Anda di halaman 1dari 3

Pagi itu seperti biasa Lara bersiap pergi bekerja dengan berjalan kaki.

Namun kali ini dia melindungi


telinganya dengan wireless earphone yang menyumbat kedua telinganya dari sapaan nyinyir para
tetangga. Dari bonus bulan lalu ia bisa menyisihkan sebagian gajinya dan membeli solusi untuk
‘alunan indah’ yang selalu mengiringi perjalanannya menuju tempat kerja.

Sebuah lagu riang dipilih, dengan volum cukup keras untuk memastikan tak ada suara lain yang akan
sampai ke telinganya. Senyum manis tergambar di wajah cantiknya saat sebuah lagu dari SO7 mulai
terdengar. Langkah kakinya cukup ringan melintasi rumah-rumah. Beberapa tetangga tampak
berkumpul di depan rumah mereka, pada jam seperti ini biasanya mereka menunggu abang sayur
dan sembari melakukan pemanasan bibir dengan membicarakan Lara, karena hanya Lara lah yang
menjadi objek pembicaraan utama mereka.

Didepan tampak Upita dan Rani sedang mengobrol berdua

“Eh pelakor bisa-bisanya kamu masih berlenggak lenggok dengan bebas di sini ya, dasar tak tahu
malu” Rani berteriak karena dia masih merasa kesal dengan apa yang dilakukan Lara pada suaminya.

“Namanya juga perawan tua, kalau bukan menggoda suami orang mana ada lelaki yang mau sama
dia” Tak mau kalah Upita ikut menambahkan hujatan.

Namun mata Lara hanya melihat bibir kedua wanita itu bergerak-gerak dan menconng ke kiri dan
kanan karena di kedua telinganya terdengar Duta yang sedang bersenandung riang. Merasa lucu
dengan gerakan bibir keduanya Lara hanya tertawa simpul dan melewatinya begitu saja.

“Dasar wanita gila tak tahu diri” merasa tak dihiraukan Rani kembali memaki.

Sesampainya di Kedai Kopi Lara melanjutkan aktivitasnya seperti biasa, hatinya ringan karena pagi ini
tidak diawali dengan ‘nada indah’ para tetangga.

Neza dan Bobi yang datang bersamaan tampak heran melihat rekan mereka yang terlihat riang dan
sangat bersemangat pagi ini, semua pekerjaan yang biasa mereka lakukan sebelum kedai dibuka
seperti menyapu, mengepel dan mengelap meja sudah diselesaikan Lara seorang diri.

“Aih kakak satu ini baru dapat durian runtuh atau baru dapat hidayah, bisa jadi serajin ini” Sindir
Bobi yang merasa senang karena dia tidak perlu bekerja terlalu berat pagi ini. Sementara Neza hanya
geleng kepala menyaksian Lara yang tampak riang.

“Sudah cepat siap-siap sana sebelum kena marah Bu Bos” tegur Lara diiringi tawa riang.

Dari dalam bar Neza yang mempersiapkan racikan kopi untuk hari ini masih penasaran dengan
perubahan Lara. “Eh Bob menurut kamu kak Lara lagi kesambet setan atau kesambet cowo cakep?”
bisik Neza pada bobi yang telah duduk manis di meja kasir.

“Wkwkwk.. “ tiba-tiba Bobi tertawa keras membuat Neza kesal dan reflek melemparkan paper glass
ke arah Bobi.
“Eh kok main lempar aja sih, Lara sini deh Neza penasaran kamu kesambet setan atau kesambet
cowo cakep. Hahaha.....” Bobi melanjutkan tawanya yang terhenti oleh lemparan gelas Neza. Karena
namanya dibawa-bawa Neza hanya bisa melotot kearah Bobi.

“Kalian ini terlalu banyak nonton sinetron indonesia yang kebanyakan isinya setan dan babang
tamvan saja sih. Kupingku punya senjata mujarab buat ngedetoks polusi suara di sepanjang jalan
kesini” Lara tersenyum simpul sambil merogoh saku apronnya dan memamerkan wireless earphone
nya yang baru.

“Jaelah neng kalo earphone aja udah bisa mengatasi masalah pagimu kenapa gak dari dulu-dulu
kamu beli neng.” Bobi yang mengharapkan jawaban menarik merasa kecewa dengan hal sepele yang
menurutnya tida penting banget.

“heee, kalian tahu lah gajiku cuma cukup untuk memenuhi kebutuhan hari-hari, gak seperti kalian
yang masih mendapat suntikan dana dari mamih papih” jawab Lara sekenanya, dan langsung
meninggalkan kedua rekannya untuk mengambil pesanan pelanggan yang sudah mulai datang.

Tring....

Lonceng pintu kedai terdengar lebih nyaring dari biasanya, membuat Lara, Neza dan Bobi yang
sedang beristirahat siang di meja depan kasir menoleh secara serempak.

Seorang pria tampan berambut hitam cepak dengan kemeja putih dan vest serta celana hitam
berjalan pelan memasuki kedai, berhenti sejenak sembari mengedarkan pandangannya dan kembali
melangkah menuju meja sudut kedai yang bersebelahan langsung dengan jendela.

“Cakepnyaaaa....” Ceplos Neza yang tak bisa mengalihkan pandangannya dari pria itu sejak
memasuki kedai.

“Hush.. Balik kerja sana.” Tegur Lara pada keduanya, dan diapun langsung berdiri menghampiri
pelanggan tersebut.

“Selamat siang, sudah ingin memesan sekarang atau masih menunggu teman?” sapa Lara sesuai
kebiasaannya.

“Tolong capucino dan air putih saja dulu” Devon memperhatikan ekspresi Lara yang tampak lebih
ceria hari ini dibanding terakhir dilihatnya malam disaat dia diganggu pria bernama Zainal. Devon
merasa seolah ada embun yang tiba-tiba memenuhi hatinya, rasa yang baru pertama kali
dirasakannya, terasa sejuk, dia merasa nyaman dan menyukai rasa itu walaupun dia tidak mengerti
dari mana dan apa yang menyebabkannya.

Lara kembali tersenyum “Harap tunggu sebentar.” Dengan ringan Lara meninggalkan meja itu
menuju bar, tampak Neza tak berkedip memperhatikan pria itu. Lara yang memperhatikan hal itu
sejak tadi merasa geli dengan kelakuan temannya itu.
“Iihh... elap dulu ilernya gih..!” seru Lara pelan sambil menyerahkan nota pesanan pada Neza. Neza
yang baru tersadar gelagapan sambil bergegas mengelap bibirnya, dan Lara kembali tertawa pelan.

Devon menikmati kopinya sembari membolak-balik buku yang dibawanya, buku yang sama yang
dibacanya kemarin, buku coklat tebal bertuliskan Larasati Diana pada sampulnya. Membaca buku
catatan manusia secara manual memang lebih melelahkan bagi malaikat tapi kali ini tujuan Devon
datang ke kedai ini bukan sekedar untuk membaca tapi lebih pada mencari pria yang bisa dijadikan
pasangan untuk ‘ratu es’ (julukan yang diberikan Dodi untuk Lara)

Devon menjentikkan jarinya tiap kali melihat pria yang menurutnya cukup layak untuk disandingkan
dengan Lara, dan secara ajaib diatas pria itu muncul visual yang bertuliskan usia, status pernikahan
dan sedikit info singkat tentang sifat baik dan buruk pria itu.

Sudah beberapa kali Devon mencoba mencari kandidat tapi belum juga ada yang menurutnya sesuai.

Tringg...

Kembali bell pintu kedai berbunyi dan Lara sangat yakin suara lonceng itu lebih nyaring dibandingkan
saat pintu dibuka oleh para pelanggan pada umumnya, namun Lara segera mengesampingkan
perasaanya itu dan segera menghampiri pelanggan yang baru duduk di sebelah Devon itu.

“Hai Dev, ada apa memanggilku kemari?” Dodi penasaran karena biasanya Devon akan memanggil
paksa mereka dengan menjentikkan jari bukan dengan panggilan sukarela seperti saat ini.

“Lihat pria itu, aku perhatikan dia beberapa kali melirik ke arah Lara.” Devon menjentikkan jarinya
dan terlihat visual bertuliskan

Nama : Romi Setiawan

Usia : 25 tahun

Status : singgle

Penyayang, Setia, pekerja keras.

“Menurutmu apa mereka akan cocok?” Devon sedikit ragu tapi melihat pria itu tampan dengan
spesifikasi yang baik dan tanpa kekurangan, walaupun dengan beda usia yang cukup jauh tapi dia
yakin pria itu akan bisa mencintai dan menjaga Lara dengan baik.

“Perbedaan umur mereka 10 tahun, kamu yakin Dev mau jodohin ratu es dengan berondong?” Dodi
pesimis dengan pilihan Devon.

“Hmm... menurutku pria itu cukup layak sebagai jodoh Lara” ucap Devon kembali, kali ini lebih yakin
setelah melihat sang pria dan Lara saling melemparkan senyum yang dimata Devon itu adalah tanda
awal dari benih cinta.

“Oke kalau menurutmu akan berhasil, lets start it..” walaupun banyak keraguan tapi Dodi memilih
percaya pada keputusan Devon kali ini.

Anda mungkin juga menyukai