Anda di halaman 1dari 10

HSK (HYGIENE,SANITASI,DAN KESELAMATAN

KERJA)

POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR


TATA HIDANG 1B

DISUSUN OLEH:
1. FITRAH AULIAH MUCHTAR (NIM 2332066)
2. MUHAMMAD ZUFAR NABIL (NIM 2332053)
3. UMMUL FATIMAH AZ ZAHRA (NIM 2332040)

Materi:
 Melakukan inspeksi fisik tempat kerja
 Mendorong staff untuk melaporkan bahaya dan resiko di tempat kerja
 Analisis catatan internal
 Identifikasi resiko pada tahap perencanaan dan pembelian
 Memantau sumber bahaya dan resiko di tempat kerja dalam industry
A. MELAKUKAN INSPEKSI FISIK DI TEMPAT KERJA
 Apa itu inspeksi dalam pekerjaan
Inspeksi adalah sebuah upaya guna mendeteksi serta memeriksa segala faktor
dalam pekarjaan yang meliputi peralatan,material,proses kerja,area
kerja,serta prosedur yang memiliki potensi menimbulkan penyakit akibat
kerja (PAK) maupun cidera . Dengan adanya inspeksi K3, harapannya
perusahaan dapat mencegah adanya kerugian maupun kecelakaan kerja.

Mengapa di tempat kerja harus dilakukan kegiatan inspeksi ?


Karena Inspeksi K3 merupakan salah satu upaya meningkatkan keamanan
dan mengurangi resiko keselamatan kerja.

TUJUAN DILAKUKANNYA INSPEKSI


1. Memeriksa dan memantau apakah pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) telah berjalan secara efektif atau belum.
2. Mengidentifikasi baik bahaya yang terlihat secara jelas atau
tersembunyi pada area kerja.
3. Memperoleh pemahaman yang lebih lanjut mengenai pekerjaan, tugas,
dan tanggung jawab setiap pekerja.
4. Memantau secara langsung langkah-langkah perbaikan apa yang telah
diambil dalam menghilangkan bahaya maupun mengendalikan risiko
lainnya.
5. Menemukan penyebab bahaya yang terjadi di area kerja.
6. Merekomendasikan atau menyarankan tindakan perbaikan yang harus
dilakukan untuk mengendalikan bahaya.

WAKTU PEMERIKSAAN INSPEKSI K3.


Terdapat 2 tipe inspeksi K3 sesuai dengan waktu pemeriksaannya,
yakni sebagai berikut :

1. Inspeksi Tidak Terencana.


Yakni inspeksi yang tidak menentu karena bersifat tidak sistematis dan
dangkal. Dalam hal ini, biasanya hanya memeriksa tentang kondisi tak
aman yang membutuhkan perhatian besar namun sering terlewatkan
2. Inspeksi Terencana.
Untuk inspeksi ini terbagi menjadi dua, yaitu:
- Inspeksi rutin atau umum, yakni dilakukan secara berkala, minimal
satu bulan sekali, atau sesuai kebijakan perusahaan. Namun, untuk
jadwalnya ditentukan oleh manajemen K3.
- Inspeksi khusus, yakni dilakukan ketika mengevaluasi atau
mengidentifikasi potensi bahaya yang berisiko tinggi, maupun terdapat
proses dan mesin baru. Hasil inspeksi khusus nantinya digunakan
untuk dasar pencegahan serta pengendalian terhadap risiko kerja.

TAHAPAN PELAKSANAAN INSPEKSI.

Inspeksi K3 dilaksanakan secara bertahap. Di antaranya adalah sebagai


berikut.
1. Tahap persiapan
Tahap ini merupakan kunci keberhasilan pemeriksaan karena terkait
langsung dengan informasi sebelum melakukan inspeksi. Agar inspeksi
K3 dapat berjalan secara efektif dan lancar, maka beberapa poin
berikut harus dipersiapkan.

Berikut yang harus di persiapkan adalah;


a. Tim inspeksi.
b. Jadwal inspeksi.
c. Jalur-jalur untuk inspeksi K3.
d. Peta inspeksi didasarkan pada denah area kerja.
e. Standar, peraturan, maupun prosedur kerja yang telah
ditentukan. f.
Potensi bahaya terhadap proses kerja, mesin, material, dan
peralatan.
g. Alat Pelindung Diri (APD) yang dibutuhkan selama inspeksi.
h. Data kecelakaan kerja.
i. Laporan pemeliharaan.
j. Laporan inspeksi sebelumnya.
k. Daftar ataupun hal-hal penting apa saja yang akan diinspeksi.
2. Tahap Pelaksanaan .
Langkah - langkah pelaksanaan sebagai berikut berikut ;
A. Menghubungi bagian penanggung jawab K3, kemudian
menginformasikan bahwa akan dilaksanakan inspeksi K3.
B. Pastikan mengikuti peta serta jalur inspeksi yang telah direncanakan.
C. Mengamati secara sistematis rangkaian proses kerja guna memastikan
apakah ada atau tidaknya pelanggaran dari peraturan maupun prosedur
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
D. Mengamati tindakan pekerja apakah telah memenuhi persyaratan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atau belum.
E. Mengumpulkan dan memeriksa data. Apakah sudah sesuai dengan daftar
inspeksi yang sudah direncanakan sebelumnya?.
F. Melakukan perbaikan secara segera jika sewaktu inspeksi menemukan
tindakan ataupun kondisi berbahaya.

3. Pencatatan hasil pengamatan.


Setelah pelaksanaan, maka buatlah catatan secara ringkas mengenai
ketidaksesuaian serta kesesuaian tindakan, peralatan, dan kondisi
terhadap standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Selanjutnya,
lakukan identifikasi bahaya.

4. Tahap pelaporan.
Setelah semua proses sudah dilakukan, maka selanjutnya membuat
laporan secara tertulis. Adapun tipe laporan inspeksi K3 adalah sebagai
berikut;
a. Emergency Report, yakni mencakup segala kategori bahaya katastropik
ataupun kritis, di mana laporan harus dibuat sesegera mungkin sebelum
terjadinya kecelakaan kerja, atau sesaat setelah terlaksana inspeksi K3.
b. Laporan berkala, yakni mencakup keadaan bahaya yang tidak masuk ke
dalam kategori darurat, di mana laporan dibuat paling lama 24 jam setelah
inspeksi.
c. Laporan ringkas, yakni mencakup kesimpulan dari segala item laporan
terdahulu
B. MENDORONG STAF UNTUK MELAPORKAN BAHAYA DAN
RESIKO DI TEMPAT KERJA

Hazard Report atau dalam Bahasa Indonesia di kenal sebagai


Pelaporan Bahaya ditempat kerja adalah “wadah/media” untuk
pekerja untuk memberikan laporan bahaya yg mereka lihat, rasakan,
dan dapatkan ditempat kerja yg berpotensi membuat kecelakaan dan
penyakit disebabkan kerja.
Hazard atau bahaya memiliki definisi menjadi bahan benda zat atau
sesuatu apa pun yg memiliki potensi untuk menyebabkan resiko, baik
kecelakaan atau penyakit disebabkan kerja. Potensi yg membuat resiko
dapat berwujud jumlah atau kuantitas yg banyak dari bahan zat atau
benda itu, sifat fisik atau kimia, atau efek yg diakibatkan untuk
seseorang.

TUJUAN PELAPORAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA.


● Mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
● Meninjau kembali atau mengevaluasi pengendalian bahaya yang sudah
di terapkan ditempat kerja.
● mengetahui bahaya dan resiko yg terjadi ditempat kerja
● Meningkatkat kesadaran pekerja akan bahaya dan resiko ditempat
kerja.
● Menjadi dasar untuk menajemen untuk membuat program dan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja

MANFAAT MEMBUAT LAPORAN KECELAKAAN KERJA.


- Meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan dengan
lengkapnya data kecelakaan
- Mengetahui potensi bahaya baru atau tersembunyi di tempat kerja
- Mengetahui akar penyebab kecelakaan kerja
- Memudahkan dalam menentukan tindakan perbaikan berkelanjutan
- Mengukur keefektifan program keselamatan kerja
- Memperbaiki kinerja keselamatan kerja
- Mengukur kinerja pekerja
- Menentukan tingkat premi asuransi
- Mencegah kecelakaan yang sama kembali terjadi di masa mendatang
- Memenuhi persyaratan undang-undang keselamatan kerja yang
berlaku.

5 LANGKAH PEMBUATAN LAPORAN KECELAKAAN KERJA


1. Respons dengan segera
2. Temukan fakta
3. Tentukan urutan kejadian kecelakaan
- Kejadian penyebab kecelakaan
- Kejadian pada saat kecelakaan
- Kejadian sesaat setelah kecelakaan
4. Analisis kecelakaan
- Penyebab utama (penyebab langsung), misalnya tumpahan di
lantai sehingga menyebabkan terpeleset dan terjatuh.
- Penyebab sekunder (penyebab tidak langsung), misalnya pekerja
tidak menggunakan sepatu keselamatan yang sesuai potensi bahaya
atau membawa tumpukan barang yang menghalangi pandangan .
- Faktor lain yang berkontribusi, misalnya tidak ada rambu K3 di
area kerja, kurangnya pelatihan pekerja, beban pekerjaan,
mengabaikan prosedur dll.
5. Tentukan tindakan perbaikan secara komprehensif

LANGKAH YANG DILAKUKAN UNTUK MEMBANGUN


PENERAPAN PELAPORAN BAHAYA DITEMPAT KERJA IALAH
1. Buat Prosedur dan Sistem Pelaporan Bahaya ditempat Kerja
2. Tentukan Personil
3. Buat Formulir
4. Mengerjakan Sosialisasi dan Simulasi terhadap Pekerja
5. Evaluasi

C. ANALISIS CATATAN INTERNAL.

● Apa yang dimaksud dengan catatan internal? Catatan


internal perusahaan adalah informasi dasar yang digunakan oleh
manajer bagian pemasaran untuk membuat strategi marketing yang
akan dilakukan. Catatan tersebut terdiri dari informasi data alur
penjualan, jumlah pesanan, pembayaran, dan perancangan pembuatan
laporan.
● Analisis catatan internal merupakan proses penelaahan dokumen atau
informasi yang ada di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Materi
yang relevan untuk analisis catatan internal biasanya mencakup:

1. Laporan Keuangan: Ini termasuk neraca, laporan laba rugi, laporan


arus kas, dan catatan-catatan terkait keuangan yang dapat
memberikan gambaran tentang kesehatan keuangan perusahaan.
2. Catatan Rapat dan Pertemuan Internal: Ini mencakup transkrip atau
ringkasan dari pertemuan manajemen atau dewan direksi, yang dapat
memberikan wawasan tentang keputusan strategis dan perkembangan
internal.
3. Laporan Kinerja Operasional: Dokumen ini mencakup laporan
tentang kinerja operasional perusahaan, seperti produktivitas, efisiensi,
dan metrik kinerja lainnya.
4. Kebijakan dan Prosedur Internal: Ini termasuk panduan internal,
kebijakan perusahaan, dan prosedur operasional yang dapat
memengaruhi pengambilan keputusan dan pelaksanaan tugas sehari-
hari.
5. Catatan Komunikasi Internal: Meliputi email, memo, dan pesan
internal lainnya yang dapat mengungkapkan informasi penting tentang
proses bisnis dan komunikasi internal.
6. Data Pelanggan dan Pasar: Informasi tentang pelanggan, analisis
pasar, dan umpan balik pelanggan dapat membantu perusahaan
memahami preferensi pelanggan dan peluang pasar.
7. Data Karyawan: Ini mencakup data tentang karyawan, termasuk
evaluasi kinerja, kehadiran, dan masalah sumber daya manusia lainnya
yang dapat memengaruhi budaya perusahaan dan produktivitas.
8. Data Teknologi dan Sistem Informasi: Informasi tentang sistem
teknologi informasi dan data terkait yang dapat memberikan wawasan
tentang efektivitas infrastruktur teknologi Perusahaan

● Penting untuk mencatat bahwa analisis catatan internal seringkali


dilakukan untuk mengidentifikasi tren, masalah, atau peluang yang
dapat membantu organisasi membuat keputusan yang lebih baik dan
meningkatkan kinerjanya. Dalam konteks analisis ini, keterbukaan,
integritas, dan pemahaman yang mendalam tentang data internal
sangat penting.
● Yang menjadi inti sistem pencatatan internal perusahaan yaitu
informasi jumlah pesanan sampai data pembayaran. Alur pemesanan
sendiri dimulai dari pesanan yang dilakukan oleh pelanggan, kemudian
diteruskan unit pemesanan ke unit lainnya hingga produk dapat
dikirim ke pelanggan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Selanjutnya, informasi tersebut dapat berguna sebagai rujukan
prediksi kebutuhan dan kecenderungan konsumen di pasaran. Dengan
informasi itu, perusahaan dapat membuat inovasi yang strategis dan
menguntungkan. Rancangan sistem informasi ini harus berorientasi
pada penggunanya untuk mempermudah pemakaian dan penyampaian
informasi yang akurat.

D. IDENTIFIKASI RESIKO PADA TAHAP PERENCANAAN DAN


PEMBELIAN

Tahap perencanaan dan pembelian dalam suatu proyek atau bisnis


memiliki potensi risiko yang perlu diidentifikasi dan dikelola. Berikut
beberapa resiko yang biasanya muncul pada tahap ini:
1. Risiko Perubahan Kebijakan: Perubahan kebijakan pemerintah atau
peraturan dapat memengaruhi perencanaan dan biaya proyek atau
bisnis.
2. Risiko Pasokan: Ketidakstabilan pasokan bahan baku atau
komponen penting dapat mengganggu jadwal produksi atau proyek.
3. Risiko Finansial: Perubahan nilai tukar mata uang, fluktuasi harga
bahan baku, atau masalah pembiayaan bisa mempengaruhi biaya dan
profitabilitas.
4. Risiko Kualitas: Pembelian komponen atau produk berkualitas
rendah dapat menghasilkan produk akhir yang buruk atau
menyebabkan peningkatan biaya perbaikan.
5. Risiko Keterlambatan: Keterlambatan dalam pengiriman atau
penyelesaian proyek bisa menyebabkan kerugian finansial dan reputasi.
6. Risiko Kontraktual: Kesalahan dalam perjanjian kontraktual bisa
mengakibatkan sengketa hukum dan kerugian finansial.
7. Risiko Keamanan Data: Pelanggaran keamanan data saat
bertransaksi dalam pembelian bisa merugikan bisnis dan pelanggan.
8. Risiko Ekonomi dan Pasar: Perubahan ekonomi dan perubahan
permintaan pasar bisa memengaruhi keberlanjutan bisnis.
9. Risiko Lingkungan: Perencanaan yang tidak memperhitungkan
dampak lingkungan bisa mengakibatkan sanksi hukum dan dampak
negatif terhadap citra perusahaan.
10. Risiko Manajemen Proyek: Kesalahan dalam perencanaan proyek
atau manajemen proyek yang buruk dapat mengganggu jadwal dan
biaya

E. MEMANTAU SUMBER BAHAYA DAN RESIKO DITEMPAT KERJA


DALAM INDUSTRI
Memantau sumber bahaya dan risiko di tempat kerja dalam industri
merupakan langkah penting untuk menjaga keamanan karyawan dan
mencegah kecelakaan atau masalah kesehatan. Beberapa materi yang
biasanya dicakup dalam pelatihan tentang topik ini meliputi:
1. Jenis Sumber Bahaya: Identifikasi berbagai jenis bahaya yang
mungkin ada di lingkungan industri, seperti bahan kimia berbahaya,
mesin berat, listrik tinggi, api terbuka, dan lainnya.
2. Evaluasi Risiko: Memahami bagaimana melakukan penilaian risiko
untuk menentukan sejauh mana bahaya tersebut dapat berdampak
pada pekerja dan cara menguranginya.
3. Prosedur Keselamatan: Memahami dan mengikuti prosedur
keselamatan yang telah ditetapkan untuk menghindari bahaya tertentu,
seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) dan prosedur evakuasi
darurat.
4. Pelatihan: Memastikan bahwa semua karyawan menerima pelatihan
yang sesuai untuk mengenali, menghindari, dan merespons sumber
bahaya serta risiko di tempat kerja.
5. Penggunaan Alat Keselamatan: Memahami cara menggunakan alat
keselamatan, seperti pemadam kebakaran, alat pemadam api, alat
pelindung diri, dan peralatan lainnya yang mungkin diperlukan.
6. Komunikasi Keselamatan: Pentingnya berkomunikasi dengan rekan
kerja tentang sumber bahaya yang terdeteksi dan melaporkan masalah
keselamatan kepada manajemen.
7. Inspeksi Rutin: Menyadari pentingnya inspeksi rutin terhadap
peralatan dan area kerja untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan
memastikan semua peralatan berfungsi dengan baik.
8. Hukum dan Peraturan: Memahami peraturan dan hukum
keselamatan yang berlaku di industri tersebut, serta kewajiban
perusahaan dalam mematuhi regulasi tersebut.
9. Pengelolaan Produk Kimia: Jika diperlukan, memahami cara yang
benar untuk menyimpan, mengangkut, dan mengelola bahan kimia
berbahaya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
10. Budaya Keselamatan: Mendorong budaya keselamatan di tempat
kerja, di mana setiap karyawan merasa bertanggung jawab atas
keselamatan dirinya sendiri dan rekan kerjanya.

Anda mungkin juga menyukai