Anda di halaman 1dari 4

Pengendalian melalui pihak manajemen

B. Alternatif Pemecahan Masalah


Jika melihat pada permasalahan tersebut dimana kecelakaan di sektor
pertambangan PT Clayindo Cakrajaya disebabkan oleh dua faktor yaitu unsafe action
dan unsafe condition maka perlu upaya pengendalian dari pihak manajemen. Dengan
melihat pada pasal 32 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.
555.K/26/M.PE/1995 tercantum kewajiban pekerja tambang yaitu sebagai berikut.
1. Pekerja tambang harus mematuhi peraturan keselamatan kerja
2. Pekerja tambang wajib melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tata cara kerja yang
aman
3. Pekerja tambang selama bekerja wajib untuk :
a. Memperhatikan atau menjaga keselamatan dirinya serta orang lain mungkin
terkena dampak perbuatannya dan
b. Segera mengambil Tindakan dan atau melaporkan kepada pengawas tentang
keadaan yang menurut pertimbangannya akan dapat menimbulkan bahaya
4. Pekerja tambang yang melihat atau mendengar adanya penyimpangan pelaksanaan
pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib dengan segera melaporkan
kepada pengawas yang bertugas
5. Pekerja tambang wajib menggunakan dan merawat alat-alat pelindung diri dalam
melaksanakan tugasnya
6. Memberikan keterangan yang benar apabila diminta keterangan oleh pelaksana
inspeksi tambang atau kepala Teknik tambang
7. Pekerja tambang berhak menyatakan keberatan kerja kepada atasannya apabila
persyarakat keselamatan dan kesehatan kerja tidak dipenuhi

Berdasarkan peraturan tersebut dapat terlihat bahwa sistem manajemen K3 di


sector pertambangan memiliki peranan yang sangat besar dalam memperberat
penyebab kecelakaan. Hal ini dikarenakan sistem manajemen K3 dapat mengatur
ketiga unsur produksi (manusia, peralatan, dan tempat kerja). Dengan adanya
ketimpangan pada system manajemen akan menimbulkan ketimpangan pada ketiga
unsur produksi tersebut sehingga kecelakaan di sektor pertambangan merupakan
manifestasi dari adanya kesalahan sistem manajemen K3 yang menimbulkan
permasalahan kecelakaan kerja di tempat kerja.
Sistem Manajemen Keselamatan Kerja yang dijadikan acuan adalah International
Organization for Standardization 45001. Dimana standar ini merupakan penganti dari
OHSAS 18001 yang meliputi pengendalian kecelakaan sebagai berikut.

1. Peraturan perundang-undangan, yaitu ketentuan yang mewajibkan pekerja


mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya yang meliputi perencanaan,
konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan tugas
pengusaha, latihan, hingga pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi, meliputi syarat-syarat keselamatan dan jenis-jenis peralatan
sektor pekerjaan serta praktik kerja yang memenuhi kriteria keselamatan dan
kesehatan pekerja.
3. Pengawasan, yaitu inspeksi tentang kepatuhan penggunaan perundang-
undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yaitu berkaitan dengan sifat dan ciri bahan-bahan
yang berbahaya, serta adanya penyelidikan tentang pagar pengamanan.
5. Riset medis, berkaitan dengan efek fisiologis dan patologis faktor-faktor
lingkungan dan teknologis yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, berkaitan dengan kejiwaan pekerja yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
7. Penelitian secara statistik, meliputi jenis-jenis kecelakaan yang terjadi
mengenai apa saja kecelakaan yang terjadi, pekerjaan apa, dan penyebabnya.
8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dan kurikulum.
9. Latihan-latihan, yang menyangkut praktik bagi tenaga kerja, khususnya tenaga
kerja yang baru di lapangan kerja.
10. Penggairahan, yaitu penggunaan cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk
menimbulkan sikap untuk selamat.
11. Asuransi, yaitu intensif financial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan
misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan.
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama
efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja di tempat kerja.

Oleh karena itu, perlu diupayakan elemen-elemen pengendalian risiko yang meliputi sebagai
berikut.
1. Eliminasi, upaya penghilangan bahaya. Dimana dapat mengganti bahan-bahan yang
berbahaya di ruang kerja, penerapan ergonomic dalam perencanaan kerja, serta
penghilangan aktivitas-aktivitas yang dinilai berbahaya dan berdampak buruk bagi
keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Substitusi, penggantian sesuatu yang dinilai memiliki dampak berbahaya tinggi
dengan sesuatu yang memiliki risiko bahaya yang rendah.
3. Rekayasa teknik, meliputi perlindungan pada mesin dan lingkungan kerja terhadap
keselamatan dan kesehatan pekerja.
4. Pengendalian administrasi, berkaitan dengan kebijakan dan peraturan yang terkait K3
di lingkungan tempat kerja serta perlunya pengecekan keamanan secara berkala,
pelaksanaan pelatihan dan pelaksanaan pekerjaan yang sesuai standar keamanan.
5. Alat pelindung diri, sebagai bentuk pengisolasian sebagian atau seluruh tubuh dari
ancaman bahaya yang ada di tempat kerja.

Pelaksanaan Inspeksi di Pertambangan

Berdasarkan Kepdirjen 185 Tahun 2019 Tentang Petunjuk Teknis Keselamatan


Pertambangan dan SMKP Minerba perlu dilakukan inspeksi terkait pelaksanaan inspeksi di
sektor pertambangan yang meliputi kegiatan:

1. Perencanaan inspeksi
Program yang disusun berdasarkan penilaian risiko dengan melihat objek
inspeksi, jadwal pelaksanaan inspeksi (secara berkala atau sewaktu-waktu), petugas
inspeksi, metode inspeksi (inspeksi silang dan inspeksi bersama), dan biaya
pelaksanaan inspeksi.
2. Persiapan inspeksi
Perlu disiapkan paling sedikit yaitu prosedur, alat ukur dan alat uji, buku
catatan, dan kamera untuk dokumentasi lapangan.
3. Pelaksanaan inspeksi
Memastikan kondisi kerja yang aman dengan menunjuk petugas di setiap area
kerja dan perlintasan yang digunakan, sarana prasarana, instalasi, dan peralatan
pertambangan, dan tempat-tempat yang dinilai berbahaya. Selanjutnya, jika
ditemukan kondisi yang tidak aman maka akan segera dilakukan tindakan untuk
memperbaiki kondisi tersebut.
4. Rekomendasi dan tindak lanjut hasil inspeksi
Rekomendasi yang diberikan untuk setiap temuan inspeksi berdasarkan
penyebab dasar dari temuan tersebut. Selanjutnya pelaksanaan dari setiap
rekomendasi dipantau untuk memastikan rekomendasi telah ditindaklanjuti dengan
baik dan tepat waktu.
5. Evaluasi kegiatan inspeksi
Evaluasi dapat dilakukan secara menyeluruh terhadap setiap tahapan kegiatan
inspeksi dan hasil dari pelaksanaan tindak lanjut.
6. Laporan dan penyebarluasan hasil inspeksi
Hasil inspeksi dan pemenuhan tindak lanjut dibuat untuk dimasukkan ke
dalam pelaporan sehingga dapat terdokumentasi secara baik dan laporan tersebut akan
disosialisasikan kepada seluruh pekerja sebagai bentuk edukasi.

Sumber :

Keputusan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 185.K/37.04/DJ/2019 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keselamatan
Pertambangan dan Pelaksanaan Penilaian, dan Pelaporan Sistem Manajemen Keselamatan
Pertambangan Mineral dan Batubara.

ISO 45001. (2018). Occupational Health and Safety Management Systems Requirements
with Guidance For Use. London: BSI Standards Limited

Anda mungkin juga menyukai