Anda di halaman 1dari 8

Tugas Terstruktur Fiqih Hudud

Jurusan Hukum Pidana Islam Semester Ganjil

Tahun Akademik 2022 – 2023

Kelas C

Disusun oleh:

Salma Nurghaida 1213060116

Kebanyakan para fuqaha berpendapat bahwa mutlaknya ayat dibatasi


dengan hadist Rasulullah yaitu: “semoga Allah melaknat pencuri yang
mencuri sebutir telur kemudian dipotong tangannya dan mencuri seutas tali
kemudian dipotong tangannya.” Menurut mereka, hadist diatas adalah
menjelaskan tentang merendahkan perilaku mencuri dan menjauhkan dari
pencurian.

Imam malik berpendapat bahwa hukuman potong tangan diwajibkan


kepada pencuri yang mencuri barang senilai tiga dihram perak atau
seperempat dinar emas. Jika barang yang dicuri bukan merupakan emas atau
perak dan harga tiga dihram, barang curian tersebut diukur dengan dihram
perak, bukan dengan emas. Hal tersebut dilakukan karena adanya perbedaan
kemurnian. Sebagai contoh, jika saat itu harta yang dicuri bernilai tiga
dihram, pencuri harus dikenakan sanksi potong tangan, sedangkan jika
pencuri mencuri harta senilai seperempat dinar tetapi tidak mencapai tiga
dihram, pencuri tersebut tidak wajib dikenakan hukuman potong tangan.
Menurutnya, kaidah yang berlaku yaitu setiap emas dan perak dianggap jenis
yang mandiri. Akan tetapi, separuh ulama Baghdad meriwayatkan dari Imam
Malik bahwa ia lebih mengutamakan mata uang yang berlaku di suatu negara.

Imam Syafii berpendapat bahwa yang mendasari dari pengukuran


nilai barang adalah emas. Dengan demikian, hukuman potong tangan tidak
berlaku kecuali pencurian yang mencapai seperempat dinar. Jika barang yang
dicuri bukan merupakan emas, maka barang tersebut diukur dengan emas.

Ada dua riwayat dalam mazhab hambali dalam menyikapi hukuman


potong tangan, riwayat pertama mewajibkan hukuman potong tangan adalah
seperempat dinar emas atau tiga dihram perak, atau barang selain keduanya
yang bernilai tiga dihram. Riwayat kedua menyatakan bahwa nisab yang
mewajibkan potong tangan adalah seperempat dinar emas atau tiga dihram
perak.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa nisab yang mewajibkan untuk


potong tangan adalah sepuluh dihram atau sama dengan satu dinar. Hukuman
tersebut tidak berlaku apabila dalam pencurian kurang dari sepuluh dihram.
Dalilnya terdapat dalam hadist yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin
Al – Ash bahwa Rasulullah SAW tidak memotong tangan kecuali pencurian
seharga baju zirah. Pada saat itu baju zirah sama setara dengan sepuluh
dihram. Imam Abu Hanifah juga berpendapat bahwasanya ketetapan
hukuman potong tangan atas pencurian senilai sepuluh dihram adalah ijmak.
Hal tersebut menimbulkan beberapa perbedaan karena adanya perbedaan
hadist. Akhirya solusi untuk menyikapi perbedaan tersebut munculah ihtimal
(kemungkinan) tentang wajibnya hukuman potong tangan. Sedangkan
keberadaan ihtimal menyebabkan tidak diwajibkannya hukuman potongan
tangan. Ulama yang menyetujui pendapat tersebut ialah Ulama Syiah
Zaidiyah.

Ibnu Hazm, seorang fuqaha Zahiriyah berpendapat jika barang yang


dicuri berupa emas, nisab pencurian yang mewajibkan potong tangan adalah
seperempat dinar. Jika yang dicuri bukan emas, maka disetarakan seharga
baju zirah, tetapi Ibnu Hazim tidak menjelaskan harga baju zirah. Hal tersebut
selaras dengan riwayat dari Aisyah bahwa pada masa Rasulullah, tangan
pencuri tidak dipotong tangan apabila barang curian kurang dari harga baju
zirah karena barang tersebut dianggap tidak berharga. Penulis Nail al – Autar
menyatakan bahwa Ibnu Hazm menetapkan hukuman potong tangan jika
barang curian seharga seperempat dinar emas, ia juga menetapkan hukuman
tersebut dalam pencurian selain emas baik sedikit maupun banyak. Alasannya
adalah batasan nilai emas yang ditentukan oleh nas, tetapi tidak ada nas yang
menerangkan selain emas.

Selain itu ada beberapa pendapat lain mengenai nisab dari para fuqaha
lainnya. Sebagian ada yang tidak mewajibkan hukuman potong tangan
kecuali pencurian empat dinar atau empat puluh dihram, sebagian lain
mewajibkan hukuman potongan tangan dalam pencurian empat dihram.
Mazhab al – Baqir salah satu mazhab yang mewajibkan potong tangan jika
pencurian senilai sepertiga dinar, bahkan ada fuqaha lain yang menentukan
lima dihram.

Jika nisab adalah salah satu indikator syarat hukuman potong tangan,
berarti hukuman tersebut tidak berlaku atas pencurian barang yang nilainya
kurang dari nisab. Sebagai contoh, jika pencuri mencuri barang di suatu
rumah dan barang curian tersebut kurang dari satu nisab, tidak dijatuhi
potongan tangan, tetapi jika pencuri tersebut mencuri suatu barang di rumah
dan mengeluarkan barang tersebut ke halaman yang kurang dari satu nisab
lalu kembali ke rumah itu dan mengambil barang lagi yang jika dikumpulkan
mencapai harga nisab, lalu barang tersebut dibawa keluar rumah, maka ia
dijatuhi hukuman potong tangan.

Rumah dan halaman merupakan suatu tempat penyimpanan harta


yang tidak dapat dipisahkan. Barang yang dicuri dari halaman rumah
dianggap belum keluar dari tempat penyimpanan. Jika pencuri berhasil
membawa barang curian keluar dari halaman rumah maka pencurian tersebut
menjadi sempurna. Syaratnya yaitu rumah tersebut tidak berdiri atas beberapa
ruangan dan memiliki satu halaman. Jika rumah itu terdiri atas ruang atau
rumah mandiri, mengeluarkan barang ke halaman rumah dianggap
mengeluarkannya dari tempat penyimpanan walaupun pencuri itu tidak
membawa keluar kompleks rumah. Jika pencuri membawa barang curian ke
halaman bersama dengan sekali bawa dan barang tersebut mencapai harga
nisab, maka hukuman potong tangan diterimanya. Pencurian akan sempurna
jika barang curian seharga nisab dan dibawa ke halaman bersama.
Ketentuan tersebut dijalankan tanpa mengabaikan perbedaan antar
ulama yang menganggap dan tidaknya status tersimpan dan tempat
penyimpanan bisa gugur dengan terbukanya pintu. Mereka tidak mewajibkan
hukuman potong tangan jika pencuri mengeluarkan barang dari pintu yg telah
terbuka dengan alasan barang yang berada di dalam sudah tidak dalam status
disimpan. Jika ruang penyimpanan terkunci tetapi pintu rumah terbuka,
hukuman potong tangan wajib karena pencuri tersebut telah mengambil
barang yang dijaga. Para fuqaha yang berbeda pendapat seandainya ada
pencuri mengeluarkan barang curian dari rumah mandiri ke halaman bersama
atau mengeluarkan barang dari rumah yang bukan milik bersama secara
bertahap dan setiap kali mengeluarkan barang kurang dari harga nisab.

Mengeluarkan barang curian secara bertahap, kaidah yang ditetapkan


adalah mengeluarkan barang secara bertahap dan saling menolong. Seorang
yang mencuri barang senilai satu nisab dari dua rumah yang berbeda, tidak
dikenai potong tangan karena merupakan pencurian yang berbeda dan setiap
rumah adalah mandiri, sedangkan hukuman tersebut hanya berlaku jika harga
barang curian seharga satu nisab. Jika seorang mencuri seharga satu nisab dari
beberapa orang harus dipotong tangannya. Jumlah dari korban tidak
mempengaruhi hukumannya.

Sebagian ulama Syi’ah Zaidiyah mewajibkan hukuman potongan


tangan dalam kasus jika harta tersebut yang dikeluarkan pencuri telah
mencapai satu nisab. Jika seorang pencuri mengeluarkan sebagian barang dari
tempat penyimpanan dan tidak membawa barang lainnya, padahal barang
tersebut adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, ia tidak dijatuhi
hukuman potong tangan walaupun barang curian tersebut telah mencapai
nisab, alasannya adalah sebagian barang curian tidak dapat dipisahkan dan
pengeluaran barang tersebut tidak sempurna.

Ulama yang menggugurkan status suatu tempat sebagai tempat


penympanan karena terbukanya pintu atau ada lubang tidak menganggap
pencuri mengambil dari tempat penyimpanan jika barang tersebut berada
diluar pintu atau lubang. Yang dilihat disini adalah barang yang dikeluarkan
pencuri dari penyimpanan. Jika barang kurang dari nisab, tidak ada potong
tangan dan sebaliknya.

Para ulama berpendapat bahwa jika barang curian tersebut rusak


ditangan pencuri setelah keluar dari tempat penyimpanan, maka hukum yang
berlaku adalah nilai harga yang sesuai saat terjadi pencurian. Ulama
Hanafiyah berbeda pendapat tentang penurunan nilai karena adanya turun
harga. Sebagian lagi berpendapat bahwa nilai barang dihitung berdasarkan
nilai saat barang dikeluarkan dari penyimpanan. Tiga Imam mazhab
berpendapat bahwa dakam kondisi apapun, nilai barang dihitung berdasarkan
nilai saat terjadinya pencurian, tepat saat barang dikeluarkan dari
penyimpanan.

Terjadinya pengurangan atau pertambahan nilai setelah barang


dikeluarkan dari tempat tidak memengaruhi nilai asli barang tersebut.
Menurut ulama Syi’ah Zaidiyah nilai barang dihitung saat hari – hari biasa,
bukan saat pencurian. Menurut Imam Abu Hanifah dan Syi’ah Zaidiyah, jika
hukuman potong tangan telah ditetapkan, tetapi terjadi penurunan harga ,
hukuman tersebut gugur. Penghalang yang datang kemudiam (al – mani’ at –
tari) dan terjadi setelah pencurian sama dengan penghalang yang sudah ada
di awal (al – mani al – muqarin) mereka menjadikan pelaksanaan hukum,
sebagai bagian dari sempurnanya keputusan hukum.

Imam Abu Hanafi berpendapat bahwa jika seseorang ahli memberi


taksiran yang berbeda dalam menilai barang curian, sebagian menaksir
kurang dari nisab dan sebagian menyatakan telah mencapai nisab, maka
hukuman potong dapat dihindari. Dalil nya adalah perbuatan Umar R.A. saat
itu, umar menetapkan hukuman potong tangan atas pencuri, tetapi kemudian
Ustman berkata “ia mencuri kurang dari nisab” maka umar membatalkan
hukuman tersebut.

Ulama Hanabilah sepakat dengan pendapat Imam Abu Hanidah.


Menurutnya, jika terjadi perbedaan nilai suatu barang, maka ambilah nilai
yang paling rendah. Menurut Imam Asy – Syafi’I, perbedaan terjadi karena
perbedaan asas yang mendasari kesaksian para saksi dalam memberikan nilai
taksiran tertinggi. Jika taksiran tersebut sesuai barang yang pasti, nilai barang
ditetapkan berdasarkan kesaksian tersebut, sebaliknya jika taksiran tersebut
belum sesuatu yang pasti, maka nilai yg terendah yang diambil karena adanya
pertentangan bukti. Imam Malik berpendapat jika dua orang adil memberikan
kesaksian bahwa harga barang curian mencapai nisab, kesaksian tersebut
dipakai walaupun saksi lain tidak menyetujuinya. Ketetapan ini didasari
prinsip Imam Malik yang mengutamakan kepastian kepada hakim.

Imam Asy – Syafi’I tidak mensyaratkan bahwa pencuri itu harus


mengetahui nilai dari barang curian, tetapi jika sudah ada niat mencuri dan
hasil curian senilai nisab. Jika pencuri berniat mencuri sesuatu yang ia pikir
rendah, tetapi kemudian bernilai lebih dari nisab, tangannya harus di potong.
Seperti contoh, jika mencuri pakaian yang tidak mencapai nisab lalu ia
menemukan uang di dalam pakaian tersebut senilai satu nisab, hukuman
potong tangan berlaku. Sebaliknya, jika pencuri berniat mencuri koper
dengan pikiran ada sejumlah uang melebihi nisab, tetapi tidak ada dalam
kenyataanya, maka tidak berlaku potong tangan. Pendapat tersebut
bersamaan dengan salah satu mazhab Hanafi. Sebagian ulamanya
mewajibkan pencuri mengetahui barang curiannya.

Imam Ahmad bin Hanbal mewajibkan hukum potong tangan jika


pencuri mengetahui nilai dari barang curiannya. Ia menyatakan bahwa pelaku
harus dijatuhi hukuman karena ia berniat untuk mencuri.

Menurut Imam Malik, jika barang yang menjadi sasaran pencurian


adalah sesuatu yang dengan sendirinya tidak mewajibkan potong tangan,
misal mencuri kucing yang menggunakan perhiasan, yang dihitung adalah
nilai barang yang mewajibkan potong tangan. Jika perhiasan tersebut bernilai
nisab, maka ia dihukum meskipun yang ia maksud adalah mencuri kucing.
Ketetapan itu pula disepakati oleh Imam Asy – Syafi’i.

Menurut Imam Abu Hanafiyah, jika barang yang menjadi sasaran


pencurian dengan sendirinya bukan barang yang mewajibkan hukuman
potong tangan, pencuri itu tidak dipotong tangannya walaupun bersama
barang tersebut telah mencapai nisab, selama ia tidak berniat mencuri barang
yang lain itu. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Muhammad, tetapi Abu Yusuf
menyanggahnya. Ia memilih pendapat Imam Malik dan Imam Asy – Syafi’i.

Tanggapan:

Dari text book enslikopedi hukum pidana islam yang telah saya baca,
tanggapan mengenai hukuman potong tangan bagi para pencurian tidak
semudah itu diputuskan. Ada beberapa mazhab dan imam imam besar
berpendapat mengenai hukuman tersebut diantaranya:

Imam malik berpendapat bahwa hukuman potong tangan diwajibkan


kepada pencuri yang mencuri barang senilai tiga dihram perak atau
seperempat dinar emas. Imam Syafii berpendapat bahwa yang mendasari dari
pengukuran nilai barang adalah emas. Dengan demikian, hukuman potong
tangan tidak berlaku kecuali pencurian yang mencapai seperempat dinar. Jika
barang yang dicuri bukan merupakan emas, maka barang tersebut diukur
dengan emas.

Ada dua riwayat dalam mazhab hambali dalam menyikapi hukuman


potong tangan, riwayat pertama mewajibkan hukuman potong tangan adalah
seperempat dinar emas atau tiga dihram perak, atau barang selain keduanya
yang bernilai tiga dihram. Riwayat kedua menyatakan bahwa nisab yang
mewajibkan potong tangan adalah seperempat dinar emas atau tiga dihram
perak. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa nisab yang mewajibkan untuk
potong tangan adalah sepuluh dihram atau sama dengan satu dinar.

Dari beberapa perbedaan pendapat imam mazhab tersebut dapat


disimpulkan bahwa pemberian hukuman potongan tangan tidaklah mudah
dilakukan, harus melibatkan beberapa kriteria untuk menentukan bahwa
perilaku tersebut adalah pencurian yang sempurna.

Dalam text book tersebut juga menjelaskan mengenai sempurna atau


tidaknya suatu pencurian yang dilihat dari tempat penyimpanan harta dan
keadaan suatu kondisi rumah. Pengetahuan pencuri mengenai suatu barang
yang akan dicuri juga dibahas dengan sangat baik dan sistematis sehingga
menjadikan bahwa hukum Islam ialah bukan hukuman yang semena – mena,
hukum Islam merupakan hukum yang seadil adilnya. Untuk menjatuhkan
sebuah hukuman yang berat, tidak langsung serta merta dijatuhkan kepada
pelaku, akan tetapi dilihat dari nilai harga curian, proses pencurian, kondisi
tempat saat harta tersebut disimpan, pengetahuan nilai barang curian dari sisi
pelaku dan lain sebagainya. Juga efek dari adanya hukuman potong tangan
ini adalah memberikan efek jera dan traumatis bagi masyarakat sehingga
tidak akan ada lagi pikiran untuk mencuri barang yang bukan hak nya.

Anda mungkin juga menyukai