Anda di halaman 1dari 30

MEUTIA NABILA PUTRI

2210312042
Kelompok 14-C
TERMINOLOGI

1. Merembes : Meresap ke dalam atau ke luar, menjalar perlahan lahan


2. Anemia : Penurunan jumlah eritrosit, kuantitas hemoglobin, atau volume packed red cells dalam
darah di bawah normal
3. Perdarahan : Keluarnya darah dari pembuluh darah yang rusak, baik di dalam maupun diluar tubuh
4. Konjungtiva : Selaput tipis dan bening yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan
menutupi bagian depan sklera
5. Pucat : Kehilangan warna yang tidak normal dari kulit
6. Hemoglobin : Protein pada sel darah merah
7. Tatalaksana : Kerja terstruktur untuk menghasilkan keluaran yang sesuai
8. Luka : Terputusnya kontiunitas jaringan karena kerusakan atau cidera sehingga bisa menyebabkan
terganggunya fungsi
IDENTIFIKASI MASALAH & BRAINSTORMING

1. Mengapa darah dapat merembes dari luka di jari riani?


Luka menyebabkan dinding pembuluh darah mengalami kerusakan terutama vena, karena vena banyak
terdapat pada bagian tangan. Jika vena terluka, darah tidak memancar namun merembes. Ini disebabkan
karena vena mempunyai katup di sepanjang pembuluhnya, katup ini berfungsi agar darah tetap mengalir
satu arah, dengan adanya katup tersebuf aliran darah tetap mengalir menuju jantung

2. Mengapa anemia dapat terjadi pada perdarahan?


Dapat terjadi pada perdarahan yang berlebihan yang mana hilangnya sel darah merah melebihi
produksi sel darah merah baru. Ketika darah hilang, tubuh dengan cepat menarik air dari jaringan di luar
aliran darah untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi. Akibatnya, darah menjadi encer dan
hematokrit (persentase sel darah merah dalam jumlah total darah dalam tubuh, atau volume darah)
berkurang. Akhirnya, peningkatan produksi sel darah merah oleh sumsum tulang dapat memperbaiki
anemia. Namun seiring berjalannya waktu, perdarahn mengurangi jumlah zat besi dalam tubuh, sehingga
sumsum tulang tidak mampu meningkatkan produksi sel darah merah baru untuk menggantikan sel darah
merah yang hilang.

Kehilangan darah dalam jumlah besar secara tiba-tiba dapat menimbulkan dua masalah:
1. Tekanan darah turun karena jumlah cairan yang tersisa di pembuluh darah tidak mencukupi.
2. Pasokan oksigen tubuh berkurang drastis karena jumlah sel darah merah pembawa oksigen berkurang
begitu cepat.

Yang jauh lebih umum daripada kehilangan darah secara tiba-tiba adalah perdarahan jangka panjang
(kronis), yang dapat terjadi di berbagai bagian tubuh. Meskipun perdarahan dalam jumlah besar, seperti
mimisan dan wasir, terlihat jelas, perdarahan dalam jumlah kecil mungkin tidak disadari. Misalnya,
sejumlah kecil darah mungkin tidak terlihat pada tinja. Kehilangan darah jenis ini digambarkan sebagai
sesuatu yang tersembunyi. Jika perdarahan dalam jumlah kecil terus berlanjut dalam jangka waktu lama,
sejumlah besar darah mungkin akan hilang. Perdarahan bertahap tersebut dapat terjadi karena kelainan
umum, seperti tukak pada lambung atau usus kecil, polip pada usus besar, atau kanker pada usus besar .
Sumber perdarahan kronis lainnya termasuk tumor ginjal atau tumor kandung kemih , yang dapat
menyebabkan keluarnya darah melalui urin, dan perdarahan menstruasi yang banyak .

3. Apa saja yang bisa menyebabkan anemia?


Ada 3 yg utama yaitu perdarahan, gangguan di bone marrow dan hemolitik.
Penyebab anemia antara lain adalah kurang zat besi, kurang asam folat, hemoglobin hilang dengan
cepat, penyerapan zat besi dan asam folat terganggu, serta gangguan sumsum tulang belakang. Setiap
penyebab memiliki penanganan yang berbeda sehingga perlu pemeriksaan dokter untuk memastikan
penyebab anemia

4. Mengapa teman riani kondisinya melemah dan mudah pusing setiap olahraga?
Karena pada saat olahraga, tubuh membutuhkan darah dan oksigen yang tinggi, jika kadar oksigen dan
darah dalam tubuh rendah, maka tubuh akan lebih mudah lemah dan kepala terasa pusing. Hal ini bisa
disebabkan oleh anemia.
Darah akan membawa oksigen dan mengedarkannya ke seluruh tubuh, pada anemia pasokan oksigen
tubuh berkurang karena jumlah sel darah merah yang membawa oksigen juga berkurang, akibatnya tubuh
kekurangan oksigen, terutama pada otak yang menyebabkan pusing
5. Mengapa konjungtiva pucat merupakan tanda anemia?
Konjungtiva merupakan lapisan tipis yang berada di mata yang berguna melindungi sklera (area putih dari
mata). Sel pada konjungtiva akan memproduksi cairan yang akan melubrikasi kornea sehingga tidak kering.
Konjungtiva terletak di kelopak mata dinamakan konjungtiva palpebral dan yang akan memantulkan pada
permukaan anterior dari bola mata dinamakan konjungtiva bulbar.
Konjungtiva merupakan lekukan pada mata, normalnya konjungtiva itu berwarna kemerahan, pada keadaan
tertentu (misal pada anemia) konjungtiva akan berwarna pucat yang disebut dengan nama konjungtiva
anemis. Karena pada anemia terjadi kekurangan eritrosit (sel darah merah) sehingga darah yang harusnya
dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup jadi tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan salah satu
area sensitif yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan tampak pucat sama seperti halnya
dengan sklera, bibir dan area kuku, sehingga selain konjungtiva, bibir dan kuku juga tampak pucat. Jadi
gambaran conjunctiva bisa dikatakan sebagai salah satu prediktor status anemia pada wanita prakonsepsi
dan harus ditunjang dengan hasil dari pemeriksaan fisik yang lain meliputi gambaran kuku, kulit dan bibir
pada responden.

6. Apakah ada tanda tanda lain jika mengalami anemia?


5L : Lemah, Letih, Lesu, Lunglai, Lelah
Pucat, berkunanh kunang, penurunan konsentrasi, konjungtiva pucat, namun harus tetap di lakukan tes
laboratorium untuk mengetahui nilai hemoglobin

7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab darah rutin teman riani? Apakah normal atau tidak?
Untuk hasil pemeriksaan teman riani kadar hemoglobinnya di bawah normal, yang mana pada perempuan
tidak hamil kadar normal hemoglobin dalam darah yakni 12 g/dL. Ini menandakan teman riani mengalami
anemia.

8. Mengapa dokter menganjurkan teman riani melakukan pemeriksaan lebih lanjut?


Agar bisa mengetahui anemia jenis apa yang diderita oleh teman riani. Yang mana klasifikasi anemia sendiri
terbagi atas 3 jenis. Untuk itu teman riani perlu untuk melakukan pemereiksaan lebih lanjut dengan
mengukur indeks eritrositnya agar bisa terdeteksi anemia jenis apa yang dideritanya.
Fungsi Pemeriksaan Anemia
Tes anemia berfungsi untuk mendiagnostik gejala anemia. Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah sampel
darah. Selain pemeriksaan anemia itu sendiri, ada pemeriksaan lanjutan lainnya tergantung dari tingkat keparahan gejala
yang ditunjukkan.
Jenis Pemeriksaan Anemia
1. Tes Darah Lengkap
Tes hitung darah lengkap atau complete blood count (CBC) adalah bagian penting dari pengujian anemia. Tes ini akan
mengukur berbagai jenis sel dalam darah. Untuk mendeteksi anemia, dokter akan mencari tahu tingkat hematokrit dan
hemoglobin dalam darah.
2. Tes Zat Besi
Tes zat besi berguna untuk mengukur kadar zat besi dalam tubuhmu. Zat besi sendiri adalah mineral yang penting untuk
membuat sel darah merah yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Zat besi juga penting untuk
kesehatan otot, sumsum tulang, dan fungsi organ. Kadar zat besi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
Adapun beberapa jenis tes zat besi terbagi menjadi:
• Serum iron test
• Transferrin test
• Total iron-binding capacity (TIBC)
• Ferritin blood test
3. Tes Hitung Retikulosit
Tes hitung retikulosit bertujuan mengukur jumlah sel darah merah yang belum matang (retikulosit) di sumsum tulang. Kegunaan
utama mengukur retikulosit adalah mengetahui apakah sumsum tulangmu mampu menghasilkan cukup sel darah merah yang sehat
atau tidak.
Prosedur Pemeriksaan Anemia
Untuk memastikan apakah gejala yang kamu tunjukkan adalah anemia atau tidak, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan
1. Hal pertama yang dilakukan oleh dokter adalah menanyakan tentang riwayat kesehatan dan gejala yang mungkin terkait dengan anemia.
2. Lalu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik anemia seperti memeriksa denyut nadi, tekanan darah, dan tinggi badan.
3. Selanjutnya, dokter akan melakukan pengambilan sampel darah untuk diuji di lab. Sampel darah ini biasanya diambil dari pembuluh vena.
Jika serangkaian pemeriksaan di atas sudah dilakukan, barulah dokter dapat melakukan diagnosis pasti. Akan tetapi, tidak menutup
kemungkinan bahwa prosedur pemeriksaan anemia bisa saja berbeda untuk setiap individu tergantung pada kondisi dan gejala.
Dalam beberapa kasus, dibutuhkan pemeriksaan penunjang anemia untuk memastikan diagnosis. Salah satu contoh pemeriksaan penunjang
anemia adalah tes sumsum tulang untuk menganalisis apakah tulang sumsum belakang bekerja dengan normal atau tidak.
9. Apa tatalaksana yang diberikan dokter kepada teman riani?

Penatalaksanaan anemia defisiensi besi (ADB) dilakukan berdasarkan derajat keparahan dan gejala
penyerta, meliputi:
• Modifikasi Diet
• Penanganan kondisi penyerta
• Terapi besi oral
• Terapi besi parenteral
• Transfusi darah
Keberhasilan terapi ADB ditandai dengan peningkatan hemoglobin sebanyak 2 g/dL dalam 3 minggu.
Pengobatan harus dilanjutkan selama paling tidak 6 bulan untuk memastikan persediaan besi dalam
darah sudah kembali normal dan menghindari rekurensi.

Modifikasi Diet
Defisiensi besi sering kali terjadi karena kurangnya asupan besi. Modifikasi diet dapat membantu
untuk mencegah rekurensi ADB dan dapat diterapkan bersamaan dengan terapi besi. Makanan
seperti roti, teh, atau susu sering kali menghambat penyerapan besi. Pasien dengan pica juga harus
dilakukan edukasi dan konseling untuk modifikasi diet.[4]

Terapi Kondisi Penyerta


Terapi anemia harus meliputi penanganan kondisi yang menyebabkan. Penyakit yang sering kali
menyertai ADB adalah:
• Gangguan haid
• Perdarahan gastrointestinal
• Perdarahan saluran kemih
• Infeksi cacing
• Gangguan ginjal
Pengobatan dilakukan sesuai dengan masing-masing kondisi tersebut. Bila kondisi penyerta tidak
dapat ditangani, pikirkan untuk merujuk pasien.

Terapi Besi Oral


Terapi oral zat besi merupakan terapi yang efektif dan paling terjangkau untuk ADB. Dosis
rekomendasi asupan besi untuk ADB adalah besi elemental 150 – 200 mg per hari. Sediaan yang ada
antara lain:
• Besi elemental (garam besi) : Dapat diberikan dengan dosis 50-65 mg sebanyak 3-4 kali sehari
pada dewasa. Pada anak dapat diberikan 3 mg/kgBB sebelum makan atau 5 mg/kgBB setelah
makan. Tablet besi harus disimpan dengan baik agar jauh dari jangkauan anak-anak, karena satu
tablet dewasa dapat mengakibatkan kematian pada anak.
• Sulfas ferrosus : Sulfas ferrosus merupakan terapi pilihan pada ADB. Diberikan 3x sehari
dengan tablet 325 mg yang mengandung 65 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferrosus harus
dilanjutkan sampai 2 bulan setelah koreksi Hb untuk membuat persediaan besi normal kembali.
• Ferrous fumarat : Dapat diberikan 2–3 kali sehari. Setiap tablet ferrous fumarat mengandung
106 mg besi elemental.
• Ferrous glukonat : Dapat diberikan 3 kali sehari. Setiap tablet ferrous glukonat mengandung 28–
36 mg besi elemental.
Konsumsi zat besi oral sebaiknya dilakukan sebelum makan untuk penyerapan yang lebih baik dan
diminum dengan jus jeruk. Penambahan vitamin C 500 Unit atau 100 gram sekali sehari dapat
membantu penyerapan besi.
Terapi zat besi sering kali menimbulkan efek samping, sehingga perlu edukasi pasien tentang tata cara
konsumsi besi oral yang baik. Efek samping yang sering timbul antara lain:
• Mual
• Muntah
• Diare
• Konstipasi
• Nyeri epigastrik
• Heartburn
• Buang air besar kehitaman
• Alergi
Terapi zat besi oral sering kali mengalami kegagalan. Kegagalan terapi besi oral dapat terjadi pada:
• Diagnosis ADB tidak tepat, misalnya terdapat talasemia, sindrom myelodisplasia, dll
• Kepatuhan minum obat pasien rendah
• Terdapat penyakit lain yang menyertai atau terapi lain yang mengganggu terapi besi, seperti gagal
ginjal, kemoterapi, dll
• Gangguan penyerapan obat, misalnya penggunaan antasida, konsumsi susu, dll
• Terdapat perdarahan melebihi asupan besi, misalnya perdarahan gastrointestinal, pasien dialisis, dll
• Penyakit kelainan darah bawaan atau herediter
• Anemia defisiensi besi refrakter besi/iron-refractory iron deficiency anemia (IRIDA) [4,7,13]

Terapi Besi Parenteral

Besi parenteral dapat diberikan apabila pasien mengalami kegagalan terapi oral atau memiliki kondisi
berikut: (1) Perdarahan berlebih, (2) Gangguan ginjal kronis, (3) Penyakit radang usus/inflammatory bowel
disease, dan (4) Pasien kanker.

Obat yang dapat digunakan antara lain adalah:

• Besi dekstran : Dapat diberikan intramuskuler ataupun intravena dengan dosisi 1000 mg dalam 1
jam.
• Besi sukrosa : Dapat diberikan injeksi intravena dengan bolus lambat (dosis <300 mg) atau infus
(500 mg dalam beberapa jam)
• Kompleks ferik-glukonat (tidak tersedia di Indonesia)
• Besi karboksilmatosa (tidak tersedia di Indonesia)
Pemberian besi parenteral harus dibawah pengawasan dokter spesialis. Penggunaan besi parenteral ini
terkadang kurang dilakukan karena resiko efek samping alergi yang cukup tinggi, seperti anafilaksis,
syok, hingga kematian.

Transfusi Darah

Transfusi darah diindikasikan pada pasien dengan Hb < 6-8 g/dL, terutama pada pada ibu hamil dengan
gawat janin atau gawat ibu, hemodinamik tidak stabil, perdarahan aktif, iskemia organ karena ADB berat.
Transfusi dilakukan dengan packed red cell 300 ml 2 unit. Pasien yang memerlukan transfusi harus
dirujuk.
SKEMA
ANEMIA


Diagnosis


Pemeviksaan Fisik
L

Anamnesis pemeriksaan
penunjang


klasifikasi

# ,µakrositit
Penyebab
"

Hayat trorfologi
Keparahan ↓ ormositik

/
✓ ↓ ↳

Berat Mikrositik Nomokoom
Perdarahan Bone Marrow Hipokrom
Ringansedang
- failure
Hemolisis


Tatalaksana

✓ Farmako
↓ ↳
ironfarmako
Transfuser terapi Tempi
LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anemia dan klasifikasinya
2. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi, etiiologi, faktor resikoanemia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala dan manifestasi klinik pada anemia
4. Mahasiswa mapu menjelaskan patogenesis dan patofisiologi dari anemia
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan pada anemia
6. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis kerja, klinis, banding dari anemia
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana dan rujukan dalam menangani kondisi anemia

1. ANEMIA DAN KLASIFIKASINYA


1. Anemia Mikrositik Hipokrom
"

_
,

Untuk mengetahui jenis anemia ini melalui SI (Serum Iron) atau besi serum, Ferritin dan TIBC.

Yang term asuk Anemia Mikrosihk Hipokrom int


yaitu .

1. Anemia Defisiensi Besi


→ Anemia yg timbal akibat berkurangnya penyediaan best untvkerithropoiesis yang ,

akhirnya mengakibatkanpembentvkan Hb berkurang .

→ Massa 2- at besi total dalam tvbuh Wanita : dewasa → 2,5 gr

Prior dewasa → 3,5 gr

Hampir 80% 2-at besi ygberfungsi terada pada hemoglobin si Sanya pada Mio globin & enzim
yg
-

mengandung 2-at besi Ckatalase , Sitokrom ) -

- Absorpsi terjadi di duodenum dan yeyenum dalam bentuk :


#Non Heme (90%) > Senyawa inorganik, harus diubah dahulu baru bisa diserap

#Heme (10%) > Dapat langsung diserap

2. Thalasemia
Anemia yang disebabkan oleh lisisnya sel darah merah akibat gangguan sintesis rantai globin dari
molekul hemoglobin, termasuk penyakit turunan (autosomal resesif)

3. Anemia Penyakit Kronik


- Jenis anemia yang paing lazim ditemukan pada penderita yang dirawat di rumah sakit.
- Sepintas menyerupai anemia defisiensi besi tetapi pada penyakit kronik, penyebab anemia adalah
terhambatnya eritropoiesis karena inflamasi sistemik.
- Anemia ini dapat ditemukan dalam berbagai keadaan inflamasi yang berlangsung lama, termasuk infeksi
mikrob kronik, Kelainan imun kronik dan Neoplasma.

4. Anemia Sideroblastik
Anemia yang disebabkan sumsu tulang menghasilkan sel darah imatur (sideroblast) berbentuk
cincin, terjadi akibat sel darah merah kelebihan zat besi sehingga produksi Hb tidak efektif.
2. Anemia Normositik Normokrom

a. Anemia Hemolitik
- Pecahnya RBC secara prematur akibat kelainan RBC itu sendiri (intracorpuscular) atau akibat
faktor luar RBC (ekstrakorpuskular) yang melebihi kemampuan kompensasi eritropoesis sumsum
tulang.
- Diagnosis banding dari animea normositik
sferositosis
- Diklasifikasikan menjadi → koopuskularcherediter) Defee membrane →
µ Defek
-

Defek Ention →
Defisiensi EGPD
✓ Ekstra Korpustular Hb → Thala semi a
^
lmun Non lmun
( AIHA , lnkompa -

( An Hemolihk
-

Mikroangiopati ,

tibet Transf Usi lnfeksi Toksinkivnia penyakit


,
,

darah ) . sisteurik ) .

b. Anemia Perdarahan
- Disebabkan karena pendarahan
- Ada anemia perdarahan kronis dan akut
> Anemia Perdarahan Kronis : paling sering, akibat perdarahan gastrointestinal kronik, penyebab
harus diidentifikasi secara spesifik
> Anemia Perdarahan Akut : berhubungan dengan perdarahan, trauma atau pembedahan

c. Anemia Aplastik
- Disebabkan kegagalan sumsum tulang menghasilkan sel darah; Pansitopenia : rendahnya
produksi semua sel darah
- Diklasifikasikan menjadi → ditvrunkan → Anemia Fanconi cafe au lait Mal for Masi
:
,

VACTERL -
H
ldiopatik ( s > 0%)
V
didapat →
3. Anemia Makrositik

a. Anemia Megaloblastik
1. Defisiensi Vitamin B12
2. Defisiensi Vitamin B9
b. Anemia Non Megaloblastik

2. EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO ANEMIA


A. Mikrositik Hipokrom
1. Anemia Defisiensi Besi
Epidemiologi : - Anemia yang paling sering terjadi
- Menurut WHO, 50% dari seluruh kejadian anemia adalah anemia defisiensi besi
- Menurut Kemenkes RI (2014), prevalensi ADB pada ibu hamil Indonesia 50,5%
- Di Indonesia ADB terjadi pada 16-50% laki-laki, 24-48% perempuan

Etiologi : 1) Kebutuhan zat besi meningkat: anak dalam masa pertumbuhan, kehamilan, dan
laktasi;
2) Kehilangan zat besi karena perdarahan:
3) Konsumsi zat besi yang kurang (faktor nutrisi), yaitu kurangnya jumlah konsumsi zat
besi dalam makanan sehari-hari. Kebutuhan zat besi yang diperoleh dari makanan ialah sekitar
20 mg/ hari. Dari jumlah tersebut, kurang lebih hanya 2 mg yang diserap;
4) Gangguan absorpsi zat besi: pasca gastrektomi, penyakit Crohn, tropical sprue

Faktor Resiko : Usia, Genetk, diet vegetarian, terlalu sering donor darah, wanita

2. Thalassemia
Epidemiologi : Sekitar 5% populasi dunia memiliki varian globin tetapi hanya 1,7% memiliki trait
talasemia alfa atau beta. Talasemia mengenai baik laki-laki maupun perempuan dan terjadi sekitar
4,4 setiap 10.000 kelahiran hidup. Talasemia alfa terjadi paling sering pada keturunan Afrika dan Asia
Tenggara sedangkan talasemia beta paling umum terjadi pada orang Mediterania, Afrika dan
keturunan Asia Tenggara.

Etiologi : Thalassemia Alpha ( Kelainan Rantai Globin Alpha)


Thalassemia Beta ( Kelainan Rantai Globin Beta)
Faktor Resiko : Mutasi Genetik
3. Anemia Sideroblastik
Epidemiologi : merupakan penyakit yang jarang ditemukan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat,
kasusnya diperkirakan tidak sampai 200.000 orang. Meski demikian, anemia sideroblastik dapat
terjadi pada semua rentang usia, mulai dari neonatus hingga usia dewasa.
Etiologi : herediter, obat-obatan, racun, defisiensi tembaga atau penyakit neoplastik kronis,
gangguan enzimatik dalam sintesis heme.

B. Normositik Normokrom
1. Anemia Hemolitik
Anemia sel sabit
Epidemiologi : Lebih sering ditemukan pada orang Afrika sekitar 16% memiliki sickle
hemoglobinopathy, Ditemukan karier di berbagai negara eropa
Etiologi : Abnormalitas gen yang bersifat autosomal resesif
Faktor risiko : Adanya sickle cell trait (SCT) pada kedua orang tua penderita

AIHA
Epidemiologi : 1-3 kasus per 100.000 orang per tahun, dengan prevalensi 17/100.000 orang per
tahun, Angka kematian berkisar 20-50%, Bisa terjadi pada semua usia, lebih sering pada individu
setengah baya dan lebih tua dan juga lebih sering terjadi pada perempuan
Etiologi : idiopatik

2. Anemia Perdarahan
Epidemiologi : beragam, fluktuatif, dan insidental
Etiologi : - Anemia perdarahan kronik, disebabkan karena menstruasi berat, mimisan berat, perdarahan
di sistem digestif atau urinarius, ulkus hepar, kanker
- Anemia perdarahan akut, contohnya trauma, persalinan, pecah, pembuluh darah,
perdarahan hebat ketika operasi

3. Anemia Aplastik
Epidemiologi : Relatif jarang ditemukan. Insidens berkisar antara 2-6 kasus per I juta penduduk per
tahun. Umumnya terjadi pada usia 15-25 tahun; puncak insiden kedua (lebih jarang) terjadi setelah
usia 60 tahun.
Etiologi : Sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik. Namun. beberapa hal yang
dianggap sebagai penyebab anemia aplastik adalah radiasi, benzen, kemoterapi. hipersensitivitas,
atau pemberian kloramfenikol dalam dosis yang berlebihan, infeksi virus hepatitis (jarang). virus
EbsteinBarr, sitomegalovirus, parvovirus, serta hemoglobinuria paroksismal nokturnal. Anemia aplastik
dapat terjadi pada kehamilan (meski sangat jarang) dan sembuh sendiri setelah terjadi persalinan
ataupun aborsi. Anemia aplastik dapat pula bersifat kongenital. misalnya anemia Fanconi.

C. Makrositik
Anemia Defisiensi B9 & B12
Epidemiologi : Dapat terjadi pada semua usia tapi umumnya terjadi pada individu berusia > 40 tahun.
Prevalensinya semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Etiologi :
- Metabolisme Vit. B12 yang tidak efektif, kekurangan vit. B12, gangguan transpor vit. B12, malabsorbsi,
vegetarian yang tidak makan daging, susu, telur (B12)
- Diet yang inadekuat, malabsorbsi, peningkatan kebutuhan, Alkoholisme, Obat-obatan (B9)
3. GEJALA & MANIFESTASI KLINIK PADA ANEMIA

Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang timbul pada setiap
kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah harga tertentu.
Gejala umum anemia ini timbul karena: 1). Anoksia organ; 2). Mekanisme kompensasi tubuh
terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia
simtomatik) apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dI. Berat ringannya gejala umum
anemia tergantung pada:
a) Derajat penurunan hemoglobin;
b) Kecepatan penurunan hemoglobin;
c) Usia;
d) Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:

Gejala umum anemia. Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar
hemoglobin.Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai
kadar tertentu (Hb<7 g/di). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada
pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak
tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan
ole penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang
berat (Hb <7g/dI).

Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia.
Sebagai contoh:
• Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok
(koilonychia).
• Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12
• Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali
• Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi

Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat
bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang:
sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu
sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik ole
karena artritis reumatoid. Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting
pada kasus anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia
memerlukan pemeriksaan laboratorium.

1. Anemia Defisiensi Besi


Gejala Umum : 5L, pucat, mata berkunang-kunang, telinga berdenging
Gejala khas : Kailonychia (kuku sendok), atrofi papil lidah, Cheilosis (sudut bibir meradang), disfagia
(nyeri telan)
Gejala Penyakit Dasar : Dispepsia, parotis membengkak, kulit telapak tangan sperti jerami

2. Thalassemia
- Thalassemia Alfa : Asimptomatik pada silent carrier, Anemia Hemolitik Ringan, Penyakit Hb H, Hb-
Bart’s hydrops fetalis syndrome
- Thalassemia Beta : Risiko hemolisis rendah, jarang splenomegali (Minor), Anemia hemolitik berat,
hepatosplenomegali, kerusakan tulang (Mayor)
3. Anemia Sideroblastik
Kelelahan, Malaise, Sesak Nafas, Jantung berdebar, Sakit Kepala, Konjungtiva & kulit pucat, Limpa &
Liver bengkak

4. Anemia Hemolitik
Anemia Sel Sabit :
Gejala Umum : Pusing, pucat, sesak nafas, cepat lelah, jantung berdebar
Gejala Khusus : rasa nyeri yg muncul di beberapa bagian tubuh, gangguan penglihatan, pembengkakan
tangan dan kaki, infeksi

AIHA : Pucat, lemah, lesu, Ikterik, Splenomegali, Pertumbuhan erganggu, Gangguan kardiovaskular,
batu empedu

5. Anemia Perdarahan
Gejala mungkin berat pada awalnya terutama jika anemia berkembang dengan cepat sebagai akibat
dari kehilangan darah secara tiba-tiba karena cedera, pembedahan, persalinan, atau pembuluh darah
yang pecah.
Kehilangan darah dalam jumlah besar secara tba-tiba dapat menimbulkan 2 masalah :
1. tekanan Darah turun karena jumlah cairan yang tersisa di pembuluh darah tidak mencukupi pasokan
oksigen tubuh berkurang drastis karena jumlah sel darah merah pembawa oksigen menurun begitu
cepat
2. Kehilangan darah kronis yakni perdarahan jangka panjang yang dapat terjadi diberbagai bagian tubuh

- Persen Loss <20, Volume <1000 : gelisah, reaksi vasovagal


- 20-30%, Volume 1000-1500 : gelisah, intoleransi exercise ( tidak dapat melakukan aktivitas fisik),
hipotensi ortostatik, takikardi saat aktivitas
- 30-40%, 1500-2000 : pingsan tiba tiba, hipotensi ortostatik, takikardi saat istirahat
- >40%, >2000 : bingung, sesak nafas, syok hipovolemik, akral dingin

6. Anemia Aplastik
Gejala Klinik : Anemia, perdarahan, lemas, pusing, jantung berdebar, demam, nafsu makan berkurang,
pucat, sesak napas, penglihatan kabur, telinga berdengung

7. Anemia Defisiensi B9 & B12


Gejala Umum : Lesu, lemah, cepat lelah, pucat terutama pada konjungtiva, takikardi, telinga berdeging
Gejala Khusus : gusi berdarah, hipertrofi giggiva, hipertrofi papilla
4. PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI DARI ANEMIA

1. Anemia Defisiensi Besi


Etiologi -> menyebabkan kehilangan besi -> cadangan besi turun -> iron depleted state -> lama kelamaan
cadangan besi akan kosong -> menyebabkan gangguan eritropoiesis -> iron deficient eritropoiesis -> TIBC
meningkat, saturasi transferin menurun -> Hb menurun -> anemia defisiensi besi
ADB terbagi 3 stase :
1. Iron depletion : Diet inadekuat, Pertumbuhan cepat (bayi, remaja),Haid normal, Donor darah
2. Iron Defecient : Haid >>, Hamil, Perdarahan akut, Malabsorbsi, Gastrectomy, Regional enteritis
Peradangan kronik, Terapi plebotomi, Diet
3. iron defecency anemia : Perdarahan kronik, Peptic Ulcer, Tumor kolon, Diverticulitis, Parasit, Malabsorbsi
berat, Myoma uteri,Diet
2. Thalassemia
Talasemia berujung pada anemia atau kurang darah. Hal ini disebabkan oleh kombinasi eritropoiesis yang
tidak efektif dan peningkatan hemolisis.
Yang pertama adalah masalah pada eritropoiesis yang tidak efektif sehingga menyebabkan anemia. Pada
talasemia beta minor dan mayor, terjadi kesalahan sintesis rantai beta globin sehingga terjadi penurunan
rantai beta. Hal ini menyebabkan meningkatnya raintai gamma dan delta. Hasil akhirnya adalah
peningkatan pada HbF dan HbA2. HbF berfungsi pada bayi hingga usia 6 bulan, setelah itu produksi HbF
menurun dan pada saat itulah gejala anemia mulai muncul.
Pada talasemia alfa mayor (penyakit HbH) dan penyakit Bart, umumnya terjadi kesalahan sintesis rantai a-
globin sehingga terjadi penurunan rantai a. Penurunan rantai menyebabkan peningkatan rantai
Beta dan berujung pada peningkatan HbH dan Hb-Bart.
Yang kedua adalah masalah peningkatan hemolisis. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya salah satu rantai
(baik a atau B) dan kelebihan memproduksi rantai lain sebagai kompensasi. Rantai globin berlebih
mengendap dan membentuk inklusi dalam sel darah merah sehingga terjadilah ketidakstabilan eritrosit
dengan hemolisis. Pada keadaan anemia, akan terjadi peningkatan eritropoietin sehingga kemungkinan akan
terjadi hiperplasia sumsum tulang dan berakibat pada kelainan bentuk tulang.
3. Anemia Sideroblastik
Langkah pertama dalam sintesis heme adalah bergabungnya glisin dengan suksinil-koenzim (suksinil-
KoA) untuk membentuk asam aminolevulinat (ALA) di mitokondria. ALA disintesis oleh enzim asam
aminolevulinat sintase. ALA kemudian diangkut ke sitosol. Ketidakmampuan untuk membentuk ALA
karena defek pada enzim ALAS2 yang mengkatalisis reaksi menyebabkan defisiensi heme dan anemia
sideroblastik.

4. Anemia hemolitik

Anemia sel sabit


Terdapat perubahan asam amino dari asam glutamat menjadi valin pada rantai globin B yang
menyebabkan sel darah merah menjadi berbentuk sabit ketika mengalami deoksigenasi, tetapi
masih dapat kembali ke bentuk normal bila mengalami oksigenasi.

AIHA
- Destruksi yang dimediasi oleh ikatan dengan antibodi atau melalui aktivasi komplemen (anemia
hemolitik imun)
- Pemecahan secara mekanik (anemia hemolitik mikroangiopati, dan luka bakar)
- Destruksi secara langsung (toksin kimia obat, dan infeksi (malaria))
Patof AIHA :
- Tipe Hangat
IgG berikatan dengan eritrosit dengan baik pada suhu 37 C
Merupakan yang paling umum
- Tipe Dingin
lgM berikatan dengan eritrosit pada suhu 4 C
5. Anemia Perdarahan
- Terjadi perdarahan
- Volume darah total berkurang
- Pada fase 1 (hari 1-3 hipovolemia), volume plasma berkurang, volume eritrosit berkurang
- Hemodilusi (darah encer)
- Masuk fase 2 (hari ke 3-5 setelah regenerasi)
- Hiperplasia sumsum tulang, ada Retikulositosis (peningkatan retikulosit), Polikromasi (suatu keadaan
yg ditandai dengan banyak eritrosit polikrom pada sediaan apus darah tepi), Makrositosis (keadaan
pembesaran ukuran dari RBC dgn rata" MCV >= 100 femtoliter (fl),
- Leukositosis (leukosit terlalu banyak)
- Neutrofilia (kadar neutrofil melebihi batas normal)
- Trombositosis (trombosit melebihi batas normal)
6. Anemia Aplastik
Kerusakan yang terjadi pada anemia aplastik terdapat pada sel induk dan ketidakmampuan jaringan
sumsum tulang untuk memberi kesempatan sel induk untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal
ini berkaitan erat dengan mekanisme terjadi seperti toksisitas yang langsung atau defisiensi sel sel
stromal. Penyimpangan proses imunologis yang terjadi pada anemia aplastik berhubungan dengan
infeksi virus atau obat-obatan yang digunakan, atau zat-zat kimia.

7. Anemia Defisiensi B12 & B9


- Gangguan siklus B12 : bergantung asam folat
- Terhambatnya sintesis basa nukleotida
- Terhambatnya sintesis DNA
5. PEMERIKSAAN FISIK & PENUNJANG YANG DIPERLUKAN PADA ANEMIA

Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis anemia.


Pemeriksaan ini terdiri dari:
1) Pemeriksaan penyaring (screening test);
2) Pemeriksaan darah seri anemia;
3) Pemeriksaan sumsum tulang;
4) Pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit
dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut,
yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.

Pemeriksaan Darah Seri Anemia


Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap
darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi
hasil yang lebih baik.

Pemeriksaan Sumsum Tulang


Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan sistem
hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia.
Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik,
serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada:
• Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (total iron binding capacity), saturasi transferin, protoporfirin
eritrosit, feritin serum,reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl's stain).
• Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan tes Schiling.
• Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain-lain.
• Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang.

Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal
ginjal atau faal tiroid.

1. Anemia Defisiensi besi


a. Pemeriksaan Lab. Darah Tepi : Indeks Eritrosit & Sediaan Hapus Darah Tepi
- Kadar Hb & Eritrosit turun
- LED meningkat
- SI turun, TIBC naik
b. Pemeriksaan Sumsum Tulang
- Hiperseluler
- Eritropoiesis hiperaktif
- Hemosiderin menurun

2. Thalassemia
Pemeriksaan Fisik
1. Pucat;
2. Organomegali: hepatosplenomegali diakibatkan oleh
(1) destruksi eritrosit berlebihan,
(2) hemopoiesis ekstramedular, dan
(3) penumpukan besi. Splenomegali meningkatkan kebutuhan darah dengan
meningkatkan volume plasma;
3. Facies cooley diakibatkan oleh hiperplasia sumsum tulang dan penipisan korteks; Gangguan
pertumbuhan dan status gizi yang kurang .

Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap
Anemia mikrositik ringan. Anemia mikrositik dapat disebabkan oleh defisiensi besi, talasemia,
keracunan timbal, anemia sideroblastik atau anemia penyakit kronis. lndeks MCV, RDW, dan
anamnesis riwayat pasien dapat mengeksklusi etiologi. MCV biasanya kurang dari 75 fl pada
talasemia dan jarang kurang dari 80 fl pada anemia defisiensi besi sampai hematokrit kurang dari
30%.
Indeks Mentzer (MCV/ eritrosit). Pada talasemia, indeks Mentzer < 13 sedangkan pada anemia
defisiensi besi, indeks Mentzer Indeks lebih dari > 13. Rasio bernilai I 3 dianggap meragukan.
Nilai red blood cell distribution width (RDW) meningkat. RDW dapat membantu membedakan
defisiensi besi dan anemia sideroblastik dengan talasemia. Semakin tinggi RDW berarti semakin
anisositosis.
Leukositosis palsu akibat retikulosit/ eritrosit berinti yang terhitung sebagai sel darah putih.
Trombositopenia akibat hipersplenisme.
Analisis hemoglobin pada talasemia beta trait biasanya menunjukkan kurang atau tidak adanya
HbA, peningkatan kadar HbA atau HbF. Penderita talasemia beta mayor umumnya terdiagnosis
pada masa bayi. Pucat, gelisah, keterlambatan perkembangan, pembesaran perut, dan ikterus
muncul saat semester kedua kehidupan. Penderita dengan anemia mikrositik tetapi gejala lebih
ringan yang muncul belakangan dalam kehidupan menderita talasemia beta intermedia.

3. Anemia Sideroblastik
- Pemeriksaan darah lengkap (eritrosit mikrositik, SI tinggi, Feritin normal)
- Apusan darah tepi : Eritrosit dengan cincin sideroblast
- Cadangan besi di SST meningkat

4. Anemia Hemolitik
Pemeriksaan Laboratorium
1. Tanda-tanda destruksi eritrosit meningkat
- Anemia normositik normokrom
- Kadar bilirubin indirect serum meningkat
- Ekskresi urobilinigoen urin dan feses meningkat
2. Tanda-tanda produksi eritrosit meningkat
- Retikulosit
- Eritropoiesis hiperaktif
3. Kelainan eritrosit
- Morfologi
- Fragilitas osmotik
4. Tanda-tanda hemolisis intravaskular
- Hemoglobinemia
- Hemoglobinuria
- Hemosiderinuria
- Methemoglobinuria
- Kadar haptoglobin dan hemopeksin serum meningkat
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
- Anemia hemolitik ekstravaskular : hiperseluler, eritropoiesis resktif
- Anemia hemolitik intravaskular
- Erythropoietic hyperplasia, peningkatan eritroblast
6. Pemeriksaan khusus
- Test coombs
- Test hams dan Sugar Water Test khusus untuk PNH
- Pengurangan aktivitas G6PD dan piruvat kinase dalam eritrosit
- Elektroforesis Hb

AIHA
1. Tipe warm : Banyak sferosit pada apusan, Tes coombs positif
2. Tipe cold : Sferositosis tidak nyata, Algutinasi eritrosit terjadi pada suhu kamar, Tes coombs
positif, Komplemen (C3) pada permukaan eritrosit, Kadar IgM meningkat , Pada PCH, tipe
antibodi nya IgG

5. Anemia Makrositik
Makrositik (ukuran eritrosit lebih besar dari inti limfosit kecil), normokrom, ditemukan sel tear drop, Howel
Jolly bodies, hipersegmentasi neutrophil .
6. DIAGNOSIS KERJA, KLINIS & BANDING DARI ANEMIA

Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal in penting diperhatikan dalam
diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai pada diagnosis anemia, tetapi sedapat mungkin kita
harus dapat menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Maka tahap-tahap dalam
diagnosis anemia adalah:
• Menentukan adanya anemia
• Menentukan jenis anemia
• Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
• Menentukan ada atau tidakya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
pengobatan
Pendekatan Diagnosis Anemia Terdapat bermacam-macam cara pendekatan diagnosis anemia, antara
lain adalah pendekatan tradisional, pendekatan morfologi, fungsional dan probabilistik, serta
pendekatan klinis.

Pendekatan Tradisional, Morfologik, Fungsional dan Probabilistik


Pendekatan tradisional adalah pembuatan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil
laboratorium, setelah dianalisis dan sintesis maka disimpulkan sebagai sebuah diagnosis, baik
diagnosis tentatif ataupun diagnosis definitif. Pendekatan lain adalah pendekatan morfologi, fisiologi
dan probabilistik. Dari aspek morfologi maka anemia berdasarkan hapusan darah tepi atau indeks
eritrosit diklasifikasikan menjadi anemia hipokromik mikrositer, anemia normokromik normositer dan
anemia makrositer. Pendekatan fungsional bersandar pada fenomena apakah anemia disebabkan
karena penurunan produksi eritrosit di sumsum tulang, yang bisa dilihat dari penurunan angka
retikulosit, ataukah akibat kehilangan darah atau hemolisis, yang ditandai oleh peningkatan angka
retikulosit. Dari kedua pendekatan in kita dapat menduga jenis anemia dan kemungkinan penyebabnya.
Hasil in dapat diperkuat dengan pendekatan probabilistik (pendekatan berdasarkan pola etiologi
anemia), yang bersandar pada data epidemiologi yaitu pola etiologi anemia di suatu daerah.

Pendekatan Probablistik atau Pendekatan Berdasarkan Pola Etiologi Anemia


Secara umum jenis anemia yang paling sering dijumpai di dunia adalah anemia defisiensi besi, anemia
akibat penyakit kronik dan thalassemia. Pola etiologi anemia pada orang dewasa pada suatu daerah
perlu diperhatikan dalam membuat diagnosis. Di daerah tropis anemia defisiensi besi merupakan
penyebab tersering disusul oleh anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia. Pada perempuan hamil
anemia karena defisiensi folat perlu juga mendapat perhatian. Pada daerah tertentu anemia akibat
malaria mash cukup sering dijumpai. Pada anak-anak tampakya thalasemia lebih memerlukan
perhatian dibandingkan dengan anemia akibat penyakit kronik. Sedangkan di Bali, mungkin juga di
Indonesia, anemia aplastik merupakan salah satu anemia yang sering dijumpai. Jika kita menjumpai
anemia di suatu daerah, maka penyebab yang dominan di daerah tersebutlah yang menjadi perhatian
kita pertama-tama. Dengan penggabungan bersama gejala klinis dan hail pemeriksaan laboratorium
sederhana, maka usaha diagnosis selanjutnya akan lebih terarah.

Pendekatan Klinis Dalam pendekatan klinis yang menjadi perhatian adalah


1. Kecepatan timbulnya penyakit (awitan anemia),
2. Berat ringannya derajat anemia,
3. Gejala yang menonjol.

Pendekatan Diagnostik Berdasarkan Tuntunan Hasil Laboratorium


Pendekatan diagnosis dengan cara gabungan hasil penilaian klinis dan laboratorik merupakan cara
yang ideal tetapi memerlukan fasilitas dan ketrampilan klinis yang cukup. Di bawah ini diajukan
algoritma pendekatan diagnostik anemia berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
1. Anemia Defisiensi Besi
Diagnosis
Anemia defisiensi besi ditegakkan apabila ditemukan penurunan kadar Hb dan penurunan kadar Fe serum.
Profil hematologik pada anemia defisiensi besi adalah sebagai berikut:
1) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: Hb J.. MCV J. ,MCH J. ,MCHC J.
2) Apusan darah tepi. Dapat ditemukan gambaran anemia mikrositik hipokrom, anisositosis,
poikilositosis, sel cincin, sel pensil
3) Besi (Fe) serum menurun hingga <50 μg/dL. Besi termasuk acute phase reactant yang
akan meningkat pada kondisi inflamasi (positif palsu)
4) Total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 μg/dL. TIBC mengambarkanjumlah total besi yang dapat
dibawa oleh protein transferin
5) Saturasi transferin < 15%. Saturasi transferin menggambarkan persentase dari transferin yang sedang
berikatan dengan besi
6) Penurunan kadar feritin serum. Feritin merupakan indikator cadangan besi yang baik, namun tidak dapat
dijadikan patokan pada keadaan inflamasi. Untuk daerah tropik dianjurkan menggunakan angka feritin serum
<20 mg/L sebagai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi.

2. Anemia Aplastik
Diagnosis
Anemia aplastik ditegakkan berdasarkan temuan pansitopenia pada pemeriksaan darah tepi dan
hiposelularitas pada biopsi sumsum tulang.
1. Darah tepi. Ditemukan anemia normositik normokrom; kadang ditemukan makrositosis, anisositosis,
poikilositosis; granulosit dan trombosit ditemukan dalam jumlah rendah; limfositosis relatif (terjadi pada
75% kasus); retikulosit rendah atau normal;
2. Laju endap darah (LED), selalu meningkat (89% kasus memiliki LED >I 0 mm/jam dalam jam pertama);
3. Faal hemostasis: waktu perdarahan memanjang (karena trombositopenia):
4. Sumsum tulang: gambaran hiposeluler, kepadatan sumsum tulang < 25%, banyak terisi
oleh lemak.
Diagnosis Banding
1. Sindrom mielodisplasia hiposeluler
• Anemia aplastik: sel CD34+ menurun (umumnya :0,3%). pemeriksaan sitogenetik menunjukkan
kromosom yang normal;
• Sindrom mielodisplasia hiposeluler: sel CD34+ normal (0,5 -1%) atau meningkat; memiliki karakteristik
berupa abnormalitas morfologi (megakariosit. sel prekursor mieloid, aneuploidi).
2. Leukemia limfositik granular besar. Dikenali dari fenotip yang berbeda pada pemeriksaan mikroskopik
darah (pola pulasan sel-sel khusus pada flow cytometry) dan ketidakteraturan reseptor sel T
(menandakan adanya ekspansi monoklonal sel T).
3. Anemia Hemolitik non-imun
Diagnosis
1. Pemeriksaan darah tepi: penurunan kadar hemoglobin, retikulositosis;
2. Morfologi erirosit dapat menunjukkan adanya hemolisis dan penyebabnya, misalnya
sferosit pada sferositosis herediter. anemia hemolitik autoimun; sel target pada talasemia,
hemoglobinopati, penyakit hati: schistosit pada mikroangiopati, prostesis intravaskular;
3. Tanda hemolisis lainnya:
• Peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi (indirek) dan hemoglobinuria.
• Kadar LDH-2 dan SCOT meningkat dapat menunjukkan adanya percepatan
destruksi eritrosit jika tidak ada kerusakan jaringan organ lain.
• Hiperplasia eritroid di sumsum tulang

4. Anemia Penyakit kronis


Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan temuan profil hematologik berikut dengan penyakit kronis yang menyertai.
1. Morfologi eritrosit umumnya normositik normokrom, walaupun banyak pasien mengalami anemia
mikrositik hipokrom:
2. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit meningkat:
3. Kadar besi serum menurun. terjadi segera setelah awitan suatu infeksi atau inflamasi.
mendahului terjadinya anemia. Kadar total-iron binding capacity (TIBC) rendah. Kadar besi pada
sumsum tulang normal atau meningkat. kadar feritin normal atau meningkat, serta kadar transferin
menurun.
Diagnosis Banding
1. Drug-induced marrow suppression/drug-induced hemolysis:
2. Perdarahan kronis;
3. Thalasemia minor:
4. Gangguan ginjal (umur eritrosit memendek dan terdapat kegagalan relatif sumsum
tulang);
5. Metastasis pada sumsum tulang

5. Anemia Defisiensi Asam folat


Diagnosis
Anemia defisiensi folat ditegakkan apabila ditemu- kan penurunan kadar Hb dan penurunan kadar
folat serum. Profit hematologik pada anemia defisiensi folat adalah sebagai berikut:
1. Pada pemeriksaan apus darah tepi, ditemukan sel-sel darah merah yang besar (makrositik). MCV
> 100 fL, dan neutrofil hiperpigmentasi:
2. Kadar asam folat serum < 4 ng/mL secara umum dipertimbangkan untuk diagnosis defisiensi folat
(kadar normal: 6-20 ng/mL). Kadar folat serum dapat menggambarkan perubahan baru pada asupan
makanan sehingga sangat berguna untuk mendapatkan informasi.
Diagnosis banding
Anemia pernisiosa (defisiensi Vitamin B12/ kobalamin). Pada anemia pernisiosa terdapat gangguan
penyerapan Vit B12. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya factor intrinsic akibat atrofi mukosa atau
destruksi sel parietal lambung
7. TATALAKSANA & RUJUKAN DALAM MENANGANI KONDISI ANEMIA

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia ialah:
1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan terlebih dahulu
2) Pemberian hematinik tapa indikasi yang jelas tidak dianjurkan;
3) Pengobatan anemia dapat berupa:

(i) Terapi untuk keadaan darurat seperti misalmya pada perdarahan akut akibat anemia aplastik yang
mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik,
(ii) Terapi suportif,
(iii)Terapi yang khas untuk masing-masing anemia,
(iv)Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut

4) Dalam keadaan di mana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa memberikan terapi
percobaan (terapi ex juvantivus). Di sini harus dilakukan pemantauan yang ketat terhadap respon terapi dan
perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus tentang kemungkinan
perubahan diagnosis
5) Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan hemodinamik.
Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat simtomatik tau adanya ancaman payah
jantung. Di sini diberikan packed red cell, jangan whole blood. Pada anemia kronik sering dijumpai
peningkatan volume darah, ole karena itu transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan
diuretika kerja cepat seperti furosemid sebelum transfusi.

1. Anemia Defisiensi Besi

1. Terapi kausal, dengan mengatasi penyebab perdarahan yang terjadi, misalnya mengobati infeksi cacing
tambang;
2. Pemberian preparat besi (Fe): ferrous sulfat per oral 3x200 mg selama 3-6 bulan, ada pula yang
menganjurkan hingga 12 buIan. Preparat diberikan saat perut kosong.
• Pada pasien yang tidak tahan terhadap keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, konstipasi,
pemberian ferrous sulfat dapat dilakukan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3xl00 mg;
• Dapat diberikan preparat vitamin C 3xl00 mg untuk meningkatkan penyerapan zat besi.

3. Terapi besi parenteral: iron dextran complex (50 mg/ mL) , subkutan atau intravena pelan. Rute
parenteral bertujuan mengembalikan kadar Hb dan mengisi besi hingga 50- 100 mg. Dosis kebutuhan
besi (mg) = [(15-Hb pasien) x Berat Badan x 2,4] + (500- 1000 mg)
Namun, rute ini bukan pilihan utama dan hanya dilakukan atas indikasi:
• Intoleransi terhadap pemberian besi oral; Kepatuhan terhadap pemberian besi oral yang rendah;
Gangguan pencernaan yang dapat kambuhjika diberikan preparat besi oral, misalnya kolitis ulseratif;
• Penyerapan preparat besi oral terganggu, misalnya pada gastrektomi;
Terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar, sehingga tidak dapat dikompensasi dengan pemberian
preparat oral;
• Kebutuhan besi yang besar dalam waktu singkat, misalnya sebelum operasi;
Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoietin pada anemia gaga! ginjal kronis.
2. Anemia Aplastik
Tata laksana definitif berupa transplantasi sumsum tulang (TST)
• Pasien berusia muda umumnya mentoleransi TST lebih baik;
• Pasien berusia lebih dari 20 tahun dengan hitung neutrofil 200-500/mm3 lebih mendapatkan manfaat
dengan terapi imunosupresif daripada TST;
• Pasien dengan hitung neutrofil sangat rendah, lebih baik mendapat TST mengingat neutropenia pada
pasien yang mendapat terapi imunosupresi baru akan membaik setelah kurang lebih 6 bulan.
Terapi suportif:
• Apabila terdapat keluhan akibat anemia, berikan transfusi PRC hingga kadar Hb 7-8 g/ dL;
• Terapi imunosupresi: antithymocyte globulin (ATGam) 20 mg/KgBB/hari selama 4 hari (berasal dari kuda)
atauthymoglobulin 3,5 mg/ KgBB/hari selama 5 hari (berasal dari kelinci) ditambah dengan siklosporin A
(CsA) 12-15 mg/KgBB selama 6 bulan.
• Untuk meningkatkan neutrofil: G-CSF (Filgrastim 5 μg/KgBB/hari) atau GM-CSF (Sargramostim 250 μg/
KgBB/ hari). Pemberian bersamaan dengan regimen imunosupresiATG/ CsA dapat memperbaiki
neutropenia dan respon terapi ini merupakan faktor prognostik yang baik.
• Atasi infeksi dengan pemberian antibiotik. Infeksi disertai dengan neutropenia berat harus segera diatasi
dengan pemberian antibiotik spektrum luas parenteral; umumnya diberikan seftazidim atau kombinasi
aminoglikosida, sefalosporin, dan penisilin. Pasien diedukasi untuk menjaga higiene dalam rangka
mencegah terjadinya infeksi.
• Untuk merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang: steroid anabolik
(oxymethylone, danazol). Saat ini, hanya digunakan sebagai terapi penyelamatan pada pasien yang
refrakter terapi imunosupresi

3. Anemia Hemolitik
AIHA
- Tipe hangat
1. Medikamentosa:
a)Kortikosteroid (prednison) l -1,5 mg/ KgBB/ 0 hari per oral. Bila ada respon terhadap steroid (Hematokrit
meningkat, retikulosit meningkat, Coomb direk positif lemah, Coomb indirek negatif), dosis diturunkan tiap
minggu hingga mencapai dosis l 0-20 mg/hari. Terapi steroid dosis <30 mg/hari dapat diberikan selang se
hari. Beberapa pasien memerlukan terapi rumatan steroid dosis rendah, namun perlu dipertimbangkan
modalitas terapi lain apabila dosis
telah > l 5 mg/hari untuk mempertahankan kadar hematokrit;
b) Imunosupresan: azatriopin 50-200 mg/hari, atau siklofosfamid 50-150 mg/hari;
c) Danazol 600-800 mg/hari. Umumnya dipakai bersama dengan steroid. Bila terjadi perbaikan, steroid
diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol diturunkan menjadi 200-400 mg/hari.
d) Transfusi. dilakukan pada kondisi yang mengancamjiwa (misalnya Hb <3 g/dL).
2. Pembedahan: splenektomi dipertimbangkan apabila terapi steroid tidak adekuat atau tidak
dapat dilakukan tapering off dalam waktu 3 bulan.

- Tipe Dingin
1. Menghindari udara dingin yang memicu hemolisis:
2. Klorambusil 2-4 mg/ hari;
3. Terapi prednison dan splenektomi tidak banyak membantu:
4. Mencari kemungkinan penyebabnya, AIHA tipe dingin dapat disebabkan oleh keganasan
limfoproliferatif

Tata Laksana
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya, misalnya anemia hemolisis imun
dapat diberikan kortikosteroid, splenektomi, atau obat-obat imunosupresan, seperti siklofosfamid/
azatriopin.
4. Anemia Penyakit Kronis
Tatalaksana :
1. Terapi utama ialah mengobati penyakit dasarnya.
2. Pada kasus yang disertai dengan gangguan hemodinamik dapat diberikan transfusi, kadar Hb
sebaiknya dipertahankan 10-11 g/dL. Pemberian preparat besi tidak direkomendasikan pada anemia
penyakit kronis.
3. Pemberian eritropoietin disepakati hanya diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal ginjal.
mieloma multipel. artritis reumatoid. dan pasien HIV. Pemberian eritropoietin ini memiliki efek antiinflamasi
dengan cara menekan produksi TNF- a dan interferon- y .

5. Thalassemia
Setelah terdiagnosis dan bila tidak ada kegawatan, pasien dapat dirujuk ke Spesialis Anak. Penderita trait
talasemia tidak membutuhkan pengobatan khu- sus. Pada talasemia simtomatis dibutuhkan transfusi darah
untuk mempertahankan kadar Hb 9 g/dL dan mendukung pertumbuhan yang normal. Untuk penderita
talasemia beta intermedia, kebutuhan transfusi disesuaikan dengan penilaian klinis. Talasemia alfa
intermedia atau penyakit HbH menyebabkan hemoli- sis ringan atau sedang. Hemosiderosis transfusional
dapat dicegah dengan penggunaan obat kelasi besi.

Tata laksana medikamentosa lainnya dapat diberikan:


Asam folat, untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akibat eritropoiesis yang inefektif;
Vitamin E sebagai antioksidan;
Terapi kelasi besi, untuk mengatasi kelebihan besi akibat tranfusi. lndikasi kelasi besi:
• Feritin >1000 mg/dL dan saturasi transferin serum >50%, atau
• Tranfusi >5 Latau tranfusi sudah >10 kali atau tranfusi kurang lebih sudah 1 tahun
Kadar feritin dipertahankan 1000-2000 mg/ dL. Deferoksamin mengikat besi dan kation divalen lain.
sehingga dimungkinkan ekskresi melalui urine dan feses. Deferoksamin diberikan secara subkutan selama
10-12 jam, 5-6 hari dalam satu minggu dengan dosis 40 mg/ KgBB.
Obat kelasi besi oral saat ini sudah tersedia dan memberikan efikasi yang baik (deferiprox dan deferasirox).
Dosis deferiprox adalah 75 mg/Kg/ hari dibagi dalam 3 dosis. Obat kelasi besi oral kurang stabil tetapi
memiliki keunggulan dalam ha! proteksi terhadap jantung dibandingkan deferoksamin.
Vitamin C hanya diberikan bagi mereka yang mendapat terapi kelasi besi, diberikan 100 mg per hari
sebelum terapi kelasi besi.

Splenektomi diindikasikan pada kondisi:


Limpa terlalu besar (Schuffner IV-VIII atau >6 cm) karena bahaya terjadi ruptur;
Hipersplenisme dini: jika jumlah tranfusi >250 mL/KgBB dalam 1 tahun terakhir;
Hipersplenisme lanjut: pansitopenia.
Splenektomi dilakukan pada usia >5 tahun. Sebelum usia 5 tahun limpa masih membentuk sistem imunitas
tubuh. Splenektomi dapat dikerjakan pada usia <5 tahun jika terdapat trombositopenia yang berat akibat
hipersplenisme.

6. Anemia Defisiensi Asam Folat


Suplementasi asam folat 1 mg/hari per oral. Dosis tinggi hingga 5 mg per hari mungkin diperlukan pada
defisiensi folat yang disebabkan oleh malabsorpsi.
Kriteria Rujukan
1. Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb <8 g/dL.
2. Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb segera dirujuk.
3. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb<7 g/dL).
4. Anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter di layanantingkat pertama
misalnya anemia aplastik, anemia nemoutik dan anemia megaloblastik.
5. Jika didapatkan Kegawatan ( misal perdarahan aktif atau distres pernafasan) pasien segera
dirujuk.

Anda mungkin juga menyukai