Anda di halaman 1dari 3

Teori Keadilan Rawls untuk Perubahan Indonesia

Teori Keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls, Seorang Filsuf Amerika yang terkenal pada
Abad-20. Teori Keadilan Rawls merupakan teori yang mengandung unsur fairness atau juga
dikenal dengan istilah “Justice as fairness” atau Keadilaan sebagai Kesetaraan, yang kemudian
menghasilkan prosedur keadilan murni, Menurut Rawls prosedur keadilan murni merupakan
suatu prosedural yang yang adil dan tidak berpihak yang memungkinkan keputusan-keputusan
politik yang lahir dari prosedur itu mampu menjamin kepentingan semua orang. Lebih jauh,
fairness menurut Rawls berbicara mengenai dua hal pokok, pertama, bagaimana masing-masing
dari kita dapat dikenai kewajiban, yakni dengan melakukan segala hal secara sukarela persis
karena kewajiban itu dilihat sebagai perpanjangan tangan dari kewajiban natural (konsep natural
law) untuk bertindak adil, kedua, mengenai kondisi untuk apakah institusi (dalam hal ini negara)
yang ada harus bersifat adil. Itu berarti kewajiban yang dituntut pada institusi hanya muncul
apabila kondisi yang mendasarinya (konstitusi, hukum, peraturan-peraturan di bawahnya)
terpenuhi.

Ada tiga klaim moral dalam teori keadilan Rawls, yaitu pertama, klaim penentuan diri, yakni
masalah otonomi dan independensi warga negara, kedua, distribusi yang adil atas kesempatan,
peranaan, kedudukan, serta barang dan jasa milik publik (primary social goods), dan ketiga,
klaim yang berkaitan dengan beban kewajiban dan tanggungjawab yang adil terhadap orang lain.

Dengan kata lain, konsep keadilan berkaitan dengan distribusi hak dan kewajiban demi sebuah
apa yang dinamakan Rawls a well-ordered society. Untuk mewujudkan itu, Rawls menekankan
pentingnya pengakuan terhadap hak-hak politik warga. Di pihak lain ia juga menekankan
keadilan sebagai fairness yang menuntut semua anggota masyarakat, demi kepentingan hak-hak
diatas, untuk bersedia memikul beban kewajiban dan tanggung-jawab yang sama serta tunduk
pada konstitusi yang berlaku.

Lahirnya Teori Keadilan Rawls

Teori ini berdasarkan dari teori kontrak sosial yang dikemukakan oleh John Locke dan J.J
Rousseau, kondisi asali manusia (Original Form) serta selubung ketidak tahuan (veil of
ignorance). Ketika manusia terlahir di dunia mereka memiliki rasionalitas, kebebasan, dan
kesamaan hak yang menjadi dasar dari prinsip keadilan dan itu lah yang menjadi gagasan kondisi
asali manusia. Manusia juga ketika terlahir di dunia, mereka tidak mengetahui tentang fakta dan
kepentingan pribadi atau individu mereka sehingga dengan ketidaktahuan ini maka mereka dapat
secara objektif menentukan konsep keadilan dan struktur masyarakat yang bebas dari
kepentingan pribadi. Berdasarkan konsep-konsep ini kemudian Rawls mengeluarkan teori
“Keadilan”.

Dua Prinsip Keadilan dan Perwujudannya

Prinsip keadilan pertama yang dikemukakan dalam Teori Keadilan Rawls adalah kebebasan
individu, seperti kebebasan berbicara, kebebasan berpolitik, kebebasan memilih keyakinan, dan
kebebasan menjadi diri sendiri. Kemudian prinsip keadilan kedua adalah prinsip pembedaan
yang terdiri dari perbedaan (the difference principle) dan persamaan yang adil atas kesempatan
(the principle of fair equality).

Rawls juga mengemukakan pentingnya prinsip kebebasan dalam aktualisasi keadilan. Meskipun
memberikan kedudukan istimewa pada prinsip kebebasan, menurut Rawls, kebebasan harus dan
dapat dibatasi lewat konstitusi. Dan oleh karenanya, diperlukan konstitusi yang adil. Konstitusi
yg adil dan netral ini hanya ditemukan di negara-negara demokratis.

Akan tetapi pembatasan ini hanya dapat dibenarkan, pertama, apabila pelaksananan kebebasan
tertentu justru mengancam seluruh kebebasan sebagai sebuah sistem, dan kedua, apabila
pembatasan itu dipandang penting bagi kemaslahatan bersama (common good). Ketiga, apabila
pembatasan itu digunakan demi terpenuhinya kepentingan minimum dari kelompok masyarakat
yang tidak beruntung.

Maka ia menambahkan bahwa liberty harus dibedakan dengan the worth of liberty. Artinya
kendati setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan, harga dari kebebasan itu tidak
begitu sama untuk semua orang. Rawls juga mengamini konsep Utilitarian Klasik, dalam artian
bahwa kelompok yang kurang atau yang paling tidak beruntung seperti kurang cerdas dan kurang
kreatif di masyarakat, sudah seharusnya tidak menuntut harga kebebasan yang sama
tingkatannya dengan yang dimiliki oleh mereka yang relatif lebih cerdas. Itu berarti, peluang
terbuka bagi mereka yang relatif lebih cerdas juga pantas lebih besar dan karenanya meraka
berhak mendapat manfaat yang lebih besar, dengan catatan, asalkan “keistimewaan” itu tidak
merugikan mereka yang kurang cerdas dan tidak beruntung.

Pembedaan seperti ini sesungguhnya merefleksikan prinsip keadilan differensia. Dengan prinsip
keadilan differensia, Rawls ingin membuka peluang sebesar-besarnya bagi semua orang
yang mengejar apa yang dianggapnya pantas bagi dirinya sebagai manusia, juga
menjamin bahwa mereka yang langsung beruntung tetap mendapat kesempatan untuk
memenuhi kepentingan minimumnya tanpa merugikan mereka agar lebih beruntung dan
membuka peluang juga terjadinya perbedaan dalam tingkat pemenuhan kepentingan-
kepentingan setiap orang persis karena adanya perbedaan-perbedaan mendasar pada
setiap orang yang memang tidak dapat dihindarkan.

Dengan demikian keadilan bukan berarti kesamaan (tingkat pemenuhan kepentingan), melainkan
fairness di mana setiap pihak berusaha untuk saling menguntungkan. Dengan kata lain, Rawls
ingin mengatakan prinsip differensia memberi tempat adanya ketidaksamaan, sekaligus juga
menegaskan bahwa ketidaksamaan tidak selalu berarti ketidakadilan.

Teori Keadilan Rawls untuk Perubahan Indonesia

Ketika kita mengetahui teori keadilan tadi, kita akan bertanya apakah teori ini ketika berhasil
diterapkan oleh Pemerintah Indonesia, apakah Indonesia akan mengalami perubahan menuju
arah yang lebih baik? Pertanyaan tersebut muncul dibenak ketika melihat berbagai kejahatan
HAM masa lalu yang tidak terselesaikan, Konflik agraria antara masyarakat dan pemerintah
seperti di Wadas, Rempang, dan Kinipan, Kebebasan berpendapat yang dibungkam serta
kepentingan politik yang merusak tatanan hukum negara. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa
banyak masyarakat kita belum mendapatkan keadilan yang sesuai dengan hak nya. Pemerintah
saat ini yang hanya terfokus dalam mendirikan suatu kota baru yang bahkan dibangun secara
serampangan tanpa memperhatikan kondisi wilayah sekitar dan dampaknya kepada lingkungan
atau infrastruktur-infrastruktur lainnya yang hanya bersifat simbolik tanpa memberikan keadilan
substantif dan tidak dirasakan oleh seluruh masyarakatnya. Maka akan menjadi suatu harapan
ketika Pemerintah mulai mengkaji dari Teori Keadilan Rawls dan mau menerapkannya dengan
political will yang kuat demi keadilan yang mampu dirasakan oleh seluruh masyarakat dan
membawa Indonesia menuju perubahan ke arah yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai