Anda di halaman 1dari 3

Monumen Kepet: Perjuangan Rakyat Tuban Bergerilya Melawan Tentara Bela

Sejarah Kemerdekaan Negara Indonesia tak lepas dari kegigihan rakyat berjuang melawan
penjajahan Belanda selama kurang lebih 350 tahun. Berbgaai bentuk perjuangan dan perlawanan
rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan terjadi di seluruh penjuru nusantara. Di Tuban,
terdapat sebuah kisah perjuangan rakyat melawan penjajah yang cukup populer. Perjuangan
tersebut ditandai dengan sebuah monumen yang dikenal dengan sebutan Monumen Kepet.

Penyebutan itu berdasarkan cerita sejarah dan lokasi monumen yang terletak di Dusun
Kepet, Desa Tunah, Kecamatan Semanding, Tuban.Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Budaya,
Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Tuban Sumardi mengatakan, beberapa pelaku sejarah yang masih
hidup sempat menuliskan kisah perjuangannya saat pertempuran di Kepet.

Termasuk cerita yang dituturkan oleh Serma Moestadjab dalam catatan Kisah Gerakan
Pasukan TNI COMBAT INTELLIGENCE Security Section Troop dalam Penyergapan dan Pembunuhan
Pasukan KNIL di Kepet.Menurutnya, dari berbagai cerita yang dituturkan dan digali dari para pejuang
yang menjadi pelaku sejarah, peristiwa pertempuran di Kepet itu dipimpin oleh Serma Moestadjab
yang dibantu warga setempat.
Tuban merupakan salah satu wilayah yang dikuasai pasukan Belanda saat Agresi Belanda
II.Pada 18 Desember 1948 malam, sejumlah kapal perang yang mengangkut pasukan Koninklijk
Nederlands-Indisch Leger (KNIL) berlabuh di pantai Glondonggede, Kecamatan Tambakboyo,
Kabupaten Tuban.
Keesokan harinya, pasukan KNIL atau tentara Hindia-Belanda bergerak melakukan berbagai
serangan ke sejumlah wilayah di Kabupaten Tuban. Saat itu, situasi keamanan di dalam negeri
sedang dihadapkan pada peristiwa pergolakan yang lebih dikenal dengan istilah Madiun Affair atau
PKI 1948 pimpinan Muso.

Induk kesatuan Brigade TNI juga sedang melakukan konsolidasi penataan personel dan
konsentrasi penempatan kesatuan sesuai kondisi serta situasi daerah masing- masing.

Sehingga, tak ada pasukan TNI yang disiagakan di Tuban untuk menanggulangi potensi
bahaya yang muncul.Meski masih ada personel TNI di Tuban saat itu, tetapi jumlahnya sangat minim
dan perlengkapan senjata yang dimiliki juga terbatas.
Kondisi kekuatan yang tidak berimbang membuat pasukan Belanda dengan leluasa
menyerbu sejumlah wilayah di Kabupaten Tuban. Pada 20 Desember 1948, pasukan Belanda dengan
mudah dan cepat menduduki wilayah Kota Tuban, tanpa ada perlawanan berarti.

Setelah menguasai pusat pemerintahan di Tuban, pasukan Belanda membuat pos


pengamanan di setiap kecamatan.Pos pengamanan tersebut di antaranya berada di Kecamatan
Tambakboyo, Kecamatan Merakurak, Kecamatan Jenu, Kecamatan Plumpang, dan Kecamatan
Rengel.

Selain itu, pasukan Belanda membuat pos penjagaan di sejumlah titik lokasi jalan poros
Tuban-Babat yang menjadi jalur utama menuju Surabaya.Di antaranya pos penjagaan di Jembatan
Kaliklero, Dusun Kepet Desa Tunah, dan pos penjagaan di tepi hutan penjalin Desa Gesing,
Kecamatan Semanding, Tuban.

Pos penjagaan tersebut difungsikan tentara Belanda untuk mengamankan jalan poros
Tuban-Babat, jaringan telepon, jalur kereta api, serta pengamanan wilayah yang ada di sekitarnya.
Sementara itu, Komandan Brigade I Ronggolawe, Letkol Soedirman yang berkedudukan di
Temayang, Bojonegoro, memerintahkan Komandan Seksi M Soetadi melakukan pengintaian dan
mengumpulkan informasi kekuatan dan pergerakan pasukan tentara Belanda.

Serma Moestadjab anggota staf 1 Gedelegeerde Komando Distrik Militer Tuban pun ikut
membantu melakukan tugas intelijen tersebut sekaligus melakukan perlawanan kecil di wilayah
pendudukan Belanda di Tuban.Berbagai upaya dilancarkan Serma Mustajab bersama pasukannya
untuk melawan pasukan Belanda, mulai dari infiltrasi, sabotase, merusak jaringan telepon, rel kereta
api, perusakan jembatan, penculikan, dan pengadangan.

Puncaknya, pada 20 April 1949 pagi, pasukan yang dipimpin Serma Mustajab dibantu
masyarakat sekitar berhasil menyerang pasukan Belanda di pos penjagaan Jembatan Kaliklero,
Dusun Kepet, Desa Tunah.Dalam penyerangan itu, lima tentara Belanda dan seorang pembantu
wanita tewas. Para pejuang saat itu menggunakan senjata caluk dan sabit. Mereka sebelumnya
menyamar sebagai kuli bangunan di pos penjagaan.

Setelah penyerangan itu, para pejuang merampas sejumlah senapan, pistol, dan beberapa
peralatan milik Belanda di pos tersebut. Dalam peristiwa penyergapan dan pembunuhan tersebut,
seluruh pejuang berhasil selamat dari kejaran pasukan Belanda yang sedang patroli.

Namun, beberapa hari kemudian Kardi yang menjadi Kepala Desa Tunah dikabarkan
tertangkap dan dibunuh oleh pasukan Belanda. Untuk mengenang pertempuran itu, sebuah
monumen yang dikenal dengan Monumen Kepet didirikan. Monumen yang dibangun di bekas lokasi
pos penjagaan Jembatan Kaliklero, di tepi jalan raya Trans Nasional Tuban-Babat, Desa Tunah,
Kecamatan Semanding, Tuban.

Sumardi menjelaskan, keberadaan monumen tersebut untuk mengenang sejarah perjuangan


rakyat bersama TNI dalam melawan penjajahan Belanda. Pada bagian atas monumen terdapat dua
patung. Salah satu patung terlihat berdiri di belakang patung lain yang sedang duduk. Patung yang
berdiri itu memegang caluk dan merangkul pundak patung yang duduk.

Patung tersebut merupakan gambaran aksi warga bersama TNI saat penyerangan Pos
Jembatan Kaliklero. “Makanya bentuk patungnya pegang caluk seolah akan mengayunkannya ke
patung yang terduduk didepannya,” kata Sumardi
DAFTAR PUSTAKA

https://amp.kompas.com

Nama kelompok 4

1. Ahmad Ainur Rofiq


2. Gilang Adit Pramana
3. Mukhlisin
4. Putyri Yuniar Rahmawati
5. Zumrotun Muawanah
6. Najwa Niken Avrilia

Anda mungkin juga menyukai