Anda di halaman 1dari 9

MENINJAU PENGGUNAAN SISTEM DESENTRALISASI

FISKAL TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI

DAERAH

(ANALISIS ANGGARAN KOTA SURABAYA TAHUN 2021-2022)

SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana

Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

MUHAMMAD REYNALDI FERDIANSYAH

NIM. 215030107111101

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemerdekaan pola berpikir dan demi mendukung kemandirian daerah

menjadi awal mula berubahnya sistem Pemerintah Daerah di Indonesia yang

awalnya menerapkan sentralisasi menjadi desentralisasi karena berdasarkan

konsep negara kesatuan bahwa Pemerintah Pusat memegang kendali atas berbagai

urusan pemerintahan. Berdasarkan kendali tersebut, Pemerintah Pusat juga

memiliki wewenang sebagaimana Bagir Manan mengartikan bahwa pemecaran

organ-organ yang menjalankan kewenangan Pemerintah Pusat di daerah-daerah

dikenal sebagai dekonsentrasi (centralisatie met de deconcentratie), dimana

semua kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah didasarkan atau sangat

tergantung pada Pemerintah Pusat.1

Pemerintah Pusat juga memiliki wewenang untuk menyerahkan sebagian

kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi yang dikenal sebagai

desentralisasi. Pemberian Otonomi daerah merupakan upaya mengembangkan

pembangunan di daerahnya. Secara historis, optimalisasi otonomi daerah

diberlakukan dengan adanya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah, namun munculnya UU tersebut disinyalir hanya sebagai peredam

munculnya tuntutan dari berbagai wilayah di Indonesia yang hendak memisahkan

dari NKRI, maka dari itu guna mengoptimalisasikan otonomi daerah terjadi

beberapa perubahan UU mengenai Pemerintahan Daerah dengan adanya revisi

1
F. Iswara, Pengantar Ilmu Politik, (Bandung: Bina Cipta, 1980), hlm. 212-213
UU tersebut menjadi UU No. 32 Tahun 2004, kemudian terjadi perubahan kedua

yang tertuang pada UU No. 12 Tahun 2008. UU No. 32 Tahun 2004 merevisi

penyelenggaraan pemilihan daerah, yakni merubah penyelenggaraan pemilihan

Kepala Daerah dari dipilih oleh DPRD kemudian dipilih secara langsung oleh

rakyat, namun setelah ditelaah kembali UU tersebut diganti lagi menjadi UU No.

23 Tahun 2014 yang sudah komprehensif dengan sistem pemerintahan Indonesia.

Tujuan dari diterapkannya model otonomi daerah adalah meningkatnya kualitas

pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, baik penyediaan

barang-barang publik (public goods) dan pelayanan publik (service goods).

(Sun’an & Senuk, 2015).

Implementasi kemandirian daerah melalui pemberian otonomi daerah

diharapkan mampu menuntun daerah untuk mencari alternatif sumber pembiyaan

pembangunan daerah tanpa mengurangi bantuan dari Pemerintah Pusat, dengan

model seperti ini, Pemerintah Daerah diharapkan mampu mengikutsertakan

peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sebagai pemacu

pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah (enginee of growth) (Makmun,

2004). Otonomi daerah menciptakan desentralisasi yang mengangkut pengelolaan

keuangan daerah, perencanaan ekonomi dalam menyusun program-program

pembangunan daerah dan perencanaan lainnya yang dilimpahkan dari pusat ke

daerah (Kharisma, 2013). Desentralisasi memiliki empat jenis pendelegasian yaitu

desentralisasi dibidang urusan administrasi, desentralisasi fiskal, desentralisasi

politik dan desentralisais di bidang ekonomi 2. Peneliti akan berfokus pada

2
Termaktub dalam UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
desentraslisasi fiskal, yaitu sebuah instrumen yang digunakan oleh pemerintah

dalam mengelola pembangunan untuk mendorong perekonomian di daerah atau

pusat. Pemerintah Pusat memberikan kebebasan kepada Pemerintah Daerah dalam

mengelola pelaksanaan pembangunan di daerah agar berdampak positif kepada

kesejahteraan masyarakat. Desentralisasi fiskal memiliki tiga varias. Pertama

desentralisasi, yaitu pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan

Pemerintah Pusat ke instansi vertikal di Pemerintah Daerah. Kedua delegasi, yaitu

daerah bertindak sebagai perwakilan Pemerintah Pusat untuk melaksanakan

fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah. Ketiga delegasi (pelimpahan), yaitu

adanya kewenangan untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan oleh daerah

(Ricardh & Villancourt, 2002).

Desentralisasi fiskal memberi harapan untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi melalui kemandirian dalam mengelola dana yang maupun dengan

adanya transfer Pemerintah Pusat. Hal tersebut dilakukan karena mengingat

Indonesia terdiri dari 37 provinsi dan setiap provinsi memiliki karakteristik yang

berbeda-beda. Maka dari itu dengan penerapan kebijakan desentralisasi fiskal,

daerah mampu berkembang dan tidak selalu mengandalkan Pemerintah Pusat,

khususnya dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi. Sesuai dengan

pernyataan Martinez dan McNab (2003) bahwa desentralisasi fiskal memiliki

hubungan dengan pertumbuhan ekonomi yang bersifat direct dan indirect.

Hubungan dengan sifat direct didasarkan pada pendapat Oates (1993) yang

menyebutkan bahwa penyediaan barang publik dalam sistem desentralisasi fiskal

akan meningkatkan efisiensi, sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan


ekonomi, namun pengertian tersebut masih memerlukan pengembangan terkait

masalah hubungan indirect antara desentralisasi dengan pertumbuhan ekonomi.

Pernyataan tersebut dibuktikan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Oates

(1993) menyatakan bahwa desentralisasi akan menciptakan efisiensi ekonomi dan

memiliki pengaruh pembentukan dinamis pada pertumbuhan ekonomi, namun

pertumbuhan ekonomi tersebut masih menjadi perdebatan, dikarenakan terdapat

perubahan aspek yang diperhatikan yaitu kuantitas pengeluaran pemerintah,

namun ada tahap lainnya yang menjadi perhatian lain, yaitu mengenai aspek-

aspek lain dari kebijakan pemerintah. Memperhatikan aspek lain dalam

desentralisasi fiskal secara umum juga dijelaskan oleh penelitian Rodden dan

Rose-Ackerman (1997) bahwa desentralisasi fiskal tidak akan berjalan maksimal

jika Pemerintah Daerah tidak memiliki kemampuan yang memadahi dibanding

Pemerintah Pusat. Maka dari itu shah (2006) menyarankan bahwa pemerintah

daerah butuh sedikit kebijakan makroekonomi pada daerahnya agar mampu

menciptakan pertumbuhan ekonomi melalui stabilitas makroekonomi maupun

stabilitas mikroekonomi.

Pertumbuhan ekonomi tertinggi pada Indonesia salah satunya terjadi pada

Jawa Timur, mengutip Publikasi Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota

2021-2022 Buku 1 bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja terbesar di Indonesia

adalah Provinis Jawa Timur dan Kota dengan anggaran Pendapatan dan Belanja

terbesar adalah Kota Surabaya. Anggaran yang tinggi akan berjalan dengan baik

apabila pertumbuhan ekonomi diikuti dengan setiap unsur dalam Pemerintah

Daerah yang berjalan sebagaimana mestinya, salah satunya pengaruh kecurangan


terhadap pertumbuhan ekonomi. Teori fraud triangle menjelaskan fenomena

kecurangan pada Pemerintah Daerah terjadi jika ada tekanan, kesempatan dan

rasionalisasi. Tekanan untuk melakukan kecurangan tersebut dapat diukur

menggunakan rasio kinerja dari anggaran (Maria dan Gudono, 2017), rasio

kemandirian daerah (Maria, et al., 2018) dan akuntabilitas kinerja keuangan

daerah (Muhtar et al., 2018). Melihat hal tersebut, maka peneliti ingin mengetahui

bagaimana seberapa sukses penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia,

khususnya pada Kota Surabaya, melihat tingginya anggaran pendapatan dan

belanja pada tahun 2021-2022. Peneliti akan melakukan analisis terhadap

implementasi penerapan desentralisasi fiskal dengan beberapa batasan, yaitu

eksistensi elit dan penguasa lokal, kepentingan kekuasaan, pelayanan publik,

kelembangaan, korupsi dan fiskal untuk mengetahu jawaban dari permasalahan

yang diangkat oleh peneliti.

1.2 Rumusan Masalah

- Bagaimana impelementasi penerapan desentralisasi fiskal pada Pemerintah

Daerah?

- Apa saja faktor yang mempengaruhi impelementasi penerapan

desentralisasi fiskal pada Pemerintah Daerah?

- Apa saja hambatan dalam implmentasi penerapan desentralisasi fiskal pada

Pemerintah Daerah?
1.3 Tujuan Penelitian

- Mengetahui implementasi yang tepat dalam penerapan desentralisasi fiskal

pada Pemerintahan Daerah

- Mengetahui faktor yang mempengaruhi implementasi penerapan

desentralisasi fiskal pada Pemerintahan Daerah

- Mengetahui hambatan dalam implementasi penerapan desentralisasi fiskal

pada Pemerintahan Daerah

1.4 Manfaat Penelitian

- Bagi Peneliti

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

peneliti untu menjelaskan tentang implementasi penerapan

desentralisasi fiskal pada Pemerintahan Daerah Kota Surabaya

b. Mengimplementasikan teori dan ilmu yang telah didapatkan selama

perkuliahan dalam bidang administrasi publik

- Bagi Pihak lain

a. Hasil penelitian diharapkan berguna sebagai bahan evaluasi dalam

implementasi desentralisasi fiskal pada Pemerintahan Daerah Kota

Surabaya

b. Memberikan manfaat bagi pembaca untuk mempelajari dan melakukan

evaluasi pada periode selanjutnya mengenai implementasi

desentralisasi fiskal pada Pemerintah Daerah Kota Surabaya


DAFTAR PUSTAKA

Christia, A, M. & Ispriyarso, Budi. (2019). Desentralisasi Fiskal dan Otonomi

Daerah di Indonesia, Law Reform, 15 (1), 149-163.

Evi, Maria., Halim, Abdul., Suwardi, Eko., Miharjo, Setiyono. (2019).

Desentralisasi fiskal dan probabilitas terjadinya korupsi: Sebuah

bukti empiris dari Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 22 (1), 1-22.

F. Iswara, Pengantar Ilmu Politik, (Bandung: Bina Cipta, 1980), 212-213.

Hastuti, Proborini. (2018). Desentralisasi Fiskaldan Stabilitas Politikdalam

Kerangka Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia, Simposium

Nasional Keuangan Negara, 784-799.

Kharisma, B. (2013). Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi : Sebelum

Dan Sesudah Era Desentralisasi Fiskal Di Indonesia. Jurnal Ekonomi

dan Studi Pembangunan, Vol. 14, (No. 2), 101-119.

Kusuma, Hendra. (2016). Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonoi di

Indonesia, Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 9 (1), 1-11.

Maria, E., & Gudono. (2017). Empirical test of fraud triangle theory on

local government (evidence from Indonesia). International Journal

of Applied Business and Economic Research, 15(4), 233–248

Maria, E., Halim, A., & Suwardi, E. (2018). Eksplorasi faktor tekanan

untuk melakukan fraud di pemerintah daerah, Indonesia. Jurnal

Akuntansi Publik, 1(1)

Martinez, V. J., & McNab, R. (2003). Fiscal decentralization and economic

growth. World development, 31(9), 1597-1616


Muhtar, Sutaryo, & Sriyanto. (2018). Corruption in Indonesia local government:

Study on triangle fraud theory. International Journal of Business and

Society, 19(2), 536–552

Oates, W E. Fiscal Decentralization and Economic Development. National

Tax Journal, Vol 46 (3): 237-243, 1993

Simanjutak, Kardin M. (2015). Implementasi Kebijakan Desentralisasi

Pemerintahan Di Indonesia, Jurnal Bina Praja, 7 (2), 111-130.

Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/ Kota 2021-2022 Buku 1 (Sumatra,

Jawa)

Susanto, S, N, H. (2019). Desentralisasi Asimetris dalam Konteks Negara

Kesatuan, Administrative Law & Governance Journal, 2 (4), 631-649.

UU No. 32 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah

Anda mungkin juga menyukai