Anda di halaman 1dari 5

Naj³b al-Kail±n³

Oleh Siti Amsariah

Biografi
Nama lengkapnya adalah Najib bin Ibrahim bin Abd al-Latif al-Kailani. Tokoh
ini lahir pada bulan Muharam 1350H/ Juni 1931M, di desa Sharshaba, provinsi
Gharbia di Republik Arab Mesir. Desa Sharshaba ini tercatat sebagai desa
dengan kelahiran dua tokoh besar lainnya yaitu pelopor sastra anak-anak,
Dr. Abdul Ahad Jamal al-Din, mantan kepala Dewan Tertinggi untuk Pemuda
dan Olahraga dan Mayor Jenderal Ahmed Jamal al-Din, mantan menteri dalam
negeri. Keluarganya adalah keluarga petani yang mendiami desa ini dan
sebagian desa-desa di sekelilingnya. Al-Kailani merupakan anak tertua dari
tiga bersaudara. Saat usianya 8 tahun, terjadi Perang Dunia ke dua sehingga
semua penduduk desa hidup dalam krisis ekonomi. Ditambah lagi dengan
beratnya kewajiban bagi petani untuk membayar hasil panen kepada pasukan
pendudukan Inggris, sehingga kehidupan desa itu betul-betul berada pada
krisis dan kesulitan yang paling besar. Meski kondisi keluarganya begitu susah,
tetapi terkenal sebagai penganut nilai-nilai toleransi, kebebasan, saling
menghargai di satu sisi dan di sisi lain dengan kondisi kesusahan. Semua itu
membentuk pribadi yang kuat pada al-Kailani kecil.

Di antara tokoh yang memberikan pengaruh besar saat al-Kailani kecil


adalah kakek dari pihak ibunya, Haji Abdul Qodir asy-Syafi’i. Selain sebagai
pedagang kapas yang sukses, ia juga penghafal al-Qur’an. Pengaruh besar
tokoh ini diakui al-Kailani secara langsung sebagai tokoh yang paling
berpengaruh dalam hidupnya. Tokoh ini pula yang mendukung dan mendorong
ayah al-kailani untuk mengajarkannya serta memberikan hadiah ketika al-
Kailani mengerjakan tes dan ujian saat sore. Tidak itu saja, al-Kailani juga
sangat terkesan dengan perilaku dan akhlak kakeknya ini.

Al-Kailani: Kehidupan Intelektual dan Kebudayaan


Seperti teman-temannya, saat kecil, ia masuk ke sebuah kuttab di
desanya. Di sinilah ia belajar dan menghafal al-Qur’an. Kakeknya dari pihak
ayah sangat prihatin tentang pendidikannya. Maka kemudian saat al-Kailani
berusia 8 tahun, ia memasukkannya ke sebuah sekolah di desa Sunbat.
Kemudian al-Kailani memasuki sekolah tingkat Tsanawiyah di kota Tanta, yang
berlangsung selama 5 tahun. Dalam ingatan Al-Kailani, bagaimanapun
keluarganya mengalami kesengsaraan hidup, tetapi ayahnya selalu
menawarkan apa yang ia butuhkan dan membebaskannya dari pekerjaan di
ladang. Oleh karena itu al-Kailani menyadari sekali akan tanggung jawab
besar yang dipercayakan kepadanya, sehingga ia belajar dengan tekun dan
menjadikannya sukses dengan gemilang.
Al-Kailani menyelesaikan pendidikan Tsanawiyah pada tahun 1949,
kemudian memasuki Fakultas kedokteran di Universitas Fuad I. Sebenarnya ia
lebih menyukai masuk Fakultas Adab tetapi ayahnya memintanya untuk masuk
fakultas kedokteran. Saat berada pada tahun keempat dari kuliahnya, al-
Kailani ditangkap dan dipenjara karena keterlibatannya dalam Ikhwanul
2

Muslimin tahun 1955. Di mana dia mulai berpartisipasi dalam seminar yang
diadakan oleh jama’ah tersebut dan memiliki dampak signifikan. Ia
menghabiskan hidupnya di penjara selama 3 tahun. Setelah dibebaskan pada
tahun 1959, ia kembali dan menyelesaikan sarjananya di bidang kedokteran
pada tahun 1960. Periode saat ia kuliah memiliki dampak besar dalam
hidupnya. Dia memainkan peran utama dalam kehidupan politiknya. Pada
tahun 1965, al-Kailani ditangkap kembali bersama dengan semua orang yang
tersangka dari Ikhwanul Muslimin. Al-Kailani di penjara selama 7 tahun di
penjara-penjara berbeda. Ketika al-Kailani meninggalkan penjara untuk
pertama kalinya, ia menikahi Karima Mahmoud Shahin putri dari Sheikh
Mahmoud Shaheen. Ia hidup bahagia bersama istrinya dan dikaruniai empat
anak, tiga anak laki-laki dan satu perempuan.
Al-Kailani sangat gemar membaca, khususnya majalah sastra yang
diterbitkan saat itu seperti ar-Risâlah, aš-Šaqâfah, al-Hilâl, dan kutipan-
kutipan yang menjadi jalan perkenalannya dengan banyak tokoh besar seperti
Sayyid Qutb, Mustafa Shodiq ar-Rofi’i, al-Aqqad, al-Mâzanî, al-Manfalutî, Taha
Husein dan Taufik Hakim. Pada awalnya, al-Kailani tidak memiliki orientasi
pada bidang tertentu, ia membaca semua buku yang ada di tangannya.
Dengan begitu ia membaca kisah-kisah seluruh dunia, juga Arab, diwan-diwan
penyair seperti al-Mutanabbi, Ahmad Syauqi dan Hafidz Ibrahim. Dan
sepanjang saat ia belajar di Tanta, al-Kailani adalah salah satu siswa yang
paling banyak menghabiskan waktu di perpustakaan umum, karena
keuangannya tidak memungkinkan untuk membeli buku-buku. Dan kadang-
kadang ia terpaksa berbagi patungan dengan temennya untuk membeli buku,
kemudian mereka membacanya secara bergantian.
Salah satu tokoh yang berpengaruh dalam kehidupan intelektual dan
budayanya pada masa-masa awal adalah pamannya, Abdul Fatah. Tokoh ini
membaca karya-karya al-Manfaluti, ar-Rafi’i, diwan dan karya drama milik
Ahmad Syauqi, dan sedikit karya Taha Husein, serta sebagian kitab-kitab
klasik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pamannya adalah pemasok pertama
dalam penumbuhkan kegemaran al-Kailani terhadap budaya.
Kehidupan ilmiyahnya dimulai saat ia telah keluar dari Fakultas
Kedokteran. Ia kemudian bergabung dalam Gabungan Unit di Kementerian
Transportasi dalam bidang Medis. Setelah keluar dari Mesir tahun 1967, ia
bekerja di Kuwait dan Dubai, serta beberapa kali di beberapa menempati
posisi di beberapa kantor. Terakhir ia menduduki jabatan Direktur Budaya
Kesehatan di Kementrian Kesehatan Uni Emirat Arab.
Al-Kailani mulai bekerja di Rumah Sakit Umum Al-Masrien di Giza
setelah selesai studinya dari Fakultas Kedokteran di Al-Qusayr Al-Aini
kemudian dipindahkan ke desanya Sharshabah. Dia bekerja di sana sebagai
dokter medis. Dia juga melayani sebagai anggota pendiri Asosiasi Sastra Islam
salah satu pendiri Asosiasi Sastra Islam dan penasihat Menteri Kesehatan di
UEA, selama sepuluh tahun dan juga menjabat sebagai direktur pendidikan
kesehatan di Departemen Kesehatan sampai dia pensiun (1992). Al-Kailani
meninggalkan Mesir pada tahun 1968 dan tetap dekat dengannya. Selama 30
tahun al-Kailani hidup di luar Mesir yaitu di Uni Emirat Arab dan Kuwait. Dan
di akhir hidupnya ia menderita penyakit, namun tetap di rumah sakit di
Riyadh. Kemudian Najib al-Kailani pulang ke Mesir di mana ia menghabiskan
hari-hari terakhirnya. Di sana dia berjuang melawan penyakit sampai beliau
wafat tahun 1415H tepatnya 1995M setelah sebelumnya sempat dirawat di RS
King Faisal, dan dimakamkan di Mesir.

Sumbangan al-Kailani Dalam Bidang Sastra

Al-Kailani adalah pemimpin dan motor penggerak sastra Islam modern


yang sangat produktif. Karyanya lebih dari 70 buku baik berupa kritik dan
puisi, cerita pendek dan novel. Jumlah tersebut belum termasuk makalah
yang ia terbitkan pada waktu tertentu seperti majalah Islam dan sastra.
Sementara karya dalam bentuk sastra, mencapai 33 novel, dan 6 kumpulan
cerpen. Melalui buku-bukunya, ia mengusung nilai-nilai toleransi, kebaikan
dan prinsip-prinsip kemanusiaan dan nilai-nilai Islam yang kuat. Di samping itu
karya-karyanya memberikan apresiasi yang besar terhadap para tokoh-tokoh
besar dalam sejarah peradaban Islam di beberapa negara seperti dalam
karyanya Nur Allah, ‘Umar Yadzhar fi al-Quds, Qotil Hamzah dan Adzra
Jakarta yang membahas tentang pertentangan antara Islam dan komunisme di
Indonesia. Begitu juga karya Layali Turkistan, yang menyoroti masalah orang-
orang Muslim Turkoman, dan ‘Amaliqoh asy-Syimal yang berbicara tentang
masalah umat Islam di negara Nigeria, adz-Dzilul al-Aswad menggambarkan
kesulitan orang Muslim di Abyssinia.
Sementara dalam bentuk cerita pendek, karya-karyanya diilhami oleh
sejarah dan realitas seperti dalam karya dumu’ al-Amir, al-Alam ad-Dayiq,
Mau’iduna Gadan, Faris hawazan, Hikayat Thabib, al-Kabus dan ‘Inda ar-
Rahil. Dalam bidang pemikiran, karya-karya al-Kailani dapat dilihat seperti
‘Ada’ al-Islam, Taht Rayat al-Islam, Haula ad-Din wa ad-Daulah, at-Thariq ila
Ittihad Islami. Dan dalam bidang drama Arab, beberapa karyanya seperti
Nahwa Masrah Islami, ‘Ala Aswar Dimasqo, karya ini ia tulis saat berada di
penjara, yang terdiri dari 5 episode. Karya lainnya adalah Muhakamah al-
Aswad al-‘Ansi, Haula al-Masrah al-Islami, al-Wajh al-Mudzlim lilqomar, ‘Ala
Abwab Khaibar. Al-Kailani juga menulis beberapa buku di bidang kritik sastra,
yaitu Afaq al-Adab al-Islami, al-Islamiyah wa al-Madzahib al-Adabiyah, Rihlati
ma’a al-Adab al-Islami, Iqbal asy-Sya’ir ats-Tsair. Dalam bidang kesehatan;
Ad-Din wa ash-Shihah, al-Ghada wa ash-Shihah, Mustaqbal al-Alam fi Shihahh
at=Tifl, Fi Rihab at-Tib an-Nabawi dan Ihtiras min Dhagt ad-Dam.
Secara lengkap di antara karya-karyanya dalam bentuk novel adalah:
Ard al-Anbiya, Hikayat Jadillah, Himayah Salam, Dam li Fitri Shahyun, Al-
Lazina Yahtariqun, Ra’s asy-Syaitan, Ar-Rabi’ al-‘Asif, Rihlah ila Allah,
Ramadan Habibi, at-Tarik ath-Thawil, Tala’i al-Fajr, Adzillu al-Aswad, Azra
Jakarta, ‘ala Abwab Khabir,’Amaliqoh asy-Syimal, fi adz-Dzalam, Qatil
Hamzah, layali Turkistan, Lail al-Khataya, Muwakib al-Ahrar, An-Nida al-
Khalid, Nur Allah, al-Yaum al-Maw’ud. Di antara karyanya yang dianggap
hilang seperti, Ibtisamuhu fi Qalb asy-Syaitan, Ard al-asywaq, Amirah al-
Jabal, Ar-Rayat as-Sud, Adzra al-Qaryah, al-Ka’s al-Farigah, Liqa ‘inda
Zamzam, Lail al-‘Abid, Yaumiyat al-Kalb Syamlul.
Al-Kailani Najib telah terbiasa menggubah puisi, yaitu saat ia duduk di
sekolah tingkat pertama. Qasidah pertamanya bertajuk an-Nur baina Ayadina
wa nunkiruhu, sebuah qasidah yang menyoroti tentang keputusan Liga Bangsa-
4

bangsa tentang pembagian negara Palestina. Qasidah ini dimuat dan


diterbitkan di majalah Ikhwan al-Muslimin, juga di beberapa majalah dan
surat kabar, utamanya surat kabar Minbar asy-Syarq yang diterbitkan oleh Ali
al-Gayati. Adapun diwan puisinya adalah Agani al-Garba, terdiri dari 22
qasidah yang ia buat saat di penjara. Ada juga diwan ‘Asru asy-Syuhada, yang
terdiri dari 28 qasidah, ada juga Diwan Kaifa Alqaka
Al-Kailani juga menulis otobiografinya yang berjudul Lamhah min
Hayatî yang terdiri dari 5 jilid. Setiap jilid (bagian) mencakup periode
hidupnya: bagian pertama (1405/1985) dan bagian kedua dicetak pada tahun
yang sama dan bagian ketiga 1409/1988, dan bagian keempat tahun
1414/1994 dan bagian kelima tahun 1415/1994. Setelah itu, istrinya mencatat
sebuah naskah sementara al-Kaiani sedang berada menjelang kematiannya,
berupa pertanyaan-pertanyaan dan jawabannya. Bagian-bagian dari biografi
ini mengungkapkan tentang kepribadiannya dan berbagai tahapan
kehidupannya.

Hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin


Tokoh yang paling penting dalam konteks hubungan Najib dengan
Ikhwanul Muslimin adalah pamannya yaitu H. Muhammad Syafii. Tokoh ini
pergi ke Saudi, selain untuk melaksanakan ibadah haji ia juga belajar aqidah
salaf yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Ketertarikannya
terhadap ajaran Muhammad bin Abdul Wahab, membuatnya ingin menetap di
Saudi. Ia banyak memberikan bacaan-bacaan tentang Ikhwanul Muslimin
kepada al-Kailani. Inilah yang membawanya pada organisasi tersebut.
Saat ummat Islam dalam kondisi kritis dalam sejarahnya pasca perang
dunia kedua, banyak negara-negara Islam berupaya untuk merdeka dari
penjajahan. Saat itu Inggris menduduki Mesir, orang-orang Yahudi menduduki
Palestina. Saat itulah organisasi-organisasi berperan. Najib kemudian
bergabung dengan kegiatan-kegiatan ceramah, mu’tamar yang diadakan oleh
Ikhwanul Muslimin. Aktivitasnya tersebut membawanya masuk penjara
bersama dengan anggota Ikhwanul Muslimin lainnya pada tahun 1955. Ia
mendapat hukuman selama 10 tahun, tetapi kemudia ia dibebaskan pada akhir
tahun 1958. Tidak begitu lama kebebasannya, ia ditangkap dan masuk penjara
lagi tahun 1965 sampai pada peristiwa besar perang Arab-Israel yang terjadi
selama 7 hari pada bulan Juni 1967. Pengalaman pahitnya di penjara
merupakan fase kehidupannya yang sangat pahit dan tercermin dalam banyak
cerpen, puisi dan novel-novelnya.

Daftar Rujukan
al-‘Arinî, Abdullah ¢±li¥. 2005. al-Ittijah al-Isl±m³ f³ A’m±l Naj³b al-Kail±n³
al-Qa¡a¡iyah. Riyadh: D±r Kunµz Isybiliy± li an-Nasyr wa at-Tauzi’.
al-Qo’un, Hilmi Muhammad. 1994. al-Waqi’iyah al-Islamiyah fi Riwayat Najib
al-Kailani; Dirasah Naqdiyah. Riyadh: Maktabah al-‘Abikan.
Ar-Rahman, Muhammad Saif. 2017. Ishamat ad-Duktur Najib al-Kailani fi al-
Adab al-Arabi al-Islami dalam Majalah al-Qism al-Arabi. Pakistan. No.
24.
Al-Kailani, Najib. 1995. Lamhat min Hayati. Mu’asasah ar-Risalah.

Anda mungkin juga menyukai