Anda di halaman 1dari 12

AGAMA DAN BUDAYA PRESPEKTIF ANDREW BEATTY

Dosen Pengampu:
Prof. H. Dr. Kunawi Basyir, M.Ag.

Disusun Oleh:
Kelompok 05
1. Ahya Bismika (07040222054)
2. Angel Dahagaluh S. (07040222055)
3. Moch. Almadi Fitranata (07020222036)
4. Ariena Agustin (07040222056)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
2023
A. Pendahuluan
Agama Islam di Jawa memiliki karakteristik yang unik, di mana terjadi
akulturasi dengan budaya Jawa yang kental. Islam di Jawa tidak hanya
mengadopsi budaya Jawa, tetapi juga berdialog dengan budaya tersebut. Pola
akulturasi ini didukung oleh kekuasaan politik kerajaan Islam Jawa, terutama
Mataram. Dalam kehidupan masyarakat Jawa, terdapat sinkretisme dan
toleransi agama yang menjadi ciri khas Islam Jawa. Agama Jawa juga
dipengaruhi oleh konsep panteisme, di mana manusia dianggap berasal dari
Tuhan dan segala sesuatu terserap ke dalam Tuhan.
Dalam konteks ini, tokoh Andrew Beatty, seorang antropolog yang
melakukan penelitian tentang variasi agama di Jawa, memberikan kontribusi
penting dalam pemahaman kita tentang agama di Jawa. Dalam penelitiannya,
Andrew Beatty meneliti desa Bayu, Banyuwangi selatan, di mana terdapat
kekayaan budaya dan tradisi keagamaan yang melahirkan keharmonisan 1.
Beatty menemukan bahwa semua elemen masyarakat di desa Bayu, dari
berbagai latar belakang dan keyakinan agama, mampu berbaur dan melakukan
kompromi teologis tanpa menimbulkan konflik. Ritual-ritual seperti slametan,
pemujaan roh halus, dan pertunjukan barong yang bernuansa magis menjadi
bagian penting dari kehidupan agama di Desa Bayu. Dalam penelitiannya,
Beatty juga menekankan bahwa Islam di Jawa bukanlah islamisasi Jawa, tetapi
jawanisasi Islam, di mana Islam mengambil bentuk yang sesuai dengan
konteks budaya Jawa. Hal ini menunjukkan betapa Islam di Jawa memiliki
kemampuan untuk menyerap dan berdialog dengan budaya Jawa, menciptakan
harmoni dan toleransi dalam keberagamaan. Dengan demikian, pemahaman
tentang agama di Jawa tidak bisa digeneralisir, karena setiap wilayah memiliki
karakteristik dan keunikan tersendiri.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang variasi agama
praksis di Jawa, dengan mengacu pada penelitian Beatty dan kontribusi-
kontribusi lainnya. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang agama

1
Ummi Sumbulah, “Islam Jawa Dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi dan Ketaatan
Ekspresif”, Jurnal el Harakah, Vol. 14 No. 1, 2012, h. 60.
di Jawa, kita dapat menghargai kekayaan budaya dan toleransi yang menjadi
ciri khas masyarakat Jawa.
B. Biografi Andrew Beatty
Andrew Beatty adalah seorang peneliti dan penulis yang telah melakukan
penelitian tentang agama di Jawa, Indonesia. Salah satu karyanya yang
terkenal adalah "Varieties of Javanese Religion" yang diterbitkan pada tahun
2001. Dalam karya ini, Beatty membahas tentang variasi agama di Jawa,
termasuk slametan, tempat keramat, barong, kompromi orang Jawa dengan
Islam dan negara modern, Islam praktis, kejawen, sekte-sekte mistikal di
pedesaan Banyuwangi, dan Hindu Jawa. Karya ini dianggap sebagai salah satu
karya terkini yang mendalam tentang variasi agama di Jawa. Beatty berhasil
menangkap tekstur sosial dan tujuan moral dari beragam variasi agama yang
ada di Jawa. Karya ini memberikan pendekatan yang dinamik dan absah
tentang bagaimana agama bekerja dalam masyarakat kompleks2.
Karya-karya Beatty memberikan pemahaman yang mendalam tentang
agama dan budaya di Jawa, serta pentingnya toleransi dan akomodasi dalam
keberagaman agama. Penelitiannya menggambarkan kompleksitas dan nuansa
agama Jawa yang penuh dengan campuran kebudayaan lokal, simbolisme
kultus, literalisme Islam, mistik, dan bahkan pengaruh hinduisme. Melalui
pendekatannya yang dinamis dan absah, Beatty telah memberikan kontribusi
penting dalam memahami bagaimana agama "bekerja" dalam masyarakat
Jawa yang kompleks.
C. Agama dan Budaya Prespektif Andrew Beatty
 Konsep agama dan Definisi budaya menurut Beatty
Dalam karyanya, Andrew Beatty tidak secara eksplisit memberikan
definisi konsep "Jawa" (Java). Namun, dia mendiskusikan keragaman dan
sinkretisme agama Jawa, dengan fokus pada berbagai aspek seperti slametan
(makanan ritual), keramat (tempat-tempat suci), barong (sebuah drama
populer), kompromi antara masyarakat Jawa dan Islam, Islam praktis, kejawen

2
Deni Miharja, “Persentuhan Agama Islam Dengan Kebudayaan Asli Indonesia”, Jurnal Miqot,
2014. h. 203-205
(misticisme Jawa), sekte-sekte mistik di daerah pedesaan Banyuwangi, dan
Hinduisme Jawa. Penelitian Beatty menjelajahi variasi yang kompleks dan
saling terkait dalam agama Jawa, menyoroti hubungan erat antara Islam,
Hinduisme, dan mistisisme setempat. Ia menekankan konteks sosial dan
interaksi antara elemen-elemen ini, menyarankan bahwa mereka tidak dapat
dipahami secara terpisah satu sama lain. Karya Beatty memberikan
pemahaman yang dinamis dan komprehensif tentang bagaimana agama
beroperasi dalam masyarakat yang kompleks3.
Tentang konsep budaya, Beatty juga tidak secara eksplisit
mendefinisikannya. Namun, dia membahas pentingnya budaya dalam
menafsirkan dan menganalisis masyarakat. Ia menyoroti bahwa budaya
mencakup aspek yang bersifat nyata maupun abstrak, termasuk pengetahuan,
keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan
lain yang diperoleh oleh individu sebagai anggota masyarakat. Beatty juga
mengakui perbedaan antara "budaya kecil" (budaya lokal) dan "budaya besar"
(budaya nasional), dengan menekankan peran penting budaya lokal dalam
perkembangan budaya nasional. Ia menyadari bahwa budaya tidak bersifat
statis dan dapat berubah seiring waktu, dengan beberapa elemen budaya lebih
tahan terhadap perubahan daripada yang lain. Secara keseluruhan, karya
Beatty menjelajahi hubungan kompleks antara agama dan budaya di
Indonesia, terutama dalam konteks masyarakat Jawa.
 Peran agama dalam Masyarakat dan Signifikansi Budaya berdasarkan
pandangan dan analisis Beatty.
Dalam bukunya yang berjudul "Varieties of Javanese Religion," Andrew
Beatty melakukan sebuah eksplorasi mendalam tentang peran agama dalam
masyarakat Jawa dan signifikansinya dalam konteks budaya yang kaya dan
beragam. Beatty menyajikan analisis yang mendalam mengenai beragam
aspek agama Jawa, dengan fokus pada keragaman dan sinkretisme budaya
Jawa. Salah satu aspek yang diteliti oleh Beatty adalah bagaimana masyarakat
3
Deni Miharja, “Persentuhan Agama Islam Dengan Kebudayaan Asli Indonesia”, Jurnal Miqot,
2014. h. 204.
Jawa mencapai harmoni sosial di tengah tantangan identitas personal yang
beragam dan toleransi kolektif. Beatty mengulas bagaimana berbagai
pengaruh agama seperti kesalehan Islam, mistisisme, Hinduisme, dan tradisi
rakyat saling memengaruhi satu sama lain di dalam masyarakat Jawa. Ia
menjelaskan bagaimana masyarakat Jawa menghadapi kompleksitas dalam
budaya mereka dengan berbagai pendekatan dan pemahaman agama yang
berbeda.
Dalam bukunya, Beatty juga melakukan studi etnografis yang mendalam
di desa Bayu. Di sini, ia mengungkapkan bagaimana masyarakat setempat
menjalankan praktik-praktik agama yang melibatkan mistisisme, panteisme,
penyembahan roh, dan praktik-praktik keagamaan yang menjadi norma dalam
kerangka sosial mereka. Ia menggunakan prinsip-prinsip hermeneutika, yaitu
metode interpretasi yang mendalam, untuk mengartikan makna dari fenomena
budaya ini, sehingga membantu pembaca memahami agama Jawa dengan
lebih mendalam4. Selain itu, Beatty melalui karyanya mengungkapkan sifat
dinamis agama dalam masyarakat yang kompleks. Ia menyoroti bagaimana
agama di Jawa terus berubah dan beradaptasi seiring waktu, dan bagaimana
berbagai elemen agama tersebut saling bersinggungan. Karya ini juga
memberikan wawasan tentang pluralisme agama dan kerukunan beragama
dalam budaya Jawa, menunjukkan bahwa dalam masyarakat yang beragam,
berbagai tradisi dan kepercayaan agama dapat hidup berdampingan dan
berkontribusi pada harmoni sosial.
 Contoh studi kasus yang mencerminkan perspektif Beatty tentang agama
dan budaya.
Salah satu contoh studi kasus yang mencerminkan perspektif Beatty
tentang agama dan budaya adalah penelitiannya di Desa Bayu (pseudonim) di
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam penelitiannya, Beatty
memfokuskan pada perbedaan dan sinkretisme kebudayaan serta bagaimana
harmoni sosial dihadirkan dalam tantangan identitas pribadi dan toleransi
4
Mohammad Isfironi, “PARADIGMA DALAM ANTROPOLOGI: ANALISIS TERHADAP
KARYA ANDREW BEATTY, VARIETIES OF JAVANESE RELIGION: AN
ANTHROPOLOGICAL ACCOUNT”, Jurnal al-‘Adalah, Vol 20. No. 2, 2017. h. 254.
bersama. Dia mengamati dan menganalisis bagaimana masyarakat Bayu
menggabungkan berbagai elemen agama, seperti Islam, mistisisme,
Hinduisme, dan tradisi lama, dalam praktik keagamaan mereka5.
Beatty menggunakan metode etnografi kualitatif, yang melibatkan
pengamatan yang teliti, wawancara mendalam, dan tinggal bersama
masyarakat setempat untuk memperoleh sudut pandang emik. Dia
menggunakan pendekatan hermeneutik untuk memahami makna simbol-
simbol, ritual, dan praktik keagamaan yang diamati. Dalam penelitiannya,
Beatty menunjukkan bagaimana masyarakat Bayu menciptakan harmoni
dalam kehidupan sehari-hari mereka melalui adaptasi, kompromi, dan
sinkretisme agama6.
Studi kasus ini mencerminkan perspektif Beatty tentang agama dan
budaya karena ia menggambarkan kompleksitas dan dinamika agama dalam
masyarakat Jawa. Beatty menyoroti pentingnya memahami bagaimana agama
"bekerja" dalam masyarakat yang kompleks dan bagaimana berbagai elemen
agama saling mempengaruhi dan berkompromi satu sama lain. Melalui
penelitiannya, Beatty memberikan pemahaman yang mendalam tentang variasi
agama di Jawa dan pentingnya harmoni sosial dalam konteks budaya.
D. Variasi Agama di Jawa Andrew Beatty
Karya Andrew Beatty ini di dasari pada pertimbangan, pertama, karyanya
tentang Variasi Agama ini merupakan karya dalam tradisi antropologi. Dalam
penelitian Beatty terhadap agama di Jawa, ia memvariasikan agama di Jawa
diantaranya:
1. Slametan
Andrew Beatty membahas praktik keagamaan sehari-hari, salah satu
dari praktik keagamaan sehari-hari adalah slametan. Orang Jawa
menganggap slametan sebagai simbolisme persembahan terhadap para roh
5
Mohammad Isfironi, “PARADIGMA DALAM ANTROPOLOGI: ANALISIS TERHADAP
KARYA ANDREW BEATTY, VARIETIES OF JAVANESE RELIGION: AN
ANTHROPOLOGICAL ACCOUNT”, Jurnal al-‘Adalah, Vol 20. No. 2, 2017. h. 255.

6
Mohammad Isfironi, “PARADIGMA DALAM ANTROPOLOGI: ANALISIS TERHADAP
KARYA ANDREW BEATTY, VARIETIES OF JAVANESE RELIGION: AN
ANTHROPOLOGICAL ACCOUNT”, Jurnal al-‘Adalah, Vol 20. No. 2, 2017. h. 251.
halus, roh leluhur, dan lain-lain agar masyarakat terhindar dari bencana
dan kejahatan. Biasanya slametan di isi dengan acara makan seremonial
yang terdiri dari sesaji, makanan simbolik, pidato formal, dan doa 7.
Slametan menurut Beatty adalah hal yang menarik. Menurutnya di
slametan orang diundang berdasarkan ketetanggaan atau kekerabatan,
bukan agama. Doa biasanya diawali dengan puji-pujian (shalawat) untuk
Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, namun kemudian imam juga
mendoakan para leluhur dan danyang desa tersebut. Slametan menurut
Beatty adalah hal yang menarik. Menurutnya di slametan orang diundang
berdasarkan ketetanggaan atau kekerabatan, dari pada karena alasan
agama. Para peserta slametan, betapapun memiliki perbedaan interpretasi
tentang acara slametan tersebut membuatnya banyak pendapat. Slametan
merupakan suatu adabtasi yang berasal dari konversi dari Islam kepada
Hinduism dan suatu saat kembali lagi dengan sedikit gangguan dari pada
yang mungkin di bayangkan8. Kata ‘slamet’ dipinjam dari kata Arab
salamah (jamak: salamat yang berarti damai dan selamat. Padanannya
yang bersinonim penuh adalah kajatan, syukuran, tasyakuran dan
sedekah. Masing-masing dari kata tersebut juga meminjam istilah Arab
yaitu bajah (jamak: hajat) yang berarti ‘keperluan’, syukr yang berarti
‘terima kasih’, tasyakur berarti ‘pernyataan terima kasih’, dan shadaqah
yang berarti memberi sedekah atau sesuatu yang baik harta ataupun benda
kepada orag lain’9. Dalam upacara slametan, seluruh lapisan masyarakat
mulai dari penganut animisme, mistik, Islam normatif, Jawa, dan Hindu
hadir tanpa atribut dan simbol apa pun yang membantu membedakannya
satu sama lain.
2. Tempat Kudus

7
Andrew Beatty, “Varieties of Javanese Religion, An Anthropological Account”, (Australia:
Cambridge University Press, 1999); Andrew Beatty, “Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan
Antropologi”, terj. Achmad Fedyani Saefuddin (Jakarta: Muray Kencana, 2001), hal. 25.
8
Mohammad Isfirony, “Paradigma Dalam Antropologi: Analisis Terhadap Karya Andrew Beatty,
Varieties Of Javanese Religion An Anthropological Account”, Jurnal al-‘Adalah, Vol 20 No 2,
November 2017.
9
Kutbuddin Aibak, ”Fenomena Tradisi Megengandi Tulungagung”, Jurnal Millah, Vol. X, No. 1,
Agustus 2010.
Tempat kudus adalah tempat yang dianggap sakral atau suci, bersih
dalam konteks agama atau keyakinan tertentu. Seperti contoh tempat
kudus adalah Kuil, Gereja, Masjid, Vihara, dll. Di banyuwangi terdapat
tempat kudus atau tempat suci (kuil desa) yakni Buyut Cili yang biasa
disebut hanya sebagai Buyut (kakek buyut). Letaknya tersembunyi di
antara pepohonan batas desa, dekat dusun sukosari, sekitar setengah mil
dari pusat pemukiman utama. Sebuah kuil telah berdiri di tempat yang
sama secara turun temurun, jauh sebelum adanya desa Bayu memiliki
masjid atau bahkan musala. Dulunya dinaungi oleh pohon suko yang
keramat (maka dinamakan Sukosari) menandai tempat dimana Buyut
menetap dan mulai membuka hutan. Identitas Buyut adalah sebuah
misteri. Ketika Beatty bertanya tentang asal usulnya, Beatty diberitahu
untuk bertanya sendiri padanya. Ada yang bilang Cili adalah arti dari
‘kepada’. Mereka biasanya menambahkan bahwa dia adalah pengungsi
(Muslim) Mataram yang menjadi Menteri di (Hindu-Buddha) kerajaan
Macan Putih10.
3. Kultus Jawa
Kultus jawa mengacu pada praktik atau ritus keagamaan, budaya,
atau spiritual yang berasal dari tradisi dan kepercayaan masyarakat di desa
Bayu, Banyuwangi. Ini mencakup berbagai aspek, seperti pemujaan
leluhur, penghormatan terhadap roh, dan sebagainya. Jika roh penjaga
Bayu adalah sosok yang bayangan dan paradoks, maka semangat tetangga
cungking, meski publisitasnya lebih besar, tetap ada teka-teki. Buyut
cungking, begitu ia disapa, punya biografi macam-macam dan warisan
ajaran yang samar-samar: tapi aliran sesat yang mengelilinginya berpusat
pada sebuah misteri: tidak ada yang pasti tentang Buyut cungking:
akibatnya, tidak ada apapun tentang Buyut yang dapat ditantang. Kisahnya
diceritakan kepada Beatty oleh penjaga kuilnya.

10
Andrew Beatty, “Varieties of Javanese Religion, An Anthropological Account”, (Australia:
Cambridge University Press, 1999); Andrew Beatty, “Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan
Antropologi”, terj. Achmad Fedyani Saefuddin (Jakarta: Muray Kencana, 2001), hal. 53-54.
Buyut Cungking dalam legenda setempat di identikkan dengan
wangsakarya, sang penasehat dan pembimbing spiritual (guru) Tawang
Alun. Tawang Alun mendirikan kerajaan Hindu terakhir di Jawa di Macan
Putih, beberapa mil ke arah barat daya dari daerah yang sekarang di sebut
Banyuwangi. Tempat suci Buyut di Cungking adalah tempat
peristirahatannya wangsakarya. Secara teori, disebelahya juga terdapat
sebuah dusun tak dikenal bernama cungkingan. Cungking tempatnya,
dihuni oleh para pengikut wangsakarya. Tapi sementara ini kronik yang
diselesaikan pada abad ke 19, tidak diketahui di masa kini. Hari
Banyuwangi kecuali segelintir ulama, tradisi lisan yang lebih sederhana
bertahan11.
4. Islam Praktis
Agama praktis yang tampil dengan begitu elegan dan artikulatif pada
Islam Jawa, menunjukkan demikian variatif dan kompleksnya respon,
pemahaman dan penghayatan masyarakat terhadap realitas spiritual 12.
Istilah dari “Islam Praktis” adalah merujuk pada pelaksanaan praktik-
prkatik dan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
mencakup bagaimana individu Muslim menjalani ajaran agama mereka
dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ibadah, etika, keadilan sosial
dan hubungan interpersonal. Islam praktis mencakup praktik beragama
yang diwajibkan dalam Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, serta
cara umat Muslim menerapkan prinsip-prinsip agama dalam keputusan
sehari-hari mereka.
5. Kejawenisme
Kejawen atau yang biasa disebut sebagai sekte, asosiasi, ataupun
paguyupan mistik, merupakan varian lain yang memiliki ekspresi
keagamaan yang tidak kalah menarik. Hal ini dikarenakan kejawenisme
memiliki keyakinan yang dikonstruk melalui perkenalan dan pengalaman
11
Andrew Beatty, “Varieties of Javanese Religion, An Anthropological Account”, (Australia:
Cambridge University Press, 1999); Andrew Beatty, “Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan
Antropologi”, terj. Achmad Fedyani Saefuddin (Jakarta: Muray Kencana, 2001), hal. 85.
12
Umi Sumbulah, “Islam Jawa dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi dan Ketaatan
Ekspresif”, Jurnal el-Harakah, Vol.14 No.1 Tahun 2012. h.66.
sebelum pada akhirnya diserap menjadi kebenaran yang harus diyakini.
Bagi kelompok kejawen ini, pemahaman yang sejati adalah membuktikan
(mbukteaken) pengetahuan seseorang, mencocokkan dengan realitas.
Konstruk keyakinan kejawen ini didasarkan pada konsep panteism yang
merupakan bentuk khusus dari monism. Hal ini karena adanya pandangan
bahwa seseorang berasal dari Tuhan dan segala sesuatu terserap ke dalam
Tuhan. Dalam diri manusia ada Tuhan, dan semua aktivitas serta
perputaran hidup selalu berpusat pada diri sendiri (antroposentrism)13.
E. Penilitian Andrew Beatty di Banyuwangi
Andrew Beatty melakukan penelitian di Desa Bayu, Banyuwangi
selatan. Banyuwangi merupakan kota paling ujung di Jawa Timur,
Banyuwangi adalah sosok kota yang penduduknya heterogen, yang
terbentuk akibat perpecahan dan marginalisasi politik, sehingga terjadi
migrasi. Para migran tersebut adalah Madura, nelayan Mandar dan Bugis,
pedagang Cina, Arab, dan etnis Jawa di barat yang oleh penduduk asli
Banyuwangi disebut wong kulon(an) atau orang dari barat atau wong
Mentaram (orang Mataram), yang pada gilirannya banyak berkolaborasi
dengan penduduk asli ketika mengembangkan tradisi keagamaan 14. Bayu
adalah sebuah desa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi keagamaan
yang justru melahirkan keharmonisan. Semua elemen masyarakat dari
kelas dan ragam manapun berbaur dan melakukan kompromi-kompromi
teologis tanpa menimbulkan bentrokan. Dalam desa tersebut memiliki
perasaan dan tanggung jawab bersama untuk menciptakan suasan
kehidupan desa yang penuh dengan kedamaian. Oleh karena itu adanya
ritus slametan, pemujaan roh halus, pertunjukan barong yang bernuansa
magis, mitos tempat keramat dan sebagainya, itu menggambarkan suasana
kekaburan hubungan antara elemen-elemen masyarakat.
KESIMPULAN

13
Umi Sumbulah, “Islam Jawa dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi dan Ketaatan
Ekspresif”, Jurnal el-Harakah, Vol.14 No.1 Tahun 2012.
14
Ummi Sumbulah, “Islam Jawa Dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi dan Ketaatan
Ekspresif”, Jurnal el Harakah, Vol. 14 No. 1, 2012, h. 60
Andrew Beatty, melalui karyanya yang berjudul "Varieties of Javanese
Religion," membuka pintu pemahaman yang dalam tentang kompleksitas
hubungan antara agama dan budaya dalam masyarakat Jawa, Indonesia. Beatty
memandang agama dan budaya sebagai dua entitas yang tidak dapat dipisahkan,
di mana agama bukan hanya berisi keyakinan atau praktik ibadah, tetapi juga
merupakan simbol yang berperan penting dalam membentuk identitas individu
yang beragama.Pemahaman hubungan erat antara agama dan budaya memiliki
dampak signifikan pada pemahaman masyarakat dan dinamika sosial. Interaksi
yang dinamis antara agama dan budaya dapat menciptakan beragamnya pola
keberagamaan dalam masyarakat, yang bisa memelihara harmoni sosial jika
dikelola dengan bijak, tetapi juga dapat menjadi sumber ketegangan jika
perbedaan ekspresi keberagamaan tidak dipahami atau diterima dengan baik.
Contoh konkret dalam konteks Jawa adalah Islam Jawa, yang
menggabungkan ajaran Islam dengan budaya Jawa, menciptakan identitas
keberagamaan yang unik. Studi kasus di Desa Bayu di Kabupaten Banyuwangi
menjadi cerminan bagaimana masyarakat lokal menggabungkan berbagai elemen
agama dalam praktik keagamaan mereka, menekankan pentingnya adaptasi dan
kompromi dalam menjaga harmoni sosial. Karya Beatty memberikan pemahaman
mendalam tentang kompleksitas hubungan antara agama dan budaya dalam
masyarakat yang beragam, menekankan pentingnya pluralisme agama dan
kerukunan beragama dalam budaya yang kompleks. Dalam menjalani kehidupan
yang kompleks dan beragam ini, pandangan Beatty memberikan inspirasi untuk
menjalin harmoni sosial melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang peran
agama dan budaya dalam membentuk identitas dan keberagaman masyarakat
Jawa.
DAFTAR PUSTAKA

Beatty, Andrew, “Varieties of Javanese Religion, An Anthropological Account”,


(Australia: Cambridge University Press, 1999); Andrew Beatty, “Variasi
Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi”, terj. Achmad Fedyani
Saefuddin (Jakarta: Muray Kencana, 2001).
Isfironi, Mohammad “PARADIGMA DALAM ANTROPOLOGI: ANALISIS
TERHADAP KARYA ANDREW BEATTY, VARIETIES OF
JAVANESE RELIGION: AN ANTHROPOLOGICAL ACCOUNT”,
Jurnal al-‘Adalah.
Sumbulah, Ummi, “Islam Jawa Dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi dan
Ketaatan Ekspresif”, Jurnal el Harakah.
Miharja, Deni “Persentuhan Agama Islam Dengan Kebudayaan Asli Indonesia”,
Jurnal Miqot,

Anda mungkin juga menyukai