai gagasan modernisasi pesantren yang dipelopori oleh KH. Imam
Zarkasyi tidak dapat dilepaskan dari kecendrungan pemikiran keislamannya yang dipengaruhi
oleh riwayat panjang pendidikannya sejak usia muda. Salah satu saluran yang dapat menjadi
perantara untuk mengungkap pemikiran keislamannya ialah melalui karyanya yang berjudul
“Ushuluddin ‘ala Madzhab Ahli Sunnah wal Jama’ah” yang banyak membicarakan perihal
aqidah dan kalam. Metode argumentasinya yang menyeimbangkan antara wahyu dan akal atau
antara dalil naqli dengan dalil aqli dalam karyanya tersebut, akan tercermin pada gagasan
pendidikannya yang diterapkan pada pesantren yang didirikannya. Selain dari karyanya,
pemikiran modernisasi KH. Imam Zarkasyi juga dapat dilacak melalui salah satu inspiratornya
seperti Syekh Muhammad Abduh , yang memang dikenal sebagai pelopor pembaruan
pendidikan Islam pada awal abad 20 masehi. Terdapat kemiripan pemikiran antara KH. Imam
Zarkasyi dengan Syekh Muhammad Abduh, beberapa yang menonjol seperti : (1) menolak
praktek bid’ah, (2) mendorong ijtihad dan menolak taqlid, (3) memperbarui pendidikan Islam
dari aspek desain pembelajaran, kurikulum hingga sistem administrasi institusi, dan (4)
menjunjung tinggi akal atau penalaran sebagai instrumen yang penting dalam pendidikan,
terutama untuk mengatasi isu-isu kontemporer.
Latar belakang pemikiran dan praktek modernisasi KH. Imam Zarkasyi dimulai dari
kritiknya terhadap sejumlah kelemahan sistem pendidikan Islam tradisional yang pernah
dijalani sebelumnya. Melalui kritiknya tersebut, beliau kemudian memperbarui sejumlah aspek
penting dalam pesantren yang meliputi : (1) memperbaiki metode pengajaran bahasa Arab, (2)
memperjelas batas masa studi santri, (3) melengkapi kurikulum dengan pengajaran ilmu fardhu
kifayah atau ilmu umum, (4) merintis metode belajar berbasis hapalan dan pemahaman, (5)
merintis kewajiban berbahasa Arab dan Inggris, (6) mengintegrasikan sistem madrasah dengan
sistem pesantren, (7) mendasari operasionalisasi pesantren dengan basis wakaf, dan (9)
memperbarui tujuan pendidikan pesantren.

Artikel 2
Value Education in the Perspective of Western and Islamic Knowledge
At-Ta’dib. Vol.12, No.2, December 2017. p-ISSN: 0216-9142 and e-ISSN: 2503-3514.
https://doi.org/10.21111/at-tadib.v12i2.1194 (terakreditasi Sinta-2)
Oleh : Dinar Dewi Kania, Wendi Zarman, Teten Romly
a) Konteks :
Fenomena kerusakan moral yang terjadi di kalangan pelajar hingga para elit bangsa, telah
mendorong diperdalamnya pendidikan nilai pada institusi pendidikan. Pendidikan nilai ini
biasanya diterapkan pada materi yang berkisar soal akhlak, karakter, moral, norma, etika
,dll. Hanya saja, dalam konteks pendidikan nilai dalam institusi pendidikan Islam, perlu
dipastikan dahulu keabsahan nilai-nilai yang akan diajarkan kepada siswa. Hal itu
dikarenakan nilai tidaklah netral dan sangat dipengaruhi oleh worldview (pandangan
hidup) tertentu semisal worldview Barat, yang belum tentu selaras bahkan dapat
bertentangan dengan konsep nilai dalam worldview Islam.
b) Tujuan :
Mengungkap perbedaan konsep nilai antara worldview Islam dan worldview Barat serta
pengaruhnya pada pendidikan nilai dalam institusi pendidikan Islam khususnya ditinjau
dari aspek filsafat, sosiologi dan pedagogi.
c) Signifikansi :
Memberikan peringatan kepada para guru agar berhati-hati dalam mengajarkan pendidikan
nilai kepada para siswa. Sebabnya, karena adanya perbedaan konsep nilai antara worldview
Islam dan worldview Barat. Perbedaan konsep nilai tersebut mempengaruhi perbedaan cara
pandang mengenai baik-buruk, benar salah, beradab-biadab, dst. Sehingga, jika ternyata
pendidikan nilai yang diterapkan mengandung sejumlah nilai yang tidak selaras dengan
ajaran akhlaq dalam pendidikan Islam, pendidikan nilai tersebut justru akan menjauhkan
para siswa dari nilai-nilai dan akhlaq yang betul (baca : Islami).
d) Pembahasan :
Pendidikan nilai berdasarkan worldview Islam mempunyai beberapa ciri, di antaranya : (1)
berdasarkan pada wahyu dan juga Sunnah Nabi Muhammad Saw, (2) bersifat kekal, final
dan sempurna, (3) memiliki suri teladan yang sempurna untuk jadi model percontohan yang
nyata, baik untuk pria dan wanita yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu atau bersifat
universal yakni Nabi Muhammad Saw, (4) bersifat komprehensif atau holistik, (5)
tujuannya didasarkan atas konsep manusia terbaik (khayrul basyar) dan masyarakat terbaik
(khayru ummah) yang telah jelas dan tidak selalu berubah-ubah terpengaruh oleh
perubahan zaman. Sedangkan pendidikan nilai yang berdasarkan worldview Barat
mempunyai beberapa ciri, seperti : (1) tidak berlandaskan pada wahyu, (2) selalu berubah-
ubah karena dipengaruhi oleh perkembangan zaman (relatif), (3) tidak memiliki suri
teladan yang nyata untuk bisa dicontoh, (4) bersifat parsial (5) tujuannya bersifat
materialistik dan sekuleristik. Berdasarkan ciri-ciri dari kedua model pendidikan nilai di
atas, telah terlihat jelas perbedaan dari masing-masing model pendidikan nilai tersebut.
Oleh karena itu para pemegang kebijakan pendidikan, khususnya para guru tidak dapat
menerima pendidikan nilai ala Barat tanpa sikap kritis sama sekali karena perbedaan yang
sangat fundamental di antara keduanya. Krisis moral serta eksistensial yang sedang dialami
oleh masyarakat Barat hari ini ataupun oleh kaum Muslim yang terpengaruh oleh
pendidikan nilai ala Barat menjadi bukti betapa bermasalahnya pendidikan nilai yang
dipengaruhi dan dikembangkan dari worldview Barat, yang memang memiliki karakter
value-free tersebut.

Artikel 3
Examining Enviromental Education Content on Indonesian Islamic Religious Curriculum
and Its Implementation in Life
Cogent Education, Volume 9, Issue 1, 2022. https://doi.org/10.1080/2331186X.2022.2034244
(terakreditasi Scopus-Q2)
Oleh : Nur Wakhidah, Erman Erman
a) Konteks :
Diperlukan adanya sinergi yang lebih dalam antara pengajaran ilmu pengetahuan alam
seperti biologi dengan pengajaran ilmu agama dengan tujuan spesifik untuk
menanggulangi krisis kerusakan alam.
b) Tujuan :
Memberikan panduan yang jelas mengenai kerangka sinergi pendidikan lingkungan hidup
yang dikuatkan oleh nilai-nilai dalam pendidikan agama Islam khususnya yang terkait
dengan akhlak terhadap lingkungan dan sesama manusia.
c) Signifikansi :
Memperlihatkan materi penjagaan lingkungan hidup yang berasal dari sumber-sumber
Islam. Di tengah fenomena krisis lingkungan hidup yang semakin parah, pendidikan
lingkungan hidup yang dijadikan sebagai salah satu konten dalam kurikulum pendidikan
agama Islam dapat menjadi solusi penanggulangannya, khususnya kepada generasi muda.
Inisiatif ini perlu dilangsungkan agar mereka dapat menjadi generasi yang beriman,
bertaqwa dan berakhlak mulia sekaligus peduli terhadap lingkungan sekitar yang menjadi
amanah bagi manusia di muka bumi ini untuk menjaga dan melestarikannya.
d) Pembahasan :
Isu lingkungan hidup menjadi salah satu isu yang selalu diangkat dalam berbagai
forum di masa modern ini, baik itu forum ekonomi, saintek, tidak terkecuali forum
pendidikan. Hal ini dikarenakan berbagai bencana alam seperti banjir, tanah longsor, polusi
disebabkan oleh kerusakan alam yang dipicu oleh sejumlah aktivitas manusia. Pendidikan
diharapkan menjadi salah satu media yang ampuh untuk mengatasi berbagai krisis
lingkungan hidup yang semakin parah, termasuk juga pendidikan agama Islam. Terlebih
krisis lingkungan sebetulnya juga mencerminkan krisis moralitas umat manusia saat ini.
Islam sebagai agama yang benar, sempurna dan holistik cakupannya, tentu saja memiliki
sejumlah ajaran dan nilai-nilai yang terkait dengan penjagaan lingkungan hidup, bahkan
dikatakan bahwa Islam adalah agama yang sangat sensitif dalam persoalan lingkungan
hidup. Salah satunya tercermin pada konsep manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Melalui konsep ini, dapat didapatkan pemahaman bahwa manusia sejak awal mula
penciptaannya memang ditugaskan sebagai seorang khalifah yang bermakna pengelola dan
pemakmur kehidupan di bumi. Tugas itu tentu berimplikasi pada larangan manusia untuk
membuat kerusakan di muka bumi ini, termasuk kerusakan lingkungan hidup dan manusia
harus mengembangkan segala potensi yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
untuk menjaga ketahanan lingkungan hidup, baik untuk generasi maka kini, maupun masa
yang akan datang.

Lembaga pendidikan Islam diharapkan dapat betul-betul mewujudkan konsep


tersebut pada kurikulum mereka, yang dapat diimplementasikan melalui pemahaman
konsep, pelatihan keterampilan, dan pendisiplinan akhlaq atau sikap yang selaras dengan
kepedulian terhadap lingkungan hidup. Implementasi kurikulum pendidikan agama Islam
yang juga memuat pendidikan lingkungan hidup ini dapat disesuaikan pada masing-masing
tingkat sekolah, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah
menengah atas. Materi-materi yang dapat diajarkan meliputi : 1) manusia sebagai makhluk
sosial, 2) menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan, 3) sumber daya alam, 4) polusi air,
5) polusi udara, 6) tanah dan kesuburan, 7) sumber-sumber energi alternatif, 8) hutan dan
aktivitas manusia, 9) bencana alam dan aktivitas manusia. Selain itu pendidikan agama
Islam dapat menjadi garda terdepan dalam melawan ideologi antroposentrisme yang
menjadi salah satu faktor utama kerusakan lingkungan hidup saat ini, karena paham
tersebut memutus relasi antara Allah, manusia dan lingkungan hidup.

Artikel 4
Al-Zarnuji’s Concept of Knowledge (‘Ilm)
SAGE Open, July-September 2016, 1-13. https://doi.org/10.1177/2158244016666885
(terakreditasi Scopus-Q3)
Oleh : Miftachul Huda, Jibrail bin Yusuf, Kamarul Azmi Jasmi, Gamal Nasir Zakaria
a) Konteks :
Teori maupun praktek pendidikan Islam, khususnya pada aspek desain pembelajarannya
sangat dipengaruhi secara mendasar oleh konsep ilmu dalam Islam. Salah satu yang
membahasnya dan kemudian karyanya menjadi panduan dari zaman ke zaman adalah
Syekh Burhanuddin al-Zarnuji melalui karya monumentalnya “Ta’lim al-Muta’allim”.
b) Tujuan :
Mengelaborasi konsep ilmu yang dijelaskan oleh Syekh Burhanuddin al-Zarnuji dalam
kitab yang ditulisnya yakni “Ta’lim al-Muta’allim”. Terutama dari segi klasifikasi ilmu
yang terbagi menjadi ilmu fardhu ‘ayn dan ilmu fardhu kifayah.
c) Signifikansi :
Menjadi panduan yang jelas untuk menyeimbangkan antara aspek individual yang menjadi
cakupan dari ilmu fardhu ‘ayn dengan aspek sosial yang menjadi cakupan dari ilmu fardhu
kifayah. Dengan begitu, para guru serta para siswa mendapatkan kerangka yang konkret
mengenai ilmu apa saja yang perlu diajarkan serta dipelajari untuk mencapai kebahagiaan
di dunia maupun di akhirat
d) Pembahasan :
Peradaban Islam adalah peradaban yang unik. Salah satu keunikannya adalah
keberhasilannya dalam melahirkan para ilmuwan yang ahli dalam lintas bidang; inter-
disiplin dan multi-disiplin namun sekaligus sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan tidak
mengalami krisis eksistensial. Keunikan ini tidak dimiliki oleh peradaban lainnya. Di satu
sisi ada peradaban yang dapat melahirkan pribadi yang bijaksana namun tidak dapat dalam
waktu yang sama melahirkan ilmuwan lintas bidang. Di sisi yang lain, ada juga peradaban
yang dapat melahirkan para ilmuwan yang cakap berbagai bidang keilmuan, namun dalam
waktu yang sama tidak memiliki karakter yang mulia. Keunikan serta keberhasilan
peradaban Islam tersebut jika dipelajari sebabnya ialah pada konsep ilmu yang dimilikinya.
Konsep ilmu yang dimilikinya berbeda dengan peradaban lainnya. Konsep ilmu yang
menopang kegemilangan peradaban Islam bersifat seimbang antara aspek dunia maupun
aspek akhirat; antara aspek sosial maupun aspek personal. Keunikan konsep ilmu ini
dijelaskan secara canggih oleh Syekh Burhanuddin al-Zarnuji dalam karyanya yang
bertajuk “Ta’lim al-Muta’allim”. Dalam karyanya tersebut, Syekh al-Zarnuji membagi
ilmu kepada dua jenis, yakni ilmu fardhu ‘ayn yang wajib dipelajari oleh setiap Muslim,
dan ilmu fardhu kifayah yang wajib dipelajari oleh sebagian Muslim dalam jumlah yang
cukup. Pembagian jenis ilmu ini teraktualisasi dalam kurikulum yang diterapkan dalam
institusi pendidikan. Kurikulum yang seimbang semacam itu dapat menjadi refleksi
sekaligus evaluasi dan solusi bagi kurikulum pendidikan hari ini, baik yang terlalu fokus
pada ilmu fardhu ‘ayn saja maupun yang terlalu fokus pada ilmu fardhu kifayah saja.
Pembagian kedua jenis ilmu tersebut pun semakin relevan dengan permasalahan dan
tantangan kontemporer saat ini. Ilmu fardhu ‘ayn mengatasi permasalahan krisis moralitas
dan krisis eksistensial. Sementara ilmu fardhu kifayah menanggulangi berbagai masalah
sosial dan lingkungan dalam rangka menjalani hidup dengan kesejahteraan.

Anda mungkin juga menyukai