Anda di halaman 1dari 11

0

INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN : KONFLIK DAN DISINTERGASI


BANGSA HINGGA DEMOKRASI TERPIMPIN DARI TAHUN 1945-1965

Handout

Disusun untuk sebagian bahan belajar siswa kelas XII Sekolah Menengah Atas
Mata Pelajaran Sejarah Indonesia

Oleh :

Alfajar Bima Sakti


1803111

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

SEKOLAH PASCASARJANA MAGISTER

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2023
1

INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN : KONFLIK DAN


DISINTERGASI BANGSA HINGGA DEMOKRASI TERPIMPIN DARI
TAHUN 1945- 1965
AL FAJAR BIMA SAKTI1
Program Studi Pendidikan Sejarah Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia alfajarbimas@gmail.com

ABSTRAK
Pasca kemerdekaan Indonesia tidak serta aman dan benar-benar terbebas dari
acaman yang dapat memecah belah bangsa. Selain harus menghadapi pasukan
Sekutu yakni AFNEI Inggris yang memboceng NICA Belanda untuk merebut
kembali kermerdekaan Indonesia, Bangsa Indonesia pun harus menghadapi gejolak
dalam negeri seperti PKI Madiun, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII),
PRRI, Permesta hingga munculnya gerakan G30S yang memiliki banyak versi
sejarah. Setelah terbebas dari upaya perebutan kemerdekaan dari AFNEI dan
NICA, Indonesia harus mencari “jati diri” untuk menemukan identitas
kebangsaanya. Mulai dari coba-coba dengan menggunakan sistem pemerintahan
yang mengikuti “gaya” barat hingga mempraktikan demokrasi ala Indonesia yang
banyak menuai pro dan kontra, menjadi dinamika politik, sosial, dan ekonomi
bangsa Indonesia selama 2 dekade.
Kata Kunci : Proklamasi, Kemerdekaan Indonesia, Disingerasi bangsa, Politik
dan Ekonomi.

Alfajar Bima Sakti, adalah staf pengajar di SMAN 1 Margahayu dan SMAK 3 BPK Penabur Bandung. Lahir di Bandung pada 12 Februari
1995. Pendidikan terakhir di Sekolah Pascasarjana (S2) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada tahun 2020. Telah selesai menempuh
Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Muhammadiyah Metro Lampung tahun 2022 dan menjadi guru tersertifikasi. Untuk
kepentingan akademik, bisa ditemui di SMAN 1 Margahayu (senin, selasa, rabu dan jumat), SMAK 3 (rabu-jumat) pada jam kerja, atau WA
di 088919120251.
2

1. Masalah masalah Pokok yang dihadapi Indonesia Pascaproklamasi


Kemerdekaan
Pasca proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang
dibacakan oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia, Indonesia tidak
serta merta terbebas dari masalah-masalah besar yang berpotensi menggoyahkan
kemerdekaan Indonesia. Dalam sejarah revolusi Indonesia 1945-1950, setidaknya
ada tiga masalah pokok yang dihadapi bangsa Indonesia pasca proklamasi
kemerdekaan RI yakni :
a. Kemerdekaan Indonesia dianggap ilegal oleh Sekutu (Inggris) dan Belanda
sehingga mengundang kedua negara tersebut untuk datang ke Indonesia.
b. Perang dingin yang dilakukan oleh blok Barat yakni Amerika Serikat yang
berideologi liberalis-kapitalis, melawan Uni Soviet yang berideologi komunis-
sosialis.
c. Konflik internal dalam negeri yang menyebabkan disintegrasi bangsa.

Proklamasi kemerdekaan yang diproklamirkan oleh Soekarno Hatta pada


tanggal 17 Agustus 1945 di jalan Pegangsaan Timur No.56 telah mengundang
kecurigaan bahwa proklamasi tersebut adalah “hadiah” Jepang sehingga
kemerdekaan Indonesia merupakan hasil pemberiaan Jepang. Mangapa demikian?
Karena pada saat pendudukan Jepang, kedua tokoh tersebut banyak menjalin
kerjasama dengan Jepang dan bahkan telah mendapatkan gemblengan nasionalisme
dari Jepang sehingga dianggap sebagai “kolabolator Jepang”. Tentu hal ini
mengundang tuduhan serius dari Amerika Serikat, Perancis, Belanda dan Inggris
sebagai kubu pemenang Perang Dunia II bahwa Jepang sebagai negara yang kalah
dalam perang tidak punya hak untuk memberikan kemerdekaan bagi Indonesia.
Maka oleh karena itu, perlu disusun strategi agar Indonesia bisa relatif
terbebas dari tuduhan buatan Jepang. Langkah awal yang dilakukan adalah
mengubah sistem pemerintahan dari Presidensial menjadi Parlementer, dengan
konsekuensi munculnya jabatan baru yakni Perdana Menteri sebagai Kepala
Pemerintahan, dan Presiden/Wakil Presiden sebagai Kepala Negara. Pada saat itu,
Indonesia menetapkan Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Ia dilantik pada
tanggal 14 November 1945. Alasan dipilih Sjahrir adalah tokoh tersebut disinyalir
relatif bersih dari tuduhan Jepang dan bahkan tidak pernah dekat dengan Jepang.
3

Dengan pengangkatan Sutan Sjahrir maka isu tuduhan Indonesia adalah buatan
Jepang mulai menghilang.
Masalah kedua yang dihadapi bangsa Indonesia adalah Perang Dingin. Perang
ini diinisasi oleh dua kekuatan besar pemenang Perang Dunia II yakni Amerika
Serikat (liberalisme-kapitalisme) melawan Uni Soviet (sosialisme-kapitalisme).
Sejak kedua negara ini pecah kubu dan melakukan perang dingin, negara-negara
“dunia ketiga” banyak terpengaruhi oleh kedua paham tersebut. Pengaruh tersebut
dilakukan agar negara-negara tertinggal yang ada di Asia, Afrika, Amerika dan
sebagian Eropa bisa menjadi satu aliansi untuk memperkuat pakta pertahannya.
Namun alih-alih memberikan kemajuan, justru negara yang bergabung dengan
salah satu kubu tersebut banyak memberikan dampak buruk bagi suatu negara,
seperti pemberontakan dalam negeri, liberalisme ekonomi dan intervensi asing di
dalam tubuh pemerintahan. Ibaratnya, gabung Amerika Serikat masuk “mulut
buaya”, gabung Uni Soviet masuk “mulut harimau”.
Indonesia tentu tidak ingin hal itu terjadi, namun Indonesia pun tidak ingin
menutup diri dengan kedua negara tersebut. Apalagi Indonesia sedang menghadapi
agresi Inggris dan Belanda yang ingin merebut kemerdekaan Indonesia. Maka oleh
karena itu, agar Indonesia eksis dalam hubungan luar negeri, terutama mendapatkan
dukungan dari Amerika Serikat dan Uni Soviet, tanpa harus masuk ke dalam dua
kubu tersebut, Indonesia menganut sistem politik bebas aktif. Bebas aktif adalah
politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan
politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap
permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara a priori pada satu
kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk
pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan
permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hatta menggagas konsep ini
dengan istilah mendayung diantara dua karang, yang artinya tidak prokapitalisme
Amerika Serikat maupun prokomunisme Uni Soviet.
Masalah ketiga adalah konflik internal dalam negeri yang menyebabkan
disintegrasi bangsa. Setelah Indonesia merdeka, para politisi dari berbagai macam
aliran politik memiliki cita-cita beragam mengkonsep negara Indonesia. Konsepsi
4

ini tentu sesuai dengan aliran politik yang dianut oleh setiap politis tersebut. Herbert
Feith seorang ahli ilmu politik dari Australian National University (ANU) membagi
lima aliran politik yang ada di Indonesia sejak tahun 1945-1965 yakni
a. Nasionalisme radikal yang diwakili oleh partai PNI (Soekarno)
b. Islam yang diwakili oleh NU dan Masjumi (M. Natsir dan K.H. Wahid Hasyim)
c. Komunisme yang diwakili oleh PKI (Musso dan D.N. Aidit)
d. Sosialisme yang diwakili oleh PSI (Sutan Sjahrir dan Sumitro
Djodjohadikusumo)
e. Tradisionalisme Jawa yang diwakili oleh Parindra (Soetomo)
Banyaknya aliran politik ini memang memberikan gambaran bahwa praktik-
praktik demokrasi di Indonesia mengalami kemajuan. Hal ini ditandai dengan
beragamnya partai politik sesuai dengan ideologi yang dianutnya. Namun masalah
yang dihadapi adalah partai-partai politik tersebut terkesanan ingin sangat berkuasa
dan memaksakan ideologinya untuk dijadikan dasar negara. Benedict Anderson
dalam bukunya komunitas terbanyang (Image Community) mengatakan bahwa
salah satu penyebab susah rukunya partai-partai politik di Indonesia karena terlalu
banyak imanjinasi politik terhadap cara pandang mengelola negara Indonesia, yang
dimaksud dengan imajinasi tersebut adalah hasrat partai-partai politik berkuasa
sesuai dengan corak ideologi politiknya.
Banyaknya aliran politik tersebut juga memberikan dampat negatif, salah
satunya adalah terjadinya konflik-konflik di dalam negeri. Setidaknya ada tiga jenis
konflik yang ada di Indonesia dari tahun 1945-1965 yakni :
a. Konflik ideologi : PKI Madiun 1948, Darul Islam dan G30S
b. Konflik kepentingan : APRA, RMS dan Andi Azis
c. Konflik sistem pemerintahan : BFO, PRRI dan Permesta
PKI merupakan partai yang pernah melakukan pemberontakan kepada
pemerintah Indonesia. Dengan semangat “Palu dan Arit” sebagai tanda anti
penindasan terhadap kaum buruh dan tani oleh kaum kapitalisme, menjadi dasar
pelawanan terhadap pemerintah Indonesia. Pemerintahan Indonesia yang dijalan
oleh Soekarno Hatta dianggap sebagai “kapitalisme baru” yang tidak jauh beda
dengan para pemilik modal yang ingin menghisap para buruh dan tani. Dalam
mengcapai tujuannya, komunisme menggunakan tiga cara yang kelak menjadi
5

karakteristik dari gerakan komunisme itu sendiri yaitu : (1) infiltrasi, (2) agitasi
propaganda dan (3) doktrinisasi. Agar gerakan tersebut bisa berjalan lancar maka
komunisme melakukan pendekatan kepada organisasi-organisasi masyarakat.
Adapun organisasi masyarakat yang menjadi bagian kelompok komunisme ketika
pemberontakan PKI Madiun 1948 adalah BTI, FDR dan SOBSI.
PKI Madiun 1948 diawali dengan adanya rasa tidak puas dari Perdana
Menteri Amir Syaripudin sebagai pentolan komunisme, yang telah digantikan
jabatannya oleh Hatta yang beraliran nasionalisme-islamisme. Amir menjadi
oposisi dan siap melakukan pemberontakan kepada pemerintahan Indonesia.
Pemberontakan ini pun didukung oleh Musso. Seorang komunis tulen yang baru
pulang dari luar negeri (Moskow dan Cekoslovakia). Ia datang ke Indonesia dengan
nama samaran Suparto. Ketika datang di Indonesia, ia disambut oleh Soekarno
dengan penuh kehangatan. Hal itu wajar karena kedua tokoh ini merupakan kawan
dekat ketika mereka mengeyam pendidikan di Surabaya di rumahnya H.O.S
Tjokroaminoto. Pada awalnya Soekarno berharap agar Musso mau membantu
Indonesia melepaskan diri dari cengkraman Belanda, namun nyatanya Musso
berkhianat dan bergabung dengan Amir Syaripudin.
Bergabungannya Amir dan Musso tentu bukan tanpa alasan. Amir kecewa
karena jabatannya di gantikan oleh Hatta dan kekuatan komunisme yang selama ini
telah ia bangun ditubuh pemerintahan dan militer, telah digantikan oleh golongan
Islam. Sementara Musso menganggap revlusi kemerdekaan Indonesia belum
selesai, dan bahwa perjuangan Indonesia melawan Sekutu serta Belanda hanya akan
berhasil jika dilakukan oleh kelompok komunisme. Gerakan komunisme pun
semakin merjalela dan meresahkan. Sejumah kelompok ulama, santri dan kiai yang
mereka anggap sebagai bagian dari “tujuh setan desa” telah dibunuh dengan cara
keji. Hal mengundang respon dengan menangkap kedua tokoh tersebut. Musso mati
tertembak, sementara Amir berhasil ditangkap lalu dieksekusi mati. Sebelum
dieksekusi, Amir mengajukan dua permintaan yakni menyanyikan lagu Indonesia
Raya Komunis Internasional.
Setelah PKI Madiun selesai ditumpas, Indonesia dihadapkan kepada gerakan
Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan ini identik dengan tokoh
islam radikal yang bernama S.M. Kartosuwirjo. Meksipun bukan terlahir dari
6

kelompok santri, ulama dan kiai serta beretnis Jawa, Kartosuwirjo berhasil
melakukan pergerakan di Garut Jawa Barat, bahkan ia berhasil menikah dengan
anak dari kiai di Garut. “kesaktian” tersebut bisa didapatkan dengan cara membuat
suatu ikatan perasaan “Anak dan “Bapak” antara sebagian masyarakat Jawa Barat
dengan Kartosuwirjo akibat hutang budi karena telah dibantu dalam kehidupan
sehari-hari. Apalagi ditambah menak (bangsawan) dan masyarakat Jawa Barat yang
relatif religius memegang teguh ajaran Islam menjadikan gerakan Darul Islam
tumbuh subur ibarat jamur dimusim hujan.
Upaya pemerintah agar Kartusuwirjo kembali pada jalan yang benar pada
awalmya dilakukan dengan cara mengutus K.H. Ahmad Hasan selaku gurunya agar
mau kembali ke NKRI. Namun karena seorang Kartosuwirjo sudah bulat dengan
tekadnya untuk mendirikan negara Islam Indonesia, dan adanya pernjanjian
Renville, menyebabkan hal itu sulit diwujudkan. Pada akhirnya dilakukan
penumpasan Darul Islam melalui operasi pagar betis, sehingga Kartosuwirjo pun
bisa tertangkap dan dieksekusi mati. Sebelum dilakukan eksekusi mati, ia meminta
4 permintaan yaitu bertemu dengan anak isteri sebelum eksekusi mati, bertemu
bawahnya dan tentara DI/TII, eksekusi mati disaksikan oleh anak dan isteri, serta
dimakamkan di Garut. Dari keempat permintaan tersebut, hanya bertemu anak dan
isteri yang dikabulkan permintannya.

2. Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal


Pasca disepakatinya Konferensi Meja Bundar (KMB) dan agar mendapatkan
pengakuan dari negara-negara pemenang Perang Dunia ke II seperti Amerika
Serikat dan Inggris, Indonesia harus mengubah sistem pemerintahan dari
Presidensial menjadi sistem Parlementer (demokrasi Liberal). Dengan
menggunakan sistem ini, secara otomatis presiden hanya sebagai kepala negara
saja, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Selama
demokrasi liberal berlangsung, setidaknya ada tujuh pergantian kabinet yakni yang
masa pemerintahanya relatif singkat dan mudah digantikan yakni :
1) Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951).
2) Kabinet Sukiman (April 1951 - Februari 1952).
3) Kabinet Wilopo (April 1952 - Juni 1953).
4) Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953 – Agustus 1955).
7

5) Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 - Maret 1956)


6) Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 - Maret 1957).
7) Kabinet Juanda (Maret 1957 - Juli 1959)

Selama kurang lebih dari 9 tahun (1950-1959), Indonesia sudah mengalami 7


kali pergantian kabinet. Hal tersebut disebabkan oleh adanya latar belakang partai
yang menyebabkan sifat egoisme. Hal ini tentu menjadi kelemahan di bidang
politik, karena pergantian kabinet akibat adanya mosi tidak percaya parlemen
terhadap kabinet/Perdana Menteri menyebabkan kekuasaan tidak bisa bertahan
lama.
Pada kabinet Sukiman misalnya, kabinet yang dibangun oleh koalisi PNI dan
Masjumi ini harus dijatuhkan dengan mosi tidak percaya akibat melanggar politik
luar negeri yang dianggap condong ke Barat akibat melakukan kerjasama bantuan
persenjataan atau Mutual Securty Act (MSA) dengan Amerika Serikat. Namun
meskipun telah diwarnai oleh jatuh bangunya kabinet, ada berbagai macam prestasi
yang dilakukan sejumah kabinet seperti misalnya diselenggarakannya pemilu
pertama pada 29 September 1955 pada masa Perdana Menteri Kabinet Burhanudin
Harahap dengan empat partai pemenang yakni PNI, Masyumi, NU dan PKI,
deklarasi Djuanda tentang aturan batas laut dan laut pedalaman Indonesia, gerakan
ekonomi Benteng pada masa Perdana Menteri Natsir, di bawah komando ahli
ekonomi Sumitri Djojohadikusumo. Nasionalisasi De Javache Bank menjadi bank
sentral Indonesia pada masa kabinet Sukiman, dan nasionalisasi perusahaan-
perusahaan asing pada masa kabinet Djuanda. Namun hal ini banyak kecemburuan
dari kaum pribumi kepada orang-orang etnis tionghoa karena banyak dari golongan
mereka yang mengambil alih perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi.

3. Indonesia pada Masa Demokasi Terpimpin


Demokrasi liberal dianggap oleh Soekarno sebagai demokrasi yang tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Menurutnya demokrasi liberal hanya
cocok di negara-negara barat yang berhaluan liberal sehingga terjadilah transisi
peralihan dari demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin. Selain itu,
perdebatan dalam badan konstituante yang tidak selesai yang menunjukan bahwa
tugas badan konstituante mengalami kegagalan, telah mempercepat runtuhnya
8

demokrasi liberal. Maka dengan demikian presiden Soekarno mengusulkan


Demokrasi Terpimpin dengan mengeluarkan konsepsi presiden 21 Februari 1957.
Namun transisi perubahan dari demokrasi liberal ke demokrasi terpimpin secara
resmi ketika dikeluarkanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya yakni :
1) Pembubaran dewan konstituante
2) Berlakunya kembali UUD 1945
3) Tidak berlakunya UUDS 1950
4) Pembentukan MPRS dan DPAS
Pada masa Presiden Soekarno berkuasa, terdapat beberapa kebijakan yang
menui pro dan kontra. Seperti misalnya pembubaran DPR hasil pemilu pertama
karena DPR dianggap menolak rencana APBN tahun 1960 yang diajukan oleh
pemerintah. Soekarno pun membentuk DPR-GR sebagai pengganti DPR. Selain itu
Soekarno pun kerap kali mengeluarkan istilah atau jargon politik yang menjadi ciri
khasnya seperti penemuan kembali revolusi kita dalam pidatonya ketika dijadikan
manifesto politik Republik Indonesia. Old-Nefos adalah negara-negara kapitalis
yang condong kepada kolonialisme, kapitalisme dan imperialisme. Sementara itu,
Nefos adalah negara-negara yang memiliki pandangan antikapitalisme,
antiimperialisme dan antikolonialisme.

Pada masa Presiden Soekarno terdapat proyek-proyek besar yang menarik


perhatian dunia seperti pembangunan proyek mercusuar, operasi pembebasan Irian
Barat (Trikora) dan konfrontasi Indonesia Malaysia (Dwikora). Proyek mecusuar
9

secara fisik dapat memberikan rasa kebanggan bagi bangsa Indonesia seperti
adanya bangunan stadion Glora Bung Karno (GBK), pembangunan monumen
nasional (Monas) dan pembangunan simpang semanggi. Namun meskipun ada rasa
bangga, rakyat Indonesia harus menderika secara ekonomi karena terjadi inflasi 400
persen yang menyebabkan harga barang menjadi naik, tambah juga dengan sistem
perekonomian yang cenderung dikuasai oleh pemerintah pusat (etatisme) yang
menyerupai sistem ekonomi gaya negara sosialis. Dalam merancang Undang-
undang perekonomian, Presiden Soekarno membentuk Badan Perencanaan
Nasional (Bappenas). Namun sayangnya lembaga ini tidak mampu menyelamatkan
perekonomian Indonesia.
Selain politik pembangunan, krisis ekonomi Indonesia pada masa Presiden
Seokarno disebabkan oleh adanya operasi militer seperti operasi pembebasan Irian
Barat (Trikora) dan konfrontasi Indonesia Malaysia (Dwikora). Seperti misalnya
ketika melakukan pembebasan Irian Barat, Indonesia harus menelan biaya
sebanyak 2 Miliar USD. Tentu ini merupakan anggaran yang cukup besar untuk
tahun 1960-an. Uang yang banyak itu memang menjadikan Irian Barat menjadi
kembali ke pangkuan Indonesia namun ada beberapa catatan yang perlu di analisis
yakni upaya pembebasan tidak melalui perang tapi melalui jalan diplomasi yang
ditengahi oleh Amerika Serikat lewat Ellsworth Bunker. Lalu adanya juga
pemogokan buruh di perusahaan Belanda yang ada di Indonesia menjadikan salah
satu Upaya untuk membebaskan Irian Barat. Maka dengan demikian, operasi
Mandala yang dicanangkan untuk membebaskan Irian Barat tidak terlaksana.
Namun meskipun tidak terlaksana, ada beberapa pertempuran yang cukup menyita
perhatian masyarakat seperti pertempuran di laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962
yang menyebabkan gugurnya Komodor Laur Yod Sudarso. Saat itu juga, Belanda
menggunakan kapal laut tempur yang bernama Karel Dorman.
10

DAFTAR PUSTAKA
Adil dan Ratna Hapsari (2020). Sejarah Indonesia untuk kelas XII. Jakarta : Erlangga

Indrajat, H. (2021). Demokrasi Terpimpin sebuah Konsepsi Pemikiran Soekarno Tentang


Demokrasi. Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial dan Budaya Universitas Lampung.
Vol18 (1). 53-62

Kahin, G.M. (2013). Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Depok : Komunitas Bambu

Kemendikbud (2016). Sejarah Indonesia Kelas XII. Jakarta : Kemendikbud Mariana.


(2020). Modul Kehidupan Politik dan Ekonomi Bangsa Indonesia Masa Demokrasi
Terpimpin Sejarah Indonesia Kelas XII. Jakarta : Kemendikbud

Poesponegoro dan Notosusanto (2008). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta :
Balai Pustaka

Ricklefs,M.C. (2009). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta : Serambi

Anda mungkin juga menyukai