Disusun oleh:
DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
RANCANGAN INTERVENSI................................................................................................2
A. Identitas Subjek.............................................................................................................2
C. Rancangan Intervensi......................................................................................................4
D. Pelaksanaan Intervensi.................................................................................................8
1. Prosedur Penggunaan......................................................................................................8
2. Tahap/ langkah................................................................................................................8
1
RANCANGAN INTERVENSI
A. Identitas Subjek
Nama Lengkap : Putri Sari Damayanti
Usia : 16 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Sederajat
2
Bolos sekolah merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja yang kadang
dilakukan oleh Santri/ pelajar SD, SMP/MTs, atau SMA/SMK. Meski kuantitasnya
sedikit, namun perilaku membolos tetap tidak baik. Ada berbagai alasan anak
membolos, bisa jadi karena bosan di kelas, ajakan teman, memang kategori anak yang
malas belajar, atau terpengaruh kenakalan lain seperti merokok yang tidak mungkin
dilakukan di kelas/sekolah. Yang sangat naif bila disebabkan oleh faktor kurikulum
atau guru. Maksudnya, beban sekolah yang dirasa berat, seperti materi pelajaran sulit,
banyak PR, gurunya galak, ada masalah dengan teman dan sebagainya1.
Apa pun alasannya membolos, madrasah/ sekolah tetap rugi. Tidak hanya
ketinggalan ilmu pelajaran, namun ujungnya bisa-bisa tidak naik kelas. Banyak ilmu
yang mestinya didapat pada hari itu, namun terlewatkan semua. Anak juga jadi tidak
tahu ada PR atau tugas lainnya yang diberikan guru 2. Fatal lagi bila ada guru yang
mengadakan ulangan, entah itu ulangan harian atau penilaian langsung. Bila
membolos dilakukan berulang-ulang tentu anak semakin tertinggal, dampaknya
bertambah malas masuk sekolah. Bahkan ada anak yang jadi minder ke sekolah. Bisa
jadi takut dimarahi guru atau diskors. Hukuman teringan biasanya anak disuruh
membuat pernyataan untuk minta maaf dan berjanji tidak membolos lagi. Repotnya
surat tersebut harus ditanda tangani orang tua dan wali kelas. Kalau pelanggaran saat
membolos kategori berat, surat pernyataan juga diketahui RT dan RW. Wah, jelas
bakalan repot dan memalukan. Bayangkan berapa kali si pembolos ini harus dimarahi
dan dinasehati orang, mulai dari orang tua, ketua RT, ketua RW, dan wali kelas.
Selanjutnya masih harus ngapel di ruang BK untuk mendapatkan bimbingan. Memang
pihak madrasah/ sekolah sengaja membuat seperti itu agar ada efek jera. Harapannya
agar santri tidak lagi membolos sekolah.
Agaknya pepatah yang berbunyi, “Guru kencing berdiri, murid kencing
berlari” masih cocok sampai saat ini. Karena itu, sebagai guru kita mesti hati-hati
dalam bersikap dan bercakap. Tidak usah takut dicap jadul alias kurang ‘gaul’, asal
bisa menebarkan keteladanan hidup yang ‘prasaja’ dan ‘piguna’. Maksudnya,
penampilan kita yang sederhana namun memiliki kemanfaatan besar bagi siswa, itu
masih lebih bermakna. Jadi bisa membedakan antara berpakaian dan berhias saat mau
kondangan dengan waktu mengajar di sekolah3. Himbauan agar guru hidup sederhana,
1
Nurihsan, A. (2009). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. PT. Refika Aditama.
2
Mualimin. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter Akhlak Mulia melalui
Ekstrakurikuler. Al-Hikmah Jurnal Agama dan Ilmu Pengetahuan, 12(1):
94-116.
3
Rianto, H. 2015. Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Membangun Generasi Cerdas dan
Berkarakter. Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial,2(1): 14-21.
3
patut diapresiasi dengan diwujudkan dalam keseharian. Bila antar guru, antar siswa,
dan antara guru dan siswa tidak terjadi kesenjangan, tentu akan tercipta iklim yang
harmonis. Harmonisasi terwujud karena ada komunikasi batin dan kedekatan emosi di
lingkungan sekolah. Di kelas pun guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik
dengan keteladanan karakter dan terlibat langsung dalam proses emosi belajar.
C. Rancangan Intervensi
1. Nama Intervensi dan Ilustrasi kasus
Putri adalah santri kelas 2 Madrasah Aliyah, dia terlahir dari seorang pasangan
yang bernama ismayati dan rizky apriandy, dengan kulit agak hitam, dan berbadan
kurus. Ayahnya seorang pedagang, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga,
Penanggung jawab utama kebutuhan ekonomi adalah ayahnya. Setiap pagi putri
berangkat sekolah madrasah pukul 06.30 wib, sampai disekolah madrasah jam 06.45 ,
biasanya sebelum jam Kajian kitab dimulai putri ngobrol dengan temannya dan
apabila ada tugas atau bisa juga di sebut (PR) yang belum selesai, putri mengerjakan
tugas tersebut di dalam kelas dengan melihat pekerjaan temannya. Di sana dia
termasuk anak yang kurang bergaul dengan teman-temannya.
Putri memiliki dua orang teman yang akrab dengan dia di kelas lain, mereka
sering bersama ketika jam istirahat. Putri kurang suka terhadap kajian kitab
selanjutnya yaknikajian kitab fiqih, selain susah tugas yang diberikan sangat banyak.
karena putri merasa tidak tenang apabila tugas yang diberikan belum terselesaikan
dan cemas bila mendapat hukuman maka dia memilih untuk membolos untuk tidak
mengikuti kajian kitab selanjutnya, temannya pun sering mengajak putri untuk
membolos, dan putri terpengaruh oleh ajakan temannya yang berbeda kelas dengan
dia, biasanya ia kembali ke asrama atau pun kembali tidur di kamar asramanya.
Selain karena tidak suka terhadapkajian selanjutnya, putri pernah terlambat
dan hal ini membuat putri merasa cemas jka mendapat hukuman / teguran dari guru
piket, jika ia merasa cemas badannya selalu gemetar dan keringat dingin, maka putri
pun memutuskan untuk pada saat kajian kitab selanjutnya (kajian kitab yang ke 2).
Dari catatan absensi dan keterangan dari guru disekolah madrasah tersebut, putri telah
Absen sebanyak 4 kali,2 kali ia membolos, dan 2 kali tanpa keterangan. putri
membolos dalam sehari, dari pagi hingga pulang sekolah madrasah.
4
2. Target permasalahan yang akan di intervensi
5
perubahan Alat
D. Pelaksanaan Intervensi
1. Prosedur Penggunaan
Desensitisasi sistematik menggunakan teknik relaksasi. Cara yang digunakan
dalam keadaan santai, stimulus yang menimbulkan kecemasan dipasangkan
dengan stimulus yang menimbulkan keadaan santai. Pemasangan secara berulang-
ulang sehingga stimulus Prosedur pelaksanaan teknik desensitisasi sistematik
(Willis, 2004: 72)4 adalah sbb:
Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan.
Menyusun hierarki atau jenjang-jenjang situasi yang menimbulkan
kecemasan dari yang kurang hingga yang paling mencemaskan konseli.
Memberi latihan rileksasi otot-otot yang dimulai dari lengan hingga otot
kaki.
Konseli diminta membayangkan situasi yang menyenangkannya seperti di
pantai, di tengah taman yang hijau dan lain-lain.
Konseli disuruh memejamkan mata, kemudian disuruh membayangkan
situasi yang kurang mencemaskan. Bila konseli sanggup tanpa cemas atau
gelisah, berarti situasi tersebut dapat diatasi konseli. Demikian seterusnya
hingga ke situasi yang paling mencemaskan.
Bila pada suatu situasi konseli merasa cemas dan gelisah, maka konselor
memerintahkan konseli agar membayangkan situasi yang menyenangkan
tadi untuk menghilangkan kecemasan yang baru terjadi.
4
Yuliananingsih. 2015. Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan IKIP PGRI Pontianak. Edukasi: Jurnal Pendidikan, 13(2): 239-248.
6
Menyusun hierarki atau jenjang kecemasan harus bersama konseli, dan
konselor menuliskannya dikertas.
2. Tahap/ langkah: