Anda di halaman 1dari 5

PA REMAJA NAPOSO SENIN 06 NOVEMBER 2023

HKBP TANJUNG MORAWA KOTA


BELAJAR MENDENGAR SUARA ALLAH
1. Bernyanyi Lagu rohani “ Togihon Au”
 Ho do naeng ihuthononku
Ale Jesus ale Tuhan
Ai malua jala taruli ahu
Dung hupajonnok tu lambungMi
Nang disan gok hinauli
Dohot akka bunga-bunga i
Dang na boi be ganggu rohakki
Ho nama hupillit Rajakki
Alani togihon ahu Tuhan
Patuduhon dalanMi tu au
Unang be pasombu lilu au
Ho nama hupillit dalanki……..

2. Doa Pembuka :
3. Bernyanyi Lagu Rohani : “Selidiki Aku “
 Selidiki akuLihat hatikuApakah ku sungguh mengasihiMu Yesus
Kau yang maha tahuDan menilai hidupkuTak ada yang tersembunyi bagiMu
Telah kulihat kebaikanMuYang tak pernah habis dihidupku
Ku berjuang sampai akhirnyaKau dapati aku tetap setia
Ku berjuang sampai akhirnyaKau dapati aku tetap setia

4. PA 1 Samuel 3 : 1 – 10 “BELAJAR MENDENGAR SUARA ALLAH

Tuhan memberikan kita telinga untuk mendengar. Namun, bila jujur mungkin kita mengaku
seringkali tidak menggunakan kedua telinga ini dengan baik atau malah menggunakannya
untuk mendengar hal-hal yang tidak penting dan tidak berguna.

Khotbah Minggu ini mengajak kita belajar lagi mendengar seksama. Ya, mendengar dengan
sepenuh hati. Para ahli ilmu psikologi dan komunikasi telah mengajarkan kita banyak tentang
seni atau ketrampilan mendengar. Dari para ahli inilah kita tahu, bahwa walaupun secara fisik
telinga kita sehat namun sebenarnya kita tidak mendengar serta-merta semua suara atau bunyi
yang ada dekat kita. Jemaat dan saya cenderung hanya mendengar apa yang Jemaat dan saya
ingin kita dengar. Dengan kata lain kemana hati kita tertuju ke sanalah telinga kita mengarah.
Hal yang mirip: kemana hati kita terarah kesanalah mata kita tertuju. Itulah sebabnya kita bisa
berada dekat televisi yang menyala tetapi tidak mendengar apa-apa sampai sampai ada berita
yang menyentak hati dan telinga kita. Bahkan kita bisa saja tidak mendengar omongan istri,
suami atau anak, atau teman, atau guru yang jelas-jelas sedang di depan kita, karena hati kita
sedang melayang dan ada di tempat lain. Namun sebaliknya: ketika kita sangat sayang dan
merindukan seseorang, kita dapat mendengar suaranya dari kejauhan datang. Seorang ibu di
dalam ruang masih bisa mengenali apakah yang sedang menangis di luar sana adalah anaknya
atau bukan.

Mungkin bukan tanpa maksud Tuhan menganugerahkan kita dua telinga tetapi satu mulut.
Yaitu agar kita lebih banyak mendengar daripada bicara. Namun kadang banyak orang justru
lebih suka bicara daripada mendengar, bahkan berbicara hal-hal yang tidak penting, tidak
benar dan tidak berguna. Saksikanlah pesta-pesta komunitas kita: semua orang seakan
berlomba bicara atau memaksakan nyanyian atau pidatonya ke telinga lawannya. Pergilah ke
lapangan sepak bola atau ke sebuah kafe dimana sekelompok orang sedang menonton
pertandingan liga. Dari sana pergi ke pasar atau mal atau stasiun. Atau bukalah jendela mobil
kita saat melintas di jalan. Atau tak usah jauh-jauh, berdiam dirilah di rumah dan coba kenali
apa dan siapa saja yang tak henti berbunyi atau bersuara? Sebaliknya: siapa mendengar
seksama?

Cerita tentang Samuel kecil di bait Allah ini mengajak kita merenung ulang. Tuhan mengajak
kita mendengar seksama. Pertama-tama kita diajak belajar lagi saling mendengar di rumah, di
gereja dan juga di sekolah atau kantor. Sudah terlalu banyak masalah karena kita tidak mau
mendengar satu sama lain, dan hanya ingin bicara dan bicara saja. Ya, sadar atau tak sadar
seringkali kita menganggap berbicara lebih bernilai daripada mendengar. Karena itulah
banyak orang melatih dan meningkatkan kemampuan berbicara alih-alih kemampuan
mendengar. Bahkan kita sangat bangga dengan otoritas berbicara dan lupa Tuhan juga
sebetulnya memberi otoritas atau wibawa untuk mendengar.

Seorang ahli komunikasi mengatakan kemauan berbicara selalu berbanding terbalik dengan
kemauan mendengar. Pada saat kita sangat ingin bicara biasanya kita juga sangat tidak ingin
dan karena itu tidak sabar mendengar. Itulah yang membuat kita kadang atau selalu menyela
pembicaraan teman, pura-pura serius menyimak demi kesantunan dan hormat palsu, atau
menjawab yang bukan ditanya, atau membelokkan begitu saja percakapan menurut keinginan
kita. Semakin dewasa, merasa tahu dan mampu, menganggap diri terhormat atau berkuasa,
maka sering semakin lemah pulalah kemauan kita mendengar. Sebaliknya kian kuat pula
keinginan berbicara itu. Baiklah kita sadar hal itu tidak hanya berlaku dalam hubungan kita
dengan sesama tetapi juga saat berhubungan dengan Tuhan. Jadi jangan heran jika doa
orangtua, pendeta, penatua, atau aktivis gereja, apalagi yang suka dipanggil sebagai
“pembicara” seringkali sangat panjang dan bercabang-cabang. Sebelumnya jangan heran jika
orangtua lebih suka memberi petuah kepada anaknya ketimbang membiarkan atau mendorong
anak-anak mengeluarkan isi hatinya. Kasus yang mirip: para pejabat sibuk sibuk
mempersiapkan pidato atau komentar di depan pers daripada mendengarkan aspirasi
rakyatnya.

Mendengar suara Tuhan

Kisah Samuel kecil ini mengajak kita belajar kembali mendengar suara Tuhan. Ada
kemungkinan kita tidak mendengar dan mengenali suara Tuhan itu di tengah-tengah
kenyataan hidup yang sangat berisik dan bising yang kita hadapi saban hari, atau karena
sempitnya waktu kita, di saat kita merasa terlalu sibuk dan lelah, atau memiliki banyak sekali
keinginan dan ambisi. Jangan salah tafsir: mendengarkan suara Tuhan tidaklah identik dengan
seharian menongkrongi televisi agama, atau mengkoleksi CD kotbah plus lagu rohani, atau
membaca sebanyak-banyaknya renungan rohani pop di internet (lantas meneruskannya
kesana-kemari tanpa pergumulan). Mendengar suara Tuhan juga tidak identik dengan berburu
ceramah atau seminar alkitab dan tidak pernah merasa kenyang dengan satu kebaktian
minggu. Lantas apa? Mendengar suara Tuhan adalah mendengar dengan sengaja dan seksama,
taat, hormat dan tulus pada apa yang disampaikan Tuhan kepada pribadi - juga kepada
persekutuan, masyarakat dan seluruh umat manusia.

Acapkali perkataan Tuhan itu tidak banyak sehingga tidak ada alasan mengatakan lupa atau
tak ingat. Namun suara Tuhan itu sangat menyentuh, mengena, menggoncangkan dan
menantang serta membangkitkan seluruh kehidupan. Karena itu marilah kita di tengah ruang
kehidupan nyata kita mengheningkan diri kita sejenak berdoa seperti Samuel: “Berbicaralah
ya Tuhan, sebab hambaMU mendengar” Ya marilah kita membuka hati sedalam-dalamnya
untuk bertanya: Apakah yang dikatakan Tuhan kepadaku? Sungguh itukah yang dikatakan
Tuhan? Apakah aku tidak salah dengar? Ataukah aku justru pura-pura tidak mendengarNya?

Salah satu latihan terbaik mendengar suara Tuhan adalah belajar mendengarkan apa yang
tidak Jemaat sukai dan inginkan. Tenteramkanlah hati. Cobalah putar kembali (Tuhan
menganugerahkan kita otak yang bisa merekam sangat baik) suara-suara yang tidak Jemaat
kehendaki di dunia. Yaitu: suara orang-orang yang karena satu atau lain hal Jemaat benci atau
musuhi (apalagi jika dalam hati Jemaat alasan membencinya bukanlah karena dia jahat atau
salah, tetapi justru karena dia benar dan baik). Kadang di dalam suara-suara yang tidak kita
kehendaki itulah justru ada kebenaran. Itulah sebabnya Yesus mengatakan “kasihilah
musuhmu”. Bukan supaya Jemaat bermesraan atau pura-pura mesra dengan orang yang
Jemaat tidak sukai, tetapi agar Jemaat memaksa diri mendengarkan seksama apa yang
dikatakannya. Sebab kadang (baca: tidak harus) Tuhan mau memakai musuh Jemaat itu
sebagai “jurubicara-Nya” mengatakan kebenaran kepada kita.
Selanjutnya, cobalah hadirkan orang-orang yang kita anggap tidak penting, tidak mulia dan
tidak ada apa-apanya. Yaitu mereka yang dalam pikiran jemaat terlalu miskin, terlalu bodoh,
atau bahkan terlalu lemah. Berjuanglah menggali dan menyimak kembali apa yang pernah
mereka katakan kepada jemaat. Baiklah kita sadar: seringkali Tuhan memakai saudara-
saudaraNya yang miskin, kecil dan hina ini untuk menyuarakan SabdaNya kepada kita.
Pertanyaan: Apakah jemaat dan saya masih mau atau tidak mau mendengar jika Tuhan
berbicara lewat perkataan dan kehidupan mereka yang sangat miskin, kecil, dan hina?

Keheningan Jiwa

Namun ada kalanya Tuhan memilih diam membisu. Seperti pada jaman Samuel ada kalanya
Tuhan justru menarik diri dan tidak mau berbicara kepada umatNya yang dianggapNya sudah
penuh dengan kejahatan dan dosa. Sebagai gantinya muncullah para nabi palsu yang banyak
omong dan berbicara seolah-olah disuruh Tuhan. Seandainya hal ini yang terjadi hati-hatilah.
Jangan gampang terkecoh. Tidak semua orang yang menyebut nama Tuhan, atau bicara atas
nama Tuhan, atau mengklaim diri mendapat wahyu Tuhan, harus dipercaya seketika dan
sepenuhnya. Ujilah setiap roh, kata Rasul Yohanes. Ujilah setiap kata-kata termasuk kata-kata
yang keluar dari mereka yang mengaku nabi, hamba Tuhan, pelayan Allah atau pekabar Injil.
Dari dulu sampai sekarang selalu saja ada penipu yang menjual nama Tuhan. Sekali lagi hati-
hatilah. Jangan terlalu mudah percaya apalagi kepada suara manis menghibur dan
membenarkan kelakukan jahat jemaat dan saya atas nama Tuhan.

Salah satu bahaya kekristenan masa kini adalah verbalisme. Bahasa sederhananya: terlalu
banyak omong. Lebih tepat: omong kosong. Ya banyak orang pada masa kini sangat suka
mengumbar kata-kata tidak hanya kepada sesamanya tetapi juga kepada Tuhan. Baiklah kita
ingat doa yang terlalu panjang dan bercabang-cabang sering bukan tanda kesalehan tetapi
tanda ketidakmauan mendengarkan Tuhan. Ingat hukum komunikasi. Ingat Pengkotbah 5:1
“hematlah kata-kata di hadapan Allah!”. Ingat juga baik-baik pesan Yesus saat berkotbah di
Bukit: jangan pernah menganggap karena banyaknya kata-kata doa jemaat dikabulkan.
Selanjutnya: tidak ada kata-kata yang bebas dari pertanggungjawaban.

Mengatakan kebenaran

Selanjutnya kisah Samuel tidak hanya memotivasi dan menginspirasi kita belajar mendengar,
tetapi juga belajar berbicara. Samuel kecil itu mendengar kebenaran yang pahit dari Tuhan,
yaitu hukuman Tuhan kepada imam Eli yang membiarkan anak-anaknya (juga imam)
mengkorupsi korban persembahan dan bermain seks di pelataran Bait Allah. Samuel belajar
mengatakan kebenaran yang pahit itu kepada Eli, bapa rohani, guru yang sangat
dihormatinya. (Mengharukan, seburuk-buruknya Eli, kita membaca bahwa imam tua itu mau
mendengarkan kebenaran yang pahit yang disampaikan Samuel).

Hal ini menyadarkan kita bahwa sama seperti Samuel kita disuruh mengatakan yang benar
bukan hanya kepada orang asing dan jauh dan karena itu tidak berdampak apa-apa kepada
hidup kita, tetapi justru kepada orang yang sangat dekat dengan kita, memiliki pertalian darah
dengan kita, kawan akrab kita, guru yang kita hormati, atasan, dan bahkan orangtua, atau
kekasih kita sendiri. Samuel beruntung, sebab justru Eli yang mendesaknya mengatakan
kebenaran. Namun kondisi kita bisa jadi lain. Orang yang kita hormati atau sayangi itu belum
tentu suka atau ingin mendengar kebenaran. Namun Tuhan menyuruh kita tetap
mengatakannya. Lantas bagaimana?

Banyak diantara kita sangat kritis kepada orang lain, namun sebenarnya sangat tidak kritis
kepada diri sendiri, keluarga atau teman sendiri. Mengkritik orang lain itu baik dan sah, tetapi
mampu dan mau mengkritik diri sendiri atau orang yang telah menjadi bagian hidup kita - itu
jauh lebih baik dan berguna. Banyak orang berani menasihati orang lain tetapi enggan
menasihati diri sendiri.
Penutup

Pertanyaannya adalah: Bagaimana kita dapat mengenali suara Tuhan?

Pertanyaan ini telah ditanyakan oleh tak terhitung banyaknya orang dari berbagai zaman.
Samuel mendengar suara Tuhan namun tidak mengenalinya sampai dia dinasehati oleh Eli (1
Samuel 3:1-10). Gideon mendapatkan wahyu secara fisik dari Tuhan dan masih meragukan
apa yang didengarnya sehingga dia meminta tanda, bukan sekali, tapi tiga kali (Hakim-Hakim
6, khususnya ayat 17-22, 36-40)!

Ketika kita mendengarkan suara Tuhan, bagaimana kita tahu pasti bahwa Dialah yang
berbicara?
Pertama-tama, kita memiliki apa yang tidak dimiliki oleh Gideon dan Samuel, Alkitab yang
lengkap, Firman Tuhan yang diinspirasikan, yang dapat kita baca, pelajari dan renungkan.
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap
perbuatan baik” (2 Timotius 3:16-17). Apakah kita memiliki pertanyaan mengenai hal-hal
atau keputusan dalam hidup kita? Lihat apa yang dikatakan Alkitab mengenai hal itu. Tuhan
tidak akan pernah menuntun dan mengarahkan kita dengan cara yang bertentangan dengan
apa yang diajarkan atau dijanjikan dalam FirmanNya.

Kedua, untuk mendengar suara Tuhan kita perlu mengenalinya. Apa kata Tuhan Yesus
mengenai itu? Yesus mengatakan, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku
mengenal mereka dan mereka mengikut Aku” (Yohanes 10:27). Untuk mengenali suara
Tuhan, kita perlu menggunakan waktu bersama dengan Dia setiap hari.

Pastikan bahwa setiap hari kita menikmati waktu doa yang berkualitas, mempelajari Alkitab
dan dengan tenang dan merenungkan FirmanNya. Makin kita menggunakan waktu secara
intim dengan Tuhan dan FirmanNya makin mudah kita mengenali suara Tuhan dan
pimpinanNya dalam hidup kita. Karyawan bank dilatih untuk mengenali uang palsu dengan
mempelajari uang asli dengan cermat sehingga dengan mudah mereka mendeteksi uang palsu.
Kita perlu mengenali dengan cermat Firman Tuhan yang telah difirmankan olehNya sehingga
ketika Tuhan berbicara kepada kita atau menuntun kita akan jelas bahwa itu adalah Tuhan.
Tuhan berbicara kepada kita supaya kita dapat mengerti kebenaran. Tuhan dapat saja
berbicara secara lisan kepada orang, namun secara utama Dia berbicara melalui FirmanNya;
dan melalui Roh Kudus kepada hati nurani kita, melalui keadaan, dan melalui orang-orang
lain. Dengan menerapkan apa yang kita dengar pada kebenaran Firman Tuhan, kita dapat
belajar mengenali suaraNya.

Kepekaan rohani membutuhkan latihan. Latihan menghasilkan ketrampilan. Ketrampilan


menjadi alat untuk perolehan. Perolehan mendatangkan rasa kepuasan. Kepuasan membuat
orang bersyukur. Bersyukur mendekatkan orang kepada Tuhan. Berdekat kepada Tuhan akan
mendengar sapaan suara Tuhan .... dan ternyata itulah yang dikehendaki Tuhan. Supaya orang
merespon sapaan Tuhan.
Hari ini Tuhan ingin membicarakan hal-hal yang sangat penting dan menentukan hidup-mati
jemaat, keluarga dan gereja, dan bangsa kita. Sebab itu dengarkanlah baik-baik suaraNya dan
sampaikanlah dengan santun kepada yang memerlukannya. AMIN.

5. BERNYANYI Lagu Rohani ”Ku Dengar Yesus Memanggil” mengumpulkan


persembahan
 Kudengar Yesus memanggil, kudengar Yesus memanggil,
kudengar Yesus memanggil “Pikul salib, mari ikutlah.”
Reff….Aku mau mengikut Yesus, aku mau mengikut Yesus,
aku mau mengikut Yesus, ikut Yesus, ikut s’lamanya.
 Melewati pencobaan, melewati pencobaan,
melewati pencobaan, dengan Yesus, Yesus, s’lamanya. Reff…..
 Yesus b’rikan kemuliaan, Yesus b’rikan kemuliaan,
Yesus b’rikan kemuliaan, dan berjalan, denganku tetap

6. DOA PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai