Anda di halaman 1dari 4

Aku keluar dari toilet menuju kubikel.

Aku bersyukur mendapat panggilan wawancara


dengan perusahaan telekomunikasi data terbesar di Indonesia. Kali ini tidak boleh gagal
seperti wawancara di perusahaan consulting di sampoerna strategic kemarin. hari itu tigran
menelepon berkali-kali untuk menanyakan update proyek yang tengah kukerjakan. Alhasil,
pikiranku porak poranda, dan saat wawancara fokusku buyar. Aku curiga tigran bertingkah
seperti itu karena dia sudah menangkap basah aku yang berbohong mengenai izin sakit.

”Cieee... senang banget. Kapan medical check up?” goda Carlo basi.

tigran keluar dari ruangannya, seketika kami semua fokus ke layar komputer.

42

http://facebook.com/indonesiapustaka

”Ra, kamu senin berangkat training ke Bali. Ada kelas bagus soal financial modeling,” kata
tigran begitu berhenti di depan kubikelku.

”Aduh, Pak, nanti saja deh sekalian tahun depan. Kerjaan lagi banyak banget,” tolakku halus.

tuhan, alam, kosmik, tolong bersatu di pihakku. Kalau sampai wawancara kali ini gagal lagi,
melayang sudah lowongan yang sudah kunanti-nantikan sejak awal tahun.

”Bisa bawa laptop, jangan manja. Mumpung training-nya cuma dua hari, jadi Rabu bisa on
board lagi,” tegas tigran.

”tapi, Pak, nggak enak training pas lagi sibuk gini. target masih banyak, kan?” tanyaku sok
mengingatkan tigran.

Dia menyipitkan mata. ”Kamu kok ngotot amat mau di kantor? Kenapa? Ada wawancara
ya?” tanya si bos lugas.

Triple shiiiiiiiiiiit!

Carlo mengalihkan pandangannya agar tidak ke-gap sedang tertawa. Aku berusaha keras
mengendalikan ekspresi wajahku.

”Nggaklah, wawancara apa, memangnya saya artis?” Aku berusaha melucu tapi gagal.

tigran menatapku lekat-lekat, dan kubalas dengan mengangkat kedua alis.

”Kenapa, Pak?” Aku jadi salah tingkah.

”Intonasi kamu naik. Kalau bukan wawancara, pasti tes kesehatan ya?” kali ini tigran
bertanya dengan nada menuduh yang kental.

”Nggak!!!” bantahku mati-matian.

Carlo tertawa sedikit sebelum menimbrung, ”tanda tangan offer kali, Pak.”
”heh, nggak usah jadi provokator!” hardikku.

”Ya sudah, kamu nggak perlu ikut training ke Bali,” kata tigran menengahi.

43

http://facebook.com/indonesiapustaka

Yeeesss!
”tapi training modul kamu saya majukan,” putus tigran. ”What?”
Aku langsung melotot. Dua bulan lalu, aku mati-matian

memperjuangkan training modul finance kepada tigran. Kalau terlewat akhir tahun ini,
berarti aku harus menunggu batch se- lanjutnya di bulan Juni tahun depan. tigran saat itu
berkeras me- nolak dengan alasan pekerjaan akhir tahun pasti menggurita, mencekik sana-
sini. Dan tigran mengatakan dia membutuhkan seluruh anggotanya lengkap sampai sebelum
libur Natal.

”tapi kan kita banyak kerjaan,” kataku kesal. ”Itu dua minggu lho, Pak.”

”selama dua minggu kamu kan bisa bawa laptop.” tigran enggan mengalah.

”Bapak menolak usulan training saya dua bulan lalu. Kenapa sekarang tiba-tiba saya disuruh
ikut?” tanyaku tenang, berusaha sabar.

”Karena sudah waktunya kamu ikut.”

tanpa menunggu responsku, tigran keluar meninggalkan area kantor. Aku menunduk,
membenamkan kepala di meja.

”Ra?” Aku merasakan kehadiran kursi Carlo yang semakin mendekat.

Aku mengangkat kepala. ”Lo mau gue cincang atau gue tusuk sampai kempes?”

”Ya maaf, Ra. gue nggak kepikiran lo malah akan dikirim ke Malaysia jadi tKI,” ucap Carlo
dengan muka memelasnya.

”Dua minggu! gue harus ngomong apa sama hRD di sana?” Aku bersandar di kursi, lemah.

***

44

http://facebook.com/indonesiapustaka

”sudah... Makan, Ra,” bujuk Mas Andre menyodorkan sushi roll. ”senin gue harus berangkat
ke KL. tadimbak-mbak hR perusahaan telekomunikasi itu kayaknya kesal deh waktu gue
telepon. Kalau nggak ada penjadwalan ulang, I’m so done.” Aku

menyumpit sushi lalu menyuapnya.


Mas Andre dan Mbak Karen sengaja mengajak aku dan Carlo
ke restoran sushi terdekat, lalu memilih meja di pojok agar dapat bebas bergosip ria.

”Lo dimarahin sama hRD sana? Lebih baik nggak usah dong. Belum kerja saja sudah
dimarahin, apa kabar kalau sudah jadi pegawai?” omel Mbak Karen sambil menuangkan
kecap ke saucer.

”gue mau nangis...” rengekku sambil menutup wajah dengan kedua tangan.

”sudah, Ra. Rezeki lo masih sama tigran,” ucap Carlo sok bijak.

”gila itu orang. Psikopat!” umpatku kesal.

”Dia memang begitu, posesif. Eh, tapi kok gue senang ya lo nggak jadi pindah?” Mbak Karen
tersenyum simpul.

”Ihhh... jahat amat,” cibirku.

”Lagi pula sekarang masih hectic, lebih baik kita tolong tigran dulu,” Mas Andre memberi
petuah.

”Lo juga, Ndre. sekaliber lo mah kalau mau pindah tinggal telepon, bukan?” tanya Mbak
Karen.

”Letter of offer buat lo kayaknya lebih cepat keluar daripada kita pesan McD deh.” Carlo
tertawa.

”Ya nggak juga. gue kangen anak kembar gue di rumah. Apalagi gue kan telat punya anak.
Jadi habis ini gue akan cari kerja yang agak balance,” kata Mas Andre kemudian meminum
ocha.

”Jadi lebih baik taruhannya kita naikin nih, biar pada sema- ngat!”

http://facebook.com/indonesiapustaka

”Bayarin ke Bali?” pancing Mbak Karen.


”Itu mah kelas lo, Ren,” tolak Carlo.
”Yeee, gaji lo juga gede ya,” respons Mbak Karen sewot.
”Ya lo kalau ke Bali maunya Bvlgari, tewas dong dompet gue!”

Carlo nyengir.
”Duh, guys, gimana caranya biar gue nggak berangkat ke KL?!”

tanyaku mengembalikan fokus teman-temanku ke topik utama karena aku sudah mulai putus
asa.

”Makan di pinggir jalan saja, Ra,” usul Carlo.


”Biar tifus?” Aku mulai sinis.
”Bilang saja mau lamaran!” Mbak Karen memberi ide. ”Kan
benar lo lamaran kerja.”
”tapi terus kalau setelah itu gue nggak nikah-nikah gimana?”

tanyaku balik.
”gampang... bilang aja batal nikah!” Mas Andre mengedipkan

sebelah mata.
”siapa yang batal nikah?” tanya tigran sambil menarik kursi di

meja sebelahku.
”hah, batal nikah? Eh, kami ikut gabung di sini nggak apa-apa,

kan?” tanya Bu sinta—bos Carlo—yang langsung mengambil tempat di depan tigran dan di
sebelah Mas Andre.

Kami berempat mau tidak mau mengangguk sambil tersenyum. Padahal tujuan makan siang
di luar itu salah satunya untuk menghindari para bos agar bisa bergosip sepuasnya.

”Itu... Alranita mau lamaran, Bu, tapi minggu depan harus training ke Kuala Lumpur.” Carlo
mulai membuat onar.

”Lho, kamu cancel saja pelatihannya, Ra. Atau tiga minggu lagi saja lamarannya. sudah
pesan tenda, ya?” tanya Bu sinta jadi khawatir.

”Memangnya kamu punya pacar?” tigran memilih langsung mencibir daripada bertanya.

Anda mungkin juga menyukai