2210312042
Kelompok 14-C
TERMINOLOGI
Kehilangan darah dalam jumlah besar secara tiba-tiba dapat menimbulkan dua masalah:
1. Tekanan darah turun karena jumlah cairan yang tersisa di pembuluh darah tidak mencukupi.
2. Pasokan oksigen tubuh berkurang drastis karena jumlah sel darah merah pembawa oksigen berkurang
begitu cepat.
Yang jauh lebih umum daripada kehilangan darah secara tiba-tiba adalah perdarahan jangka panjang
(kronis), yang dapat terjadi di berbagai bagian tubuh. Meskipun perdarahan dalam jumlah besar, seperti
mimisan dan wasir, terlihat jelas, perdarahan dalam jumlah kecil mungkin tidak disadari. Misalnya,
sejumlah kecil darah mungkin tidak terlihat pada tinja. Kehilangan darah jenis ini digambarkan sebagai
sesuatu yang tersembunyi. Jika perdarahan dalam jumlah kecil terus berlanjut dalam jangka waktu lama,
sejumlah besar darah mungkin akan hilang. Perdarahan bertahap tersebut dapat terjadi karena kelainan
umum, seperti tukak pada lambung atau usus kecil, polip pada usus besar, atau kanker pada usus besar .
Sumber perdarahan kronis lainnya termasuk tumor ginjal atau tumor kandung kemih , yang dapat
menyebabkan keluarnya darah melalui urin, dan perdarahan menstruasi yang banyak .
4. Mengapa teman riani kondisinya melemah dan mudah pusing setiap olahraga?
Karena pada saat olahraga, tubuh membutuhkan darah dan oksigen yang tinggi, jika kadar oksigen dan
darah dalam tubuh rendah, maka tubuh akan lebih mudah lemah dan kepala terasa pusing. Hal ini bisa
disebabkan oleh anemia.
Darah akan membawa oksigen dan mengedarkannya ke seluruh tubuh, pada anemia pasokan oksigen
tubuh berkurang karena jumlah sel darah merah yang membawa oksigen juga berkurang, akibatnya tubuh
kekurangan oksigen, terutama pada otak yang menyebabkan pusing
5. Mengapa konjungtiva pucat merupakan tanda anemia?
Konjungtiva merupakan lapisan tipis yang berada di mata yang berguna melindungi sklera (area putih dari
mata). Sel pada konjungtiva akan memproduksi cairan yang akan melubrikasi kornea sehingga tidak kering.
Konjungtiva terletak di kelopak mata dinamakan konjungtiva palpebral dan yang akan memantulkan pada
permukaan anterior dari bola mata dinamakan konjungtiva bulbar.
Konjungtiva merupakan lekukan pada mata, normalnya konjungtiva itu berwarna kemerahan, pada keadaan
tertentu (misal pada anemia) konjungtiva akan berwarna pucat yang disebut dengan nama konjungtiva
anemis. Karena pada anemia terjadi kekurangan eritrosit (sel darah merah) sehingga darah yang harusnya
dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup jadi tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan salah satu
area sensitif yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan tampak pucat sama seperti halnya
dengan sklera, bibir dan area kuku, sehingga selain konjungtiva, bibir dan kuku juga tampak pucat. Jadi
gambaran conjunctiva bisa dikatakan sebagai salah satu prediktor status anemia pada wanita prakonsepsi
dan harus ditunjang dengan hasil dari pemeriksaan fisik yang lain meliputi gambaran kuku, kulit dan bibir
pada responden.
7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab darah rutin teman riani? Apakah normal atau tidak?
Untuk hasil pemeriksaan teman riani kadar hemoglobinnya di bawah normal, yang mana pada perempuan
tidak hamil kadar normal hemoglobin dalam darah yakni 12 g/dL. Ini menandakan teman riani mengalami
anemia.
Penatalaksanaan anemia defisiensi besi (ADB) dilakukan berdasarkan derajat keparahan dan gejala
penyerta, meliputi:
• Modifikasi Diet
• Penanganan kondisi penyerta
• Terapi besi oral
• Terapi besi parenteral
• Transfusi darah
Keberhasilan terapi ADB ditandai dengan peningkatan hemoglobin sebanyak 2 g/dL dalam 3 minggu.
Pengobatan harus dilanjutkan selama paling tidak 6 bulan untuk memastikan persediaan besi dalam
darah sudah kembali normal dan menghindari rekurensi.
Modifikasi Diet
Defisiensi besi sering kali terjadi karena kurangnya asupan besi. Modifikasi diet dapat membantu
untuk mencegah rekurensi ADB dan dapat diterapkan bersamaan dengan terapi besi. Makanan
seperti roti, teh, atau susu sering kali menghambat penyerapan besi. Pasien dengan pica juga harus
dilakukan edukasi dan konseling untuk modifikasi diet.[4]
Besi parenteral dapat diberikan apabila pasien mengalami kegagalan terapi oral atau memiliki kondisi
berikut: (1) Perdarahan berlebih, (2) Gangguan ginjal kronis, (3) Penyakit radang usus/inflammatory bowel
disease, dan (4) Pasien kanker.
• Besi dekstran : Dapat diberikan intramuskuler ataupun intravena dengan dosisi 1000 mg dalam 1
jam.
• Besi sukrosa : Dapat diberikan injeksi intravena dengan bolus lambat (dosis <300 mg) atau infus
(500 mg dalam beberapa jam)
• Kompleks ferik-glukonat (tidak tersedia di Indonesia)
• Besi karboksilmatosa (tidak tersedia di Indonesia)
Pemberian besi parenteral harus dibawah pengawasan dokter spesialis. Penggunaan besi parenteral ini
terkadang kurang dilakukan karena resiko efek samping alergi yang cukup tinggi, seperti anafilaksis,
syok, hingga kematian.
Transfusi Darah
Transfusi darah diindikasikan pada pasien dengan Hb < 6-8 g/dL, terutama pada pada ibu hamil dengan
gawat janin atau gawat ibu, hemodinamik tidak stabil, perdarahan aktif, iskemia organ karena ADB berat.
Transfusi dilakukan dengan packed red cell 300 ml 2 unit. Pasien yang memerlukan transfusi harus
dirujuk.
SKEMA
ANEMIA
↓
Diagnosis
→
↓
Pemeviksaan Fisik
L
Anamnesis pemeriksaan
penunjang
→
klasifikasi
# ,µakrositit
Penyebab
"
Hayat trorfologi
Keparahan ↓ ormositik
/
✓ ↓ ↳
→
Berat Mikrositik Nomokoom
Perdarahan Bone Marrow Hipokrom
Ringansedang
- failure
Hemolisis
→
Tatalaksana
✓ Farmako
↓ ↳
ironfarmako
Transfuser terapi Tempi
LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anemia dan klasifikasinya
2. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi, etiiologi, faktor resikoanemia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala dan manifestasi klinik pada anemia
4. Mahasiswa mapu menjelaskan patogenesis dan patofisiologi dari anemia
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan pada anemia
6. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis kerja, klinis, banding dari anemia
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana dan rujukan dalam menangani kondisi anemia
_
,
Untuk mengetahui jenis anemia ini melalui SI (Serum Iron) atau besi serum, Ferritin dan TIBC.
Hampir 80% 2-at besi ygberfungsi terada pada hemoglobin si Sanya pada Mio globin & enzim
yg
-
2. Thalasemia
Anemia yang disebabkan oleh lisisnya sel darah merah akibat gangguan sintesis rantai globin dari
molekul hemoglobin, termasuk penyakit turunan (autosomal resesif)
4. Anemia Sideroblastik
Anemia yang disebabkan sumsu tulang menghasilkan sel darah imatur (sideroblast) berbentuk
cincin, terjadi akibat sel darah merah kelebihan zat besi sehingga produksi Hb tidak efektif.
2. Anemia Normositik Normokrom
a. Anemia Hemolitik
- Pecahnya RBC secara prematur akibat kelainan RBC itu sendiri (intracorpuscular) atau akibat
faktor luar RBC (ekstrakorpuskular) yang melebihi kemampuan kompensasi eritropoesis sumsum
tulang.
- Diagnosis banding dari animea normositik
sferositosis
- Diklasifikasikan menjadi → koopuskularcherediter) Defee membrane →
µ Defek
-
Defek Ention →
Defisiensi EGPD
✓ Ekstra Korpustular Hb → Thala semi a
^
lmun Non lmun
( AIHA , lnkompa -
( An Hemolihk
-
Mikroangiopati ,
darah ) . sisteurik ) .
b. Anemia Perdarahan
- Disebabkan karena pendarahan
- Ada anemia perdarahan kronis dan akut
> Anemia Perdarahan Kronis : paling sering, akibat perdarahan gastrointestinal kronik, penyebab
harus diidentifikasi secara spesifik
> Anemia Perdarahan Akut : berhubungan dengan perdarahan, trauma atau pembedahan
c. Anemia Aplastik
- Disebabkan kegagalan sumsum tulang menghasilkan sel darah; Pansitopenia : rendahnya
produksi semua sel darah
- Diklasifikasikan menjadi → ditvrunkan → Anemia Fanconi cafe au lait Mal for Masi
:
,
VACTERL -
H
ldiopatik ( s > 0%)
V
didapat →
3. Anemia Makrositik
a. Anemia Megaloblastik
1. Defisiensi Vitamin B12
2. Defisiensi Vitamin B9
b. Anemia Non Megaloblastik
Etiologi : 1) Kebutuhan zat besi meningkat: anak dalam masa pertumbuhan, kehamilan, dan
laktasi;
2) Kehilangan zat besi karena perdarahan:
3) Konsumsi zat besi yang kurang (faktor nutrisi), yaitu kurangnya jumlah konsumsi zat
besi dalam makanan sehari-hari. Kebutuhan zat besi yang diperoleh dari makanan ialah sekitar
20 mg/ hari. Dari jumlah tersebut, kurang lebih hanya 2 mg yang diserap;
4) Gangguan absorpsi zat besi: pasca gastrektomi, penyakit Crohn, tropical sprue
Faktor Resiko : Usia, Genetk, diet vegetarian, terlalu sering donor darah, wanita
2. Thalassemia
Epidemiologi : Sekitar 5% populasi dunia memiliki varian globin tetapi hanya 1,7% memiliki trait
talasemia alfa atau beta. Talasemia mengenai baik laki-laki maupun perempuan dan terjadi sekitar
4,4 setiap 10.000 kelahiran hidup. Talasemia alfa terjadi paling sering pada keturunan Afrika dan Asia
Tenggara sedangkan talasemia beta paling umum terjadi pada orang Mediterania, Afrika dan
keturunan Asia Tenggara.
B. Normositik Normokrom
1. Anemia Hemolitik
Anemia sel sabit
Epidemiologi : Lebih sering ditemukan pada orang Afrika sekitar 16% memiliki sickle
hemoglobinopathy, Ditemukan karier di berbagai negara eropa
Etiologi : Abnormalitas gen yang bersifat autosomal resesif
Faktor risiko : Adanya sickle cell trait (SCT) pada kedua orang tua penderita
AIHA
Epidemiologi : 1-3 kasus per 100.000 orang per tahun, dengan prevalensi 17/100.000 orang per
tahun, Angka kematian berkisar 20-50%, Bisa terjadi pada semua usia, lebih sering pada individu
setengah baya dan lebih tua dan juga lebih sering terjadi pada perempuan
Etiologi : idiopatik
2. Anemia Perdarahan
Epidemiologi : beragam, fluktuatif, dan insidental
Etiologi : - Anemia perdarahan kronik, disebabkan karena menstruasi berat, mimisan berat, perdarahan
di sistem digestif atau urinarius, ulkus hepar, kanker
- Anemia perdarahan akut, contohnya trauma, persalinan, pecah, pembuluh darah,
perdarahan hebat ketika operasi
3. Anemia Aplastik
Epidemiologi : Relatif jarang ditemukan. Insidens berkisar antara 2-6 kasus per I juta penduduk per
tahun. Umumnya terjadi pada usia 15-25 tahun; puncak insiden kedua (lebih jarang) terjadi setelah
usia 60 tahun.
Etiologi : Sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik. Namun. beberapa hal yang
dianggap sebagai penyebab anemia aplastik adalah radiasi, benzen, kemoterapi. hipersensitivitas,
atau pemberian kloramfenikol dalam dosis yang berlebihan, infeksi virus hepatitis (jarang). virus
EbsteinBarr, sitomegalovirus, parvovirus, serta hemoglobinuria paroksismal nokturnal. Anemia aplastik
dapat terjadi pada kehamilan (meski sangat jarang) dan sembuh sendiri setelah terjadi persalinan
ataupun aborsi. Anemia aplastik dapat pula bersifat kongenital. misalnya anemia Fanconi.
C. Makrositik
Anemia Defisiensi B9 & B12
Epidemiologi : Dapat terjadi pada semua usia tapi umumnya terjadi pada individu berusia > 40 tahun.
Prevalensinya semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Etiologi :
- Metabolisme Vit. B12 yang tidak efektif, kekurangan vit. B12, gangguan transpor vit. B12, malabsorbsi,
vegetarian yang tidak makan daging, susu, telur (B12)
- Diet yang inadekuat, malabsorbsi, peningkatan kebutuhan, Alkoholisme, Obat-obatan (B9)
3. GEJALA & MANIFESTASI KLINIK PADA ANEMIA
Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang timbul pada setiap
kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah harga tertentu.
Gejala umum anemia ini timbul karena: 1). Anoksia organ; 2). Mekanisme kompensasi tubuh
terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia
simtomatik) apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dI. Berat ringannya gejala umum
anemia tergantung pada:
a) Derajat penurunan hemoglobin;
b) Kecepatan penurunan hemoglobin;
c) Usia;
d) Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.
Gejala umum anemia. Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar
hemoglobin.Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai
kadar tertentu (Hb<7 g/di). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada
pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak
tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan
ole penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang
berat (Hb <7g/dI).
Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia.
Sebagai contoh:
• Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok
(koilonychia).
• Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12
• Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali
• Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi
Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat
bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang:
sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu
sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik ole
karena artritis reumatoid. Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting
pada kasus anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia
memerlukan pemeriksaan laboratorium.
2. Thalassemia
- Thalassemia Alfa : Asimptomatik pada silent carrier, Anemia Hemolitik Ringan, Penyakit Hb H, Hb-
Bart’s hydrops fetalis syndrome
- Thalassemia Beta : Risiko hemolisis rendah, jarang splenomegali (Minor), Anemia hemolitik berat,
hepatosplenomegali, kerusakan tulang (Mayor)
3. Anemia Sideroblastik
Kelelahan, Malaise, Sesak Nafas, Jantung berdebar, Sakit Kepala, Konjungtiva & kulit pucat, Limpa &
Liver bengkak
4. Anemia Hemolitik
Anemia Sel Sabit :
Gejala Umum : Pusing, pucat, sesak nafas, cepat lelah, jantung berdebar
Gejala Khusus : rasa nyeri yg muncul di beberapa bagian tubuh, gangguan penglihatan, pembengkakan
tangan dan kaki, infeksi
AIHA : Pucat, lemah, lesu, Ikterik, Splenomegali, Pertumbuhan erganggu, Gangguan kardiovaskular,
batu empedu
5. Anemia Perdarahan
Gejala mungkin berat pada awalnya terutama jika anemia berkembang dengan cepat sebagai akibat
dari kehilangan darah secara tiba-tiba karena cedera, pembedahan, persalinan, atau pembuluh darah
yang pecah.
Kehilangan darah dalam jumlah besar secara tba-tiba dapat menimbulkan 2 masalah :
1. tekanan Darah turun karena jumlah cairan yang tersisa di pembuluh darah tidak mencukupi pasokan
oksigen tubuh berkurang drastis karena jumlah sel darah merah pembawa oksigen menurun begitu
cepat
2. Kehilangan darah kronis yakni perdarahan jangka panjang yang dapat terjadi diberbagai bagian tubuh
6. Anemia Aplastik
Gejala Klinik : Anemia, perdarahan, lemas, pusing, jantung berdebar, demam, nafsu makan berkurang,
pucat, sesak napas, penglihatan kabur, telinga berdengung
4. Anemia hemolitik
AIHA
- Destruksi yang dimediasi oleh ikatan dengan antibodi atau melalui aktivasi komplemen (anemia
hemolitik imun)
- Pemecahan secara mekanik (anemia hemolitik mikroangiopati, dan luka bakar)
- Destruksi secara langsung (toksin kimia obat, dan infeksi (malaria))
Patof AIHA :
- Tipe Hangat
IgG berikatan dengan eritrosit dengan baik pada suhu 37 C
Merupakan yang paling umum
- Tipe Dingin
lgM berikatan dengan eritrosit pada suhu 4 C
5. Anemia Perdarahan
- Terjadi perdarahan
- Volume darah total berkurang
- Pada fase 1 (hari 1-3 hipovolemia), volume plasma berkurang, volume eritrosit berkurang
- Hemodilusi (darah encer)
- Masuk fase 2 (hari ke 3-5 setelah regenerasi)
- Hiperplasia sumsum tulang, ada Retikulositosis (peningkatan retikulosit), Polikromasi (suatu keadaan
yg ditandai dengan banyak eritrosit polikrom pada sediaan apus darah tepi), Makrositosis (keadaan
pembesaran ukuran dari RBC dgn rata" MCV >= 100 femtoliter (fl),
- Leukositosis (leukosit terlalu banyak)
- Neutrofilia (kadar neutrofil melebihi batas normal)
- Trombositosis (trombosit melebihi batas normal)
6. Anemia Aplastik
Kerusakan yang terjadi pada anemia aplastik terdapat pada sel induk dan ketidakmampuan jaringan
sumsum tulang untuk memberi kesempatan sel induk untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal
ini berkaitan erat dengan mekanisme terjadi seperti toksisitas yang langsung atau defisiensi sel sel
stromal. Penyimpangan proses imunologis yang terjadi pada anemia aplastik berhubungan dengan
infeksi virus atau obat-obatan yang digunakan, atau zat-zat kimia.
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit
dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut,
yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal
ginjal atau faal tiroid.
2. Thalassemia
Pemeriksaan Fisik
1. Pucat;
2. Organomegali: hepatosplenomegali diakibatkan oleh
(1) destruksi eritrosit berlebihan,
(2) hemopoiesis ekstramedular, dan
(3) penumpukan besi. Splenomegali meningkatkan kebutuhan darah dengan
meningkatkan volume plasma;
3. Facies cooley diakibatkan oleh hiperplasia sumsum tulang dan penipisan korteks; Gangguan
pertumbuhan dan status gizi yang kurang .
▪
Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap
Anemia mikrositik ringan. Anemia mikrositik dapat disebabkan oleh defisiensi besi, talasemia,
keracunan timbal, anemia sideroblastik atau anemia penyakit kronis. lndeks MCV, RDW, dan
anamnesis riwayat pasien dapat mengeksklusi etiologi. MCV biasanya kurang dari 75 fl pada
talasemia dan jarang kurang dari 80 fl pada anemia defisiensi besi sampai hematokrit kurang dari
30%.
Indeks Mentzer (MCV/ eritrosit). Pada talasemia, indeks Mentzer < 13 sedangkan pada anemia
defisiensi besi, indeks Mentzer Indeks lebih dari > 13. Rasio bernilai I 3 dianggap meragukan.
Nilai red blood cell distribution width (RDW) meningkat. RDW dapat membantu membedakan
defisiensi besi dan anemia sideroblastik dengan talasemia. Semakin tinggi RDW berarti semakin
anisositosis.
Leukositosis palsu akibat retikulosit/ eritrosit berinti yang terhitung sebagai sel darah putih.
Trombositopenia akibat hipersplenisme.
Analisis hemoglobin pada talasemia beta trait biasanya menunjukkan kurang atau tidak adanya
HbA, peningkatan kadar HbA atau HbF. Penderita talasemia beta mayor umumnya terdiagnosis
pada masa bayi. Pucat, gelisah, keterlambatan perkembangan, pembesaran perut, dan ikterus
muncul saat semester kedua kehidupan. Penderita dengan anemia mikrositik tetapi gejala lebih
ringan yang muncul belakangan dalam kehidupan menderita talasemia beta intermedia.
3. Anemia Sideroblastik
- Pemeriksaan darah lengkap (eritrosit mikrositik, SI tinggi, Feritin normal)
- Apusan darah tepi : Eritrosit dengan cincin sideroblast
- Cadangan besi di SST meningkat
4. Anemia Hemolitik
Pemeriksaan Laboratorium
1. Tanda-tanda destruksi eritrosit meningkat
- Anemia normositik normokrom
- Kadar bilirubin indirect serum meningkat
- Ekskresi urobilinigoen urin dan feses meningkat
2. Tanda-tanda produksi eritrosit meningkat
- Retikulosit
- Eritropoiesis hiperaktif
3. Kelainan eritrosit
- Morfologi
- Fragilitas osmotik
4. Tanda-tanda hemolisis intravaskular
- Hemoglobinemia
- Hemoglobinuria
- Hemosiderinuria
- Methemoglobinuria
- Kadar haptoglobin dan hemopeksin serum meningkat
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
- Anemia hemolitik ekstravaskular : hiperseluler, eritropoiesis resktif
- Anemia hemolitik intravaskular
- Erythropoietic hyperplasia, peningkatan eritroblast
6. Pemeriksaan khusus
- Test coombs
- Test hams dan Sugar Water Test khusus untuk PNH
- Pengurangan aktivitas G6PD dan piruvat kinase dalam eritrosit
- Elektroforesis Hb
AIHA
1. Tipe warm : Banyak sferosit pada apusan, Tes coombs positif
2. Tipe cold : Sferositosis tidak nyata, Algutinasi eritrosit terjadi pada suhu kamar, Tes coombs
positif, Komplemen (C3) pada permukaan eritrosit, Kadar IgM meningkat , Pada PCH, tipe
antibodi nya IgG
5. Anemia Makrositik
Makrositik (ukuran eritrosit lebih besar dari inti limfosit kecil), normokrom, ditemukan sel tear drop, Howel
Jolly bodies, hipersegmentasi neutrophil .
6. DIAGNOSIS KERJA, KLINIS & BANDING DARI ANEMIA
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal in penting diperhatikan dalam
diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai pada diagnosis anemia, tetapi sedapat mungkin kita
harus dapat menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Maka tahap-tahap dalam
diagnosis anemia adalah:
• Menentukan adanya anemia
• Menentukan jenis anemia
• Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
• Menentukan ada atau tidakya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
pengobatan
Pendekatan Diagnosis Anemia Terdapat bermacam-macam cara pendekatan diagnosis anemia, antara
lain adalah pendekatan tradisional, pendekatan morfologi, fungsional dan probabilistik, serta
pendekatan klinis.
2. Anemia Aplastik
Diagnosis
Anemia aplastik ditegakkan berdasarkan temuan pansitopenia pada pemeriksaan darah tepi dan
hiposelularitas pada biopsi sumsum tulang.
1. Darah tepi. Ditemukan anemia normositik normokrom; kadang ditemukan makrositosis, anisositosis,
poikilositosis; granulosit dan trombosit ditemukan dalam jumlah rendah; limfositosis relatif (terjadi pada
75% kasus); retikulosit rendah atau normal;
2. Laju endap darah (LED), selalu meningkat (89% kasus memiliki LED >I 0 mm/jam dalam jam pertama);
3. Faal hemostasis: waktu perdarahan memanjang (karena trombositopenia):
4. Sumsum tulang: gambaran hiposeluler, kepadatan sumsum tulang < 25%, banyak terisi
oleh lemak.
Diagnosis Banding
1. Sindrom mielodisplasia hiposeluler
• Anemia aplastik: sel CD34+ menurun (umumnya :0,3%). pemeriksaan sitogenetik menunjukkan
kromosom yang normal;
• Sindrom mielodisplasia hiposeluler: sel CD34+ normal (0,5 -1%) atau meningkat; memiliki karakteristik
berupa abnormalitas morfologi (megakariosit. sel prekursor mieloid, aneuploidi).
2. Leukemia limfositik granular besar. Dikenali dari fenotip yang berbeda pada pemeriksaan mikroskopik
darah (pola pulasan sel-sel khusus pada flow cytometry) dan ketidakteraturan reseptor sel T
(menandakan adanya ekspansi monoklonal sel T).
3. Anemia Hemolitik non-imun
Diagnosis
1. Pemeriksaan darah tepi: penurunan kadar hemoglobin, retikulositosis;
2. Morfologi erirosit dapat menunjukkan adanya hemolisis dan penyebabnya, misalnya
sferosit pada sferositosis herediter. anemia hemolitik autoimun; sel target pada talasemia,
hemoglobinopati, penyakit hati: schistosit pada mikroangiopati, prostesis intravaskular;
3. Tanda hemolisis lainnya:
• Peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi (indirek) dan hemoglobinuria.
• Kadar LDH-2 dan SCOT meningkat dapat menunjukkan adanya percepatan
destruksi eritrosit jika tidak ada kerusakan jaringan organ lain.
• Hiperplasia eritroid di sumsum tulang
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia ialah:
1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan terlebih dahulu
2) Pemberian hematinik tapa indikasi yang jelas tidak dianjurkan;
3) Pengobatan anemia dapat berupa:
(i) Terapi untuk keadaan darurat seperti misalmya pada perdarahan akut akibat anemia aplastik yang
mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik,
(ii) Terapi suportif,
(iii)Terapi yang khas untuk masing-masing anemia,
(iv)Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut
4) Dalam keadaan di mana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa memberikan terapi
percobaan (terapi ex juvantivus). Di sini harus dilakukan pemantauan yang ketat terhadap respon terapi dan
perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus tentang kemungkinan
perubahan diagnosis
5) Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan hemodinamik.
Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat simtomatik tau adanya ancaman payah
jantung. Di sini diberikan packed red cell, jangan whole blood. Pada anemia kronik sering dijumpai
peningkatan volume darah, ole karena itu transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan
diuretika kerja cepat seperti furosemid sebelum transfusi.
1. Terapi kausal, dengan mengatasi penyebab perdarahan yang terjadi, misalnya mengobati infeksi cacing
tambang;
2. Pemberian preparat besi (Fe): ferrous sulfat per oral 3x200 mg selama 3-6 bulan, ada pula yang
menganjurkan hingga 12 buIan. Preparat diberikan saat perut kosong.
• Pada pasien yang tidak tahan terhadap keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, konstipasi,
pemberian ferrous sulfat dapat dilakukan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3xl00 mg;
• Dapat diberikan preparat vitamin C 3xl00 mg untuk meningkatkan penyerapan zat besi.
3. Terapi besi parenteral: iron dextran complex (50 mg/ mL) , subkutan atau intravena pelan. Rute
parenteral bertujuan mengembalikan kadar Hb dan mengisi besi hingga 50- 100 mg. Dosis kebutuhan
besi (mg) = [(15-Hb pasien) x Berat Badan x 2,4] + (500- 1000 mg)
Namun, rute ini bukan pilihan utama dan hanya dilakukan atas indikasi:
• Intoleransi terhadap pemberian besi oral; Kepatuhan terhadap pemberian besi oral yang rendah;
Gangguan pencernaan yang dapat kambuhjika diberikan preparat besi oral, misalnya kolitis ulseratif;
• Penyerapan preparat besi oral terganggu, misalnya pada gastrektomi;
Terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar, sehingga tidak dapat dikompensasi dengan pemberian
preparat oral;
• Kebutuhan besi yang besar dalam waktu singkat, misalnya sebelum operasi;
Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoietin pada anemia gaga! ginjal kronis.
2. Anemia Aplastik
Tata laksana definitif berupa transplantasi sumsum tulang (TST)
• Pasien berusia muda umumnya mentoleransi TST lebih baik;
• Pasien berusia lebih dari 20 tahun dengan hitung neutrofil 200-500/mm3 lebih mendapatkan manfaat
dengan terapi imunosupresif daripada TST;
• Pasien dengan hitung neutrofil sangat rendah, lebih baik mendapat TST mengingat neutropenia pada
pasien yang mendapat terapi imunosupresi baru akan membaik setelah kurang lebih 6 bulan.
Terapi suportif:
• Apabila terdapat keluhan akibat anemia, berikan transfusi PRC hingga kadar Hb 7-8 g/ dL;
• Terapi imunosupresi: antithymocyte globulin (ATGam) 20 mg/KgBB/hari selama 4 hari (berasal dari kuda)
atauthymoglobulin 3,5 mg/ KgBB/hari selama 5 hari (berasal dari kelinci) ditambah dengan siklosporin A
(CsA) 12-15 mg/KgBB selama 6 bulan.
• Untuk meningkatkan neutrofil: G-CSF (Filgrastim 5 μg/KgBB/hari) atau GM-CSF (Sargramostim 250 μg/
KgBB/ hari). Pemberian bersamaan dengan regimen imunosupresiATG/ CsA dapat memperbaiki
neutropenia dan respon terapi ini merupakan faktor prognostik yang baik.
• Atasi infeksi dengan pemberian antibiotik. Infeksi disertai dengan neutropenia berat harus segera diatasi
dengan pemberian antibiotik spektrum luas parenteral; umumnya diberikan seftazidim atau kombinasi
aminoglikosida, sefalosporin, dan penisilin. Pasien diedukasi untuk menjaga higiene dalam rangka
mencegah terjadinya infeksi.
• Untuk merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang: steroid anabolik
(oxymethylone, danazol). Saat ini, hanya digunakan sebagai terapi penyelamatan pada pasien yang
refrakter terapi imunosupresi
3. Anemia Hemolitik
AIHA
- Tipe hangat
1. Medikamentosa:
a)Kortikosteroid (prednison) l -1,5 mg/ KgBB/ 0 hari per oral. Bila ada respon terhadap steroid (Hematokrit
meningkat, retikulosit meningkat, Coomb direk positif lemah, Coomb indirek negatif), dosis diturunkan tiap
minggu hingga mencapai dosis l 0-20 mg/hari. Terapi steroid dosis <30 mg/hari dapat diberikan selang se
hari. Beberapa pasien memerlukan terapi rumatan steroid dosis rendah, namun perlu dipertimbangkan
modalitas terapi lain apabila dosis
telah > l 5 mg/hari untuk mempertahankan kadar hematokrit;
b) Imunosupresan: azatriopin 50-200 mg/hari, atau siklofosfamid 50-150 mg/hari;
c) Danazol 600-800 mg/hari. Umumnya dipakai bersama dengan steroid. Bila terjadi perbaikan, steroid
diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol diturunkan menjadi 200-400 mg/hari.
d) Transfusi. dilakukan pada kondisi yang mengancamjiwa (misalnya Hb <3 g/dL).
2. Pembedahan: splenektomi dipertimbangkan apabila terapi steroid tidak adekuat atau tidak
dapat dilakukan tapering off dalam waktu 3 bulan.
- Tipe Dingin
1. Menghindari udara dingin yang memicu hemolisis:
2. Klorambusil 2-4 mg/ hari;
3. Terapi prednison dan splenektomi tidak banyak membantu:
4. Mencari kemungkinan penyebabnya, AIHA tipe dingin dapat disebabkan oleh keganasan
limfoproliferatif
Tata Laksana
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya, misalnya anemia hemolisis imun
dapat diberikan kortikosteroid, splenektomi, atau obat-obat imunosupresan, seperti siklofosfamid/
azatriopin.
4. Anemia Penyakit Kronis
Tatalaksana :
1. Terapi utama ialah mengobati penyakit dasarnya.
2. Pada kasus yang disertai dengan gangguan hemodinamik dapat diberikan transfusi, kadar Hb
sebaiknya dipertahankan 10-11 g/dL. Pemberian preparat besi tidak direkomendasikan pada anemia
penyakit kronis.
3. Pemberian eritropoietin disepakati hanya diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal ginjal.
mieloma multipel. artritis reumatoid. dan pasien HIV. Pemberian eritropoietin ini memiliki efek antiinflamasi
dengan cara menekan produksi TNF- a dan interferon- y .
5. Thalassemia
Setelah terdiagnosis dan bila tidak ada kegawatan, pasien dapat dirujuk ke Spesialis Anak. Penderita trait
talasemia tidak membutuhkan pengobatan khu- sus. Pada talasemia simtomatis dibutuhkan transfusi darah
untuk mempertahankan kadar Hb 9 g/dL dan mendukung pertumbuhan yang normal. Untuk penderita
talasemia beta intermedia, kebutuhan transfusi disesuaikan dengan penilaian klinis. Talasemia alfa
intermedia atau penyakit HbH menyebabkan hemoli- sis ringan atau sedang. Hemosiderosis transfusional
dapat dicegah dengan penggunaan obat kelasi besi.